[LN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Volume 2 Chapter 9 Bahasa Indonesia

Pemandian Terbuka Bersama Touko-senpai, dan Serangan Meika-chan

9. Pemandian Terbuka Bersama Touko-senpai, dan Serangan Meika-chan


Begitu aku kembali ke hotel, aku segera berganti pakaian dan langsung menuju ke aula utama.

Itu karena sekarang sudah waktunya makan malam.

Menu malam ini terdiri dari tumis daging babi, nabe per individu yang dipanaskan dengan arang, salad dengan acar sayuran nozawana, nasi putih, dan sup miso jamur. Satu-satunya perbedaan dari hari kemarin adalah steak ayam-nya diganti dengan tumis daging babi.

Ngomong-ngomong, yang meraih skor tertinggi di permainan hari ini adalah sepasang mahasiswi tahun kedua.

Skor mereka sembilan belas poin. Tampaknya mereka berhasil menyelesaikan Pocky Kiss karena mereka sama-sama perempuan.

Seperti yang Meika-chan sebutkan sebelumnya, jika kami mendapatkan setidaknya sepuluh poin di sana, kami mungkin akan meraih setidaknya peringkat dua, atau bahkan mungkin peringkat pertama.

Mengingat kembali ekspresi Meika-chan saat Pocky Kiss, mau tak mau aku merasa malu sendiri.

Posisi tempat dudukku sama seperti kemarin, bersama Ishida dan Meika-chan.

Meika-chan tampak cemberut sejak kami meninggalkan area ski.

…Yah, wajar jika dia merasa kesal sih. Soalnya aku meninggalkan permainan yang berpeluang menang untuk mencari Touko-senpai…

Pikirku sambil mengamati sikap Meika-chan.

Tapi dalam situasi seperti itu, tidak mungkin aku tidak pergi mencari Touko-senpai.

Bahkan jika itu adalah sesuatu yang lebih penting daripada permainan pun, aku akan tetap pergi mencari Touko-senpai.

Namun setelah itu, sikap diam Meika-chan terus berlanjut.

Pada titik ini, sepertinya dia tidak hanya sekedar marah, tapi juga sedang memikirkan sesuatu.

Sama seperti semalam, Touko-senpai sedang duduk di meja yang agak jauh dariku yang berseberangan dengan tempat duduk kami.

Anggota yang bersamanya adalah Kazumi-san dan dua anggota inti perkumpulan lainnya, Mina-san dan Manami-san. Itu adalah rombongan yang sama seperti tadi malam.

Satu-satunya perbedaan hari ini adalah Touko-senpai sesekali melirik ke arahku.

Dan saat tatapan kami bertemu, dia pun tersenyum manis.

Hanya itu saja sudah membuatku merasa senang.

…Ah…

Aku merasakan niat membunuh datang dari sebelahku.

Saat aku melirik ke samping, Meika-chan sedang memelototiku.

Dan kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Touko-senpai

Entah kenapa, makanan yang kumakan tiba-tiba terasa seperti tersangkut di tenggorokanku.

Setelah makan, kami pun istirahat sejenak. Setelah istirahat ini, akan ada jamuan makan seperti kemarin.

Tapi, mungkin karena belum mandi, badan dan kepalaku terasa lengket dan tidak nyaman.

Wajahku juga terasa berminyak.

“Ishida, apakah kamu tidak mau ke pemandian?”

Saat aku mengatakan itu padanya, Ishida berkata, “Hmm… tidak. Aku masih ingin mengobrol dengan yang lain. Dan aku harus tetap bersama Meika sampai jam 8. Ke pemandian itu merepotkan, jadi aku akan shower-an saja nanti.”

Dia berkata begitu dengan nada enggan.

“Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.”

Setelah mengatakan itu, aku pun bangkit dari tempat dudukku.

Meika-chan hanya memperhatikanku pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

× × ×


Setelah kembali ke kamar dan bersiap untuk mandi, tidak seperti kemarin, aku menuju ke pemandian terbuka.

Kemarin aku tidak tahu bahwa hotel ini memiliki pemandian terbuka.

Aku tidak menyadarinya karena pemandian terbuka berada di tempat yang sangat berbeda dari pemandian utama.

…Mereka bilang cuaca saat ini sudah membaik. Sepertinya akan lebih menyenangkan kalau ke ppemandian terbuka…

Lalu di lorong menuju paviliun tempat pemandian terbuka berada—

“Ah.”

“Hah?”

Tiba-tiba aku bertemu dengan Touko-senpai.

“Apakah kamu juga akan mandi sekarang, Touko-senpai?”

Saat aku menanyakan hal itu, dia menjawab sambil tersenyum.

“Ya, lagian kita langsung makan setelah kembali dari lereng ski, kan? Awalnya aku hanya ingin mencuci muka, tapi tubuh dan rambutku terasa tidak nyaman. Jadi, aku pun akhirnya memutuskan untuk mandi meskipun jamuan makan sedang berlangsung.”

“Aku juga sama. Aku ingin segera menyegarkan diri.”

“Kita satu frekuensi!”

Touko-senpai menunjukkan senyumannya lagi padaku. Sepertinya suasana hatinya sedang bagus.

…Mandi di pemandian terbuka bersama Touko-senpai…

Untuk sesaat, aku membayangkan pemandian campuran.

Dikelilingi pemandangan bersalju putih, diselimuti langit penuh bintang di atasnya, dan aku berduaan dengan Touko-senpai yang telanjang—

Namun kenyataan tidaklah semanis itu.

“Daah, sampai nanti.”

Touko-senpai melewati tirai berlabel ‘Pemandian Wanita.’

…Yah, sudah kuduga…

Dengan sedikit rasa kecewa, aku pun memasuki pemandian pria.

Saat aku membuka pintu dari ruang ganti ke luar, aku melihat pemandian terbuka seperti yang kubayangkan.

Pemandiannya dikelilingi oleh bebatuan, dengan tembok tinggi di atasnya yang menghalangi pandangan dari luar.

Pepohonan yang telah ditanam dengan hati-hati di bebatuan kini tertutup salju putih bersih.

Pemandiannya sendiri merupakan pemandian batu alam yang dikelilingi oleh bebatuan berbentuk bulat. Kecuali area bilas, pemandiannya terlihat seperti taman, dan aku hampir bisa meraih salju dari pemandian.

Dan di sebelah kiri terdapat dinding pembatas yang didekorasi dengan bambu.

Di balik sana itu mungkin adalah pemandian wanita.

Terlebih lagi…

“Hore! Tidak ada orang di sini!”

Ya, akulah satu-satunya orang yang menggunakan pemandian terbuka di jam-jam seperti ini.

Aku dapat menikmati seluruh pemandian terbuka ini sendirian!

Aku sangat senang hingga aku refleks berteriak.

Setelah membilas tubuh, aku pun masuk ke dalam bak mandi dan merentangkan tangan dan kakiku sejauh mungkin.

“Ah~, mantab jiwa,” kataku refleks.

Kemudian, aku mendengar suara tawa kecil dari balik dinding pemisah.

“Touko-senpai?”

Saat kata-kata itu keluar dari bibirku, tanggapan datang dari sisi lain dinding.

“Apakah di sana juga hanya kamu seorang?”

Sudah kuduga, itu memang suara Touko-senpai.

“Ya, di sini hanya aku.”

“Di sini juga. Aku juga satu-satunya orang di sini sekarang.”

“Rasanya lebih enak, kan?”

“Ya. Tapi, sendirian di pemandian terbuka di malam hari itu agak menakutkan. Jadi bagaimana kalau kita mengobrol saja seperti ini?”

“Aku mengerti! Dengan senang hati!”

Itu usulan yang bagus. Bisa berbicara dengan Touko-senpai saja sudah membuatku senang, tapi memikirkan bahwa ada Touko-senpai yang telanjang di balik didnding ini membuatku agak bergairah.

“Um, Isshiki-kun…”

“Ya, kenapa?”

“Mungkinkah, dalam perjalanan ini… kamu sebetulnya kecewa padaku?” tanya Touko-senpai ragu-ragu.

“Kecewa? Tidak sama sekali kok.”

“Oh, senang mendengarnya.”

“Kenapa kamu menanyakan hal seperti itu?”

Aku merasa bingung. Kenapa Touko-senpai mengkhawatirkan hal seperti itu?

Setelah jeda singkat, Touko-senpai pun menjawab.

“Aku merasa Isshiki-kun telah melihat banyak sisiku yang memalukan dalam perjalanan ini.”

“Sisi memalukan?”

Tidak banyak hal yang terlintas dalam pikiranku?

“…Melihat Isshiki-kun akrab dengan Meika-san membuatku merasa tidak nyaman. Itulah sebabnya aku bersikap cemberut dan semacamnya…”

Itu lebih ke arah salahku karena tidak bersikap tegas, sih…

“Ditambah lagi, aku bahkan sampai mabuk dan menunjukkan sisi burukku padamu…”

Sebenarnya aku cukup senang tentang hal itu.

“Meski begitu, aku marah sendiri dan berusaha menghindarimu pagi ini. Aku hanya malu dengan perbuatanku sendiri.”

Aku juga khawatir soal itu. Aku sempat berpikir bahwa mungkin saja dia membenciku.

“Hingga aku memaksakan diri selama permainan dan menyebabkan masalah untukmu. Aku benar-benar minta maaf.”

“Kamu tidak perlu minta maaf soal itu.”

“Tapi Isshiki-kun, kamu datang membantuku dan kamu masih bersikap baik padaku seperti ini…”

“Akulah yang seharusnya minta maaf padamu, Touko-senpai.”

Tanpa sadar, aku melihat ke arah langit.

Seolah badai salju sore hari sebelumnya tampak seperti kebohongan, kini langit malam dipenuhi dengan bintang-bintang yang bersinar terang.

…Aku bertanya-tanya apakah Touko-senpai juga sedang melihat bintang-bintang saat ini…

Tiba-tiba aku merasa seperti itu.

Setelah beberapa saat, Touko-senpai memecah kesunyian.

“Suasana ini, mungkin mirip dengan kita saat ini, kan?”

“Apa maksudmu?”

Aku mendengar suara percikan air pelan.

“Perasaan kita terhadap satu sama lain mungkin telanjang. Dan kita berdua tahu itu. Tapi masih ada tembok di antara kita… Jadi kita hanya bisa bertukar kata-kata terselubung untuk mengungkapkan perasaan kita. Jika salah satu dari kita terdiam, semuanya berakhir.”

Begitu, jadi itu maksudnya.

Memang benar, lingkungan pemandian terbuka ini mungkin sama dengan situasi antara aku dan Touko-senpai.

“Tapi kita berdua berada di tempat yang sama. Situasi yang hanya terjadi antara kamu dan aku, bukan orang lain.”

“Ya… itu benar. Menurutku juga begitu.”

Meskipun aku setuju dengan perkataan Touko-senpai, aku juga menambahkan, “Aku harap begitu,” menyampaikan keinginanku agar ini menjadi seperti itu.

Sekali lagi, keheningan singkat memenuhi udara.

Kemudian suara musik samar terdengar dari suatu tempat.

Aku tidak tahu namanya, tapi aku merasa seperti pernah mendengar musik ini sebelumnya… Mungkin itu musik untuk menari atau semacamnya.

“Ini lagu ‘Moon River,’ kan?”

Touko-senpai pasti mendengarnya juga.

“Aku sering mendengar musik ini, tapi musik apa itu?”

“Itu adalah lagu tema dari film ‘Breakfast at Tiffany’s.’ Aku pertama kali mendengarnya saat tarian rakyat di SD.”

“Itu lagu yang tenang untuk sebuah tarian rakyat, kan?”

Ketika aku memikirkan tentang tarian rakyat, yang dapat aku ingat hanyalah kenangan ketika aku dibuat menari di festival olahraga sekolah atau perjalanan sekolah luar ruangan, yang biasanya memiliki irama yang lebih ceria.

“Karena Tari rakyat awalnya mengacu pada tari etnik, maka jenisnya ada bermacam-macam. Jadi tidak aneh kalau ada musik-musik yang tenang seperti waltz dalam tari rakyat, kan?”

“Begitukah?”

Touko-senpai benar-benar berpengetahuan luas.

Aku ingat saat pertama kali aku bertemu dengannya di “perpustakaan SMA.”

“Hei, mau berdansa bersama?”

“Eh, sekarang?”

Aku terkejut dengan usulan tiba-tiba Touko-senpai.

“Ya.”

“Tapi, bukankah kita sedang mandi sekarang? Bagaimana caranya?”

“Kamu hanya perlu datang ke sini. Tidak ada seorang pun di sini sekarang.”

“A-A-A-A-A-Apa?!”

Mau tak mau aku mengeluarkan suara seperti itu.

Soalnya, berdua di pemandian terbuka bersama Touko-senpai? Sama-sama telanjang? Itu…

Aku teringat sensasi kenyal tubuh Touko-senpai semalam.

Aku memerah dan merasakan jantungku berdebar kencang di saat yang bersamaan.

Tidak, sebelum itu, jika aku memasuki pemandian wanita dan seseorang masuk, itu akan menjadi masalah besar.

Lalu aku mendengar suara tawa nakal Touko-senpai.

“Tapi bohong. Aku hanya bercanda, kok.”

Menyadari bahwa aku sedang djahili, aku merasa semakin malu.

“Tolong jangan menjahiliku seperti itu. Astaga.”

“Maaf. Tapi reaksimu lucu sekali…”

“Bahkan Touko-senpai pun bisa membuat lelucon seperti itu, ya?” kataku dengan rasa frustrasi yang campur aduk.

“Tapi aku serius saat mengatakan menari bersama. Kita dapat membayangkan satu sama lain dan menari. Seperti tari rakyat udara?”

“Tapi bukankah agak sempit untuk menari tarian rakyat di sini?”

“Begitu, ya. Lalu apa yang harus kita lakukan? Isshiki-kun, apa kamu punya ide?”

Kemudian aku teringat “tes psikologi” yang dilakukan Manami-san di dalam perjalanan bus.

Ini mungkin cara alami yang bisa membantuku memahami pikiran Touko-senpai.

“Bagaimana kalau tes psikologi?”

“Tes psikologi? Yang seperti apa?”

“Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan. Dan yang perlu Touko-senpai lakukan hanyalah menjawab apa yang terlintas di pikiranmu. Mudah, kan?”

“Ya, kedengarannya menarik! Hal yang sempurna untuk dilakukan untuk ngobrol di pemandian. Tapi menantangku dalam tes psikologi, kamu sungguh berani sekali.”

Para gadis sepertinya memang menyukai hal-hal seperti ramalan dan tes psikologi.

Selain itu, aku bisa mengetahui pilihan Touko-senpai. Dengan berpikir begitu, aku pun menyeringai.

“Dan perlu diingat. Jangan berpikir terlalu dalam, cukup jawab saja apa pun yang pertama terlintas di benakmu.”

“Oke!”

“Oke, pertanyaan pertama: Kamu memutuskan untuk pergi mendaki gunung. Mana yang lebih kamu pilih, gunung tinggi di kejauhan atau gunung rendah yang dekat dan mudah?”

“Hmmm, menurutku itu tergantung pada berapa banyak waktu yang kupunya sih.”

“Tolong jangan terlalu dipikirkan. Cukup jawab saja apa yang terlintas dalam pikiranmu dengan spontan.”

“Kalau begitu… gunung tinggi di kejauhan? Mungkin kita akan dapat melihat sesuatu yang luar biasa dari sana.”

Begitu ya, gunung tinggi di kejauhan… Pilihan yang sama denganku.

“Sekarang pertanyaan kedua. Saat mendaki, apakah kamu akan merencanakannya dengan matang atau hanya mengikuti arus dan menikmati suasananya?”

“Mungkin aku akan membuat rencana yang matang. Akan berbahaya jika mendaki mengikuti arus, kan.”

Yah, jika dia menjawab ‘gunung tinggi di kejauhan,’ wajar saja jika jawaban keduanya seperti itu.

“Pertanyaan Ketiga. Hewan apa yang pertama kali kamu temui di pegunungan? Dan hewan apa yang kamu temui selanjutnya?”

“Kurasa, yang pertama mungkin tupai. Dan yang berikutnya, mungkin musang?”

“Tupai dan musang, ya…?”

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Itu adalah hewan yang sulit untuk dinilai.

“Iya. Tupai itu lucu tapi pemalu, kan? Mereka cepat menyembunyikan diri. Musang juga lucu, tapi sebenarnya mereka memiliki sifat liar yang tersembunyi dan pintar. Aku suka mereka.”

Begitu ya, ketika dia menjelaskannya seperti itu, itu masuk akal.

“Nah, pertanyaan keempat. Kamu menemukan tebing di tengah jalur pegunungan. Seberapa tinggi tebing itu?”

“Tebing? Hmm, mungkin tingginya sekitar bangunan dua lantai? Sekilas terlihat mudah untuk didaki, tapi pasir dan tanah yang mudah hancur menyebabkannya cukup sulit untuk didaki, kira-kira seperti itu.”

Hmm, ini juga penilaian yang rumit…

“Pertanyaan kelima. Ada pondok di pegunungan tempatmu bisa bermalam. Di manakah letaknya? Di kaki gunung, di tengah, atau di dekat puncak?”

“Di ketiganya.”

“Hah?”

Aku terkejut. Itu adalah jawaban yang tidak terduga.

“Tidak boleh memilih ketiganya. Tolong pilih salah satu.”

“Eeeh~ Tapi pondok gunung adalah fasilitas penginapan, kan? Seharusnya ada beberapa pondok di kaki gunung, dan seharusnya ada juga pondok di tengah gunung untuk istirahat. Selain itu, di dekat puncak gunung juga terdapat pondok yang disebut pondok evakuasi yang dapat digunakan untuk bermalam jika terjadi keadaan darurat.”

“Tidak, tidak, jangan berpikir dengan logika seperti itu. Cukup jawab saja dengan spontan.”

“Tapi itu yang kupikirkan secara spontan lho… Ya sudahlah, kalau begitu, mungkin di sekitar tengah gunung? Entahlah. Yang sedikit lebih dekat ke kaki gunung, kurasa.”

Ya, kurasa itu tak masalah.

“Pertanyaan keenam. Kamu memasuki pondok gunung. Dan di dalamnya ada lilin yang menyala. Ada berapa lilin di sana?”

“Lima, mungkin. Semuanya berdiri bersama di tengah meja.”

“Pertanyaan terakhir: Ada lukisan yang tergantung di dinding pondok. Lukisan apa itu?”

“Itu lukisan menara tinggi. Lukisan seorang gadis yang terjebak di lantai paling atas menara, sambil memandang ke luar jendela.”

Hanya yang terakhir yang mudah dimengerti. Jawaban Touko-senpai seringkali cukup sulit untuk ditafsirkan.

“Jadi, apa yang bisa kita ketahui dari tes ini?”

Suaranya terdengar sedikit penuh harapan.

“Aku akan menjelaskannya sekarang. Pertanyaan pertama tentang ‘gunung yang dekat atau jauh’ mewakili pasangan menikah yang Touko-senpai harapkan.”

“Pasangan menikah yang kuharapkan?”

“Dengan kata lain, Touko-senpai bersedia melakukan sedikit usaha untuk menemukan pasangan idealnya. Itu artinya kamu tidak menyerah dan hanya memilih apa yang ada, kan?”

“Begitu ya. Bagaimana dengan pertanyaan selanjutnya?”

“Pertanyaan kedua, tentang ‘perencanaan,’ mengacu pada pendekatanmu dalam berkencan. Apakah kamu akan menikmati kencan itu dengan perasaanmu, ataukah kamu akan menikmatinya dengan merencanakannya terlebih dahulu.”

“Hmm. Begitu, ya.”

Tampaknya dia tidak sepenuhnya puas.

“Pertanyaan ketiga, ‘Hewan pertama yang ditemui di gunung’ mewakili gambaran diri sendiri.”

“Jadi, maksudmu aku menganggap diriku sebagai ‘tupai’?”

“Sepertinya begitu. Tapi menurutku Touko-senpai lebih mirip seperti rusa daripada tupai.”

“Ah, tapi dalam hal ‘pemalu,’ mungkin tupai adalah hewan yang cocok. Dan jika kamu menambahkan keinginan untuk ‘menjadi lucu,’ maka tupai itu mungkin tidak salah.”

Touko-senpai menafsirkannya sendiri. Mungkin dia puas dengan ini?

“Ada dua hewan di pertanyaan ketiga, kan? Apa yang dilambangkan oleh hewan kedua?”

“Hewan kedua melambangkan ‘kekasih atau seseorang yang kamu sukai.’”

“Eh, benarkah?”

“Ya. Jadi, maksudnya Touko-senpai menganggap kekasihnya atau seseorang yang kamu sukai sebagai ‘musang.’”

Tidak ada tanggapan dari Touko-senpai.

Tapi pria seperti musang itu yang seperti apa?

Sebelumnya, Touko-senpai bilang bahwa musang itu ‘lucu namun liar dan cerdas,’ tapi aku tidak punya gambaran yang baik tentang musang.

“Bagaimana dengan ‘ketinggian tebing’ pada pertanyaan keempat?” tanya Touko-senpai.

“‘Ketinggian tebing’ mewakili hambatan yang dirasakan untuk menggapai cinta tersebut. Semakin tinggi tebingnya, semakin jauh pula jalan yang dirasa untuk mencapai cinta itu.”

“Aku merasa tidak terlalu tinggi, tapi sepertinya sulit untuk didaki karena pasir dan tanah,”

“Jadi, kamu merasa hal itu masih sulit untuk dicapai, kan?”

“…Ya, kurasa itu cukup… akurat.”

Aku bertanya-tanya siapa yang dibayangkan Touko-senpai sebagai pasangan cintanya. Aku penasaran…

“Lalu apa selanjutnya?”

“Pertanyaan kelima, ‘lokasi pondok gunung’ mewakili perbedaan usia atau status sosial dengan pasangan idamanmu.”

“Hah, jadi saat pertama kali aku bilang ‘ketiganya?’”

“Ini bisa berarti kamu mempertimbangkan semua pilihan: lebih tua, seusia, dan lebih muda, atau yang berstatus lebih tinggi, sama, dan lebih rendah.”

“Kalau gitu rasanya aku terkesan seperti mengincar setiap pria! Tidak, tidak! Itu sama sekali tidak benar!”

Bersamaan dengan teriakan itu, ada sesuatu yang terbang dari balik tembok pembatas.

Serangkaian suara ‘plung,’ ‘plung,’ terdengar saat sesuatu jatuh ke dalam bak mandi.

Itu adalah bola salju. Apakah dia meraih salju yang ada dalam jangkauannya dan melemparkannya?

“Whoa, tunggu dulu, Touko-senpai. Apa yang kamu lempar? Hei, itu bisa mengenaiku, tau!”

“Itu karena kamu mengatakan hal-hal aneh, Isshiki-kun! Aku sama sekali tidak seperti itu!”

Bahkan setelah dia mengatakan itu, beberapa bola salju terus dilemparkan ke pemandianku.

“Oke, oke, aku mengerti. Tolong berhenti melempar. Ini hanya permainan, kan?”

“Aku tidak ingin kamu berpikir seperti itu tentangku!”

“Tidak apa-apa, sungguh. Aku tidak berpikir begitu, kok.”

Setelah itu, pemboman bola salju pun berhenti.

“Kamu sungguh-sungguh tidak berpikir begitu, kan?”

“Ya, tidak kok. Selain itu, Touko-senpai mengoreksinya menjadi ‘sedikit di bawah tengah,’ kan? Jadi semuanya baik-baik saja.”

“…Entah kenapa, kamu agak brengsek saat ini, lho, Isshiki-kun…”

Mendengar kata-kata Touko-senpai, aku hampir tertawa terbahak-bahak.

Aku tidak menyangka dia akan begitu kesal karena hal seperti ini—Kamu memiliki sisi yang menggemaskan, ya, Touko-senpai?

“Selanjutnya, pertanyaan keenam…”

“Aku harap ini bukan interpretasi aneh lainnya.”

Touko-senpai sepertinya agak kesal.

“Jangan khawatir. Jumlah lilin di pondok mewakili ‘jumlah teman baikmu, atau jumlah orang yang kamu rasa akan membantumu ketika dalam kesulitan.’”

“Jadi, dalam kasusku, artinya ada lima orang yang bisa membantuku saat aku dalam kesulitan?”

“Ya, begitulah.”

“Rasanya akurat, tapi… aku tetap tidak suka karena tafsir jawaban sebelumnya.”

“Lalu, pertanyaan terakhir, ‘Lukisan yang tergantung di dalam pondok gunung’ mewakili ‘kecemasan yang kamu rasakan saat ini.’”

“Kecemasanku saat ini?”

“Ya. Jadi, apakah itu berarti Touko-senpai merasa seperti terjebak di menara tinggi, sembari menunggu seseorang?”

“Terjebak di menara tinggi… menunggu seseorang…”

Untuk sesaat, Touko-senpai terdiam.

“Ada apa, Touko-senpai?”

“Isshiki-kun… Apa jawabanmu untuk tes psikologi ini?”

“Eh, jawabanku?”

“Iya. tidak adil kalau hanya aku yang menjawab, lho. Aku ingin tahu jawabanmu juga.”

“Benar juga sih. Untuk pertanyaan pertama, aku menjawab ‘gunung yang jauh.’ Yang kedua, ‘merencanakannya.’ Untuk pertanyaan ketiga, hewan pertama yang kutemui adalah seekor anjing, yang berikutnya adalah seekor rusa. Untuk pertanyaan keempat tentang tebing, aku menjawab ‘tebing yang sangat curam sehingga hampir mustahil untuk didaki.’ Yang kelima, posisi pondok, aku menjawab sedikit di atas tengah. Jumlah lilin pada pertanyaan keenam adalah ‘tiga.’ Dan yang terakhir, ‘lukisan di dinding,’ jawabanku adalah lukisan ‘seorang gadis cantik yang diculik oleh seorang pria.’”

Hmm.” gumam Touko-senpai, seolah dia sedang memikirkan sesuatu.

“Kamu tadi menyebutkan bahwa ‘hewan kedua yang ditemui di pegunungan’ mewakili ‘kekasih atau seseorang yang kamu sukai,’ kan?’”

“Ya. Begitulah.”

“Sebelumnya, saat aku menyebut diriku sebagai ‘tupai,’ kamu bilang bahwa menurutmu aku ini lebih mirip rusa daripada tupai, kan?’”

…Ah…

Aku hanya bisa diam.

“Apa maksudnya itu?”

Aku tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Touko-senpai.

Aku ingin segera menjawabnya. Jika bisa, aku ingin mengatakannya dengan jelas.

Tapi aku takut itu akan merusak hubunganku dengan Touko-senpai saat ini.

“Itu…”

Saat aku hendak berbicara setelah hening sejenak…

“Oh, aku tidak tahu ternyata ada pemandian terbuka di sini.”

Aku mendengar suara samar lain dari area pemandian wanita.

“Sepertinya ada orang lain yang datang. Kurasa tes psikologi kita berakhir di sini,” kata Touko-senpai dengan nada serius.

“Ya, kurasa begitu.”

Sungguh disayangkan, tapi apa boleh buat. Saat aku menundukkan kepalaku, tiba-tiba—

Plash!

Sebuah bola salju menghantam tepat kepalaku.

“Satu hal lagi! Jangan hanya bermain dengan Meika-san saja! Tolong lebih perhatikan aku juga!”

Setelah mengatakan itu, suara obrolan keras dari pemandian wanita mencapai kami.

Waktu kami di pemandian terbuka, hanya kami berdua, pun telah berakhir.

× × ×


Setelah meninggalkan pemandian terbuka, aku kembali ke kamarku.

Ishida belum kembali ke kamar.

Aku sempat mempertimbangkan untuk pergi ke aula dan mengikuti jamuan makan, tapi aku tidak sanggup melakukannya.

Saat aku berbaring di tempat tidur, aku mendapati diriku tenggelam dalam kenangan indah tentang “waktu di pemandian terbuka bersama Touko-senpai” sebelumnya.

Dan kemudian, pertanyaan Touko-senpai

Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan saat itu. Apa yang akan terjadi jika aku menjawabnya?

…………

Tok, tok.

Suara ketukan di pintu membangunkanku.

Tampaknya aku tanpa sadar tertidur.

Ketika aku memeriksa jam, tidak banyak waktu telah berlalu.

…Siapa itu? Mungkinkah itu Touko-senpai…?

Aku menuju ke pintu kamar dengan sempoyongan sambil menahan rasa kantuk.

Saat aku membuka pintu, yang berdiri di sana adalah Meika-chan.

“Meika-chan? Ada apa?”

“Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Yuu-san… Bolehkah aku masuk?”

Dia memancarkan aura yang membuatku sulit menolaknya.

“Ah, ya.”

Sementara Meika-chan berdiri di depan pintu beberapa saat, aku segera kembali ke kamar dan menyingkirkan pakaian skiku yang tergeletak untuk memberi ruang duduk baginya.

Meika-chan pun memasuki kamar setelahku.

Aku duduk di tempat tidurku, sementara Meika-chan duduk di tempat tidur Ishida menghadapku.

“Apa yang ingin kamu bicarakan?”

Namun, Meika-chan tetap diam, menatap ke bawah, tidak menunjukkan tanda-tanda akan bicara.

“Apakah ini tentang sesuatu yang spesifik? Sesuatu dari permainan hari ini?”

Aku mencoba memulai percakapan.

Namun, Meika-chan masih tidak berusaha mengatakan apa pun.

“Jika ini akan memakan waktu cukup lama, bagaimana kalau aku buatkan kopi?”

Hotel ini menyediakan teko listrik, teh kemasan dan kopi sachet di setiap kamar.

Meika-chan mengangguk dalam diam.

Aku pun berdiri dan mengisi teko dengan air dari wastafel di dekat pintu masuk.

Tiba-tiba aku menyadari bahwa kunci pengaman terpasang di pintu.

Jika aku membiarkannya seperti ini, Ishida tidak akan bisa masuk ke kamar begitu dia kembali.

…Tapi, kapan pengaman ini terpasang? Apakah pengamannya terpasang ketika aku menutup pintu…?

Setelah melepas kunci pengaman dari pintu, aku pun kembali ke kamar dengan membawa seteko air.

Airnya mendidih dengan cepat.

“Apakah kopimu mau ditambahkan gula dan susu, Meika-chan?”

Dia menjawab singkat, “Tidak perlu.”

Untuk saat ini, aku akan membuat kopi hitam saja.

Aku membutuhkan kafein untuk menghilangkan rasa kantuk, dan jika Meika-chan menginginkan tambahan, dia bisa menambahkannya sendiri.

Aku menyerahkan salah satu cangkir berisi kopi kepada Meika-chan dan kembali duduk di tempat tidur.

Aku meminum kopiku dalam diam sementara dia hanya menatap cangkirnya tanpa berkata apa-apa.

Meika-chan bertingkah aneh sejak kami kembali ke hotel dari resor ski petang tadi.

Dia normal-normal saja di siang hari, jadi sikapku yang meninggalkan permainan di tengah jalan itulah yang kemungkinan besar menyebabkan kemarahannya.

Aku tidak punya pembenaran untuk itu; yang bisa kulakukan hanyalah meminta maaf.

“Um…”

Saat cangkirku hampir kosong, Meika-chan akhirnya membuka suara.

“Yuu-san, apa pendapatmu tentangku?”

“Apa maksudmu?”

“Aku ingin tahu perasaanmu yang sebenarnya, Yuu-san. Bagaimana perasaanmu terhadapku?”

Meika-chan mengangkat wajahnya, dan menatapku dengan tatapan serius.

Tanpa sadar, aku mengalihkan pandanganku darinya.

“Menurutku kamu imut. Kuharap aku memiliki adik seperti—”

“Aku… Aku menyukaimu, Yuu-san!” kata Meika-chan, seolah ingin memotong kata-kataku.

Terkejut oleh kekuatan kata-katanya, aku pun mendongak.

Meika-chan menatapku dengan tatapan yang kuat dan penuh tekad.

Melihat tatapan itu, aku merasa tidak bisa memberikan respon yang setengah hati.

“Aku senang mendengarnya, tapi Meika-chan, kamu adalah adik Ishida dan aku sudah mengenalmu sejak SMP. Aku tidak bisa melihatmu seperti itu saat ini.”

“Aku sudah SMA sekarang! Aku ingin kamu melihatku sebagai pribadi, bukan hanya sebagai ‘adik temanmu’!”

“Sudah kubilang aku tidak bisa melihatmu seperti itu saat ini…”

“Saat ini? Apa maksudmu saat ini? Apakah setelah ini Yuu-san akan mulai menyukaiku? Berapa lama aku harus menunggu?”

Nada suaranya yang kuat membuatku tidak mampu berkata-kata.

Meika-chan mencengkeram dadanya seolah kesakitan.

“Aku sudah tahu kalau kamu tidak melihatku sebagai seorang wanita. Itulah sebabnya aku berpikir untuk menyerah. Aku rasa tidak masalah jika aku bisa terus mempertahankan hubunganku sebagai ‘adik temanmu’. Tapi…”

Dia menatapku dengan tatapan memohon.

“Saat aku mendengar kamu punya pacar setelah masuk kuliah, aku sangat terguncang. Aku berkali-kali menyesalinya, berpikir kenapa aku tidak menyatakan perasaanku lebih awal. Aku merasa seperti orang bodoh karena menyerah tanpa berbuat apa-apa!”

Meika-chan mencurahkan perasaannya. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah mendengarkannya.

“Tapi saat kudengar kalau dia berselingkuh dan putus denganmu, aku merasa ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan padaku. Jadi kali ini, aku memutuskan untuk mendekatimu sekuat tenaga agar aku tidak menyesalinya lagi!”

“Meika-chan…” ucapku pelan. “Meika-chan, kamu sangat imut dan menawan. Bahkan selama perjalanan ini, banyak juga pria yang mengobrol denganmu. Menurutku akan ada lebih banyak pria yang menyukaimu ke depannya. Jadi, kamu tidak perlu terburu-buru.”

“Apakah kamu sebegitunya menyukai Touko-san? Apakah kamu tidak mau kalau bukan Touko-san? Apakah kamu mau bilang kalau aku tidak bisa menang melawan pesona Touko-san?”

“Tidak, ini bukan soal menang atau kalah.”

“Aku juga akan menjadi cantik saat aku kulaih nanti. Aku akan memakai make up, menjadi lebih feminin, dan dadaku akan sebesar punya Touko-san!”

Meskipun agak tidak pantas, pada saat itu, aku berpikir, “Yah, tapi Touko-senpai sudah mempunyai dada yang cukup besar saat kelas dua SMA, lho.”

“Jadi… kumohon… kumohon lebih perhatikan aku lagi… Tolong sukailah aku…”

Air mata jatuh dari mata besar Meika-chan.

Dia menyeka air mata itu dengan kepalan tangannya, tapi air mata terus saja mengalir.

“Oke, sekarang giliranku yang bertanya dengan serius…”

Aku menyesuaikan postur tubuhku, dan duduk tegak di tempat tidur.

“Apakah perasaanmu itu benar, Meika-chan?”

Meika-chan menatapku dengan tatapan terkejut dari balik kepalan tangan yang menyeka air matanya.

“Meika-chan, kita hanya bertemu beberapa kali dalam setahun, kan? Kamu seharusnya tidak begitu mengenalku. Jadi bagaimana kamu bisa yakin kalau kamu sangat menyukaiku?”

“Yah… Kamu selalu baik, suka mendengarkanku, dan dapat diandalkan dalam benyak hal… Menurutku kamu keren.”

“Apakah itu cukup untuk membuatmu jatuh cinta pada seseorang?”

“Tapi, saat menyangkut menyukai seseorang, bukankah jumlah pertemuan atau lamanya saling mengenal tidak ada hubungannya?”

“Itu mungkin benar, tapi aku percaya bahwa interaksi yang mendalam diperlukan ketika kamu benar-benar menyukai seseorang.”

Aku menghentikan kata-kataku sejenak. Aku menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan.

“Itulah yang aku pikirkan berdasarkan pengalamanku sendiri. Aku selalu menyukai Touko-senpai sejak SMA. Tapi kalau dipikir-pikir sekarang, perasaan itu lebih seperti ‘Kuharap aku bisa pacaran dengannya.’ Daripada benar-benar suka, menurutku itu lebih seperti rasa kagum.”

Meika-chan sudah berhenti menangis dan mendengarkan kata-kataku dengan seksama.

“Tapi segalanya berbeda sekarang. Aku dan Touko-senpai telah berbagi pengalaman menyakitkan karena diselingkuhi dan saling mendukung untuk melaluniya. Perasaan yang aku miliki terhadap Touko-senpai sekarang benar-benar berbeda dari sekadar rasa kagum yang kurasakan dulu.”

“Apakah maksudmu perasaanku hanya sekedar rasa kagum?”

“Tampak begitu bagiku. Itu adalah sesuatu yang aku rasakan ketika Kazumi-san memberitahuku. Kazumi-san juga alumni Akademi Putri Ichikawa. Gadis-gadis seusiamu yang bersekolah di sekolah perempuan cenderung memproyeksikan sosok ideal mereka pada orang-orang terdekat mereka. Jadi mungkin saja, kamu sebetulnya tidak benar-benar melihat diriku yang sebenarnya, tapi lebih merupakan proyeksi dari versi idealmu sendiri tentang diriku…”

Tiba-tiba, Meika-chan melompat ke arahku.

Ya, dia benar-benar melompat ke arahku.

Karena terlatih di ekskul atletik, dia memiliki kecepatan dan ketangkasan yang mengesankan.

Dia mengulurkan tangannya ke depan, meraih bahuku, dan mendorongku ke bawah.

Hal itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga aku terjatuh telentang di tempat tidur, tak sempat berbuat apa-apa.

Meika-chan menindihku.

“Apakah maksudmu perasaanku ini hanyalah ilusi? Bahwa aku hanya mengagumi dan memproyeksikan versi idealku padamu…”

Wajah Meika-chan berkerut frustrasi. Dia tampak seperti akan menangis lagi.

“Aku serius. Dan aku sudah siap untuk itu.”

“Siap untuk apa?”

“Semalam kamu menginap di kamar Touko-san, kan? Hanya kalian berdua sepanjang malam… Kalau begitu… Maka aku juga…”

Saat dia mengatakan itu, Meika-chan membuka ritsleting jaket bulunya.

Dia kemudian meletakkan tangannya di kancing piyama bermotif bunga yang berada di balik jaketnya.

Jari-jarinya mulai membuka kancing piyamanya itu.

“T-Tunggu, apa yang kau lakukan…?”

“Sudah kubilang aku serius, kan? Aku akan melakukan segalanya. Jika itu denganmu—um, aku…”

Bahkan saat dia mengatakan itu pun, tangannya terus membuka semua kancing piyamanya, dan dari bagian yang terbuka itu memperlihatkan kulit putih Meika-chan dan bra imut berwarna merah muda.

“Umm, Meika-chan, tunggu dulu. Tolong tenanglah dulu…”

Mengabaikan kepanikanku, Meika-chan dengan cepat melepas jaketnya.

Kemudian dia juga melepaskan piyamanya dengan cara yang sama.

Kini dia dalam keadaan dimana dia hanya mengenakan bra dan menindih bagian atas tubuhku.

Saat tangannya hendak meraih tali bra-nya—

“Oooi, Yuu. Apa kamu tidak mau ikut jamuan makan?”

Aku mendengar suara sangat keras yang sumbang itu datang dari koridor.

Namun… itu adalah anugerah.

“M-Meika-chan! Itu Ishida. Dia akan masuk. Cepat pakai bajumu.”

Namun, Meika-chan, yang memiliki tatapan seperti kucing, menggelengkan kepalanya.

“Jangan khawatir. Aku sudah memasang kunci pengaman di pintunya, jadi Onii-chan tidak akan bisa masuk ke kamar. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kita.”

…Eh, apakah Meika-chan yang memasang kunci pengaman itu…?

Aku berpikir begitu dalam sekejap, tapi bukan itu masalahnya saat ini.

“Pengamannya sudah aku le—!”

Ceklik! Terdengar suara kartu kunci dimasukkan dan pintu terbuka.

“Oooi, Yuu. Apa kamu sudah tidur?”

Ishida pun dengan santai memasuki kamar dengan suara riang.

Saat berikutnya, tatapan Ishida, yang baru saja memasuki kamar, berpapasan dengan tatapanku, yang terbaring di tempat tidur sambil ditindih oleh Meika-chan.

“A-Apa yang kalian…?”

“T-Tidak, Ishida, ini salah paham!”

“KYAAAAAAAA!”

Meika-chan melompat dariku, mengambil piyama yang telah dia lepas, dan berjongkok untuk menutupi payudaranya.

Wajahnya benar-benar semerah apel.

Tentu saja, bahkan Ishida pun tercengang.

“Jangan-jangan sahabat dan adikku sedang berhubungan seks?”

“J-Jangan konyol!”

Merasa wajahku terbakar, aku mati-matian berusaha menjelaskan padanya.

“Aku masih memakai pakaian, tau! Dan Meika-chan pun masih memakai celana dalam dan bahkan belum melepas celananya!”

Ishida sepertinya yakin dengan penjelasanku.

“Kurasa begitu. Mengingat situasi barusan, sepertinya kalian berdua memang tidak terlihat seperti sedang berhubungan seks. Rasanya lebih seperti Meika yang mendorong Yuu jatuh…”

Tatapan Ishida pun beralih ke arah Meika-chan.

“Apakah kamu mencoba meng-NTR Touko-senpai? Kamu pasti berpikir situasimu saat ini tidak terlalu baik, ya.”

Ishida, kau sungguh-sungguh mengatakan sesuatu seperti meng-NTR pada seorang gadis SMA dan, terlebih lagi, adikmu sendiri?

Meika-chan, dengan wajahnya yang masih merah, melotot ke arah Ishida.

“Dasar Onii-chan bodoh! Tidak peka! Cepat keluar dan jangan kembali ke kamar ini! Aku akan bersama Yuu-san malam ini!”

“Tidak, tidak, aku tidak bisa pergi begitu saja dalam situasi ini. Jika aku membiarkan ini, Ayah dan Ibu pasti akan membunuhku. Selain itu, ini adalah kamarku dan Yuu. Aku tidak punya tempat lain untuk tidur.”

Apakah itu masalah utamanya? Mau tak mau aku berpikir seperti itu, tapi berkat cara bicara Ishida yang acuh tak acuh, aku berhasil mendapatkan kembali ketenanganku.

Aku pun bangkit dari tempat tidur, berdiri di samping Ishida, dan memanggil Meika-chan yang masih berjongkok dengan wajah merah.

“Meika-chan, kami akan keluar sebentar. Sementara itu, tolong kenakan pakaian dan kembalilah ke kamarmu. Dan jangan khawatir dengan kejadian hari ini. Aku yakin kamu bukanlah tipe gadis yang biasanya akan melakukan hal semacam ini. Dan, asal tahu saja, aku sudah menganggap diriku sebagai kakak keduamu, Meika-chan.”

Meika-chan tidak berkata apa-apa.

Membiarkannya seperti itu, aku pun meninggalkan kamar bersama Ishida.

× × ×


Aku dan Ishida pergi ke lobi di lantai pertama dan membeli kopi kaleng dari mesin penjual otomatis.

“Maaf, Yuu. Meika telah menyebabkan banyak masalah untukmu.”

Ishida meminta maaf dengan canggung.

“Tidak, itu salahku karena melakukan sesuatu yang dapat menyebabkan salah paham. Tapi aku tidak pernah menyangka Meika-chan akan seserius itu…”

“Aku tahu betapa seriusnya Meika, tapi kupikir itu akan baik-baik saja karena itu kamu.”

“Pokoknya, aku senang kamu datang, Ishida. Tapi sejujurnya, akan sulit bagiku untuk menghadapi Meika-chan mulai besok dan seterusnya.”

“Meski begitu, cobalah luangkan waktu bersamanya sesekali. Dia serius dengan caranya sendiri.”

Ishida pun dengan cepat menghabiskan sisa kopi kalengnya dalam sekali teguk.

“Selain itu, seperti yang pernah kubilang sebelumnya, aku tidak keberatan jika kamu menjadi adik iparku, kok.”

“Ayolah, bisakah kita tidak membicarakan topik seperti itu untuk saat ini…?” jawabku sambil menatap Ishida dengan mata lelah.



Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Bahasa Indonesia [LN]

Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Bahasa Indonesia [LN]

My Girlfriend Cheated on Me With a Senior, so I’m Cheating on Her With His Girlfriend, Pacarku Selingkuh dengan Seniorku, maka Aku pun Berselingkuh dengan Cewek Seniorku
Score 9.9
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2021 Native Language: Jepang
“Touko-senpai! Tolong berselingkuh denganku!" “Tenang, Isshiki-kun… aku tidak akan puas sebelum kita membuat mereka berdua yang menyelingkuhi kita merasakan neraka itu sendiri!” Yuu Isshiki terkejut mengetahui pacarnya berselingkuh, jadi dia memutuskan untuk berselingkuh dengan pacar dari pria yang mencuri ceweknya, Touko Sakurajima, yang kebetulan juga adalah senpai yang dia kagumi. Sebagai bagian dari rencana mereka, Touko mengusulkan untuk 'membalas' mereka sebesar mungkin, jadi dia mulai membuat Yuu menjadi pria yang menarik dan populer di kalangan perempuan!? Pilihan pakaian, topik pembicaraan, dll... Yuu mendapati dirinya berada di tengah peningkatan gila-gilaan dalam reputasinya di kalangan perempuan; namun, perasaannya pada Touko terus tumbuh. Saat rencana mereka terus berkembang, hubungan antara mereka berdua tiba-tiba menjadi intim… 'Pembalasan' apa yang akan dilakukan oleh mereka yang diselingkuhi pada Malam Natal?! Apa kesimpulan yang menunggu mereka berdua!? Tirai komedi romantis balas dendam pun dinaikkan!

Comment

Options

not work with dark mode
Reset