[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 3 Chapter 13 Bahasa Indonesia

Pertemuan yang Mengejutkan

Chapter Tiga Belas: Pertemuan yang Mengejutkan


Senpai… punyamu besar sekali…” bisik Kai di telingaku, suaranya diwarnai kegembiraan saat melihat tubuhku.

“Benarkah?” tanyaku.

Dia mengangguk. “Um, jadi, bolehkah aku…?”

“Tentu, silakan,” aku menyetujui dan mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi.

“Sial, kerasnya…” dia terengah-engah saat menyentuhku.

“Kurasa aku banyak berolahrgaa di rumah, jadi tidak heran kalau punggungku sekencang itu,” jawabku, menikmati sensasi bahagia setelah tubuhku dibasuh. “Harus kukatakan—sejak aku bertemu denganmu, kamu juga jelas bertambah besar.”

Hngh!” dia… mengerang? Huh. Mungkin dia benar-benar melakukan yang terbaik sambil membasuh punggungku? “Y-Ya, kurasa, hehe. Aku telah melakukan yang terbaik untuk berusaha menjadi lebih seperti dirimu, Senpai.”

“Tampak jelas kalau kamu telah berusaha keras untuk terlihat seperti sekarang, bung. Kerja bagus.”

Bahkan dari pandangan sekilas, cukup jelas bahwa dia lebih berotot dibandingkan sebelumnya.

“Oke, sekarang giliranku,” kataku.

Dia menatap mataku dan bergumam, “Tolong bersikaplah lembut padaku, oke?”

“Hm? Oh ya. Jangan khawatir, bung,” aku meyakinkannya. Dengan lembut aku meletakkan tanganku yang tertutup handuk di punggungnya dan mulai menyentuhnya sebagai balasan.

“Ah! Sial, rasanya enak,” dia terengah-engah.

Oke… Kurasa itu berarti aku bisa menambahkan sedikit tenaga.

Ngh! Wah, kamu begitu kasar sekarang! Ah, haah!” dia terengah-engah saat aku mulai menggerakkan tanganku sedikit lebih keras. Harus kuakui bahwa sulit bagiku untuk memahami batasan orang lain, jadi aku tidak yakin kapan ini akan menjadi “terlalu berlebihan” baginya.

“Apa yang sedang kalian berdua lakukan?” tanya Asakura tiba-tiba saat menuju ke arah kami.

“Bukankah sudah jelas? Kami saling membasuh punggung,” jelasku. “Maksudku, kita sudah jauh-jauh datang ke sini, jadi sebaiknya kita juga melakukannya. Ini tidak aneh sama sekali. Kemarilah, Asakura. Bergabunglah dalam kesenangan.”

Oh benar—aku lupa menyebutkan ini sebelumnya, tapi saat ini kami sedang berada di pemandian air panas yang Kai undang untuk aku datangi. Aku juga memutuskan untuk mengajak Asakura, Kana, Touka, dan Ike. Kami memesan tempat itu untuk diri kami sendiri, jadi tidak ada orang lain selain kami saat ini.

“Tentu, kenapa tidak? Aku juga tidak keberatan punggungku dibasuh,” kata Asakura sambil mendekatiku.

Aku selesai dengan punggung Kai, dan dia berkata, “Um, makasih!” Entah kenapa, dia tampak agak tertekan karena aku sudah selesai dengannya, tapi dia segera menuju ke pemandian air panas terbuka.

Asakura duduk di depanku dengan punggungnya menghadapku. “Keluarkan semua kemampuanmu,” dia menantang.

“Serahkan padaku.”

Aku mulai menggosok punggungnya dengan handuk badan yang sama dengan yang aku gunakan pada Kai.

“Aku harus memujimu, Kai—kau menemukan tempat yang cukup bagus,” kata Asakura takjub.

“Para laki-laki dari ekskul sepak bola memberi tahuku permata tersembunyi ini. Jika kamu ingin berterima kasih, berterima kasihlah kepada mereka,” jawab Kai.

“Permata tersembunyi” itu benar. Tempat ini berada jauh dari jalur umum, jadi tidak heran tidak banyak orang yang tahu keberadaannya. Kalian perlu naik bus, lalu melakukan perjalanan panjang untuk mencapai tempat yang tampak, uh, seperti “pedesaan” yang indah. Ya, anggap saja begitu. Itu berarti tempat lain yang lebih dekat ke stasiun jauh lebih populer, menarik semua pelanggan potensial. Aku seharusnya tidak perlu khawatir, tapi itu membuatku bertanya-tanya bagaimana mereka bisa mengelola tempat ini agar tetap beroperasi.

“Hei, Tomoki—karena kita semua sudah telanjang bulat di depan satu sama lain sekarang, mungkin sudah saatnya kita untuk saling terbuka. Untuk saling mengenal sedikit lebih baik dan hal-hal semacam itu, lho?” usul Asakura saat aku menggosok punggungnya.

“Tentu, kedengarannya bagus.”

Akan sangat menyenangkan untuk berbicara secara terbuka tentang apapun. Ditambah lagi, kami tidak punya hal lain untuk saling disembunyikan setelah telanjang di depan satu sama lain seperti yang dia katakan. Harus aku akui bahwa terbuka tentang diri sendiri dan hal-hal semacam itu adalah sesuatu yang sangat ingin aku alami bersama teman-teman, jadi ini adalah kesempatan yang sempurna.

“Sebenarnya aku punya pertanyaan sebagai tendangan pembuka. Oh, dan ngomong-ngomong soal “tendangan”—aku akan menendang wajahmu tergantung pada jawabanmu, jadi bersiaplah,” dia memperingatkanku dengan nada serius.

Apapun itu, dia jelas tidak bercanda. Itu pasti sangat penting.

“Ada apa?” tanyaku sambil terus menggerakkan tangan.

“Jujurlah, apakah kamu menduakan Touka-chan dengan Hasaki?”

“Tidaklah,” jawabku dengan cepat. Apa gunanya menanyakan itu padaku?

“Ayolah, bung. Tidak perlu berbohong padaku. Aku melihatmu dan Hasaki duduk berdempetan di taman tempo hari. Itu jelas terlihat seperti kalian berdua lebih dari sekedar teman.”

Dia melihat itu? Brengsek, ya ampun.

Aku benar-benar perlu memikirkan ulang hal ini, dan dengan hati-hati. Asakura terlihat sangat serius tentang hal ini, dan jika aku memberikannya jawaban yang salah, semuanya akan berubah buruk dengan cepat.

“Kamu pria yang baik, Asakura,” kataku padanya.

“Aku tidak tahu kenapa kamu tiba-tiba berkata begitu, tapi jika kamu mencoba menghindari pertanyaan…” dia memperingatkan dengan nada marah sambil berbalik.

Aku menggelengkan kepala. “Aku mengatakan itu karena aku tahu kamu mengkhawatirkan perasaan Touka dan Kana. Namun terlepas dari itu, kamu juga khawatir akan mengambil kesimpulan yang salah, itulah sebabnya kamu bertanya padaku terlebih dahulu. Kupikir itu hal yang patut dipuji darimu.”

“Itu tidak menjawab pertanyaanku, bung.”

“Aku sudah memberikan jawabanku. Tidak, aku tidak mendua. Hasaki menembakku beberapa waktu lalu, tapi aku menolaknya karena Touka sudah menjadi pacarku. Dan itu pun masih terjadi—aku masih pacaran dengan Touka, dan tidak ada yang lain.”

Asakura tampak tidak yakin. Dia menekankan kembali, “Cukup aneh untuk mengatakan hal itu ketika dia masih mengejarmu. Ditambah lagi, aku tidak mengerti kenapa kalian berdua bersikap begitu dekat dan intim di taman jika kamu sudah benar-benar menolaknya.”

Yah, sepertinya aku tidak punya alasan untuk menyembunyikan kebenaran darinya. “Agak memalukan untuk mengakuinya, tapi aku tidak cukup keras atau tegas ketika menolaknya. Dan aku tahu ini mungkin terdengar seperti alasan murahan—Tapi dia memaksaku melakukan itu dengannya di taman sebagai bentuk permintaan maaf yang aneh atas sesuatu yang kukatakan. Jadi, uh, begitulah…”

Asakura berpikir dalam-dalam sejenak. “Oke, jadi kurasa kamu tidak benar-benar memiliki perasaan terhadap Hasaki, dan kamu setia pada Touka. Lagi pula, kamu menolak Hasaki ketika dia menembakmu, kan?”

“Ya, benar. Senang mengetahui bahwa kamu telah memahami situasinya,” aku menegaskan kembali. Cukup mengejutkan, dia tampak sedikit sedih dengan tanggapanku. “Ada yang salah, bung?”

“Bolehkah aku menendang wajahmu?” tanya dia sambil menepukkan tangannya di pundakku.

Bisa jadi karena di sini sangat panas, tapi untuk sesaat, aku bersumpah dia terlihat seperti akan menangis. Nah, itu mungkin hanya perasaanku saja.


Setelah kami selesai mandi, kami kembali ke ruang rekreasi. Ini adalah ruang Jepang klasik standar. Ruangannya benar-benar kosong, terutama karena—seperti yang aku sebutkan sebelumnya—kami telah memesan seluruh tempat untuk diri kami sendiri sepanjang hari.

Asakura langsung menuju ke kursi pijat begitu kami masuk, tapi percakapan kami belum selesai. “Maaf karena terlalu kasar sebelumnya, bung. Aku sadar kalau telah bersikap buruk terhadapmu saat itu,” ia meminta maaf.

“Jangan dipikirkan. Bagaimanapun juga, kita adalah teman. Semuanya baik-baik saja, kan?”

“Teman, ya…” bisiknya, kepalanya terkulai saat berbicara. “Kurasa sekarang setelah kita mengungkapkan semuanya, sangat jelas siapa yang beruntung dalam percintaan dan siapa yang tidak, kamu mengerti maksudku, kan? Itu membuatku merasa gagal sebagai seorang pria.”

Kurasa sangat mudah melukai ego laki-lakinya.

“Seharusnya jangan terlalu dipikirkan, bung,” Ike mencoba menenangkan Asakura sambil menepuk pundaknya.

“Oh, ayolah, bung—kamu memiliki wakil ketua yang menggemaskan yang selalu meneteskan air liurnya ke mana pun kamu pergi di sekolah. Aku lebih suka kalau seseorang yang sependeritaan yang menghiburku di sini,” jawab Asakura murung dengan tatapan kosong.

“Aku hanya menghabiskan waktu bersamanya karena urusan OSIS. Itu saja. Apa hubungannya itu dengan ‘kesulitanmu’?” tanya Ike, kebingungan terlihat jelas di wajahnya.

Ini tidak membantu Asakura merasa jauh lebih baik. Malahan, kepala Asakura semakin terkulai saat dia mengasihani dirinya sendiri. Aku meletakkan tanganku di bahunya untuk memberikan dukungan dalam upaya membuatnya merasa lebih baik, dan menggelengkan kepala dalam diam. Aku mencoba memberitahunya bahwa dalam hal percintaan, Ike bukan yang terbaik dalam hal memahami wanita.

Asakura langsung menutupi wajahnya. Setelah beberapa saat, dia dengan berani menyatakan dengan suara gemetar, “Teman-teman, aku ingin punya pacar!”

“Yuuji-senpai! Maaf membuatmu menunggu!”

“Pria tidak butuh banyak waktu untuk mandi! Astaga!”

Touka dan Kana baru saja keluar dari pemandian dan mengenakan yukata khusus yang berfungsi sebagai jubah mandi. Tempat tersebut meminjamkan ini kepada pelanggan mereka secara gratis saat mereka menggunakan fasilitas. Kedua gadis itu telah mengikat rambut basah mereka menjadi sanggul rambut, helai rambut basah masih menempel manja di kulit mereka. Melihat mereka seperti ini cukup merangsang. Maksudku, aku belum pernah melihat mereka berdua tepat setelah mandi, apalagi memakai yang seperti ini setelahnya.

“Aku melihat meja ping-pong di ruangan sebelah sini. Kamu tahu apakah kita bisa menggunakan itu?” tanya Touka pada Kai.

“Tentu saja kita bisa. Aku akan meminta beberapa bet kepada resepsionis,” katanya bersemangat. Dengan itu, dia bergegas keluar dari ruangan.

“Oke. Bagaimana kalau kita bermain beberapa set?” usul Ike.

Kami semua pindah ke ruang sebelah dan menemukan dua meja.

“Oke, teman-teman—aku punya bet dan beberapa bola,” seru Kai, muncul dengan enam raket dan empat bola di tangan agar kami bisa bermain.

“Yuuji, mau bertanding?” Ike menantangku setelah kami mengambil bet kami.

“Tentu. Kalian tak masalah jika kami menggunakan salah satu meja?” tanyaku pada semua orang.

“Tentu saja! Aku akan selalu mendukungmu, Senpai!” seru Touka.

“Aku akan menjadi pemandu sorak pribadimu, Yuuji-kun. Kamu pasti bisa!” tambah Kana dengan ceria.

“Aku juga ingin mendukungmu, Senpai, jadi kurasa kita tidak perlu menggunakan meja lain lagi,” Kai menimpali.

“Karena aku tidak terlalu peduli siapa yang menang di sini, aku akan menjadi wasit! Bersiap!” Asakura mengumumkan sambil memelototiku dan Ike.

Fiuh… Aku merasa semua orang berharap aku kalah di sini,” kata Ike saat kami memposisikan diri di kedua ujung meja.


Tentu saja, aku kalah dalam pertandingan. Menurutku aku bertahan cukup baik sampai pertengahan permainan; saat itulah Ike tiba-tiba memutuskan untuk menggunakan mode buasnya dan menghancurkanku di setiap set.

“Kamu berhasil mengalahkanku. Sialan,” aku mengucapkan selamat padanya.

“Aku telah bermain tenis meja jauh lebih sering daripada yang kamu kira, bung. Aku agak khawatir pada awalnya—aku sempat berpikir bahwa aku akan kalah tadi,” jawabnya.

Kami berdua berjuang keras, itu yang pasti.

“Kerja bagus, Senpai! Nih, pakailah handuk ini!” seru Touka.

Waktu yang tepat, Touka—Aku banyak berkeringat setelah pertandingan itu.

“Terima kasih, aku sangat membutuhkan ini,” kataku sambil mengusap wajahku.

“Dan tidak kusangka bahwa aku harus melampaui penggoda licik sepertimu…” bisik Kana.

Uh, mari berpura-pura tidak mendengarnya dan melanjutkan.

“Bagaimana kalau kita bermain berpasangan sekarang? Aku dengan Senpai!” teriak Touka dengan bersemangat.

“Mana bisa. Yuuji-kun akan berpasangan denganku!”

Bagus, sekarang mereka bertengkar lagi.

Asakura sepertinya juga tidak terlalu mennyukai pertengkaran kecil yang terjadi di depan matanya. Aku juga sama, sob. Aku yakin dia bosan, dan tidak keren baginya untuk terus-menerus menjadi penonton setiap kali kami nongkrong. Untungnya, dia menoleh ke Ike dan berkata, “Ike, hadapi aku sekarang.”

“Tentu, bung.”

“Aku lebih pantas bersamanya daripada kamu!” teriak Touka.

“Tidak! Oke! Kita akan memutuskan ini dengan pertandingan!” teriak Kana balik.

Semakin aku melihat perdebatan mereka, semakin aku menyesal telah mengundang mereka berdua. Kupikir mereka akan mulai akur, bukan malah bertengkar di setiap kesempatan.

Aku melihat ke meja lain tempat Ike dan Asakura mengadakan pertandingan mereka sendiri. Mereka banyak berkeringat, sama sepertiku. Sejujurnya, ini membuatku ingin melompat kembali ke pemandian.

“Oke, teman-teman—aku akan mandi lagi,” kataku pada mereka.

“Aku akan ikut denganmu, Senpai,” kata Kai, datang untuk mengikutiku. “Apakah punggungmu perlu dibasuh la—”

“Whoa tahan dulu, bro,” potong Touka, meraih lengannya untuk menghentikannya. “Kamu tetap di tempatmu sekarang. Kamu akan menjadi wasit untuk pertandingan kami.”

“T-Tapi aku…” dia tergagap, air mata berlinang saat dia diseret kembali ke kandang singa.


Saat aku kembali ke pemandian, aku melihat seorang lelaki tua sedang mengganti spanduk yang menunjukkan pemandian pria dan wanita.

“Aku tidak tahu bahwa penempatan pemandian diganti pada hari yang sama,” aku angkat bicara. Aku sangat penasaran apakah ini adalah hal yang wajar.

Pria itu berbalik dan menggerutu, “Seharusnya aku menukarnya pagi ini, tapi aku tidak melakukannya, jadi aku melakukannya sekarang. Tidak perlu menatapku seram seperti itu, anak muda. Sumpah, anak muda zaman sekarang tidak punya kesabaran sama sekali…”

Aku bahkan tidak marah pada pria itu; Aku hanya bertanya padanya. Ya Tuhan. Yah, bukan berarti mengatakan apapun akan mengubah pikirannya, jadi masa bodo-lah.

Aku memasuki pemandian pria yang baru ditukarkan, menanggalkan pakaian, dan berjalan ke area bilas. Aku mandi cepat dulu, lalu menuju sumber air panas itu sendiri. Ruangannya cukup beruap, jadi aku hampir tidak bisa melihat apa pun.

Namun, tepat sebelum aku akan mencelupkan jari kakiku ke dalam air, aku mendapati diriku bertatap muka dengan seseorang yang sudah ada di pemandian—seseorang yang sama sekali tidak aku duga.

“Hm? Tomoki-kun?” dia bertanya dengan nada terkejut.

Aku menatap wajahnya lebih tajam, mencoba melihat apakah pikiranku—serta tebalnya awan uap—mempermainkanku.

“Apa yang kamu lakukan di sini, Tomoki-kun?” tanya Makiri-sensei, suaranya merupakan campuran dari rasa malu dan marah.

“Ap–?” seruku. Apa yang sedang terjadi sekarang? Kenapa guruku ada disini?! Pikiranku benar-benar kosong, sementara wajah Makiri-sensei semakin memerah. Aku harus mengatakan sesuatu di sini, tapi apa tepatnya yang harus kukatakan? Apa yang aku lakukan?! Kumohon, tuhan, bunuh aku sekarang!




Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

There’s no way a side character like me could be popular, right?
Score 9.1
Status: Ongoing Type: Author: Artist: , Released: 2018 Native Language: Jepang
“Karena aku sangat mencintaimu, Senpai!” Namaku Tomoki Yuuji, siswa SMA kelas dua. Aku bisa mengatakan bahwa aku adalah seorang siswa yang cukup normal, kecuali fakta bahwa semua orang menghindariku seperti wabah karena aku terlihat seperti haus darah. Ike Haruma adalah satu-satunya yang tidak menjauhiku. Dia tipikal ‘pria sempurna’ dalam segala hal; protagonis tanpa cacat yang biasa kau lihat di setiap cerita. Kehidupan di sekolah terus berjalan seperti biasa… sampai suatu hari, adik perempuan Haruma yang super populer itu menyatakan cinta padaku tiba-tiba?! Meskipun dia kemudian mengklarifikasi bahwa perasaannya terhadapku sama sekali tidak romantis dan dia memiliki motif tersembunyi, au akhirnya menerima peran baruku sebagai ‘pacar palsu’ sebagai bantuan untuk Haruma. Percaya atau tidak, saat aku mulai berkencan dengannya, teman masa kecil Haruma yang seperti idol dan guruku yang super cantik ikut terlibat denganku juga! Tunggu sebentar. Ini tidak mungkin skenario rom-com impian yang diatur sendiri untukku, kan?! Maksudku, tidak mungkin karakter sampingan sepertiku bisa menjadi populer, kan?  

Comment

Options

not work with dark mode
Reset