Babak 3: Istri Game Online Adik Perempuanku Berkunjung ke Rumah
4
Waktu menunjukkan hampir pukul 15.00 ketika aku tiba di rumah bersama Momoi. Aku sebenarnya ingin langsung mengajaknya masuk, tapi pertama-tama aku perlu mengulur waktu untuk membujuk Kotomi dulu.
“Aku akan membereskan kamarku dulu, jadi tolong tunggu sebentar.”
“Aku tidak keberatan meski berantakan, lho?”
“Aku tidak ingin membawa gadis ke kamar yang berantakan. Akan buruk jika kamu sampai tersandung dan terluka.”
“Aku tidak seceroboh itu. Tapi yah, aku menghargai perhatianmu. Kalau begitu, aku akan menunggu, jadi silakan bersihkan dengan cepat.”
“Maaf, ya. Aku akan membereskannya dengan cepat. Di sini panas, jadi kamu bisa menunggu di garasi kalau mau.”
“Ya ampun, kamu baik sekali. Kalau begitu aku akan menunggu di garasi.”
Setelah meninggalkan Momoi di garasi dan memasuki rumah, suasana di dalam rumah terasa sunyi.
Orang tuaku sedang pergi ke rumah nenek sejak pagi. Orang tuaku menyuruhku untuk memesan makan malam karena mereka baru akan pulang setelah jam 8 malam. Dengan begini, aku bisa membawa pulang seorang gadis tanpa ketahuan.
Aku pun naik ke atas dan mengetuk pintu kamar Kotomi.
“Oi, Kotomi.”
“A-Ada apa?”
“Bisakah aku bicara denganmu sebentar? Ini tidak lama, kok.”
“Um, tunggu sebentar.”
Kenapa dia panik seperti itu? Saat aku merasa curiga, Kotomi pun keluar. Sepertinya Kotomi terus berada di rumah karena ia masih mengenakan piyama-nya.
“A-Ada apa, Haru-nii?”
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu, tapi… Apakah kamu sedang main game?”
“Aku!? Main game!? Sehari sebelum ujian!? Setelah aku dimarahi ayah yang akan mengurangi uang sakuku kalau nilaiku tambah turun!?”
Suaranya tegang, matanya kesana kemari, dan aku bisa menebak dari reaksinya itu bahwa sepertinya dia barusan main game. Setelah mendapat peringkat terendah dalam ujian akhir caturwulan ketiga sebelumnya, dia memohon pada Ayah sambil berkata, “Tolong jangan kurangi uang sakuku; Aku berjanji tidak akan main game sebelum ujian,” namun, begitu tidak diawasi, dia malah melakukan hal ini.
“Aku tidak akan marah jika kamu mengatakan yang sebenarnya sekarang.”
“Ukh, sebenarnya aku sedang main game…”
Kotomi langsung mengakuinya. Dalam artian tertentu, dia adalah orang yang jujur.
“Tolong jangan beritahu Ayah… Kalau Ayah tahu, dia akan memarahiku.”
“Aku akan merahasiakannya, tapi kamu harus belajar. Kalau tidak, kamu akan dapat nilai merah. Kamu tidak mau ikut remedial, kan?”
“Ya, aku tidak mau, tapi… Aku benar-benar belajar, lho! Hanya saja, aku tidak mengerti sama sekali… Jadi, aku memutuskan untuk istirahat dan main game.”
“Dari jam berapa kamu istirahat?”
“Jam 10.”
“Bukankah itu tepat setelah aku keluar rumah?”
Itu namanya bukan lagi istirahat; itu sudah lari dari kenyataan.
“Soalnya, aku tidak bisa mengatasinya sendirian… Hari-nii, tolong ajari aku…”
Seperti biasa, Kotomi selalu merengek padaku di menit-menit terakhir sebelum ujian. Aku sudah tahu ini akan terjadi, jadi aku tidak keberatan mengajarinya, tapi aku tidak bisa melakukannya sekarang.
“Aku akan mengajarimu nanti. Sebagai gantinya, tolong tunjukkan padaku OVA Maison de Night.”
Mata Kotomi berbinar begitu aku menyebutkan judul anime itu.
“Eh!? Maison de Night!? Haru-nii, apa kamu tertarik!? Bagaimana kalau kita nonton bareng!?”
“Apakah kamu memilikinya?”
“Tentu saja! Maison de Night awalnya adalah sebuah game, tapi diadaptasi jadi anime tahun lalu melalui crowdfunding! Jika kita berdonasi sebesar 30.000 yen, kita akan mendapatkan OVA-nya sebagai hadiah! Meskipun aku belum memainkan game-nya, aku suka dengan adaptasi manga-nya, jadi ketika aku melihat pengumuman crowdfunding, aku pun langsung ikut donasi! Dan hasilnya sangat memuaskan! Pesona Miko-chan yang dikemas dalam 15 menit! Eh, aku tidak boleh spoiler sebelum kamu tonton! Tunggu sebentar, aku akan menunjukkannya sekarang!”
Kotomi sangat bersemangat dengan pembicaraan anime yang tidak terduga ini. Berkata “sebarkan ajaran anime, sebarkan ajaran anime,” dengan gembira sambil menarik OVA dari rak anime.
Kotak yang dia pegang menampilkan seorang gadis pirang yang menatap dengan ekspresi sedih. Dari cara Kotomi berbicara, karakter itu pasti Miko-chan. Dan kalau dilihat dari judul dan visualnya, sepertinya ini adalah kisah romantis yang berlatar di sebuah apartemen ya?
“Kotomi, kamu suka Maison de Night, kan?”
“Aku suka!”
“Kalau gitu, mau nonton bareng?”
“Mau! Mau!”
“Bersama dengan Momoi.”
“Mo-Mo-Mo-Mo-Mo-Momoi-san!?”
Kamu tidak perlu sekaget itu, kan? Kamu bahkan tidak perlu sampai berjalan mundur. Nah, lihat, dia tersandung karena dia bergerak tanpa melihat ke belakang.
“Setelah belajar, bersihkan kamarmu. Ini terlalu berantakan.”
“Y-Yang lebih penting lagi, kenapa Momoi-san!? Apa dia benar-benar akan datang untuk menonton bersama? Di sini!?”
“Dia sudah ada di depan rumah, lho.”
“Di depan rumah!? U-Um, si Momoi-san itu, kenapa dia ada di rumah kita…?”
Itu pertanyaan yang wajar. Momoi terkenal tidak menyukai laki-laki, jadi sulit dibayangkan bahwa dia bisa bergaul denganku.
Kalau kujelaskan identitas asli Mahorin adalah Momoi, dia mungkin akan langsung mengerti, tapi Kotomi tidak bisa berurusan dengan cewek yang glamor, terutama yang bertipe cewek gaul. Dalam skenario terburuk, dia mungkin akan menjauh dan bahkan tidak bisa chatting-an.
Jika semuanya berjalan baik, mereka bisa menjadi teman di kehidupan nyata, namun jika gagal, aku mungkin akan menghilangkan sumber dukungan emosional adikku. Aku sebaiknya tidak perlu terburu-buru. Pertama-tama, aku akan mengamati situasinya terlebih dahulu. Mari kita mulai dengan menyebutkan bahwa Momoi adalah seorang otaku.
“Ini sebenarnya rahasia, tapi aku dan Momoi adalah teman. Momoi juga menyukai anime. Jadi, ketika dia menyebutkan kalau ingin menonton OVA Maison de Night, kupikir kamu mungkin saja memilikinya, Kotomi.”
“T-Tapi, bukan berarti aku harus menonton itu bersamanya…”
“Akan lebih menyenangkan kalau menontonnya bareng sesama otaku, kan?”
“Aku tidak akan bisa bersenang-senang… Ini menegangkan.”
Kotomi tampaknya benar-benar enggan. Aku tahu kalau dia merasa tidak nyaman berada di dekat gadis modis dan berkilauan seperti Momoi, tapi dia tidak perlu menolaknya sampai seperti itu. Momoi benar-benar orang yang baik, lho.
“Ini kesempatan sempurna untuk mendapatkan teman otaku, lho.”
“T-Tidak perlu. Aku sudah punya Mahorin.”
Si Mahorin itu adalah Momoi, tapi kalau aku mengungkapkan itu pada Kotomi seperti ini, dia mungkin akan merasa tidak nyaman sama Mahorin juga. Aku tidak bisa membiarkan Momoi terus menunggu, jadi kurasa aku sebaiknya menyerah dulu untuk hari ini.
“Kalau begitu, aku akan menonton anime bersama Momoi. Selain itu, tolong rahasiakan kalau Momoi adalah seorang otaku.”
“Aku akan merahasiakannya. Sejak awal, aku tidak punya siapa pun untuk diajak cerita.”
Tidak ada siapa pun untuk diajak cerita, ya… Sedihnya, aku dapat mempercayainya tentang hal itu.
Aku meletakkan OVA yang kupinjam dari Kotomi di kamarku dan pergi keluar untuk menjemput Momoi. Saat aku menuntunnya ke kamar, Momoi melihat sekeliling dengan gugup.
Gawat. Apakah dia curiga karena kamarku masih berantakan? Memang tidak seberantakan kamar Kotomi, tapi kamarku juga terlihat berantakan mengingat ini baru saja dibersihkan…
“Hei, apakah kamu tidak punya merchandise?”
O-Oh, itu ya! Aku benar-benar lupa. Aku berperan sebagai otaku akut. Aneh rasanya jika tidak ada figurine atau poster di kamarku.
Aku memang punya seri beberapa orang terkemuka di dunia yang dijelaskan melalui manga, tapi… Aku tidak bisa menutupinya dengan itu, kan?
“Kenapa tidak ada merchandise?”
“Y-Yah… itu terlalu banyak, jadi aku memajangnya di ruangan terpisah.”
“Oh, benarkah? Sungguh menakjubkan kalau itu sampai tidak muat di dalam kamar. Hei, bisakah kamu menunjukkannya padaku?”
“Y-Yah, mungkin lain kali. Tapi untuk saat ini, kata akan menonton ini dulu.”
Mencoba mengalihkan perhatian Momoi, aku menunjukkan padanya Maison de Night.
Melihat itu, mata Momoi berbinar seperti mata anak kecil.
“Wow, luar biasa! Kamu benar-benar memilikinya!”
“Ya, melalui crowdfunding.”
“Wah, enaknya. Kalau aku tahu sebelumnya, aku pasti akan ikut donasi juga. Aku baru tahu soal Maison de Night setelah itu diadaptasi jadi anime. Itu sangat menarik hingga aku ingin menonton OVA-nya juga, tapi itu tidak tersedia di pasaran… Itu benar-benar menarik sampai aku tidak mau menyerah, karena aku ingin menontonnya lebih banyak lagi. Itulah sebabnya aku sangat senang hari ini! Aku suka Miko-chan, jadi aku menantikannya. Haruto-kun, karakter favoritmu juga Miko-chan, kan?”
“T-Tentu saja. Soalnya Miko-chan sangat imut.”
“Setuju banget! Tapi, jarang sekali ada orang yang punya adik perempuan tapi menyukai karakter adik perempuan, kan?”
Miko-chan karakter adik perempuan!?
“Bukan berarti aku menyukai Miko-chan karena dia karakter adik perempuan; Aku hanya menyukainya karena dia sangat imut. Ini jelas bukan karena aku sister complex atau semacamnya, lho?”
“Aku ngerti, kok. Anime ya anime, dan dunia nyata ya dunia nyata, kan? Ngomong-ngomong, Haruto-kun, siapa karakter favoritmu setelah Miko-chan?”
Aku hanya tahu Miko-chan, lho!
“Yah, um… Sulit untuk memilih… Sebab semuanya imut, tahu?”
“Setuju! Kurasa kita bisa mendukung semua karakter! Lagipula, gadis yang sedang jatuh cinta adalah yang paling imut! Tapi, Miko-chan tetaplah yang terbaik! Itulah sebabnya aku ingin menonton OVA-nya. Aku tahu ini adalah episodenya Miko-chan, tapi aku menghindari melihat isinya untuk menghindari spoiler. Akhirnya, aku akan tahu cerita tentang apa ini. Aku sangat menantikannya.”
“Pesona Miko-chan akan dikemas rapat dalam 15 menit ini, jadi nantikanlah. Nah, bagaimana kalau kita tonton sekarang?”
Aku hanya menyampaikan apa yang dikatakan Kotomi. Jika pembicaraan anime ini berlanjut lebih lama lagi, aku tidak akan bisa mengatasinya. Oleh karena itu, aku ingin secepatnya menunjukkan anime tersebut untuk menenangkan keadaan.
“Ya, ayo kita tonton.”
Didorong oleh Momoi dengan ekspresi bersemangat, aku pun segera menyelesaikan persiapanku. Begitu anime dimulai, Momoi, yang sangat heboh sampai beberapa saat yang lalu, menjadi diam.
Dia lebih fokus dibandingkan saat dia belajar. Sepertinya kami akan membahas kesan kami setelah menontonnya, jadi aku harus menontonnya dengan serius juga.
…Maison de Night sepertinya berlatar di sebuah apartemen. Tampaknya menceritakan kisah Haruki, seorang mahasiswa yang menjadi pengurus dan berinteraksi hangat dengan para heroine yang merupakan penghuni apartemen.
Satu per satu, gadis-gadis unik muncul di awal cerita, tapi sepertinya itu hanya mimpi. Haruki dibangunkan oleh Miko-chan, dan setelah makan bersama, seorang tamu datang. Diundang untuk belajar bersama oleh seorang mahasiswi yang tinggal di sebelah, Haruki pun meninggalkan ruangan. Miko-chan mengantar Haruki pergi dengan tatapan sedih. Ketika dia kembali ke kamarnya, dia mulai memainkan ponselnya di tempat tidur… Mungkin karena dindingnya tipis, suara-suara tidak senonoh terdengar dari balik dinding. Mendengar itu, Miko-chan pun mulai memainkan payudaranya sendiri dengan ekspresi sedih—
Eh? Oi, apakah ini anime dewasa?! Apakah game aslinya game dewasa?! Pantas saja Kotomi belum memainkannya.
Saat aku melirik ekspresi Momoi, aku menyadari bahwa pipinya berangsur-angsur memerah, dan dia menggerakkan pahanya dengan gelisah. Seolah menyadari tatapanku, dia menatapku dan semakin tersipu.
“A-Apakah ada sesuatu di wajahku?”
“T-Tidak, tidak ada apa-apa.”
“K-Kalau begitu fokuslah menonton animenya, oke?”
“A-Aku akan melakukannya.”
Merasa canggung, aku mengalihkan pandanganku kembali ke TV, dan di sana aku melihat Miko-chan terengah-engah dengan sedih. Dan di sisi lain, Momoi dengan gelisah menggerak-gerakkan pantatnya.
Dari reaksinya, sepertinya Momoi tidak tahu kalau OVA tersebut memiliki adegan yang ekstrim semacam ini. Kenapa Kotomi malah mengajakku untuk menontonnya bareng jika dia sudah tahu isi ceritanya? Apakah kepekaannya terganggu karena terlalu banyak menonton anime? Kalau dipikir-pikir, dulu dia pernah menyombongkan figurine wanita cantik yang memakai pakaian renang. Tentu saja, dapat mengungkapkan apa yang dia sukai secara terbuka itu hal yang bagus, tapi akan lebih bagus jika dia bisa memiliki kepekaan yang sama seperti orang pada umumnya. Kurasa jika dia punya teman, dia mungkin akan belajar merasakan hal itu.
Saat aku memikirkan hal itu, Haruki pulang ke rumah. Mendengar suara mencurigakan dari kamar adiknya, dia masuk dengan gelisah, dan menyaksikan Miko-chan dalam keadaan tak berdaya. Miko-chan pun didorong ke bawah dan dicium oleh Haruki, tapi kemudian dia terbangun dari mimpinya. Setelah itu, dia menyapa Haruki yang pulang dengan ekspresi sedih, dan kredit akhir film pun diputar.
Ini sangat canggung, tapi saat ini aku berperan sebagai seorang otaku garis keras yang sangat menyukai Maison de Night. Aku perlu menanyakan pendapat Momoi.
“……”
Melirik wajahnya, aku menyadari bahwa pipi Momoi masih merah. Agak sulit untuk memulai percakapan.
“J-Jadi, bagaimana?”
“Y-Yah… Itu agak menyakitkan.”
Begitu, ya. Dia menghindari menyebutkan adegan erotisnya. Syukurlah kalau begitu.
“Ya, itu benar-benar menyakitkan. Dia jatuh cinta dengan Haruki tapi tidak bisa mengungkapkan perasaannya karena mereka bersaudara.”
“Karena Haruto-kun juga punya adik perempuan, kamu mungkin bisa lebih berempati padanya, kan?”
“A-Aku tidak berempati padanya, oke?”
“Bukankah kamu menjadi penggemar Miko-chan karena kamu bisa memahami perasaannya?”
“B-Bukan begitu! Aku hanya, um… yah, penampilannya! Aku hanya suka penampilan Miko-chan!”
“…Kamu menyukai gadis pirang?”
“Ya, benar! Aku suka gadis pi—”
Tunggu, bukankah Momoi juga pirang?! Ini hanya membuat segalanya menjadi lebih canggung, tahu!
“T-Tentu saja, aku sedang membicarakan anime-nya, lho! Aku menyukainya bukan hanya karena dia pirang, oke!? Selain itu, kenapa kamu menyukai Miko-chan padahal kamu sendiri tidak punya adik perempuan, Momoi?”
“Aku adalah tipe orang yang menyukai karakter adik perempuan tanpa syarat, terutama adik perempuan yang menyukai kakak laki-lakinya. Jadi, senang sekali rasanya bisa menonton episode Miko-chan. Miko-chan sungguh imut, dan suara Haruki juga bagus sekali.”
“Suara, ya? Dia memang memiliki suara yang dalam dan keren sih.”
“Iya, kan?” kata Momoi tampak senang, lalu menambahkan, “Suaranya persis seperti suara Papa-ku!”
Dia mengatakan itu seolah-olah seperti anak kecil yang sedang menyombong, “Ayahku seorang pilot, lho!”
“Oh, jadi ayahmu punya suara yang keren, ya.”
“Ya, benar. Itulah sebabnya aku sering menonton ulang anime yang seiyuu-nya mengisi suara Haruki.”
“Begitu ya. Jika kamu sangat menyukai suaranya, kenapa kamu tidak berbicara biasa dengan ayahmu saja?”
Momoi, yang tersenyum beberapa saat yang lalu, tiba-tiba menjadi murung.
“Papa sangat berdedikasi pada pekerjaannya. Beliau berkeliling dunia dan jarang pulang ke rumah.”
“Jadi, kamu hanya tinggal bersama ibumu saja?”
“Tidak, Mama sudah meninggal karena sakit ketika aku berumur dua belas tahun… Itulah sebabnya aku pindah ke Jepang karena berada di Inggris mengingatkanku padanya.”
“Begitu ya… Maaf karena mengungkit kenangan buruk.”
“Tidak apa-apa. Aku sudah merelakannya… Yah, sejujurnya aku merasa kesepian, karena itulah aku mulai bermain game online.”
“Kenapa game online?”
“Kupikir aku bisa memiliki pengalaman layaknya bersama keluarga jika aku menikah dalam game. Nah, pada akhirnya, kita hanya membicarakan tentang anime, manga, dan game.”
Tapi kemudian, Momoi menjadi cerah dan berkata,
“Meskipun aku belum bisa mendapatkan pengalaman layaknya bersama keluarga, tapi aku benar-benar memiliki waktu yang menyenangkan. Berkat itu, aku tidak merasa kesepian sama sekali bahkan ketika aku sendirian di rumah.”
“Baguslah.”
Sepertinya adikku, tanpa sadar, telah membawa kebahagiaan pada seseorang. Sebagai kakaknya, aku merasa sangat bangga.
“Mari kita chatting-an lagi di hari Rabu.”
“Aku menantikannya.”
Momoi pun tersenyum dan bangkit dari duduknya.
“Yah, aku harus segera pulang.”
“Ya,” aku mengangguk, dan mengantar Momoi ke pintu masuk.
“Terima kasih banyak untuk hari ini.”
“Santai saja. Aku cuma menunjukkan anime padamu, kok.”
“Aku berterima kasih untuk itu, tapi kamu juga membantuku belajar dan memakan nasi goreng buatanku dengan sangat lahap. Itu benar-benar membuatku sangat senang.”
Maison de Night sangat mengejutkanku hingga aku lupa akan hal itu. Perutku mulai sakit saat mengingatnya lagi…
“Akulah yang seharusnya berterima kasih atas makanan lezat yang kamu buat.”
“Sama-sama. Aku akan membuatkannya lagi untukmu kapan-kapan.”
“T-Tidak usah. Tidak perlu repot-repot.”
“Tidak apa, jangan malu-malu. Kalau begitu, sampai jumpa lagi.”
“Y-Ya. Sampai jumpa.”
Karena aku tidak bisa mengungkapkan yang sebenarnya, yang bisa kulakukan hanyalah melambaikan tangan padanya.