[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 3 Chapter 15 Bahasa Indonesia

Tidak Ada Komentar

Chapter Lima Belas: Tidak Ada Komentar


Hari ini hanyalah pagi musim panas lainnya. Aku sedang berada di kamarku, melakukan hal yang biasa—yah, menonton video memasak di Youtoob dan bersantai—saat ponselku tiba-tiba bergetar. Rupanya aku mendapat pesan dari Ike.

“Aku sudah lama ingin membuat album dari foto-foto yang kita ambil dalam perjalanan tempo hari, jadi yang lain membantu dan kami membuat album foto sederhana. Aku berharap kamu bisa datang ke ruang OSIS hari ini dan mengambil punyamu. Jika kamu tidak bisa, tidak apa-apa—aku dapat mengirimkan salinan online-nya padamu.”

Tunggu, orang-orang berfoto di perjalanan? Aku bahkan tidak sadar. Tapi, ya, aku jelas ingin salinannya.

“Kamu akan ada di ruang OSIS?” tanyaku padanya.

Bukan berarti aku punya rencana hari ini sih. Jadi aku akan mampir dan melihat ada apa.


Aku pergi ke sekolah di siang hari.

Begitu aku tiba di ruang OSIS, aku mengetuk pintu. Tak lama setelah itu, aku mendengar Ike di sisi lain pintu menyuruhku masuk. Aku pun masuk dan menyadari bahwa hanya ada dia dan Tatsumiya di sini.

“Hei, Yuuji. Maaf membuatmu datang jauh-jauh ke sekolah hari ini,” sapanya sambil tersenyum.

“Tidak apa-apa, bung. Lagi pula aku tidak punya kegiatan apa-apa.”

“Kalau begitu, kamu selalu bisa mengajak Touka berkencan. Aku yakin dia akan sangat senang.”

Aku dan Touka telah bertemu beberapa kali musim panas ini, tapi aku tidak pernah benar-benar mengajaknya untuk “kencan” langsung. Aku selalu berasumsi itu akan membuatku terlihat seperti brengsek, tahu? Aku tidak suka jika dia berpikir kalau aku menganggapnya selalu tidak punya kegiatan lain. Aku yakin dia memiliki kehidupannya sendiri dan teman di luar hubungan palsu kami; selain itu, mengganggunya saat sedang berlibur bukanlah sesuatu yang ingin aku lakukan. Dengan begini, dia tidak perlu khawatir berpura-pura kami adalah pasangan di depan orang lain.

Aku berharap bisa jujur tentang hal ini kepada Ike.

“Salam, Tomoki,” kata Tatsumiya dengan nada kaku.

Huh? Dari mana datangnya kemarahan ini? Mungkinkah dia cemburu karena Touka dan Ike lebih sering nongkrong denganku daripada dia?

“Hai,” jawabku. “Apakah hanya kita bertiga di sini hari ini?”

“Yah, tidak banyak juga kegiatan saat ini,” jawab Ike. “Taketori-senpai dan Tanaka-senpai sedang belajar untuk ujian remedial, dan Suzuki sepertinya mengambil kursus musim panas khusus di suatu tempat.”

“Lalu kenapa kalian berdua disini? Aku yakin masih ada hal yang harus dilakukan, kan?”

“Kami memiliki beberapa dokumen yang harus diselesaikan. Ditambah lagi, ada album yang membuat kami sibuk. Aku juga perlu menyiapkan beberapa dokumen untuk siapa pun yang mengambil alih OSIS tahun depan. Aku tidak ingin mereka diangkat hanya untuk kemudian dihancurkan di bawah gempuran tugas dan tanggung jawab.”

Hei, tunggu. Tunggu sebentar. Apakah aku tidak salah dengar?

“Tunggu, Ike, apakah itu berarti kamu tidak akan mencalonkan diri sebagai ketua lagi tahun depan?” tanyaku tidak percaya.

“Sejujurnya, aku masih belum memutuskan apa yang akan aku lakukan,” akunya dengan senyum malu-malu.

Aku mengenal Ike. Dia pasti menyembunyikan sesuatu, dan apapun itu, itu bukan hal yang baik. Aku sepenuhnya yakin bahwa dia akan berhasil memenangkan pemilihan jika dia mencalonkan diri tahun depan. Apa yang sebenarnya ada di pikirannya?

“Ngomong-ngomong, Tomoki—ini album yang dimaksud,” sela Tatsumiya sambil memberiku album yang agak kecil.

“Terima kasih.”

“Kamu seharusnya berterima kasih kepada ketua—dialah yang menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk membuatnya. Dia juga yang mendapatkan semua foto. Aku berpendapat hasilnya cukup bagus. Itu menawan dan memiliki suasana—bagaimana aku harus menggambarkannya—nostalgia. Apa pendapatmu?”

“Oh, benar. Terima kasih, Ike, aku tidak tahu,” jawabku.

Aku membuka album dan memeriksa isinya. Semua orang tersenyum lebar di foto-foto itu, lalu ada aku, yang terlihat seperti seseorang baru saja membunuh anjingku. Astaga. Aku tidak sadar bahwa ekspresi wajahku yang tidak ramah seburuk itu. Sekarang aku merasa sedikit sedih. Tapi setelah membolak-balik beberapa halaman lagi, aku melihat foto diriku yang sedang memakan masakan Yamamoto dengan seringai tolol terpampang di wajah, yang membuatku merasa sedikit lebih baik.

“Nah, karena albumnya sudah ada di tanganmu, kamu bebas pulang jika mau,” kata Tatsumiya. Dia menundukkan kepalanya dan membukakan pintu untukku, memberiku undangan yang jelas untuk segera keluar. Mungkin dia ingin bersama Ike hanya berdua saja?

“Yuuji, apakah kamu sudah makan siang?” tanya Ike sebelum aku pergi.

“Nah, belum,” jawabku.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi dan makan bersama?”

“Kedengarannya bagus untukku.”

“Apa?!” teriak Tatsumiya saat aku menerima tawarannya.

“Ada yang salah, Tatsumiya?” tanya Ike padanya.

“T-Tidak, maaf.”

Aku yakin dia sudah berencana mengajak Ike keluar untuk makan siang setelah ini dan rencananya gagal. Yap, sekarang dia memelototiku. Astaga, dia terlalu mudah dibaca. Sungguh sayang sekali, Tatsumiya.

“Bagaimana kalau kamu ikut juga?” tawar Ike.

“O-Oh! Jadi, kamu ingin aku bergabung dengan kalian berdua. Nah, jika kamu bersikeras, kurasa aku tidak punya pilihan lain! Aku akan ikut makan siang.”

“Namun, aku tidak memaksamu untuk ikut jika kamu terlalu sibuk,” Ike mencoba menenangkannya.

“Aku bilang aku akan ikut, dan itulah yang ingin aku lakukan!” serunya terlalu cepat setelah perkataan Ike.

“Uhh, benar. Maaf soal itu,” jawab Ike dengan senyum canggung.

Tatsumiya berputar sehingga Ike tidak bisa melihatnya menyeringai, wajahnya semerah tomat. Dia terlihat sangat bersemangat tentang perkembangan ini.

Sementara itu, aku merasa seperti terjebak dalam romcom murahan saat ini.


Kami akhirnya pergi ke suatu restoran hamburger terkenal.

Kami memesan makanan kami dan kemudian duduk di meja yang diperuntukkan bagi empat orang. Aku duduk di kursi bagian dalam, dan Ike duduk di sampingku. Itu membuat Tatsumiya duduk di sisi lain—di depan Ike—di mana dia memberiku tatapan mematikan yang intens. Jika tatapan bisa membunuh, aku pasti sudah mati dan terkubur sejak lama.

Makanan kami akhirnya tiba. Ike, yang tampaknya tidak menyadari situasi tegang kami, langsung makan. Aku mengikutinya setelah ragu-ragu sejenak. Akhirnya, Tatsumiya menghela nafas, lalu mulai memakan makanannya sendiri.

Dengan berlalunya momen canggung itu, kami mulai berbicara soal sembarang topik.

“Ada apa, Tatsumiya? Sepertinya kamu tidak sedang dalam suasana hati yang baik,” tanya Ike, menjatuhkan bom di tengah obrolan ringan kami.

Yah, Ike tidak salah—dia berhenti berbicara beberapa saat yang lalu, dan dia terlihat sangat kecewa. Aku agak khawatir, juga.

“Oh, bukan apa-apa,” jawabnya dengan rona merah di pipinya. “Aku hanya memikirkan bagaimana pria bisa makan begitu cepat. Kamu tampaknya tidak terkecuali, Ketua. Aku sangat lamban sehingga aku merasa sedikit bersalah.”

Ya, dia benar. Dia bahkan belum menghabiskan setengah makanannya, sementara Ike sudah hampir selesai.

Aku merasa diabaikan. Setiap kali Tatsumiya berbicara, sepertinya dia dengan sengaja mencoba menyingkirkanku dari percakapan. Hampir seolah-olah aku adalah hantu atau semacamnya saat ini. Nah, seperti kata orang-orang—cinta membuatmu buta, kan? Aku hanya tidak tahu mereka bermaksud seperti itu secara harfiah. Heh.

“Oh, maaf—aku tidak memikirkan itu sama sekali. Silakan santai saja, Tatsumiya. Jangan khawatir soal itu,” Ike meyakinkannya.

“Tentu, terima kasih,” jawabnya sambil tersenyum, lalu kembali memperhatikan makanannya.

“Oh, Yuuji, ada remah roti di wajahmu,” ujar Ike.

“Benarkah? Di mana?” tanyaku, meraba-raba wajah untuk mencoba menemukan remah roti.

“Sedikit ke kiri… Tidak, kirimu, bukan kiriku, haha. Oh ya, aku akan mengurusnya,” katanya. Dia mencondongkan tubuh, mengambil remah-remah yang mengganggu dengan salah satu jarinya, dan meletakkannya di serbet terdekat. “Dapat.”

Sekarang aku panik sekali, dan Tatsumiya semakin membenciku. Bagus. Sangat bagus sekali. Hei, untuk orang jenius yang menulis buku ini: Aku akan sangat menghargai jika kau berhenti menjadikanku korban dalam skenario yang dibuat-buat ini. Ike adalah protagonis di sini, bukan aku, dan dia pantas mendapatkan yang lebih baik. Terima kasih.

“Ngomong-ngomong, Yuuji—pertunjukan kembang api akan segera diadakan. Apakah kamu sudah memikirkan untuk mengajak Touka ke sana?” tanya Ike tiba-tiba.

Pertunjukan yang dimaksud adalah acara tahunan yang diselenggarakan khusus di kota ini, dan kembang api yang mereka gunakan cukup keren. Alangkah bagusnya mengajaknya ke sana… Itu, jika kami benar-benar menjalin hubungan. Karena itu, aku tidak tahu apakah dia siap menghabiskan waktunya denganku dari semua orang yang ada.

“Aku belum punya rencana untuk itu, tapi aku sedang berpikir untuk mengajaknya,” kataku padanya.

“Oh, begitu ya. Kamu jelas harus mengajaknya. Kumohon.”

Sebagai gantinya, aku mengangguk dan mengalihkan perhatianku ke arah Tatsumiya. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi dia hanya menundukkan kepalanya dan terus makan dalam diam. Aku rasa dia ingin mengajak Ike untuk menemaninya. Nah, mengingat aku menggagalkan kencan makan siangnya, aku akan menebusnya dengan membantunya di sini.

“Bagaimana jika kamu dan Tatsumiya ikut dengan kami?” tanyaku pada Ike. “Aku yakin kita akan lebih bersenang-senang jika kita pergi sebagai sebuah kelompok. Salain itu, aku ingin sekali pergi ke sana bersama kalian semua.”

“Tunggu, apa?” kata Tatsumiya dengan mulut penuh makanan. Sungguh Tidak biasanya.

“Aku sih tidak keberatan, tapi aku tidak tahu apakah Touka akan setuju,” kata Ike.

“Oh, uh, benar. Dia pasti tidak akan terlalu senang tentang hal ini.” Seperti yang akan dia lakukan dalam situasi ini.

“K-Ketua!” teriak Tatsumiya, dengan cepat memanfaatkan kesempatan yang diberikan padanya. “Kebetulan aku sedang luang hari itu, jadi aku tidak keberatan pergi. Bagaimana menurutmu?”

“Maksudku, aku juga tidak punya rencana. Selama Touka tidak masalah, aku baik-baik saja pergi sebagai kelompok.”

“Luar biasa! Aku harap semuanya berjalan lancar!” seru Tatsumiya dengan senyum terlebar yang pernah kulihat.

Dia menyelesaikan makannya dengan suasana hati yang jauh lebih baik daripada saat dia mulai makan.

“Satu hal lagi, Yuuji,” tambah Ike dengan nada tegas. “Ini serius, jadi…”

“Serius? Tentu, ada apa?”

“Baru-baru ini, aku memperhatikan bahwa Makiri-sensei agak, yah, murung, kalau kamu mengerti maksudku sih. Bagaimana menurutmu, Tatsumiya?”

“Memang. Ketika aku memberinya album dari perjalanan, suasana hatinya benar-benar berubah.”

Mereka berdua terdengar khawatir.

“Kami hanya mengkhawatirkannya. Apakah kamu tahu tentang apa yang mengganggunya, Yuuji?”

Faktanya, aku tahu alasan pasti di balik perubahan 180 derajatnya yang tiba-tiba sebelumnya—atau setidaknya, menurutku aku tahu alasannya. Aku yakin pertengkaran terus-menerus dengan ayahnya, ketidakpastian tentang kehidupan, status hubungan, dan gabungan sedikit kebiasaan minum sudah mulai membebani dirinya.

“Oh, Ketua—ada noda saus tomat di dekat mulutmu,” ungkap Tatsumiya, menyadarkanku dari lamunanku.

“Hm? Oh maaf.”

“Tidak perlu khawatir. Aku akan menyekanya untukmu,” kata Tatsumiya. Dia mengambil serbet dan menyeka saus tomat dari wajahnya.

Wah, teman-teman—apakah aku perlu meninggalkan kalian berdua sekarang?

Omong-omong, kembali ke Makiri-sensei. Menurutku tindakan terbaik di sini adalah berpura-pura tidak tahu. Lagipula dia curhat padaku. Bukan ranahku untuk memberi tahu mereka apa yang terjadi dalam hidupnya.

“Nah, aku tidak tahu. Maaf,” jawabku dengan wajah paling datar yang bisa kukerahkan. Dan itulah akhirnya. Aku tidak punya komentar tentang masalah ini.



Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

There’s no way a side character like me could be popular, right?
Score 9.1
Status: Ongoing Type: Author: Artist: , Released: 2018 Native Language: Jepang
“Karena aku sangat mencintaimu, Senpai!” Namaku Tomoki Yuuji, siswa SMA kelas dua. Aku bisa mengatakan bahwa aku adalah seorang siswa yang cukup normal, kecuali fakta bahwa semua orang menghindariku seperti wabah karena aku terlihat seperti haus darah. Ike Haruma adalah satu-satunya yang tidak menjauhiku. Dia tipikal ‘pria sempurna’ dalam segala hal; protagonis tanpa cacat yang biasa kau lihat di setiap cerita. Kehidupan di sekolah terus berjalan seperti biasa… sampai suatu hari, adik perempuan Haruma yang super populer itu menyatakan cinta padaku tiba-tiba?! Meskipun dia kemudian mengklarifikasi bahwa perasaannya terhadapku sama sekali tidak romantis dan dia memiliki motif tersembunyi, au akhirnya menerima peran baruku sebagai ‘pacar palsu’ sebagai bantuan untuk Haruma. Percaya atau tidak, saat aku mulai berkencan dengannya, teman masa kecil Haruma yang seperti idol dan guruku yang super cantik ikut terlibat denganku juga! Tunggu sebentar. Ini tidak mungkin skenario rom-com impian yang diatur sendiri untukku, kan?! Maksudku, tidak mungkin karakter sampingan sepertiku bisa menjadi populer, kan?  

Comment

Options

not work with dark mode
Reset