[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 3 Chapter 16 Bahasa Indonesia

Meminta Saran

Chapter Enam Belas: Meminta Saran


Keesokan harinya, aku kebetulan bertemu dengan Makiri-sensei di sebuah minimarket dekat rumahku. Begitu aku melihatnya, aku berteriak kaget, langsung memberitahukan keberadaanku.

“Oh!”

“Ya ampun! Rupanya Tomoki-kun. Halo.”

“H-Halo…” Aku berhasil bergumam.

Terakhir kali aku melihatnya adalah ketika kami berada di pemandian air panas tanpa busana, jadi aku agak kesulitan menghadapinya sekarang. Jangankan harus mencoba untuk memulai percakapan normal, aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya hanya beberapa hari kemudian sejak saat itu.

“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya dia. Dia pasti merasa sama gugupnya denganku, tapi dia benar-benar tidak menunjukkannya—dia terlihat kalem dan tenang seperti biasanya.

“Ya, saya baik-baik saja. Bagaimana dengan Anda?” tanyaku.

“Aku baik-baik saja,” katanya dengan ekspresi muram di wajah. Apakah ada sesuatu yang membuatnya sedih? “Kalau begitu, aku harus pergi sekarang.”

Dengan ucapan perpisahan yang cepat itu, dia dengan cepat keluar dari toko, membawa belanjaan di tangan.

“Uhh, tentu,” gagapku saat aku menatap punggungnya yang kian menjauh.

Aku teringat percakapanku dengan Tatsumiya dan Ike kemarin. Mereka khawatir tentang perubahan tiba-tiba dalam perilaku Makiri-sensei, serta fakta bahwa ada sesuatu yang mengganggunya. Meskipun aku tahu dia kesulitan memperhatikan dalam diam saat kami menjalani masa muda kami, aku punya firasat bahwa ada sesuatu yang lain terjadi yang tidak dia ceritakan pada kami.

Aku segera mengambil apa yang aku butuhkan, membelinya, dan mengejarnya.

“Makiri-sensei!” teriakku saat aku mengejarnya.

Dia berbalik dan sedikit memiringkan kepalanya, tampak bingung. “Ada apa?”

Kata-kata yang ingin aku ucapkan dengan cepat menghilang dari mulutku, dan aku berjuang mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Aku perlu alasan untuk berbicara dengannya, sesuatu untuk membuatnya terbuka. Apakah aku benar-benar hanya akan berdiri di sini tanpa mengucapkan apa-apa? Ayolah, Yuuji! Sekarang sudah jelas bahwa dia cukup memercayaiku untuk menceritakan masalahnya, tapi mungkin kami butuh tempat yang agak sepi. Tempat di mana tak seorang pun akan mendengar diskusi kami atau melihat kami bersama… Ya! Itu dia!

“Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda, dan itu sangat penting. Jika tidak masalah, apakah Anda keberatan jika saya mampir ke tempat Anda?” tanyaku sambil menatap matanya.

“Tunggu, apa?”

Apakah dia tidak mendengarku? “Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda, dan itu sangat penting. Jika tidak masalah, apakah Anda keberatan jika saya mampir ke tempat Anda?”

“T-Tunggu sebentar, Tomoki-kun! Apakah kamu paham apa yang kamu katakan barusan?! Aku tidak bisa membiarkan siswa masuk ke rumahku seperti itu! Itu tidak benar!” gagapnya panik, wajahnya memerah seperti tomat.

Maksudku, dia sudah pernah mengizinkanku masuk tidak hanya sekali, tapi dua kali. Tidak, ada yang mencurigakan di sini—dia pasti menyembunyikan sesuatu dariku. Aku akan menekan lebih lanjut. Aku tidak bisa membiarkan dia terus menyembunyikan sesuatu dari orang lain sementara dia menderita sendirian.

“Saya tahu apa yang saya katakan, tapi saya tidak akan menarik perkataan saya. Saya… Saya ingin tahu bagaimana perasaan Anda yang sebenarnya, Sensei!”

Aku ingin mengetahui akar masalahnya dan membantu jika aku bisa. Aku tidak yakin berapa banyak yang bisa aku lakukan, tapi melihatnya seperti ini hanya membuatku semakin ingin mengulurkan tanganku untuknya.

Makiri-sensei menatapku dengan tatapan kosong tanpa mengatakan apapun selama beberapa detik. Tiba-tiba, tas berisi belanjaannya jatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk. Tangannya terangkat untuk menutupi wajahnya, tapi aku bisa melihat sekilas betapa merahnya dia di antara jari-jarinya.

“A-Apa?! Apa?! Apa yang kamu…” gerutunya, menggeliat tidak nyaman.

Reaksinya masuk akal; dia pasti bergumul dengan setan batinnya, bertanya-tanya apakah tidak apa-apa untuk mengungkapkan semuanya padaku. Mungkin dia belum percaya sepenuhnya padaku. Jika begitu, tidak apa-apa.

Setelah beberapa saat, dia dengan pelan berkata, “Baiklah. Ikuti aku.”

Saat aku menatapnya, aku melihat air mata di sudut matanya. Aku mengangguk, mengambil kantung belanjaannya, dan mengikutinya pulang ke rumah. Wajahnya masih agak merah saat kami berjalan bersebelahan.

Apa pun kekhawatiran yang dia pendam, aku akan berusaha membantunya sebisa mungkin. Dia telah melakukan banyak hal untukku sehingga aku ingin membalas budi.


Setelah 10 menit yang agak canggung, kami akhirnya tiba di tempat Makiri-sensei. Dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya, baguslah.

“Masuklah,” katanya, mengundangku untuk masuk.

“Makasih,” jawabku.

Aku melepas sepatuku dan memasuki apartemen, yang tetap rapi dan bersih seperti biasanya. Satu-satunya hal yang benar-benar mencolok di ruangan itu adalah “Johnny”—boneka beruang raksasa miliknya. Makiri-sensei bergegas memasukkan belanjaannya ke dalam lemari es, lalu dengan cepat memasukkan Johnny ke dalam lemari pakaiannya.

Dia memberiku tatapan sedingin es dan bertanya, “Ada yang ingin kamu katakan tentang itu?”

“Tidak sama sekali,” jawabku, berpura-pura tidak melihat apapun.

Haaah. Silakan duduk di sana,” dia mengarahkan sambil menunjuk ke meja rendah di tengah ruangan.

Aku melakukan apa yang dia katakan. Dia, pada akhirnya, duduk di tempat tidurnya dan segera memeluk salah satu bantalnya dengan erat. Ekspresinya dengan cepat berubah dari keterkejutan menjadi rasa malu oleh kesalahan kecilnya—tidak diragukan lagi dia biasa berpelukan dengan Johnny begitu dia tiba di rumah—dan dia pun berusaha menenangkan diri dengan meletakkan bantal di pangkuannya.

Keheningan yang canggung pun terjadi.

Ahem. Apa maksudmu tadi? Tentang ‘ingin tahu bagaimana perasaanku yang sebenarnya’?” tanya dia dengan suara lemah.

Matanya melesat ke sekeliling ruangan, mencoba fokus pada apa pun kecuali aku. Pipinya juga berubah merah muda. Tidak diragukan lagi dia gugup, sama sepertiku. Aku mengerti. Butuh banyak usaha dan keberanian untuk terbuka sepenuhnya kepada orang lain.

“Anda tahu persis apa yang saya maksud,” jawabku terus terang.

Dia menutup matanya dan mengepalkan tinjunya. “Aku… Aku benar-benar menghormatimu, Tomoki-kun! Aku menyadari bahwa kamu adalah muridku, tapi aku akhirnya tumbuh lebih dekat denganmu daripada dengan yang lain. Bukan hanya itu saja. Aku percaya padamu. Faktanya, aku percaya bahwa kamu adalah satu-satunya pria dalam hidupku yang telah membuatku terbuka sejauh ini. Aku bisa mengerti kenapa seseorang yang luar biasa seperti Hasaki jatuh cinta padamu, serta bagaimana kamu berhasil mendapatkan teman-teman luar biasa yang kamu miliki sekarang—kamu pantas mendapatkan semua itu. Namun… tidak peduli tumbuh seberapa dekatnya kita, dan tidak peduli seberapa besar aku mempercayaimu… pada akhirnya, kamu adalah muridku, dan aku adalah gurumu. D-Dan bahkan jika aku memperlakukanmu sederajat sebelumnya—sebagai sensei-ku—itu tidak baik-baik saja untukkku. Aku menyalahkan diriku sendiri atas segalanya.”

Aku senang mendengar bahwa dia sangat mempercayaiku. Itu adalah sesuatu yang sangat kubanggakan. Terima kasih, Sensei.

“Namun, jangan salah paham—aku senang kamu menyimpan perasaan seperti itu terhadapku. Aku serius. T-Tapi aku benar-benar butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Kamu mengerti apa yang aku maksud, kan?”

Benarkah? Dia butuh waktu untuk memikirkannya? Bagiku, sepertinya dia mencoba melarikan diri dari segalanya.

“Saya senang Anda mempercayai saya sampai seperti itu, Sensei,” kataku padanya.

“Oh! Aku, er… Mungkin kamu tidak mengerti apa yang aku coba sampaikan padamu. Itu tidak mengherankan—kurasa aku belum cukup jelas tentang itu.”

“Tidak, saya mengerti. Anda merasa dapat mengandalkan saya, tapi Anda menyiratkan bahwa ini adalah sesuatu yang perlu Anda bicarakan dengan seorang profesional yang sebenarnya, bukan dengan saya. Saya yakin ada hal-hal yang tidak dapat Anda buka dengan mudah kepada orang lain.”

Ya, aku mengerti. Bagaimanapun, setiap orang memiliki rahasia mereka masing-masing jauh di lubuk hati.

“Ya, itu dia. Itulah yang aku—eh, apa itu?”

“Anda mungkin melihat saya tidak lebih dari salah satu murid Anda, Sensei, tapi bagi saya, Anda lebih dari sekadar guru saya—Anda adalah seseorang yang membuat saya berutang nywa. Saya tahu bahwa saya mungkin tidak dapat berbuat banyak, tapi saya benar-benar ingin melakukan apa pun yang saya bisa untuk membantu dan berada di sisi Anda. Saya bersungguh-sungguh,” kataku, memberinya tatapan serius.

Makiri-sensei mundur sedikit, dan aku bisa melihat bibirnya sedikit bergetar.

“Maaf?” dia berhasil berbisik pelan. “Tomoki-kun…”

“Ya?”

“Bisakah kita memundurkan percakapan sedikit agar aku bisa memastikan bahwa aku tidak salah paham?”

“Huh? Kurasa tentu saja.”

Apa-apaan dengan tatapan itu? Dia tampaknya benar-benar bingung sekarang. Apakah aku mengatakan sesuatu yang membuatnya bingung?

“Um, kamu berbicara tentang ingin mengetahui perasaanku yang sebenarnya, kan?” tanya dia.

“Benar,” tegasku.

“Dan dengan itu… maksudmu, um, kamu ingin tahu apakah ada sesuatu yang menggangguku, benarkan? Kamu tidak mengatakan bahwa kamu ingin tahu bagaimana… bagaimana perasaanku tentangmu?”

“Jelas. Saya tidak tahu dari mana Anda bisa berpikiran seperti itu.”

“Oh… ya, tentu saja. Aku tahu. Tentu saja aku tahu apa yang kamu maksud sejak awal,” katanya sambil memalingkan muka. Tunggu sebentar, apakah aku merasakan nada jengkel dalam nada bicaranya sekarang? Apa? Kenapa? “Dan ketika kamu bilang ingin berada di sisiku, maksudmu kamu ingin membantu mengatasi masalahku sebisa mungkin, benar?”

“Ya,” jawabku. “Saya mungkin tidak banyak membantu, tapi saya ingin melakukan apa pun yang saya bisa.”

Dia menghela nafas berat, lalu melempar bantal di pangkuannya ke tempat tidur. Entah kenapa, ekspresinya seakan berteriak bahwa dia ingin membunuhku. Apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah?

“Pada dasarnya, Ike dan Tatsumiya memberitahu saya kemarin bahwa mereka menyadari Anda merasa murung akhir-akhir ini,” jelasku. “Jadi saya bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang mengganggu Anda. Apakah Anda bertengkar dengan ayah Anda lagi?”

“Jadi, bahkan murid-muridku pun menyadari ada yang tidak beres… Aku benar-benar gagal,” bisiknya dengan menghela nafas berat lainnya.

“Anda tidak…” Aku mulai berkata, tapi aku tidak menyelesaikan kalimatku. Aku merasa dia tidak bermaksud membuatku mendengar apa yang baru saja dia katakan, jadi aku hanya diam dan menunggu dia melanjutkan.

“Kamu benar, bagaimanapun juga—ada ‘sesuatu’ yang menggangguku akhir-akhir ini,” akunya sambil menundukkan kepalanya. Aku bisa melihat air mata terbentuk di sudut matanya. “Ayahku serius ingin menikahkanku, dan karena itu, dia memutuskan untuk menjodohkanku. Dia mengatur wawancara pernikahan formal untukku.”



Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

There’s no way a side character like me could be popular, right?
Score 9.1
Status: Ongoing Type: Author: Artist: , Released: 2018 Native Language: Jepang
“Karena aku sangat mencintaimu, Senpai!” Namaku Tomoki Yuuji, siswa SMA kelas dua. Aku bisa mengatakan bahwa aku adalah seorang siswa yang cukup normal, kecuali fakta bahwa semua orang menghindariku seperti wabah karena aku terlihat seperti haus darah. Ike Haruma adalah satu-satunya yang tidak menjauhiku. Dia tipikal ‘pria sempurna’ dalam segala hal; protagonis tanpa cacat yang biasa kau lihat di setiap cerita. Kehidupan di sekolah terus berjalan seperti biasa… sampai suatu hari, adik perempuan Haruma yang super populer itu menyatakan cinta padaku tiba-tiba?! Meskipun dia kemudian mengklarifikasi bahwa perasaannya terhadapku sama sekali tidak romantis dan dia memiliki motif tersembunyi, au akhirnya menerima peran baruku sebagai ‘pacar palsu’ sebagai bantuan untuk Haruma. Percaya atau tidak, saat aku mulai berkencan dengannya, teman masa kecil Haruma yang seperti idol dan guruku yang super cantik ikut terlibat denganku juga! Tunggu sebentar. Ini tidak mungkin skenario rom-com impian yang diatur sendiri untukku, kan?! Maksudku, tidak mungkin karakter sampingan sepertiku bisa menjadi populer, kan?  

Comment

Options

not work with dark mode
Reset