[LN] Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Volume 1 Chapter 5.2 Bahasa Indonesia

Adik Perempuanku Bermain dengan Istri Game Online-nya (Bagian Akhir)

Babak 5: Adik Perempuanku Bermain dengan Istri Game Online-nya

2


Di bawah langit yang diselimuti awan tipis, kami pun tiba di taman hiburan. Setelah membeli tiket yang sudah termasuk tiket free pass, kami memasuki taman dengan melewati gerbang yang dihias dengan megah.

Mungkin karena ini hari Minggu, taman ini cukup ramai. Ada orang-orang dari segala usia, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, namun yang bersama keluarga-lah yang paling menonjol karena anak-anak kecil berteriak-teriak dengan penuh semangat.

“Jadi, ini taman hiburan sungguhan…”

Mata biru Momoi berbinar kegirangan saat dia melihat sekeliling taman. Ia tampak bersemangat, mungkin karena bisa merasakan suasana menyenangkan dari taman hiburan yang selama ini ia idam-idamkan.

“……”

Kotomi, di sisi lain, tetap diam. Di dalam kereta, dia duduk diam di samping Momoi kayak ayam sakit, dan setelah turun, dia hanya mengiringi di belakangku. Ketika kami datang sekeluarga dulu, dia biasanya lebih bersemangat untuk anak seusianya, tapi semua itu jadi berbeda jika menyangkut dengan siapa dia datang kemari.

Yah, aku sudah menduga ini akan terjadi.

Jika sulit menghilangkan rasa tegang sendiri, maka mari kita andalkan kekuatan wahana.

“Jadi, kita mau naik yang mana dulu?”

“Apakah tak masalah kalau aku yang memutuskan?”

“Tentu saja. Karena kita di sini berdasarkan permintaanmu, Momoi.”

“Kalau begitu, aku ingin mencoba semuanya! …Tapi, apakah ada cukup waktu?”

“Tidak masalah. Hanya saja, jika kita ingin mencoba semuanya, kita harus memutuskan urutannya.”

“Benar. Apa rekomendasimu, Haruto-kun?”

“Rekomendasiku? Apa ya…”

Sudah empat tahun sejak terakhir kali aku ke Special Land, dan aku hanya ingat samar-samar wahana yang ada di sini. Bahkan ketika dimintai rekomendasi, tidak ada yang terlintas dalam pikiranku.

“Tunggu sebentar,” kataku sambil membuka pamflet yang kami terima di gerbang masuk.

“Coba kulihat juga,” kata Momoi sambil mencondongkan tubuhnya mendekat. Kulit telanjang dari gaun terusan bahu terbukanya terlihat jelas di pandanganku, dia begitu dekat hingga bahu kami bersentuhan.

…Kulit Momoi sungguh indah. Terlebih lagi, aku tidak tahu apakah itu dari sampo atau parfum, tapi baunya sangat harum.

“……”

Mungkin karena merasakan aroma Momoi, Kotomi memasang wajah agak ragu, seolah berkata, “Apakah kami ini sama-sama manusia?”

Jangan terlalu tertekan, Kotomi. Baumu juga harum. Lebih percaya dirilah. Momoi juga manusia biasa, jadi jangan minder.

Sambil dalam hati menyemangati Kotomi, aku bertanya pada Momoi, “Apakah kamu lupa mengambil pamflet?”

“Aku mengambilnya kok. Hanya saja aku ingin membawanya pulang dalam kondisi masih bagus sebagai kenang-kenangan kunjungan kita ke taman hiburan,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari pamflet.

Ke mana kita harus pergi ya… Dia melihat-lihat pamflet dengan penuh semangat, lalu membuat keputusan dan mendongak, berkata, “Bagaimana kalau kita mulai dengan roller coaster?”

“Oh, kedengarannya bagus.”

Jika berbicara tentang taman hiburan, roller coaster tidak boleh lewat. Menaikinya pasti akan memberikan pengalaman yang energik dan mengasyikkan.

“Kotomi-san, apa kamu tak masalah dengan wahana yang menegangkan?”

“Y-Ya.”

“Kotomi menyukai ketinggian, jadi dia sangat menyukai roller coaster. Saat SMP, dia bahkan naik sampai tiga kali berturut-turut.”

“Wah, pasti menyenangkan sekali. Aku menantikannya!”

Dengan suara Momoi yang ceria, kami pun menuju wahana roller coaster.

Kami berbaris di antrian yang ramai, dan setelah sekitar lima menit, tibalah giliran kami. Kami meninggalkan bawang bawaan kami di tempat penitipan dan mengikuti instruksi staf untuk menaiki roller coaster. Karena kursinya untuk dua orang, jadi salah satu dari kami harus terpisah.

Jika Kotomi dan Momoi menaikinya bersama, aku merasa mereka akan dapat menjadi lebih dekat.

“Kurasa aku akan naik sendiri.”

“Bagaimana kalau kalian kakak beradik saja yang naik bersama?”

“Pasti menakutkan rasanya naik roller coaster untuk pertama kalinya dengan adanya kursi kosong di sebelahmu. Kotomi, kamu naiklah bersama Momoi.”

“T-Tidak. Aku akan naik sendiri… Momoi-san akan merasa lebih aman jika bersama Haru-nii… Menurutku begitu.”

Aku tidak tahu apakah dia menahan diri atau hanya perhatian, tapi mau tak mau aku merasa dia telah berkembang karena itu adalah kalimat terpanjang yang diucapkan Kotomi hari ini.

Aku berharap mereka bisa lebih banyak berinteraksi, tapi kebersamaan seperti ini kurasa bisa meredakan ketegangannya.

“Terima kasih atas perhatiannya. Kalau begitu, aku akan meminjam kakakmu sebentar, oke?”

Sambil tersenyum, Momoi mengungkapkan rasa terima kasihnya dan mengambil tempat duduknya.

“Di sini ternyata cukup sempit.”

“Kurasa akunya saja yang besar.”

Aku duduk di sebelah Momoi dan menurunkan palang pengaman bersama. Mungkin karena tubuhku bertambah besar, tubuhku merasa lebih tertekan dari sebelumnya.

“Ini cukup ketat.”

“Akan bahaya kalau longgar… Apakah kamu kesakitan?”

“Aku masih bisa menahannya kalau hanya segini. Ini adalah perjalanan roller coaster pertamaku. Ini pasti jauh lebih mendebarkan daripada VR.”

VR, ya. Aku tahu tentang itu. Kotomi pernah menyebutkannya. Itu seperti memakai alat kayak kacamata untuk bermain game, kan? Aku ingat dia pernah meminta pada Ayah dengan berkata, “Di masa depan, setiap keluarga akan membutuhkan setidaknya satu buah kacamata VR,” namun Ayah menolaknya dan berkata, “Sepertinya itu bisa merusak mata.” Si Kotomi itu langsung depresi mendengar itu.

“V, R…”

Sebuah suara iri tedengar dari belakang. Begitu dia berteman dengan Momoi, mungkin Momoi akan mengizinkannya memainkan itu.

Bip! Bip! Bip! Bel berbunyi, dan roller coaster pun mulai bergerak. Itu menaiki rel dengan perlahan, seolah ingin lambat laun menimbulkan rasa takut.

F-Fiuh. Naiknya lumayan tinggi ya?”

“…Mungkinkah kamu takut? Padahal kamu tinggal di gedung pencakar langit.”

“Itu beda. Gedung pencakar langit tidak bergerak.”

“Tapi, gedung pencakar langit lebih tinggi, kan?”

“Aku tinggal di lantai 30, jadi ya, itu lebih tinggi.”

“Lantai Tiga puluh? Hebat. Pemandangannya pasti luar biasa.”

“Yah, begitulah. Aku bahkan bisa melihat kembang api yang indah dari dalam kamar. Aku sangat terkesan saat aku pertama kali pindah ke Jepang.”

“Apakah kamu sudah bosan melihatnya sekarang?”

“Aku selalu melihatnya setiap tahun, jadi aku sudah terbiasa. Tapi aku masih senang menonton kembang api bersama teman-temanku.”

“Apakah itu dengan Takase dan yang lainnya?”

“Ya. Tapi kami tidak menontonnya di rumahku, melainkan di tempat festival.”

Momoi adalah otaku terselubung. Dia tidak bisa begitu saja mengundang teman-temannya ke rumah karena mereka mungkin akan melihat barang-barang otaku miliknya.

Dalam hal ini, Kotomi juga seorang otaku. Begitu mereka menjadi teman, aku harap dia mengajak Kotomi ke rumahnya. Kotomi sepertinya masih iri, karena dia tersus bergumam, “V, R…”

“Pada akhirnya, menyaksikan kembang api secara langsung memang tiada bandingnya. Getaran yang bergema hingga ke perut yang buat ketagihan, dan rasa kebersamaan saat menyaksikannya langsung diiringi dengan bunga-bunga yang bermekaran di langit malam adalah sesuatu yang tidak bisa kamu rasakan dari dalam kamar.”

“Sama seperti halnya kembang api, kamu tidak bisa merasakan dahsyatnya roller coaster di VR. Berhati-hatilah jangan sampai menggigit lidahmu sendiri.”

“Tentu.”

Saat kami berbicara, ketakutan Momoi sepertinya memudar, dan dia melihat ke depan dengan wajah cerah.

Akhirnya, roller coaster tersebut mendekati puncaknya dan—menurun tajam!

Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”

Roller coaster berbelok tajam ke kanan dan ke kiri, berulang kali melewati tanjakan terjal dan turunan tajam. Dalam waktu singkat, perjalanan berakhir, dan kami mencapai tujuan.

“Ini mendebarkan sekali… Ini bahkan lebih dari yang kubayangkan. Kupikir aku akan terlempar…”

Fakta bahwa dia langsung memberikan kesannya adalah bukti bahwa dia menikmati roller coaster. Setelah memastikan Kotomi masih ada di belakang kami, kami mengambil barang bawaan dan meninggalkan area roller coaster.

“Ya ampun, padahal aku sudah menata rambutku dengan baik, tapi ini sekarang jadi berantakan…”

Momoi merapikan rambut pirangnya yang acak-acakan sambil memeriksanya dengan kamera depan ponselnya. Saat aku meliriknya dan membuka pamflet untuk mencari tujuan kami selanjutnya, Momoi tersenyum padaku.

“Terima kasih untuk yang sebelumnya.”

“Untuk apa?”

“Kamu mengajakku bicara sepanjang waktu untuk membuatku tetap tenang, kan?”

“…Biarpun kamu menyadarinya, kamu tidak perlu mengatakannya.”

“Kenapa? Apa kamu malu?”

Dia menatap wajahku dengan tatapan nakal, dan aku merasa semakin malu. Jangan menggodaku di depan adikku. Itu memalukan, tau.

“Tidak juga. Pokoknya, mari kita putuskan ke mana tujuan kita selanjutnya.”

Setuju dengan ucapanku, Momoi pun mengintip pamflet di tanganku.

Kotomi, di sisi lain, tampak fokus menatap kaki Momoi. Sepertinya ada rasa iri dalam tatapannya. Apakah dia iri dengan kaki Momoi yang ramping dan panjang?

“Aku sudah memutuskan. Ayo pergi ke rumah hantu.”

“Rumah hantu… Itu benar-benar menakutkan, jadi sebaiknya kita tidak pergi ke sana.”

“Ya ampun, kamu takut?”

“Aku sudah tahu pertunjukannya, jadi itu tidak masalah bagiku. Tapi kupikir itu mungkin dapat menyebabkan trauma bagi pemula.”

“Aku baik-baik saja. Aku sudah pernah bermain game horor di VR. Meski aku langsung berhenti, sih.”

“Jadi, Momoi bukan penyuka hal-hal seram.”

“Yah, aku tidak bisa bilang kalau aku menyukainya.”

“Lalu, kenapa kamu membeli game horor?”

“Itu datang satu paket bersama kacamata VR. Aku menyesal memainkannya karena penasaran. Aku dapat meminjamkanmu kacamata itu nanti kalau kamu mau.”

“—Ah!”

Suara kegembiraan yang teredam mencapai telingaku. Saat aku menoleh ke belakang, aku melihat Kotomi mengangguk penuh semangat. Aku seharusnya menolak karena aku harus memainkan game yang sudah aku pinjam dulu, tapi…

“Terima kasih. Aku akan meminjamnya.”

“Baiklah, aku akan meminjamkannya nanti. Tapi pertama-tama, kamu harus menamatkan ‘Putri Pendeta dari Pohon Dunia’ dulu. Aku ingin mendiskusikan kesan kita.”

“Oke. Jadi, singkatnya, Momoi bukan penyuka rumah hantu, ya?”

“Dibandingkan dengan game horor, rumah hantu masih lebih baik. Selain itu, karena kita masuk bertiga, itu tidak akan menakutkan… Kotomi-san, apakah kamu tidak masalah dengan rumah hantu?”

“Aku baik-baik saja.”

Kotomi berkata dengan ekspresi sedikit senang. Dia tampak senang karena akan dipinjamkan game VR yang sudah lama dia idam-idamkan, Selain itu, Kotomi cukup suka dengan genre horor.

“Baguslah. Kalau begitu ayo kita pergi.”

Kami bertiga pun menuju rumah hantu.

Setelah beberapa saat, sebuah bangunan besar yang dirancang menyerupai terowongan mulai terlihat. Di pintu masuk terdapat sebuah mobil yang berlumuran darah dan karat. Nama wahananya adalah “Tur Tempat Berhantu”, di mana pengunjung mengelilingi wahana dengan menggunakan mesin conveyor.

“O-Oh, ini berbeda dari yang kubayangkan.”

“Apa kamu ingin mundur?”

“Aku tidak bisa mundur setelah sampai sejauh ini.”

Kami mengikuti arahan petugas dan masuk ke dalam mobil. Mobil ini memiliki kapasitas tiga orang. Interiornya dimodifikasi untuk menampung tiga orang di barisan depan, dan barisan belakang, tempat menaruh berbagai macam barang, dipisahkan oleh panel pelindung akrilik.

Aku duduk di kursi pengemudi, Kotomi duduk di kursi penumpang, sedangkan Momoi duduk di tengah, saat conveyor perlahan mulai bergerak.

Interior seperti terowongan didominasi oleh kegelapan yang diterangi cahaya samar, dengan jarak pandang yang sangat buruk.

“I-Ini cukup gelap. Nyalakan lampunya.”

“Tidak bisa. Ini rusak.”

“O-Oh. Ya, sudahlah. Apapun yang keluar, toh mereka tidak akan bisa masuk ke dalam mobil.”

“Pintunya tidak dikunci.”

“Kunci pintunya!”

“Tidak bisa. Ini rusak.”

“Kalau begitu, mari kita meriahkan suasana dengan musik yang ceria—”

Bang! Seorang wanita berlumuran darah mulai menggedor jendela samping pengemudi.

“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!”

“Hei, tenanglah—”

“Injak gasnya, majulah lebih cepat, kita harus melarikan diri, cepat!”



“J-Jangan menggoyang-goyangku!”

Bang! Bang!

“Tidak! Aku tidak tahan lagi!”

Lalu, wanita yang menggedor pintu menakuti Momoi itu pun menghilang. Tanpa sadar, Momoi mencengkeram erat pergelangan tanganku, gemetar hebat.

“B-Berapa lama lagi kita sampai?”

“Sekitar lima menit, kurasa.”

“Ini akan menjadi lima menit terpanjang dalam hidupku…” ucap Momoi dengan suara yang terdengar seperti akan menangis, lalu dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya yang gelisah.

Dan di saat itulah, seorang wanita berlumuran darah tiba-tiba muncul di depan kami.

Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”

Wanita itu naik ke atas kap mobil dan menggedor-gedor kaca depan.

“Tidak! Tidak! Tidak! Tidak! Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!”

Momoi memeluk leherku. Sebuah benda lembut dan empuk menempel di bahuku. Meskipun aku pernah menyentuh itunya ringan ketika memeluknya dari belakang saat berpura-pura pacaran, ini adalah pertama kalinya aku merasakan kontak langsung seperti ini. Sensasi dadanya sungguh luar biasa.

“H-Hei, kamu terlalu dekat…”

“Tidak, tidak, tidak! Aku tidak akan melepaskanmu! Aku takut! Aku terlalu takut!”

“Ini sangat sesak…”

“T-tolong jangan katakan hal-hal jahat! Tahan saja!”

“Kotomi, tolong katakan sesuatu padanya juga.”

“Eh, ummm… Wanita itu mungkin pegawai baru. Aku bisa melihat wajahnya tersipu malu.”

“Oh, kamu benar. Lihatlah baik-baik, Momoi, wajahnya tersipu malu!”

“Tidak, tidak, tidak! Aku tidak ingin melihat wajahnya yang menakutkan! Kalau tidak itu akan terbawa ke mimpiku!”

Mungkin karena merasa canggung oleh komentar kami, atau mungkin karena perannya sudah terpenuhi, wanita itu pun pergi.

UUmm, sudah berapa menit waktu berlalu?”

“Mungkin sekitar empat menit.”

Tanpa kami sadari, kami telah melewati setengah jalan dan kembali memutar ke tempat kami semula datang. Akhirnya, cahaya dari pintu masuk bisa terlihat, dan Momoi menghela nafas lega—

Bang! Panel pelindung akrilik digedor, dan seorang wanita berlumuran darah terlihat di kaca spion tengah. Sepertinya dia sudah bersembunyi di kursi belakang sejak awal.

Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa! Dia masuk! Dia masuk!”

Aku tahu triknya, jadi aku tidak takut, tapi Momoi benar-benar ketakutan.

Dia memelukku dengan tenaga yang lebih besar dari sebelumnya, dan aku merasa seperti akan tercekik. Entah bagaimana, aku akhirnya berhasil mencapai tujuan dengan selamat, dan ketika staf membuka pintu, Momoi mendorongku keluar dengan kuat.

Saat kami melangkah keluar di bawah sinar matahari, Momoi langsung berjongkok… Aku langsung membuang muka, tapi untuk sesaat, aku bisa melihat celana dalamnya sekilas. Entah itu sensasi dadanya atau celana dalamnya, jantungku terus berdebar kencang tapi bukan karena horor.

“Ini pasti akan terbawa mimpi…”

“Yah, terserahlah. Mari kita timpa itu dengan beberapa kenangan menyenangkan.”

“Ya… aku ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan.”

Mengatakan itu dengan suara lemah, Momoi pun berdiri.

Aku sudah menduga dia akan takut, tapi aku tidak pernah menyangka dia akan setakut ini. Kotomi pasti sudah mengubah pandangannya terhadap Momoi setelah melihatnya begitu ketakutan.

“……”

Namun, Kotomi melihat ke bawah lagi.

Seharusnya dia sudah terbiasa sekarang, tapi mungkin dia masih terlalu gugup untuk menatap wajahnya… Kalau begitu, karena Momoi juga takut, kurasa aku akan membuat mereka rileks dulu.

Sekarang hampir jam dua belas. Kurasa kami sebaiknya makan siang sebelum restorannya ramai. Makan makanan lezat seharusnya dapat memberikan kami ketenangan pikiran.

“Bagaimana kalau kita segera makan siang?”

“Ya, itu ide yang bagus. Apakah ada alun-alun atau semacamnya di sini?”

“Kalau maksudmu tempat piknik, di sini ada… tapi apakah kita tidak akan ke restoran saja?”

Menanggapi pertanyaanku, Momoi dengan bangga mengangkat tote bag-nya.

“Aku bawa bekal!”

Jadi, kejutan untuk nanti itu maksudnya bekal, toh!

“K-Kamu bersusah payah membuat ini? Kamu seharusnya tidak perlu repot-repot…”

“Yah, kamu menemaniku ke taman hiburan, jadi kupikir aku harus mengucapkan terima kasih.”

“B-Begitu, ya. Terima kasih.”

Tidak, aku sungguh merasa bahagia. Ini menghemat biaya makan, dan makan di luar ruangan terasa menyenangkan.

Namun, soal rasanya…

“Ngomong-ngomong, apa yang kamu buat?”

“Nasi goreng. Itu kesukaanmu, kan?”

“Y-Ya. Aku sangat suka nasi goreng buatan Momoi.”

“Karena kamu bilang begitu, aku senang sudah membuatnya. Aku membuat banyak, jadi silakan mencobanya juga, Kotomi-san.”

“Y-Ya. Terima kasih, Momoi-san.”

Kotomi, yang tidak tahu apa-apa, dengan tulus berterima kasih. Namun, aku tidak bisa membiarkan dia memakan ini. Aku dan Kotomi punya selera yang sama, jadi jika dia memakannya, itu akan membuatnya terkejut.

Mengingat kepribadian Kotomi, dia mungkin akan memakan semuanya tanpa mengeluh… Jadi, aku perlu membantunya.

“Maaf, tapi bisakah kamu memberikan semua nasi gorengnya padaku?”

“Eh, apakah kamu akan memakan semuanya sendiri, Haru-nii?”

“Jangan serakah, aku sudah membuatkannya cukup untuk dua orang.”

“Tapi, aku ingin makan masakan buatan Momoi sebanyak mungkin. Ngomong-ngomong, kenapa kamu hanya membuatnya cukup untuk dua orang?”

Kita bertiga, kan?

“Yah, aku tidak pandai memasak, jadi aku mencicipinya dan berpikir kalau ini tidak enak. Tapi Haruto-kun menyukainya, kan? Karena kakak adik biasanya memiliki selera rasa yang sama, kupikir Kotomi-san mungkin juga akan menyukainya.”

“Dia mungkin akan menyukainya, tapi aku akan makan semua nasi gorengnya. Kalian berdua bisa membeli makanan di taman.”

“Kamu benar-benar menyukai masakanku, ya, Haruto-kun?”

Momoi sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik. Aku harus memakan bekal buatannya dengan lahap agar tidak membuatnya sedih.

Selain itu, membawa makanan sendiri ke dalam restoran akan merepotkan. Jadi kami memutuskan untuk membeli makan siang dari toko. Setelah memastikan lokasinya lewat pamflet, kami pun menuju ke sana.

Karena sekarang jam makan siang, area depan toko cukup ramai.

“Lumayan banyak, ya.”

Suara Momoi penuh semangat, bukan kerena jumlah orangnya tapi kemungkinan kesannya terhadap menunya yang beragam.

Pilihannya luar biasa, mulai dari es krim dan jus, hingga crepes, es serut, hot dog, sandwich, dan beragam kotak bento. Anak-anak menempelkan wajah mereka di etalase, sementara orang dewasa berdiri dan menatap poster makanan dari kejauhan, tampak bersemangat memikirkan apa yang harus dibeli.

“Apakah kamu akan membeli sesuatu, Haruto-kun?”

“Sepertinya aku akan membeli jus jeruk.”

“Oh, kamu sudah memutuskan, ya. Maukah kamu menungguku memilih sebentar?”

“Jangan khawatir. Pilihlah dengan hati-hati agar tidak menyesal.”

“Terima kasih,” kata Momoi dengan ekspresi serius sambil menatap poster makanan.

Hmmm. Bento-nya saja ada dua belas macam.”

Hot dog dengan sosis renyah itu enak, lho.”

“Ya ampun, padahal aku sudah mempersempit pilihanku ke bento. Jangan membuatku ragu lagi, dong… Ngomong-ngomong, bagaimana dengan es krimnya? Apakah enak?”

“Vanilanya kaya akan rasa dan super enak, tapi mari kita kembali ke sini lagi untuk menikmati es krimnya nanti.”

“Benar. Saat ini, yang terpenting adalah nasi! Nasi!”

Mungkin tergoda oleh aroma manis, Momoi menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan godaan dan terus menatap poster bento.

Dan sepuluh menit pun berlalu.

“…Apakah kamu sudah memutuskan?”

“Sedikit lagi. Aku sudah mempersempitnya menjadi dua.”

“Kenapa tidak beli keduanya saja?”

“Jika aku makan dua-duanya, berat badanku akan naik, tau.”

“Kamu khawatir berat badanmu naik padahal sudah selangsing ini?”

“Aku langsing begini dari hasil kerja kerasku, lho. Aku rutin berolahraga.”

“Apakah kamu pergi ke gym?”

“Tidak. Aku bermain game fitness latihan tinju.”

“Wah, kedengarannya menarik.”

“Awalnya kupikir itu akan membosankan, tapi ternyata itu sebenarnya cukup menyenangkan dan memiliki jalan cerita yang bagus. –Ya, aku sudah memutuskan. Aku akan memilih bento hamburger.”

“Kotomi, apakah kamu sudah memutuskan?”

“Aku mau bento rumput laut.”

Setelah kami memutuskan pesanan kami, kami pun mulai mengantre dan seorang lelaki tua langsung mengantre di belakang kami. Dia tidak tampak seperti seseorang yang menikmati taman hiburan sendirian; jadi kurasa dia mungkin datang untuk membeli sesuatu saat anak-anaknya sedang bermain wahana.

“Oh, ngomong-ngomong, kamu bisa memilih seorang pelatih dalam game latihan tinju itu, dan pengisi suara MioMio-chan adalah salah satunya.”

Aku terkejut dengan perubahan topik yang tiba-tiba ke anime ini, tapi aku bisa mengatasinya jika itu soal Doriste!

“Benarkah!? Taniguchi-san juga pengisi suara di situ!?”

“Ya, benar. Selain itu, sifat pelatihnya sama persis dengan MioMio-chan! Rasanya seperti disemangati oleh MioMio-chan itu sendiri, lho!”

“Itu pasti sangat meningkatkan motivasi!”

“Benar! Terlebih lagi, dia akan menyanyikan lagu ulang tahun di hari ulang tahunku!”

“Aku berharap setiap hari adalah hari ulang tahunku!”

Ngomong-ngomong, apa yang Kotomi lakukan? Kami sedang membicarakan Doriste kesukaanmu, lho, jadi ayo gabung sini.

Kupikir dia mungkin sedang menatap kaki Momoi lagi, tapi Kotomi ternyata malah mengangkat kepalanya, dan berkata――

UUmmm! T-Tolong hentikan itu…”

***


Dia mengeluarkan suara paling kerasnya hari ini. Itu bukan sekedar gumaman, melainkan sebuah pernyataan yang ditujukan pada pria yang mangantri di belakang kami. Kotomi bukanlah tipe orang yang dapat mengintimidasi, tapi entah kenapa bapak-bapak itu malah terintimidasi.

“A-Apa maksudmu?”

“K-kamu merekam diam-diam dari tadi, kan?”

Eh, merekam diam-diam?

Wajah lelaki tua itu semakin tegang ketika orang-orang di sekitar menatapnya.

“A-Apa yang kamu bicarakan!? Aku akan menuntutmu atas pencemaran nama baik!”

Kotomi tersentak saat bapak itu berteriak padanya. Meski begitu, dia tidak menarik kembali pernyataannya dan menunjuk ke arah kaki pria itu dengan jari gemetar.

“T-Tapi, itu…”

Yang ditunjuk Kotomi adalah sepatu pria itu. Bermandikan sinar matahari, sebuah lubang kecil di ujung sepatunya berkilau. Jangan-jangan――

“Kamera tersembunyi!?”

Saat aku melihat sesuatu yang tampak seperti kamera kecil, pria tua itu mulai melarikan diri.

“Hei, tunggu!”

Aku mengejarnya dengan sekuat tenaga. Aku yakin dengan kemampuan atletikku. Aku tidak akan kalah dari pria paruh baya yang gemuk!

Aku segera menyusulnya dan ketika aku menangkap lengannya yang berkeringat, dia memelototiku.

“A-Apa yang kamu lakukan!?”

“Akulah yang harusnya bilang begitu!”

Entah karena dia yang tidak mengira aku akan membentaknya balik tanpa ragu atau dia baru saja menyadari fisik dan wajahku, pria itu menunjukkan ekspresi ketakutan.

“T-tolong ampuni aku! Tolong biarkan aku pergi!”

“Mana mungkin aku akan membiarkan seseorang yang merekam temanku diam-diam lolos begitu saja!”

“A-Aku akan menghapusnya nanti! Dan aku berjanji akan menyerahkan diri!”

“Apakah kau pikir aku akan memercayai hal itu?”

“Lepaskan! Tolong lepaskan aku!”

“Berhentilah melawan!”

Begitu dia menyadari bahwa dia tidak bisa membujukku, dia mati-matian mencoba melarikan diri, tapi tenagaku lebih kuat. Aku tidak pernah menyangka bahwa latihan otot yang aku lakukan saat SMP akan bermanfaat seperti ini. Yah, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dalam hidup.

Setelah meronta-ronta beberapa saat, entah karena dia sadar bahwa dia tidak bisa melarikan diri atau karena dia kehabisan tenaga, pria tua itu pun mulai tenang. Tak lama setelah itu, mungkin karena ada seseorang yang menelepon, petugas keamanan pun segera datang.

“Orang ini diam-diam merekam dengan kamera di sepatunya.”

Ketika aku menyerahkan pria tua itu, penjaga keamanan tampak memasang wajah garang, “Apakah benar begitu?”

“…Itulah faktanya.”

Petugas keamanan memeriksa sepatu pria itu untuk memastikan, dan setelah dia menemukan kamera di dalamnya, dia menghela nafas seolah tidak percaya.

“Dari penampilanmu, kamu terlihat seperti berusia di atas 50 tahun, kan? Apa-apaan yang kamu lakukan di usiamu itu?”

“A-Aku minta maaf…”

“Astaga. Pokoknya, ikutlah ke kantor dulu.”

Pria tua itu menundukkan kepalanya, seolah berusaha menyembunyikan wajahnya dari orang-orang yang melihatnya, dan dengan patuh digiring pergi.

“Haruto-kun, apa kamu baik-baik saja?”

“Kakak tidak kena pukul, kan…?”

Momoi dan Kotomi berlari ke arahku, terlihat khawatir saat mereka berbicara.

“Aku baik-baik saja.”

“Syukurlah… Tapi Haruto-kun, kamu berani sekali. Kamu langsung mengejar tukang intip itu padahal kamu tidak tahu apa yang mungkin akan dia lakukan padamu.”

“Haru-nii, kamu terlihat seperti polisi. Keren sekali.”

Malu rasanya dipuji oleh mereka berdua secara bersamaan.

Namun, aku tidak boleh mengambil semua pujian itu sendiri.

“Yang luar biasa itu Kotomi. Bagaimana bisa kamu sadar dia merekam diam-diam? Biasanya orang tidak akan sadar dengan kamera sekecil itu.”

Berdiri di belakang seseorang saat di tengah kota mungkin akan mencurigakan, tapi di taman hiburan, mengantri adalah hal biasa. Terlebih lagi, saat aku sedang berbicara dengan Momoi, aku tidak sadar kalau kakinya ada di bawah rok Momoi.

“I-Itu hanya kebetulan. Kebetulan aku sedang melihat ke bawah, dan kemudian kaki orang itu masuk berada di bawah rok Momoi-san… Ketika Momoi-san bergerak, cahaya mengenai sepatunya dan berkilau… Tapi aku khawatir kalau seandainya aku salah, dan aku tidak sanggup mengatakannya…”

“Namun, kamu berhasil mengumpulkan keberanian untuk menunjukkannya.”

“Apakah kamu tidak takut? Jika kamu berbisik padaku, aku akan mengatakannya untukmu.”

“Aku takut, tapi aku tidak ingin mengganggu obrolan kalian berdua…”

“Kamu tidak perlu menahan diri, kok.”

“Tapi, Momoi-san sepertinya sedang bersenang-senang…”

Momoi tersenyum lembut pada Kotomi, yang menunduk tidak percaya diri.

“Ya, memang menyenangkan mengobrol dengan Haruto-kun, tapi aku juga ingin mengobrol seru denganmu, Kotomi-san. Maksudku, bukankah kita teman?”

Mendengar ini, Kotomi mengangkat wajahnya seolah terkejut.

“Teman…?”

“Kita bermain bersama di taman hiburan, bukankah itu yang dilakukan teman?”

“Aku dan Momoi-san berteman…”

Dia mengulangi kata-kata itu di mulutnya, dan kegembiraan perlahan tapi pasti menyebar di wajahnya.

Ini adalah momen ketika adikku mendapatkan teman pertamanya di dunia nyata. Aku ingin mengambil foto sebagai kenang-kenangan, tapi aku tidak boleh mengganggunya, jadi aku akan mengukir momen ini ke dalam ingatanku saja. Sungguh, aku turut berbahagia untukmu, Kotomi!

“Mulai sekarang, jangan sungkan untuk mengobrol denganku, oke?”

“Y-Ya. Tentu. Aku mau.”

Mengangguk gembira, Kotomi sesekali melirik ke arah kaki Momoi. Meskipun mereka sudah berteman, berbicara sambil menatap mata satu sama lain mungkin masih membuat dia gugup, saat aku berpikir begitu――

“Sepatu ini adalah sepatu kolaborasi dari Nekketsu Senki, kan…?”

Kotomi bertanya setelah menguatkan tekad, dan wajah Momoi langsung menjadi cerah.

“Ya! Betul! Ini adalah model Binetsu-chan dari Nekketsu Senki!”

“Sudah kuduga! Aku sedari tadi selalu bertanya-tanya akan hal itu! Luar biasa. Kamu mendapatkan sepatu kolaborasi! Dan itu adalah model Binetsu-chan yang paling populer…!”

Saat kegembiraan Kotomi kian meningkat, Momoi menatapnya dengan mata penuh harap.

“Aku ada bawa satu barang kolaborasi lagi lho… Apa kamu tahu?”

“Aku tahu! Tote bag-nya! Itu model Chienetsu-chan, kan?”

“Tepat! Ini tote bag yang sama yang digunakan Chienetsu-chan di cerita!”

Ngomong-ngomong, di atasnya ada ilustrasi seekor kucing dengan kompres yang ditempel di keningnya. Bagiku, itu terlihat seperti tas yang lucu, tapi sepertinya, orang yang memahaminya akan tahu kalau itu adalah produk kolaborasi.

Aku mengerti. Jadi itu sebabnya Kotomi sering melihat kakinya. Itu bukan karena dia terlalu malu untuk melakukan kontak mata; tapi karena dia sebenarnya sangat gatal ingin mengomentari itu.

“Aku senang Kotomi-san menyadarinya. Haruto-kun bahkan tidak mengomentari ini sama sekali.”

“Oh, maaf. Aku tidak sadar. Soalnya aku fokus dengan pakaianmu.”

“Tapi ini bukan barang kolaborasi, tahu?”

“Aku tahu, kok. Hanya saja aku berpikir bahwa pakaianmu itu sangat bagus. Iya, kan, Kotomi?”

“Iya. Itu sangat imut.”

“Terima kasih. Pakaian Kotomi-san juga imut. Kamu punya selera yang bagus.”

“Ini, Ibuku yang memilihkannya untukku…”

Alih-alih menerima pujian itu dengan senang hati, Kotomi, yang tampaknya tidak ingin mengambil pujian atas pilihan ibunya, dengan malu-malu mengaku.

“Begitu, ya. Apakah kamu tidak membeli pakaianmu sendiri?”

“Hampir tidak pernah. Aku tidak tahu apa-apa soal pakaian…”

“Kalau begitu, bagaimana kalau aku memilihkannya untukmu?”

“A-Apakah tidak apa?”

“Ya, tidak apa kok. Ada mal di dekat sini, jadi ayo kita mampir ke sana dulu sebelum pulang.”

“Y-Ya. Aku mau. Aku mungkin akan sekalian mampir ke toko buku juga. Jilid baru Psychic English rilis hari ini.”

“Benar! Aku perlu membelinya juga! Karena aku lebih suka format per jilid, jadi aku harus berhati-hati agar tidak kena spoiler.”

“Aku juga! Aku tidak sabar unutk melihat siapa yang akan lolos di Arc Bertahan Hidup!”

Gaya bicara Kotomi begitu lincah hingga sulit dipercaya kalau dia malu-malu sampai beberapa saat yang lalu. Momoi, di sisi lain, juga menikmati obrolan otaku dengan sepenuh hati.

Dengan suasana seperti ini, sepertinya mereka bisa menjadi teman baik di kehidupan nyata seperti di game online.

“Hei, mau bertukar informasi kontak?”

“Ya, aku mau!”

“Nah, bagaimana kalau kita nanti pergi ke pameran ilustrasi orisinil ‘Nekketsu Senki’?”

“Ayo!”

Mereka langusng memutuskan untuk keluar bersenang-senang. Meskipun Momoi menikmati pertemuan luring denganku, sepertinya dia akan lebih senang kalau jalan-jalan dengan gadis lain.

Mulai sekarang, mereka mungkin akan mengunjungi toko anime, nongkrong di kafe kolaborasi, atau bahkan mengadakan kontes lagu anime di tempat karaoke bersama-sama.

Bohong kalau kubilang pertemuan luring dengan Momoi itu tidak menyenangkan.

Aku merasa sedikit kesepian memikirkan bahwa kami tidak akan bermain bersama lagi, tapi… harus begadang mengumpulkan pengetahuan soal anime itu sungguh sulit. Aku hanya harus bersyukur atas perasaan merdeka ini.

“Haru-nii, terima kasih karena telah mendukungku!”

“Aku juga ingin mengucapkan terima kasih. Berkatmu, aku mendapat teman otaku!”

Mereka berdua mengungkapkan rasa terima kasih mereka dengan senyum berseri-seri, dan mulutku secara alami membentuk senyum.

“Sama-sama.”

“Aku akan membuatkanmu nasi goreng lagi sebagai ucapan terima kasih.”

Mendengar dia mengatakan itu, aku ingin memuji diriku sendiri karena tidak membiarkan pipiku berkedut mendengarnya.




Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Bahasa Indonesia [LN]

Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Bahasa Indonesia [LN]

Aku, yang Tidak Memiliki Pengetahuan Apa Pun Soal Otaku, Entah Bagaimana Akhirnya Menikmati Kegiatan Otaku bersama Cabe-cabean Pembenci Pria
Score 9.2
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2023 Native Language: Jepang
Tiba-tiba aku naksir teman sekelasku, Narumi Takase. Skenario idealku adalah membuat dia berteman dengan adik perempuan kembarku yang pemalu dan tertutup, Kotomi, yang juga seorang penyendiri di kelas yang sama denganku, agar bersama-sama, kami kakak beradik, dapat menjalani masa muda yang indah dan cerah. Namun, yang menjadi masalah adalah keberadaan sahabat Takase, Maho Momoi. Dia adalah gadis setengah Jepang yang cantik, berambut pirang, seleb cabe-cabean, dan terkenal akan ketidaksukaannya terhadap pria. Dia juga bersikap dingin terhadapku. Tapi setidaknya, aku berharap dia bisa berteman dengan adikku... Dan suatu hari adikku meminta bantuanku. Tampaknya dia akan bertemu dengan istri game onlinenya di pertemuan luring, dan dia ingin aku menjadi penggantinya karena dia merasa gugup. Demi adikku, aku pun menerima permintaan itu. Tapi, begitu aku tiba di tempat pertemuan, yang menungguku adalah Maho Momoi—!?!

Comment

Options

not work with dark mode
Reset