[LN] Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Volume 2 Chapter 3 Bahasa Indonesia

Rumor yang Beredar di Lingkungan Universitas

3. Rumor yang Beredar di Lingkungan Universitas


Waktu terus berjalan dan tibalah hari pertama kuliah di tahun baru.

Aku tiba di kelas sedikit lebih awal dari biasanya.

Ujian semester kedua akan dimulai sekitar setengah bulan lagi.

Oleh karena itu, aku meminjam buku referensi yang diperlukan dari perpustakaan dan datang lebih awal ke kelas.

Tapi ternyata, itu adalah tindakan yang salah.

Teman sekelas, yang datang ke kelas setelahku, menatapku dengan seksama.

Ketika aku melihat ke arah mereka, ada yang dengan cepat mengalihkan pandangannya dan ada juga sedang melihatku dengan senyum aneh di wajahnya.

Bahkan ada beberapa di antara mereka yang sesekali melihatku sebelum kemudian mulai saling berbisik di antara mereka saja.

Hal semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Itu adalah tatapan yang tidak menyenangkan.

Aku memutuskan untuk mengabaikan mereka, lalu membuka buku latihan dan buku referensi yang baru saja aku pinjam.

Itu adalah bagian materi yang sangat mendasar yang menjelaskan tujuh lapisan Model OSI, tapi tidak ada yang satu pun yang aku baca yang menyangkut di kepalaku.

Di tengah situasi yang tidak nyaman itu, aku merasakan kehadiran seseorang tepat di sebelahku.

Seseorang duduk di kursi di sebelahku.

“Hei. Kamu Yuu Isshiki, kan?”

Orang itu tiba-tiba berbicara kepadaku.

Aku mengangkat pandanganku dari buku dan melihatnya.

Dia adalah seorang pria yang, meskipun kami berasal dari jurusan yang sama dan sama-sama mahasiswa baru, belum pernah berbicara denganku sebelumnya.

Dia berambut dan berwajah kecokelatan, dan dia memakai dua tindikan di telinganya. Dia termasuk tipe orang yang jarang terlihat di Fakultas Sains dan Teknik.

“Ya, benar. Apa kamu punya urusan denganku?”

Pria itu kemudian berbicara sambil menyeringai padaku.

“Hei, benarkah kau melakukannya dengan mahasiswa tahun kedua, Touko Sakurajima, pada Malam Natal?”

Aku tidak yakin bagaimana harus menanggapinya.

Jika aku mengiyakannya, rumor tersebut hanya akan menyebar dan semakin berkembang.

Bukankah itu akan menimbulkan masalah bagi Touko-senpai?

Meski begitu, jika aku malah mengatakan ‘tidak,’ semua kesulitan yang kami alami akan menjadi sia-sia.

Yang manapun itu, aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini sembarangan.

Belum lagi aku tidak ingin menjawab pria ini, dengan senyum bejat di wajahnya, yang bahkan baru sekali ini berbicara padaku.

“Entahlah.” jawabku singkat.

“Ayolah, jangan disembunyikan. Tidak ada salahnya memberitahuku, kan?”

“Kenapa aku harus memberitahumu?”

Pria itu kemudian mendekatkan wajahnya yang coklat ke wajahku.

“Karena, yang sedang kita bicarakan ini Touko Sakurajima, salah satu wanita cantik paling terkenal di universitas, lho. Dia bahkan dikenal sebagai ‘Miss Rahasia Universitas Jouto’, bung. Bukankah wajar bagiku untuk penasaran setelah mendengar bahwa seorang mahasiswa di tahun ajaran yang sama denganku melakukannya dengan seseorang yang seterkenal itu?”

Aku tetap diam.

Ditanyakan hal seperti ini karena rasa ingin tahu yang murni tidak wajar sungguh menjijikkan.

“Dan tubuhnya itu, sangat luar biasa, lho. Bertubuh sangat ramping namun memiliki tet*k yang besar! Dia bersikap begitu angkuh dan sombong, tapi itu justru membuat para pria semakin bergairah. Itu membuatku ingin memintanya agar memberiku kesempatan sekali juga.”

Aku memelototi pria itu.

Tidak ada yang lebih memuakkan daripada mendengarkan orang seperti ini menilai Touko-senpai dengan cara begitu.

Melihatku seperti itu, pria itu memasang cemoohan di wajahnya.

“Hei, ayolah. Jangan memelototiku dengan wajah menakutkan seperti itu. Maksudku, cerita tentang kalian sudah terkenal. Soal kalian yang mencampakkan pacar kalian berdua di Pesta Natal perkumpulan, dan kemudian kalian meninggalkan mereka saat itu juga sebelum pergi ke hotel. Banyak yang terkejut bahwa, berbeda dengan penampilan kalian, ternyata kalian berdua sangat nakal.”

“Dari mana kau mendengar cerita itu? Siapa yang memberitahumu?”

Bukan aku yang menanyakan itu.

Itu adalah suara serak yang datang dari belakangku.

Berbalik, aku melihat Ishida berdiri di sana.

Tidak seperti sikapnya yang biasa, dia memasang ekspresi serius di wajahnya.

Mengingat betapa kasar wajah Ishida, hal itu hanya membuat ekspresinya yang seperti itu memberikan tekanan serius pada orang lain.

Ishida terus melanjutkan perkataannya.

“Kebenarannya lebih dari sekedar itu. Mereka berdua telah diselingkuhi oleh pacar mereka masing-masing sebelumnya. Yuu dan Touko-senpai telah mengungkap kebenaran itu kepada semua orang dan kemudian menyatakan bahwa mereka memutuskan hubungan dengan pacar mereka. Tidak ada yang berhak untuk mencela mereka karena melakukan itu.”

Pria itu tampak terintimidasi oleh Ishida saat dia berbicara.

“Ayolah, tidak perlu marah seperti itu, bung. Aku kebetulan mengetahui cerita itu karena itu beredar di media sosial, jadi aku sedikit penasaran dan datang untuk menanyakannya, itu saja kok!”

“Bukankah Yuu sudah bilang bahwa dia tidak memiliki kewajiban untuk menceritakannya padamu?”

Pria itu benar-benar ketakutan sekarang.

“B-Bukannya aku ingin mengkritik Isshiki karena itu, bung! Jangan marah begitu, dong! Aku minta maaf!”

Setelah mengatakan itu, pria itu berdiri dan pindah ke kursi lain.

Ishida kemudian duduk di sampingku.

“Terima kasih. Kamu benar-benar menyelamatkanku, Ishida.”

Aku berterima kasih padanya dengan tulus.

“Jangan dipikirkan. Selain itu, aku juga kesal dengan apa yang baru saja dia katakan.”

Dia kemudian mendekatkan kepalanya padaku dan berbisik.

“Meski begitu, memang benar bahwa kamu dan Touko-senpai menjadi sangat terkenal karena apa yang terjadi selama pesta Natal. Banyak orang juga sudah bertanya padaku tentangmu.”

Aku menghela nafas setelah mendengarnya.

“Aku bertanya-tanya apakah Touko-senpai baik-baik saja sekarang setelah segalanya menjadi rumor yang sebesar ini.”

“Aku juga khawatir soal itu. Ini adalah Touko-senpai yang sedang kita bicarakan, jadi menurutku dia tidak akan begitu terpengaruh. Tapi dia juga tetaplah seorang wanita, jadi dia masih membuatku khawatir.”

“Aku akan pergi melihat bagaimana keadaan Touko-senpai nanti.”

“Ya, kamu harus. Mungkin ada beberapa orang aneh yang mendekatinya dan menyusahkannya juga. Karena itu, Yuu, aku pikir sebaiknya kamu berbicara dengan Touko-senpai di suatu tempat tanpa ada orang lain di sekitar kalian. Kalau tidak, kemungkinan besar kamu hanya akan menambahkan bensin ke dalam api dan membuat rumor menjadi lebih buruk.”

Sekali lagi, aku mendapati diriku menghela nafas. Sebenarnya solusi terbaik yang mungkin adalah memberi tahu mereka bahwa tidak ada yang terjadi antara aku dan Touko-senpai, tapi kami tidak mungkin melakukan itu.

Saat Ishida mengeluarkan buku pelajarannya, tiba-tiba aku teringat hal yang terjadi selama kunjungan kuil pertama di Tahun Baru.

Aku sudah lama berpikir untuk bertanya kepada orang ini tentang hal itu.

“Kesampingkan itu sebentar, Ishida, ada apa denganmu selama hatsumode sebelumnya? Kamu tidak seperti biasanya karena melakukan hal seperti itu.”

Ishida dari dulu tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti pergi sendiri dengan meninggalkan orang lain seperti itu. Dia adalah tipe orang yang sangat perhatian pada orang-orang yang bersamanya. Aku tidak bisa memahaminya bahkan setelah aku pulang ke rumah.

Tangan Ishida terkejut sebelum berhenti bergerak. Selanjutnya, dia segera memberiku senyum paksa.

“Tidak, itu… Aku kebetulan terpisah dari kalian berdua. Itu adalah sebuah kecelakaan.”

Aku jadi curiga saat melihat wajah orang ini sekarang.

Saat-saat ketika Ishida memasang wajah seperti ini hanya ketika dia sedang berbohong atau mencoba menyembunyikan sesuatu.

“Ishida, apa yang kamu sembunyikan dariku?”

Aku menekan pertanyaan lebih jauh, yang membuat wajah Ishida sedikit berkedut.

“Katakan. Apakah kamu memiliki semacam tujuan dalam melakukannya?”

Ishida menghela nafas kecil.

“Oh, sebenarnya ada banner spesial di game gacha ini selama Tahun Baru.”

“Hah?”

Sebenarnya apa yang dibicarakan Ishida sekarang?

Banner kali ini keren, Yuu! Itu adalah banner di mana kau dijamin akan mendapatkan karakter SSR! Dan bukan hanya itu, tapi kemungkinan untuk mendapatkannya meningkat ketika kau melakukan 10 atau 20 tarikan!”

“Hei! Aku sedang membicarakan Tahun Baru di sini…”

“Dan lihat, di antara mereka ada beberapa karakter yang aku inginkan. Dan aku kebetulan melakukan terlalu banyak tarikan, membuat tagihanku dalam game menumpuk lebih dari yang aku bayangkan.”

Ishida terus menceritakan kisahnya, tidak berniat untuk membiarkanku berbicara.

“Oleh karena itu, aku meminta Meika untuk meminjamkanku sedikit uang tahun barunya. Saat aku melakukannya, dia memberiku satu syarat: Agar dia bisa bicara berdua denganmu, Yuu.”

TL Note: Merupakan kebiasaan di Jepang bagi orang tua untuk memberikan uang kepada anak-anak di Tahun Baru. Ini disebut otoshidama, お年玉.

…Meika-chan melakukan itu?

Aku diserang oleh pertanyaan ketika aku melihat ke arah Ishida, yang menggaruk kepalanya dan mencoba tertawa.

“Yah, memang benar Meika-chan bertanya padaku apakah aku bisa mengajarinya beberapa mata pelajaran… Tapi itu bukan sesuatu yang dia tidak bisa bicarakan denganku bahkan jika ada kamu di sana, Ishida.”

Kali ini, Ishida yang menatapku lekat-lekat.

“Apakah hanya itu… yang dibicarakan Meika…?”

“Ya. Selebihnya hanya dia yang mengatakan bahwa karena aku juga luang, aku harus bermain dengannya sesekali.”

“Sungguh tidak peka. Itu akan menjadi masalah lain yang harus dia tangani.”

Ishida sekarang bergumam pada dirinya sendiri.

“Ada apa denganmu sekarang? Jika kamu ingin mengatakan sesuatu, katakan saja.”

Dihadapkan dengan Ishida yang bertingkah tidak seperti dirinya, aku sedikit kesal.

“Maksudku, Meika punya sesuatu yang ingin dia bicarakan denganmu, Yuu.”

Ishida mencoba mengakhiri percakapan itu di sana.

“Aku mengerti itu. Namun, tidak benar jika kakak laki-laki meninggalkan adik perempuannya dan pergi ke suatu tempat sendirian. Apa yang akan kamu lakukan jika aku bajingan dan melakukan sesuatu padanya? Meika-chan sangat imut, jadi kamu harus lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu seperti itu.”

“Aku tidak khawatir tentang hal itu sedikit pun. Aku sudah sangat sadar jika itu kamu, Yuu, kamu tidak akan pernah melakukan sesuatu yang aneh atau tidak pantas. Kamu adalah pria yang mewakili keamanan dan ketenangan pikiran bebas pestisida dan aditif, pria yang tidak membahayakan manusia maupun hewan.”

Begitu Ishida selesai mengatakan itu, bel yang menandakan dimulainya pelajaran pun berbunyi.

× × ×


Bahkan setelah kejadian itu, beberapa orang idiot mendatangiku saat istirahat makan siang untuk menanyakan tentang malam hari-X itu.

Selain mereka, ada banyak orang lain juga yang melihatku dengan rasa ingin tahu di mata mereka.

Pada saat kuliah terakhir hari itu tiba, aku sudah kelelahan secara mental.

…Aku bertanya-tanya apakah Touko-senpai baik-baik saja…

Kecemasan dalam diriku semakin meningkat.

Bagaimana mungkin dia, yang seorang wanita bermartabat dan suci, tahan dipandang seperti ini oleh orang-orang di sekitarnya?

Baiklah, aku akan pergi ke kelas Touko-senpai segera setelah pelajaran ini selesai.

Ini juga merupakan kesempatan sempurna karena Ishida tidak berada di kelas ini bersamaku.

Aku mengeluarkan smartphone-ku dan menyelidiki jadwal kelas untuk mahasiswa tahun kedua jurusan Ilmu Komputer di Fakultas Sains dan Teknik.

Saat ini, Touko-senpai seharusnya berada di ruang kelas di lantai dua gedung kampus No.3.

Gedung kampus tempatku berada adalah No. 4. Jaraknya cukup jauh.

Aku takut dia akan meninggalkan gedung kampus sebelum aku tiba di sana jika aku tidak buru-buru.

Selain itu… Bagaimanapun juga aku ingin bertemu dengan Touko-senpai.

Kami belum pernah bertemu satu sama lain secara langsung sejak hari-X. Aku tidak peduli jika hanya sebentar, aku hanya ingin berbicara dengannya.

Aku punya firasat bahwa jika aku membiarkan segalanya berlarut seperti ini dan liburan musim semi tiba, jarak antara aku dan Touko-senpai akan semakin renggang.

“Okelah kalau begitu. Aku akan membagikan salinan dengan ringkasan semua poin utama dari materi yang akan dibahas dalam ujian berikutnya. Silakan ambil satu dan serahkan sisanya kepada orang-orang di belakang kalian.”

Setelah bel tanda berakhirnya kelas berbunyi, dosen berkata demikian sambil mulai membagikan salinannya ke barisan depan.

Nnngh! Guru ini selalu menyelesaikan pelajarannya lima menit sebelum bel berbunyi! Namun, hari ini, dari semua hari yang ada, dia malah memperpanjangnya!

Meskipun, aku bertanya-tanya apakah itu semacam cinta orang tua yang membuatnya, sebagai seorang dosen, berpikir bahwa dia ingin membantu mahasiswanya mendapatkan nilai yang lebih baik, meskipun hanya sedikit.

Orang-orang yang duduk di depan, yang telah mengambil salinannya, adalah yang pertama meninggalkan kelas.

Sialan! Aku salah duduk di belakang kelas berpikir aku bisa segera pergi!

Ketika akhirnya salinan diberikan padaku, aku segera mengambil satu dan memberikan sisanya di belakangku sebelum melesat keluar kelas dengan kecepatan kilat.

Meskipun begitu, lorong sudah sangat penuh dengan mahasiswa yang, seperti kami, meninggalkan ruang kelas mereka sendiri setelah kuliah mereka selesai.

…Ya Tuhan! Tolong biarkan aku sampai tepat waktu!…

Aku menerobos maju, melewati lorong-lorong yang dipenuhi mahasiswa.

Ini mengingatkanku pada pelatihan bola basket yang kami lakukan di masa SMA-ku.

Akhirnya, aku sampai di gedung kampus No. 3 lantai dua.

Ketika aku sampai, aku melihat siluet Touko-senpai di sisi lain lorong.

…Baiklah! Aku berhasil!…

Kurasa Touko-senpai pasti akan pulang sendiri. Dia menuju tangga di sisi berlawanan dari tempatku datang.

Aku mulai menerobos lagi dengan tergesa-gesa.

Namun, ketika aku telah sampai sekitar lima meter darinya, aku berhenti menggerakkan kakiku.

Ini karena Touko-senpai bersama dengan dua gadis lainnya.

Aku bisa melihatnya berbicara dengan mereka sambil tertawa bahagia.

Seperti yang diharapkan, aku tidak memiliki keberanian untuk tiba-tiba menyela tiga gadis ketika mereka sedang berbincang-bincang.

Seperti yang sudah kalian ketahui, berkat acara pesta Natal, aku dan Touko-senpai menjadi pusat perhatian semua orang di sekitar kami.

Itu bukan masalah jika dia sendirian, tapi aku tidak punya cukup keberanian untuk menyelanya jika dia sedang berbicara dengan gadis lain seperti sekarang. Bahkan ketika dilihat dari sudut pandang orang luar, jelas bahwa aku tidak pantas berada di sana.

Semua semangat yang aku miliki sampai saat itu menguap hilang di udara sembari aku mengikuti Touko-senpai dengan mataku saat dia menuruni tangga.

× × ×


Di bulan Januari ini, ketika malam tiba lebih awal, aku tenggelam dalam pikiran ketika aku melihat ke luar jendela gerbong.

…Pada akhirnya, aku belum bisa berbicara dengan Touko-senpai sejak hari-X…

Tanpa sengaja aku menghela nafas. Aku mencoba pergi ke kelas Touko-senpai dua kali setelah itu, tapi setiap saat, dia mengobrol dengan teman-temannya, membuatku tidak mungkin untuk berbicara dengannya.

Setelah pesta Natal, saat Touko-senpai hendak meninggalkan kamar hotel, aku bilang padanya bahwa aku juga ingin bertemu dengannya setelah itu.

Dan Touko-senpai memberiku persetujuannya sambil tersenyum.

Meskipun demikian, sejak saat itu, aku belum pernah berbicara dengan Touko-senpai sekali pun.

Selama perayaan akhir tahun dan Tahun Baru, dia melakukan perjalanan bersama keluarganya.

Dia bilang padaku bahwa karena kedua orang tuanya biasanya sibuk dengan pekerjaan mereka, perjalanan akhir tahun itu adalah waktu yang sangat penting ketika mereka bisa berkumpul bersama sebagai sebuah keluarga.

Setelah diberitahu hal itu, tentu saja, akan sulit bagiku untuk mengirimkan pesan apa pun yang mengajaknya pergi ke suatu tempat.

Pesan terakhir yang kami tukarkan adalah saling mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru’ dan basa-basi singkat tentang apa yang telah kami lakukan.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku dan membuka aplikasi media sosial yang kami gunakan.

Aku memasuki ruang obrolan eksklusif yang hanya aku dan Touko-senpai yang bisa melihat. Kami telah membuat chatroom ini demi rencana balas dendam kami terhadap Kamokura dan Karen.

Itu adalah sesuatu yang baru saja terjadi beberapa hari yang lalu, tapi sudah terasa begitu nostalgia.

Diingat-ingat lagi, aku dapat bilang bahwa hari-hari kami merencanakan balas dendam adalah yang paling memuaskan bagiku dan waktu yang sangat penting yang aku habiskan bersama Touko-senpai.

Seiring dengan ingatan tentang waktu yang aku habiskan bersama Touko-senpai, muncul beberapa emosi yang menyayat hati yang berdesir di dadaku.

Namun… Sejak saat itu, jangankan berbicara, aku bahkan tidak bisa bertemu dengan Touko-senpai.

…Touko-senpai… Apakah dia tidak ingin bertemu denganku lagi?…

…Lagipula, kami sudah menyelesaikan balas dendam tingkat trauma kami. Ini bukan seolah-olah kami telah membuat janji atau apa pun untuk nongkrong bersama setelah itu…

…Namun, masuk akal. Tidak seperti dia yang aku kagumi sejak masa SMA, bagi Touko-senpai, aku tidak lebih dari salah satu dari banyak kouhai yang dia miliki…

Mungkin karena cahaya matahari terbenam, pikiran pesimis muncul di dalam diriku.

Tapi aku tidak bisa membiarkan itu, jadi aku menggelengkan kepalaku dan membantahnya.

…Tidak. Aku dan Touko-senpai seharusnya tidak lagi berada dalam hubungan senpai-kouhai belaka.

Sama seperti bagaimana aku yang menganggap Touko-senpai sebagai keberadaan yang tak tergantikan, dia juga seharusnya menganggapku sebagai keberadaan khusus dalam pikirannya.

Seperti yang kalian tahu, kami adalah sesama rekan yang telah mengalami dan berbagi kesedihan, serta rasa sakit karena dikhianati oleh kekasih kami dan kemudian mengatasinya bersama.

Ketika aku dengan santai mengalihkan pandanganku kembali ke ponsel, aku melihat ponselku telah beralih ke mode tidur setelah tidak digunakan selama beberapa saat.

Dan, aku pun mengembalikan ponselku ke saku.

× × ×


Hari Jumat minggu itu juga, aku berlari ke kelas tempat Touko-senpai berada segera setelah pelajaran terakhirku untuk hari itu selesai.

Dosen hari ini hanya menyebutkan pokok-pokok ujian sebelum mengakhiri kuliah lebih awal.

Meskipun itu merupakan anugerah bagiku saat ini, aku juga ragu apakah kelas boleh diakhiri seperti itu.

Pada saat aku tiba di kelas Touko-senpai, kuliah sudah berakhir.

Pintu ruang kelas terbuka, dan beberapa mahasiswa keluar dari dalam.

Aku mengintip ke dalam ruang kelas dari pintu itu. Lebih dari setengah mahasiswa tampaknya telah meninggalkan ruangan.

Masih merasa gugup, aku melihat sekeliling kelas beberapa kali, sebelum akhirnya…

Ketemu! Touko-senpai ada di sana! Dia duduk dekat dengan pusat kelas.

Namun, Touko-senpai tidak sendirian. Dia terjebak di antara dua pria.

Siapa pria-pria itu…? Untuk sesaat, aku merasa napasku tersangkut di tenggorokan. Tapi begitu aku melihat lebih dekat, aku menyadari bahwa sepertinya Touko-senpai mencoba mengabaikan mereka.

Meski begitu, tak satu pun dari kedua pria itu tampaknya cukup peka untuk peduli akan hal itu.

“Kita masih punya waktu, kan, Touko-chan? Ini adalah kesempatan yang langka, jadi ayo minum bersama kami.”

“Ya, dia benar. Maksudku, kita bertiga adalah mahasiswa dari universitas yang sama, kan? Anggap saja ini untuk memperdalam persahabatan kita, lho!”

Salah seorang laki-laki berambut coklat panjang dan berjanggut. Sementara itu, laki-laki lainnya memiliki rambut yang dicat pirang dan mengenakan gaya rambut faux hawk.

Keduanya adalah gambaran klasik tentang pria serampangan.

Sebaliknya, bukankah mereka berdua bagian dari kelompok playboy terkenal di universitas?

Mereka adalah sekelompok pria yang selalu berkeliaran di kantin dan sering dibenci oleh banyak orang.

Tanpa menatap salah satu dari keduanya, Touko-senpai menyimpan buku pelajarannya ke dalam tas dan bangkit dari tempat duduknya.

Namun, karena kedua laki-laki itu berdiri di kedua sisinya, dia tidak dapat keluar menuju lorong.

“Tolong minggir.” kata Touko-senpai dengan suara dingin.

“Tidak perlu sekasar itu terhadap kami, lho? Kami tahu tempat bagus yang bisa kita kunjungi.”

“Ini adalah kehidupan universitas yang telah lama ditunggu-tunggu! Lebih baik mengambil keuntungan dan bersenang-senang sekarang, kan? Ini adalah satu-satunya saat kita harus menikmati hidup kita sepenuhnya!”

Semua tatapan para mahasiswa sekitar tertuju di mereka. Meski begitu, tidak satu pun dari mereka yang bergerak untuk berusaha membantu. Kurasa mereka khawatir itu akan menimbulkan masalah bagi mereka jika mereka terlibat di dalamnya.

Adapun aku… Aku hendak melompat ke tengah-tengah mereka sebelum kemudian berhenti bergerak.

Melihat bagaimana segala yang terjadi di pesta Natal, bukankah kehadiranku di depan Touko-senpai akan menjadi bumerang dan memperburuk reputasinya?

“Aku harus belajar untuk ujian. Jadi, aku tidak punya waktu untuk menghabiskan waktu bersama kalian.”

Touko-senpai tidak berusaha menyembunyikan kemarahannya saat dia mengatakan itu.

Meskipun demikian, pasangan playboy itu tidak gentar sedikit pun.

“Ayolah! Jangan berkata begitu. Tidak apa-apa untuk ikut minum bersama kami sebentar, kan?”

“Seperti yang orang bilang, akan lebih baik bila kita memperluas koneksi pribadi ketika kita masih seorang pelajar. Selain itu, kamu senggang sekarang, kan, Touko-chan?”

—Aku tidak tahan lagi dengan para idiot ini—

Mungkin itulah yang terlintas di benak Touko-senpai saat dia mencoba memaksa melewati pria berambut coklat itu.

Namun, pria berambut coklat itu menghalangi jalannya. Sepertinya dia tidak berniat membiarkan Touko-senpai melarikan diri.

“Hei, ayolah, nona. Kami masih belum selesai bicara. Tidak pantas bagimu untuk melarikan diri di tengah pembicaraan kita.”

Pria berambut coklat yang menghalangi gerak majunya mengatakan itu, dan di celah itu, pria berambut pirang di belakang Touko-senpai meraih tasnya.

“Bahumu akan kaku karena membawa tas yang berat ini. Aku akan membawakannya untukmu.”

“Menyingkirlah! Dan jangan sentuh barang-barangku!”

Ini bukan lagi tempat untuk mengkhawatirkan apa yang dipikirkan orang lain!

Aku berlari ke ruang kelas dan menuju ke tempat Touko-senpai berada dalam satu lompatan. Aku memaksa masuk ke ruang di antara mereka bertiga.

Aku mulai dengan merebut tas Touko-senpai dari pria berambut pirang, diikuti dengan menjatuhkan pria berambut coklat itu.

Kehilangan keseimbangan, pria berambut coklat itu terhuyung-huyung ke arah lorong.

“Touko-senpai, sebelah sini!”

Setelah itu, aku menariknya di belakangku saat kami melarikan diri ke lorong dan berbalik untuk memelototi pria berambut coklat dan berambut pirang di depanku.

Untuk sesaat, kedua buaya darat itu tampak terkejut dengan kemunculanku yang tiba-tiba, tapi segera setelah itu, mereka berdua mengungkapkan kemarahan mereka.

“Apa-apaan orang ini?”

“Kamu pikir apa yang kamu lakukan tiba-tiba, hah?!”

Aku balas menatap mereka berdua dengan marah.

“Jangan kalian berani-beraninya menanyakan itu padaku! Tidak bisakah kalian melihat bahwa Touko-senpai menolak? Namun kalian masih memaksanya?!”

Betapapun benarnya pendapatku, tampaknya itu tidak sampai kepada kedua hidung belang itu.

“Bagaimana kamu bisa tahu apakah dia menolak atau tidak?!”

“Aku berani bertaruh cewek itu juga berharap seseorang akan mengajaknya kencan! Jika dia sangat menentangnya, bukankah dia sudah lama pergi? Kau tidak berhak untuk bilang kalau kami bersikap memaksa.”

“Jangan main-main denganku!”

Aku berteriak marah.

“Jika itu tadi tidak memaksa, lalu kalian akan menyebutnya apa?! Bukankah kalian dua bajingan telah membuat dia terjebak di antara kalian berdua sehingga dia tidak bisa melarikan diri?! Dan tidak hanya itu, tapi kalian bahkan sampai mencuri tasnya dan mencoba menggunakannya sebagai tekanan terhadapnya!”

Pria berambut coklat itu kemudian menunjukkan senyum bejatnya kepada kami.

“Kau salah paham di sana. Jika dia benar-benar menentangnya, dia bisa kabur begitu saja dengan mendorong kami ke samping atau semacamnya. Fakta bahwa dia tidak melakukan hal itu berarti niat sebenarnya gadis itu adalah dia ingin bermain bersama kami. Penolakan yang dia tunjukkan kepada kami mungkin tidak lebih dari sekedar akting, lho?”

“Kayak omong kosong seperti itu benar saja! Touko-senpai tidak akan pernah melakukan hal seperti itu!”

“Oh, tapi memang begitu. Atau mungkinkah kamu belum pernah mendengarnya? Rumor tentang perempuan itu. Asal tahu saja, orang-orang bilang bahwa perempuan itu mencampakkan pacarnya di pesta Natal dan pergi ke hotel dengan kouhai laki-lakinya untuk berhubungan seks. Wanita seperti dia…”

Tepat ketika aku hendak memukul wajah pria berambut coklat karena marah, pria berambut pirang, yang ada di belakangnya, menunjuk ke arahku.

“Hei, orang ini… Bukankah dia kouhai di rumor itu~? Orang yang mencampakkan pacarnya di pesta Natal dan pergi ke hotel bersama Touko-chan.”

Setelah mendengar itu, lelaki berambut coklat itu melirikku sekali lagi.

“Begitu. Kamu pria itu, ya? Kalau tidak salah, dia adalah mahasiswa baru di Fakultas Sains dan Teknik. Kalau tidak salah namanya adalah ‘Yuu Isshiki.’”

Aku tak bisa berkata-kata untuk sesaat. Meskipun begitu, aku tidak bisa membiarkan diriku mundur di sini.

“Dan memang kenapa jika itu benar?”

Pria berambut coklat membuat senyum yang lebih mesum.

“Apa? Jadi itu sebabnya kamu ikut campur? Kamu, apakah kamu pacar baru Touko-chan?”

Aku tidak bisa langsung menjawabnya. Bukan tempatku untuk mengatakan bahwa aku adalah pacar Touko-senpai.

“Jika kau bukan pacarnya, pergilah. Kau tidak punya hak untuk mengeluh tentang apa yang kami lakukan.”

Mungkin karena dia telah merasakan keragu-raguanku, pria berambut pirang itu memberiku senyuman yang mengatakan bahwa dia telah membaca pikiranku saat dia berbicara.

“Berhentilah main-main! Aku tidak akan membiarkan KALIAN menyentuh Touko-senpai lebih dari ini!”

Pada saat itulah suara tajam seorang wanita bergema di dalam kelas.

“KALIAN! Apa yang kalian pikir kalian lakukan?!”

Beralih untuk melihat ke arah suara itu, aku melihat tiga gadis berjalan ke arah kami sambil memelototi kami.

Dua dari gadis itu adalah gadis yang sama yang telah bersama dengan Touko-senpai beberapa hari yang lalu.

Mereka kemudian memposisikan diri untuk mengelilingi Touko-senpai, dan gadis yang bergaya rambut pendek yang berada di depan mereka semua berbicara.

“Aku pergi sebelumnya karena aku dipanggil ke kantor Bagian Pendaftaran. Dan apa yang kalian bertiga coba lakukan pada Touko-senpai selagi aku pergi?!”

“Eh? Aku mau…”

“Jika kamu berpikir untuk melakukan sesuatu padanya dengan paksa, ketahuilah bahwa aku tidak akan melepaskan kalian dengan mudah!”

Gadis berrambut pendek itu tidak mengizinkanku untuk mengatakan lebih dari itu.

Dia mungkin bertubuh pendek, tapi dia memiliki hawa kehadiran yang luar biasa kuat.

Sepertinya bukan hanya aku yang merasa seperti itu. Dari apa yang bisa aku lihat, kedua playboy itu terintimidasi olehnya.

“Tidak sama sekali! Kami tidak berpikir untuk melakukan apa pun padanya!”

“Kami hanya mengajaknya untuk minum bersama kami sebentar, lho? Jangan terlalu marah tentang itu.”

Begitu mereka mengatakan itu, mereka berdua bergegas pergi dari tempat itu.

Gadis berambut pendek itu lalu memelototiku.

“Apakah kamu mau bilang bahwa kamu masih ingin melakukan sesuatu pada Touko?”

“Tunggu! Bukan itu, Kumi. Isshiki-kun hanya berusaha menolongku.”

Touko-senpai menyela pembicaraan dengan tergesa-gesa.

Gadis berambut pendek bernama Kumi memiliki ekspresi terkejut sesaat, tapi dia segera mengembalikan raut wajahnya ke ekspresi tegas.

“Begitu, jadi kamu adalah Yuu Isshiki…”

Meskipun dia menggumamkan namaku, tidak ada perubahan pada ekspresi muram di wajahnya.

Ketika aku menoleh untuk melihat mereka, aku menyadari bahwa dua gadis lainnya sedang melihatku dengan ekspresi tajam juga.

Tiba-tiba, Kumi-san berbalik sekaligus, membelakangiku, sebelum mendorong Touko-senpai dan dua gadis lainnya untuk pergi.

Mereka bertiga mengelilingi Touko-senpai saat mereka mulai berjalan, seolah melindunginya.

Begitu mereka agak jauh dariku, hanya Kumi-san yang berhenti berjalan sejenak dan melirikku dari balik bahunya.

“Isshiki-kun, kan? Aku sudah mendengar dari Touko bahwa kamu tidak bersalah atas semua ini. Tapi tetap saja, apakah kamu sudah memikirkan seberapa besar masalah yang dialami Touko akibat kamu?”

Aku bisa merasakan seluruh tubuhku kaku ketika mendengar kata-kata itu.

…Jadi Touko-senpai benar-benar …

“Kumi, aku tidak terlalu mempermasalahkannya… Belum lagi Isshiki-kun sama sekali tidak bersalah atas semua ini.”

Meskipun Touko-senpai mengatakan itu saat dia berbalik, baik Kumi-san maupun dua gadis lainnya tidak mendengarkannya.

“Jika kamu peduli pada Touko, maka bantulah dia dengan jangan mendekatinya untuk sementara waktu.”

Meninggalkan kata-kata itu, Kumi-san mendorong punggung Touko-senpai dengan ringan dan mereka pun meninggalkan ruang kelas.

× × ×


Awal minggu depan, Selasa malam, setelah jam kuliah keempat selesai.

Aku sedang duduk di bangku di tengah halaman, dengan iseng menatap pepohonan di sekitar tempat itu.

Halamannya dikelilingi gedung sekolah. Fakta itu bahkan lebih gamblang hari ini, begitu banyak sehingga hampir menyesakkan.

Hampir semua pohon telah kehilangan semua daunnya, membuat seseorang merasakan sensasi kesepian yang lebih kuat saat melihatnya.

Kebetulan, kantinnya terletak di bawah tempat ini.

Pelajaran Touko-senpai untuk hari ini seharusnya sudah berakhir pada jam kuliah ketiga. Aku ragu dia masih di kampus.

Dan mulai minggu depan, masa ujian kami juga dimulai.

…Aku juga tidak bisa berbicara dengan Touko-senpai hari ini…

Pagi ini aku kebetulan melihat Touko-senpai saat dia meninggalkan stasiun kereta. Namun, mengingat apa yang terjadi Jumat lalu, aku tidak sanggup untuk memanggilnya.

Begitu ujian dimulai, kurasa aku tidak akan memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dengan Touko-senpai…

Jadwal ujian untuk mahasiswa baru dan mahasiswa tahun kedua berbeda.

Itulah kenapa peluangku untuk bertemu dengan Touko-senpai akan merosot dalam satu gerakan.

…Touko-senpai. Aku bertanya-tanya apa yang dia pikirkan tentangku… Apakah dia sekarang menganggapku tidak lebih dari salah seorang kouhai-nya?…

Entah bagaimana, mengikuti Touko-senpai dengan tatapanku saja seperti ini rasanya seperti kembali ke masa SMA kami. Aku tidak membuat kemajuan apapun, ya..?

…Pernahkah kamu berpikir tentang seberapa besar masalah yang dialami Touko akibat dirimu?…

Kata-kata yang Kumi tujukan padaku beberapa hari yang lalu kembali menghantuiku.

Memang benar bahwa aku mungkin terlalu asyik membalas dendam terhadap Karen dan Kamokura hingga tidak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi setelah itu.

Wajar saja jika kami menjadi pusat pembicaraan setelah membuat keributan besar seperti itu.

Itu tidak akan berhenti hanya pada rumor tentang kami yang beredar. Kami juga harus menghadapi orang-orang yang menyebalkan dan orang-orang bermasalah lainnya yang muncul di hadapan kami satu per satu.

Tidak apa-apa jika itu hanya terjadi padaku. Karena aku adalah laki-laki, aku hanya bisa mengatakan kepada mereka untuk enyah dan menahan diri untuk sementara waktu sebelum semuanya akhirnya mereda.

Namun, karena Touko-senpai adalah seorang wanita, hanya menyebarkan desas-desus tentang dia mungkin sangat melelahkan baginya.

Ditambah lagi ada juga pria seperti playboy sebelumnya yang akan berpikir bahwa dia adalah ‘wanita gampangan’ dan mencoba untuk menggaetnya.

…Kurasa sebaiknya aku tidak mendekati Touko-senpai untuk sementara waktu…

Tiba-tiba hembusan angin dingin bertiup melewatiku.

Itu adalah angin dingin yang sepertinya melewatiku. Aku mendapat perasaan bahwa daripada menyerang tubuhku, angin itu telah menembus langsung ke jantungku.

Aku diserang oleh sesuatu seperti kesepian yang menyakitkan… Saat aku diliputi oleh sensasi itulah saat hal itu terjadi.

“Uwah!”

Aku secara refleks berteriak dan membungkuk ke belakang karena terkejut.

Entah dari mana, sesuatu yang hangat telah menyentuh pipiku.

“A-Aku minta maaf. Apakah aku mengejutkanmu?”

Yang menyapaku ketika aku berbalik ke belakang adalah Touko-senpai, berdiri di sana sambil memegang dua cangkir yang memeiliki tutup.

Karena reaksiku yang hampir berlebihan, justru dialah yang sekarang berdiri dengan kaget.

“Tidak, tidak. Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit terkejut karena itu sangat tiba-tiba.”

“Aku memang berpikir untuk mencoba mengejutkanmu, tapi aku tidak pernah menyangka kalau kamu akan bereaksi seheboh itu. Aku minta maaf.”

Touko-senpai menawarkan permintaan maafnya padaku untuk kedua kalinya sebelum duduk di sampingku dan menawarkanku salah satu cangkir.

“Ini untukmu. Ini kopi. Lagi pula, di sini dingin.”

“Oh, terima kasih banyak.”

Aku mencoba mengeluarkan dompetku setelah menerima secangkir kopi, tapi Touko-senpai menghentikanku melakukannya, mengatakan bahwa itu tidak perlu.

“Apa yang kamu pikirkan? Kamu tampaknya sangat tenggelam dalam pikiranmu barusan.”

Dia bertanya padaku tepat ketika aku selesai membuka lubang untuk minum dari tutupnya.

“Bukan apa-apa, sungguh. Ini bukan seolah-olah aku telah memikirkan sesuatu yang penting.”

Jantungku berdetak lebih kencang saat aku menjawabnya seperti itu.

Maksudku, orang yang baru saja kupikirkan sekarang ada di depan mataku!

Aku bisa merasakan jantungku berdebar hanya dengan duduknya Touko-senpai di sampingku.

Aku berpikir dalam hati bahwa ini hanyalah reaksi yang akan dilakukan oleh seorang siswa SMP.

“Mungkinkah… soal hari Jumat tempo hari?”

Touko-senpai melirik ke wajahku dengan tatapan khawatir.

“Tidak, ini bukan…”

Sebelum aku selesai bicara, aku mempertimbangkan kembali.

(Mungkin yang terbaik adalah aku berbicara jujur dengannya di sini.)

“Jika boleh jujur, sebagian juga dari waktu itu. Aku… Aku sedang berpikir apakah aku menyebabkan terlalu banyak masalah yang tidak perlu untukmu, Touko-senpai.”

“Tidak sama sekali!”

Touko-senpai membantahnya terus terang.

“Tidak sama sekali. Ini sama sekali bukan salahmu, Isshiki-kun. Awalnya, rencana balas dendam adalah sesuatu yang aku usulkan.”

Dia kemudian berbalik untuk menatapku lagi sebelum membungkuk dengan sopan.

“Maaf. Kamu mendengar hal-hal jahat seperti itu karenaku. Aku juga sudah menjelaskan segalanya kepada semua orang, tapi Kumi-chan dan para gadis… Kumi-chan adalah teman sekelasku, dan… Dia benar-benar mengkhawatirkanku, namun dia tetap mengatakan hal-hal semacam itu padamu. Aku sangat minta maaf kamu harus menghadapi kata-kata kasar darinya karena penjelasanku yang kurang.”

Aku bisa mendengar kata-katanya pada akhirnya mulai bergetar.

“Tidak, tolong jangan minta maaf seperti itu. Sebenarnya lebih dari aku, kamu, Touko-senpai, menderita lebih parah dari aku. Aku sendiri merasa sangat menyesal karena ini terjadi sampai seperti itu.”

Namun, Touko-senpai tetap dengan kepala tertunduk.

“Tolong, tolong jangan terlalu meminta maaf. Aku tidak khawatir tentang apa yang terjadi Jumat lalu. Malahan, aku sedikit lega melihatnya.”

“Eh?”

Touko-senpai mengangkat kepalanya. Meskipun dia memiliki ekspresi terkejut di wajahnya, area di sekitar matanya sedikit merah, seperti yang kuduga.

“Maksudku, Kumi-san dan gadis-gadis lain biasanya melindungimu seperti itu, kan, Touko-senpai? Aku khawatir selama ini tentang sesuatu. Apakah kamu sedang diganggu oleh beberapa orang aneh atau tidak. Alasannya adalah aku tidak bisa berada di sisimu, Touko-senpai… Namun, jika Kumi-san dan gadis-gadis lain menjagamu tetap aman dengan cara yang sama seperti yang mereka lakukan hari itu, kurasa aku bisa beristirahat dengan tenang.”

Mendengar itu, Touko-senpai tersenyum seolah siap menangis kapan saja, namun di saat yang sama juga tampak sangat bahagia.

“Isshiki-kun… Apa selama ini kamu mengkhawatirkanku?”

“Ya, tentu saja, aku…”

“Kamu baik sekali, Isshiki-kun…”

Tanpa sadar aku mengalihkan pandanganku dan melihat ke lantai.

Itu karena itulah pertama kalinya aku melihat wajah Touko-senpai seperi itu. Bagaimana bilangnya, ya? Itu membuatku merasa tiba-tiba sangat malu.

Pada saat yang sama… Itu membuatku berpikir bahwa aku benar-benar ingin memeluknya.

“Terima kasih, Isshiki-kun…”

Aku mendengar kata-kata yang di luar perkiraanku. Dan bersama kata-kata itu muncul perasaan hangat…

Agar bisa tetap mengendalikan emosi yang meluap dalam diriku, aku membahas topik lain.

“Kenapa kamu datang ke sini, Touko-senpai? Bukankah kuliahmu hari ini seharusnya selesai lebih awal?”

Ketika aku bertanya begitu, dia menoleh ke depan dan memegang cangkir kopinya dengan kedua tangan.

“Kamu tidak salah. Terlintas dalam pikiranku bahwa aku ingin belajar sendiri di sini di kampus sebentar. Bukan seperti aku juga perlu bergegas pulang.”

Pada saat itu, seolah ingin melihat bagaimana reaksiku terhadap hal itu, dia melirikku.

“Begitukah? Hanya saja kamu selalu bersama dengan teman-temanmu yang sebelumnya—kedua gadis itu dan, Kumi-san, kan?—dan pergi begitu cepat setelah kuliah selesai, jadi kupikir kamu mungkin sibuk akan sesuatu, Touko-senpai.”

Setelah aku berbicara, Touko-senpai menatapku. Dia memasang ekspresi yang sedikit tidak senang.

“Bukankah kamu yang selalu bersama teman-temanmu, Isshiki-kun? Dalam perjalanan pulang pergi sekolah, kamu bersama Ishida-kun, dan ketika kamu berada di halaman universitas, kamu bersama dengan teman-teman lain dari jurusanmu, bukan?”

“Eh…?”

Aku refleks balas menatap Touko-senpai.

…Mungkinkah …Touko-senpai memperhatikanku selama ini?

“Tapi, aku berpikir berkali-kali jika tidak mungkin untuk berbicara denganmu, Touko-senpai… Dan aku bahkan pergi ke kelasmu beberapa kali… Tapi setiap kali aku melakukannya, kamu selalu bersama dengan seseorang…”

Kali ini giliran Touko-senpai yang menatap dengan kaget.

Kemudian, setelah jeda singkat, dia tertawa kecil karena geli.

“Kalau begitu, kurasa timing kita saja yang buruk, ya?”

Mendengar itu, aku tertawa terbahak-bahak dan mulai tersenyum sendiri.

“Kamu mungkin benar. Bisa dibilang kita tidak selaras saat itu.”

Tawa yang kami berdua tahan akhirnya meledak.

Setelah kami tertawa bersama selama beberapa saat, dia mulai meraba-raba tas jinjingnya.

“Dan alasan lain aku datang ke sini adalah karena ada yang ingin kuberikan padamu.”

Mengatakan itu, dia menyerahkan padaku sebuah kantong plastik buram dan tebal.

“Ini?”

“Oleh-oleh dari Hawaii. Ini hanya kaos, tapi bagaimana menurutmu?”

“Bolehkah aku membukanya?”

“Silakan.”

Aku membuka kantongnya dan mengeluarkan kaos tersebut.

Kaos itu berwarna biru tua dengan logo ‘88 TEES’ dicetak dengan warna merah tua.

TLN: 88 Tees adalah toko oleh-oleh asli di Hawaii.

“Jadi, apakah kamu menyukainya?”

“Ya, sangat suka! Terima kasih banyak!”

Karena dia mengatakan bahwa itu adalah oleh-oleh dari Hawaii, aku membayangkan kaos dengan pola mencolok, tapi aku senang dia memilih yang biasa.

“Sebenarnya oleh-oleh dengan desain karakter unik dari 88 Tees adalah oleh-oleh utama. Tapi kupikir kamu akan lebih suka yang sederhana saja, Isshiki-kun.”

“Ya, dengan pola seperti ini, aku bisa memakainya secara normal bahkan di sini di Jepang. Aku berjanji akan menjaganya.”

“Aku lega mendengarnya. Sejujurnya, aku sedikit khawatir apakah itu sesuai dengan seleramu atau tidak, Isshiki-kun.” beritahu Touko-senpai sambil terlihat sangat bahagia.

Aku melipat kaus itu kembali seperti semula, mengembalikannya ke kantong plastiknya, dan menyimpannya di dalam ranselku.

Touko-senpai berbicara padaku sambil melihatku melakukan itu.

“Dan, untuk apa kamu ingin menemuiku?”

“Salah satu alasannya adalah yang sudah aku sebutkan sebelumnya. Aku mengkhawatirkanmu, Touko-senpai…”

Dia menunggu kata-kataku selanjutnya dalam diam.

“Alasan lainnya adalah, erm… Ujian kita sebentar lagi, dan kupikir akan sulit bertemu denganmu selama masa ujian. Dan setelah ujian selesai, kita akan memulai liburan musim semi, jadi sebelum itu, aku…”



Aku tidak dapat mengeluarkan kata-kata lagi dari mulutku.

Bukannya aku telah merencanakan sesuatu secara konkrit.

Aku hanya ingin melihat Touko-senpai dan berbicara dengannya. Itu saja.

Aku tidak ingin kami terus seperti ini dan akhirnya kembali menjadi sekedar senpai dan kouhai.

Touko-senpai menatap wajahku sebentar, tapi tak lama kemudian, dia berdiri dengan memegang cangkir di tangannya.

Dia pergi ke tempat sampah yang agak jauh untuk membuang cangkirnya, dan kemudian kembali ke tempatku berada. Dengan kedua tangan di belakang punggungnya, dia membungkuk ke depan dan melihat wajahku.

“Hei, apakah kamu tahu apakah ada tempat yang masih memiliki Iluminasi Musim Dingin?”

“Iluminasi… Musim Dingin?”

“Ya. Pikiran kita penuh dengan rencana balas dendam selama Natal, ingat? Itu membuatku berpikir bahwa kita masih belum menikmati semangat Natal karenanya.”

Aku mendongak menatap Touko-senpai. Tatapannya pada waktu itu tersenyum sangat lembut.

“Menurutku membiarkan hari raya berakhir seperti ini akan terasa sangat sepi. Itulah sebabnya kita harus mengulang Natal kita sendiri, berdua saja. Bagaimana menurutmu?”

“Kamu benar! Apakah kamu ingin pergi melihatnya setelah ujian selesai? Serahkan pencarian tempat yang masih memiliki Iluminasi itu padaku. Pasti ada beberapa tempat yang masih berlangsung!”

Aku mengatakan itu dengan suara riang sambil berdiri.

“Terima kasih. Aku menantikannya sekarang.”

Wajah Touko-senpai saat dia mengatakan itu bersinar terang, seperti gadis yang disinari matahari terbenam.

× × ×


Pada hari itu, aku juga sangat bersemangat.

Ini karena, dua hari sebelumnya, Touko-senpai berkata kepadaku, ‘Itulah sebabnya kita harus mengulang Natal kita sendiri, berdua saja. Bagaimana menurutmu?’ Tidak pernah dalam mimpi terliarku membayangkan bahwa aku akan menerima ajakan itu darinya.

Bersama dengan Touko-senpai saat kami menyaksikan Iluminasi Musim Dingin di malam hari. Natal Ulang kami hanya untuk kami berdua.

Entah bagaimana, aku merasa segala sesuatu yang menungguku di masa depan berwarna cerah.

Bahkan aku menganggap diriku sedikit terlalu mudah menjadi sangat gembira hanya dari beberapa patah kata dari Touko-senpai, tapi kurasa seperti itulah laki-laki.

Karena alasan itulah aku begadang sampai larut malam kemarin, mencari-cari di Internet untuk tempat-tempat yang masih memiliki Iluminasi Musim Dingin bahkan di bulan Februari.

Seperti yang diduga, Iluminasi malam hari kebanyakan diadakan menjelang Natal, tapi ternyata, beberapa tempat seperti Ginza, Hibiya, Marunouchi, Roppongi, dan Shiodome, antara lain, tetap menyalakan lampunya bahkan selama bulan Februari.

…Pergi berbelanja bersama dengan Touko-senpai, dilanjutkan dengan makan malam, lalu menonton iluminasi. Dan setelah itu, kami berdua akan…

…Touko-senpai menatap cahaya dari iluminasi di bawah langit malam. Dan aku akan berdiri di sampingnya, melihat sisi wajahnya…

Touko-senpai berbisik ke telingaku.

“Sebenarnya aku juga kesepian.”

“Aku juga. Kupikir kamu tidak ingin bertemu denganku lagi, Touko-senpai…”

Lalu, dengan lembut, Touko-senpai menekan kepalanya ke pundakku…

“Itu tidak benar. Kita akan terus bersama mulai sekarang dan selamanya.”

Tangan kami, tanganku dan Touko-senpai, secara alami tertarik satu sama lain hingga  akhirnya saling bergandengan…

× × ×


Dan tiba-tiba, terdengar suara sesuatu yang dilepaskan dan kemudian berhenti.

Menyadarinya, aku mengangkat kepalaku dengan kaget dan melihat pintu gerbong baru saja selesai ditutup pada saat itu juga.

Terlebih lagi, itu adalah stasiun tempatku turun…

Sial! Aku terlalu terlena dalam dunia khayalanku dan akhirnya melewatkan stasiun pemberhentianku!…

Sialan. Kebiasaan buruk Ishida dalam berkhayal mulai menular padaku.

Aku, yang melewatkan satu stasiun, hampir tidak bisa tiba tepat waktu untuk mata kuliah Ekonomiku.

(Karena dosen sudah ada di kelas, bisa dibilang bahwa aku datang tepat waktu untuk absen.)

Namun, hampir semua kursi sudah terisi saat aku memasuki kelas.

…Apakah selalu ada orang sebanyak ini yang mengikuti kuliah ini?…

Sambil berpikir seperti itu, aku meletakkan Kartu Pelajar-ku di depan scanner dan duduk di belakang kelas, di barisan paling dekat dengan pintu masuk.

Ruang kelas ini memiliki meja-meja yang bisa ditempati enam orang yang ditata bebas di sekelilingnya.

Memikirkan orang berikutnya yang mungkin akan masuk ke kelas, aku pindah ke salah satu kursi paling dalam dari meja untuk enam orang.

Aku mengeluarkan buku pelajaran Ekonomiku dan membukanya. Tidak mungkin aku gagal dalam mata kuliah yang berkaitan dengan jurusanku, tapi gagal dalam salah satu pendidikan umum juga akan merepotkan. Bukannya aku bertujuan untuk mendapatkan nilai yang sangat tinggi, tapi aku berusaha untuk tidak melewatkan mata kuliah apa pun atau kehilangan nilai.

Aku menatap kosong ke halaman tempat aku membuka buku.

Aku tiba-tiba melihat ada coretan hati yang tertusuk panah di dalamnya.

Ini adalah salah satu orat-oret Karen.

Dulu ketika kami baru mulai pacaran, kami telah berbicara tentang melakukan yang terbaik untuk mencoba dan mengambil sebanyak mungkin pelajaran bersama yang kami bisa di semester-semester berikutnya.

Tidak banyak mata kuliah pendidikan umum yang dibagi antara Fakultas Sains & Teknik dan Fakultas Sastra, tapi mata kuliah dari luar jurusan kami, seperti Ekonomi, Hukum, Pembukuan, Literasi Informasi, dll. adalah mata kuliah biasa untuk seluruh jurusan. Sebagai bagian dari mata kuliah yang dapat kami ikuti bersama, aku mengambil kelas Ekonomi ini.

Mungkin karena dia ingin terlihat modis, Karen suka membawa tas kecil yang hanya bisa menampung sedikit buku pelajaran.

Itulah sebabnya, selama kelas Ekonomi ini, dia selalu duduk di sebelahku, dan kami berdua menggunakan buku pelajaranku.

Coretan-coretan yang dia gambar pada waktu itu semuanya tetap utuh.

…Meskipun akhir dari hubungan kami adalah yang terburuk, kurasa ini merupakan kenangan lain tentang kami, ya?…

Bahwa aku bisa memikirkan hal ini sedemikian rupa pasti berarti aku akhirnya berhasil merelakan semua perasaanku terhadap Karen.

× × ×


Itu terjadi ketika aku sedang memikirkan hal-hal itu di benakku.

Sekitar empat orang mahasiswa menerobos masuk ke dalam kelas, melewati pintu yang sampai sekarang masih terbuka.

Mereka semua meletakkan Kartu Tanda Mahasiswa mereka di depan scanner yang terletak di sebelah pintu masuk kelas dengan kecepatan tinggi, dan dengan cara yang sama bergegas ke deretan meja yang paling dekat dengan mereka, baris tempatku duduk.

Terdengar suara gemerincing dari empat kursi saat mereka menjatuhkan diri di kursi.

Getaran dari mereka berempat yang duduk di depan meja sampai padaku.

…Benar-benar rombongan yang berisik. Tidak bisakah mereka duduk lebih tenang?

Dengan santai aku menoleh untuk melihat ke arah mereka ketika… Ya Tuhan! Yang duduk tepat di sebelahku adalah Karen!

Tidak mungkin yang asli muncul karena aku sedang memikirkannya, kan?

Karen juga memiringkan kepalanya dan menatapku. Mata kami bertemu.

“Cih.”

Haahh.”

Decakkan lidah Karen dan helaan nafasku keluar hampir bersamaan.

Namun, di saat berikutnya, ekspresi Karen berubah menjadi tajam dan dia menatapku.

“Ada apa dengan desahanmu yang penuh rasa jijik itu?”

“Bukankah kamu juga mendecakkan lidahmu, Karen? Hal yang sama juga berlaku untukmu, kalau begitu.”

“Asal tahu saja, itu sama bagiku. Bukannya aku duduk di sebelahmu karena aku mau. Aku hanya bergegas untuk duduk, dan ketika aku melakukannya, kamu ada di sebelahku! Mau bagaimana lagi, oke?!”

“Kalau begitu, pindah ke tempat duduk lain sekarang, huh?”

“Apa kamu tidak lihat? Ada tiga orang di sebelahku! Sementara itu, bukankah hanya ada satu orang di sebelahmu? Kaulah yang seharusnya pindah ke kursi lain!”

Karen tetap keras kepala seperti biasanya.

Terakhir kali aku melihat gadis ini secara langsung adalah pada hari-X, di pesta malam Natal itu.

Tidak mungkin salah satu dari kami bisa bersikap biasa tentang hal itu.

Aku melihat ke sisi kananku. Ada seorang mahasiswa di sebelahku, dan di sebelahnya ada lorong.

Meskipun begitu, pelajaran sudah dimulai. Sangat sulit sekarang untuk mengatakan sesuatu seperti, ‘Aku ingin pindah ke meja lain, jadi bisakah aku memintamu untuk minggir sebentar?’

Aku memutuskan untuk sepenuhnya fokus pada pelajaran, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Apapun yang aku katakan kepada gadis ini akan sia-sia.

Aku harus memperlakukannya seolah-olah Karen tidak ada sama sekali.

Adapun Karen, dia juga tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu.

Kami mengakhiri hubungan kami dan memutuskan semua hubungan satu sama lain di Pesta Natal itu. Aku seharusnya tidak terlibat dengannya lebih dari ini.

Bagaimana pun juga, meskipun gadis ini adalah orang yang menciptakan semua masalah bagi kami, dia tidak berencana untuk meminta maaf kepadaku sekali pun, ya?

Aku mendapati diriku kembali marah ketika mengingat kembali perbuatan yang telah dilakukan Karen.

Apakah pikiranku sebelumnya yang telah merelakan semua perasaanku padanya adalah kesalahpahamanku?

Meski begitu, menjadi lebih jengkel dari ini hanya karena orang-orang seperti Karen akan merusak kesehatan mentalku.

Untuk menjernihkan pikiranku dari itu, aku memutuskan untuk berpikir tentang Natal Ulang yang aku dan Touko-senpai akan lakukan.

Senyum Touko-senpai yang baik namun sedikit malu.

Hanya dengan mengingatnya saja sudah membuatku mendapatkan sensasi yang menghangatkan dalam diriku.

Saat aku terus membuat rencana kencanku dengan Touko-senpai, tanganku hampir tanpa sadar menuliskan nomor halaman dan nomor persamaan yang didiktekan dosen.

Seringkali, dosen ini hanya meminta kami untuk membaca buku pelajaran. Dia kadang-kadang menggambar diagram atau grafik, tapi kelasnya kebanyakan hanya menjelaskan isi buku pelajaran sebelum melanjutkan.

Hari ini adalah kuliah terakhir sebelum ujian, dan dengan demikian, dia menulis topik dan rumus wajib untuk ujian satu demi satu.

Cukup mudah karena aku cukup menggerakkan tangan dan mencatatnya tanpa harus menggunakan kepalaku.

“Yang berikut ini sangat penting. Cara berpikir yang digunakan dengan fungsi konsumsi dan regresi linier yang berasal dari metode kuadrat terkecil yang mengikutinya.”

Dosen mengatakan itu kepada kami dengan suara yang tidak terdengar begitu antusias.

Meja Karen kebetulan memasuki pandanganku saat itu.

Dia membuka buku catatannya, tapi dia tidak memiliki buku pelajaran.

Dan jika dia tidak memiliki buku pelajaran, dia tidak akan dapat memahami satu hal pun dari apa yang dikatakan dosen dalam pelajaran hari ini.

Kau mau bilang bahwa gadis ini bahkan tidak membawa buku pelajarannya lagi?…

Aku sudah mulai muak dengan ini.

Tentu saja, bahkan Karen tidak akan memikirkan sesuatu yang konyol seperti melihat buku pelajaran yang sama denganku setelah semua yang terjadi di antara kami, kan?

Namun, mungkin karena dia bergantung padaku selama ini, dia secara tidak sadar terbiasa untuk tidak membawa buku pelajarannya di mata kuliah ini, atau mungkin dia bahkan kehilangan buku pelajarannya.

…Yah, bukan berarti itu ada hubungannya denganku. Jangan harap orang lain akan selalu ada untukmu, nona…

Bahkan jika Karen akhirnya gagal dan kehilangan nilai dalam mata kuliah ini karena hal itu, itu karena ulahnya sendiri. Sejak awal Karen bahkan tidak pandai matematika.

Aku melirik ke arah Karen.

Wajah Karen membeku di tempat saat dia menatap lekat-lekat di depannya. Namun, tangannya tidak bergerak sama sekali.

Entah kenapa, aku merasa tidak nyaman melihatnya seperti itu.

Meski apapun yang terjadi pada Karen seharusnya tidak ada hubungannya denganku lagi.

Tanpa sepatah kata pun, aku diam-diam menggeser buku pelajaranku ke tempat Karen berada dan menunjuk dengan jariku ke tempat di mana rumus yang menurut dosen itu penting.

Karen menyadarinya dan menatapnya.

Beberapa detik kemudian, dia hanya berkata, “Apa-apaan itu?”

“Ini adalah bagian yang baru saja dibicarakan oleh dosen itu. Rumus ini juga. Jika kamu mencatat nomor halaman dan nomor persamaannya, kamu dapat dengan mudah mencarinya nanti di buku pelajaranmu, kan?”

Karen menatap buku pelajaran yang kuulurkan padanya selama beberapa saat.

“Tidak apa-apa, aku tidak membutuhkannya. Aku akan menghafalnya sekarang.”

“Bisakah kamu melakukannya tanpa buku pelajaran? Pada kenyataannya, bukankah kamu benar-benar kesulitan karena tidak mengetahui penjelasan bagian mana yang dia bicarakan? Jika semuanya tetap seperti ini, kamu akan gagal di mata kuliah ini, kan, Karen?”

Karen tetap dengan wajah penuh kegelisahan, tidak pernah menatap mataku. Tak lama setelah itu, dia bergumam dengan suara pelan.

“Okelah kalau begitu. Aku akan membalas kebaikanmu ini dengan sesuatu yang lain.”

“Jangan khawatir. Bukannya aku mencoba membuatmu berutang padaku di saat-saat terakhir seperti ini.”

Sebaliknya, jika ditanya, perasaanku yang sebenarnya adalah bahwa aku tidak ingin terlibat dengan Karen lebih dari ini.

“Aku tidak ingin berhutang apapun padamu!”

Karen melontarkan kata-kata itu dengan marah.

Oh, terserahlah! Dia bisa melakukan apa yang dia suka.

× × ×


Pelajaran berakhir.

Tepat saat aku bangkit dari tempat dudukku, Karen juga berdiri dan menatapku.

Apakah dia mau mengucapkan terima kasih atau semacamnya?

Itu adalah pikiran pertamaku, tapi dia bukan wanita yang terpuji untuk melakukan itu.

“Akhir-akhir ini, aku sering melihatmu terlihat murung, tapi anehnya kamu tampak ceria hari ini.”

“Aku tidak benar-benar ceria atau semacamnya.”

“Kamu ceria. Bahkan di tengah-tengah kelas ini pun aku bisa melihatmu menyeringai sendiri sesekali. Kamu sangat membuatku merinding sehingga aku hampir mau muntah. Sejujurnya, kamu sangat menjijikkan.”

Gadis ini… Sejak kapan dia mengawasiku?

“Bukan seperti itu ada hubungannya denganmu, kan, Karen?”

“Persetan jika itu ada hubungannya denganku! Yah, aku masih bisa menebak kenapa suasana hatimu begitu baik. Aku berani bertaruh itu ada hubungannya dengan Touko.”

Karen mengatakan itu dengan wajah kesal karena dianggap bodoh.

“Kamu memanggil senpai kita tanpa honorifik?”

Aku mencela Karen karena itu, dan dia hanya memberiku ‘hmph!’ sebagai jawaban.

“Dia bukan lagi seorang senpai atau apapun untukku! Tidak perlu bagiku untuk menunjukkan rasa hormat apa pun padanya, kan?”

Mencoba berdebat dengannya lebih dari ini hanya buang-buang waktu.

Aku memutuskan sudah waktunya untuk mengabaikan gadis ini. Aku menyampirkan ranselku di bahu, membelakangi Karen, dan berjalan ke lorong.

“Oh, baiklah. Aku akan memastikan untuk melakukannya lain kali, oke? Selain itu, aku akan membayar kembali bantuan ini padamu, jadi aku tidak perlu berterima kasih di sini!”

Aku bisa mendengar kata-kata yang diarahkan padaku datang dari belakangku.

× × ×


Aku menuju ke kantin kampus yang terletak di lantai lima gedung kampus No. 2 saat istirahat makan siang.

Setelah menerima paket karaage yang telah aku pesan, aku mengarahkan pandanganku ke banyak meja yang berjejer satu sama lain.

Ketika aku melakukan itu, aku melihat seorang pria melambaikan tangannya ke arahku. Itu adalah Ishida.

Aku menuju ke mejanya dan duduk di sebelah Ishida.

Dan yang duduk di hadapan kami adalah Nakazaki-san, ketua perkumpulan kami.

Aku dan Ishida dipanggil hari ini oleh Nakazaki-san.

“Apa yang ingin kamu bicarakan dengan kami, Nakazaki-san?”

Dengan makanan paket karaage-ku yang belum tersentuh di hadapanku, aku memulai pembicaraan dengan pertanyaan itu.

Nakazaki-san memesan ramen dan soboro don.

“Tentu. Tidak apa-apa jika kamu mendengarkanku sambil makan. ”

Di sebelahku, Ishida sudah menyantap paket shougayaki miliknya.

“Kamu tahu bahwa perkumpulan kita mengadakan perkemahan ski setiap tahun di musim dingin, kan?”

Aku dan Ishida sama-sama mengangguk dalam diam.

Perkumpulan kami, ‘Wakiaiai’, saat ini adalah perkumpulan yang mengadakan segala macam acara. Awalnya, perkumpulan kami dimulai sebagai perkumpulan tipe luar ruangan yang berfokus pada acara seperti berkemah dan trekking.

Kemah ski adalah salah satu yang terus diadakan setiap tahun.

“Yah, ini tentang perjalanan ski itu. Masalahnya, sepertinya jumlah peserta tahun ini telah menurun dan akan jatuh di bawah jumlah minimum orang yang diperlukan untuk itu.”

Nakazaki-san berbicara seolah menghela napas sepanjang waktu.

“Eh? Kenapa bisa begitu?”

Ishida bertanya dengan bingung, tapi aku sudah punya dugaan sendiri tentang alasannya.

Nakazaki-san melirik sekilas ke arahku sebelum mulai berbicara sambil terlihat serba salah.

“Pertama, Karen dan lima pengikutnya keluar dari perkumpulan, ingat? Selanjutnya, ada sekitar 10 mahasiswi yang ingin lebih dekat dengan Kamokura yang mengatakan mereka tidak akan berpartisipasi dalam kemah ski. Mereka bahkan mungkin meninggalkan perkumpulan dengan cara yang sama juga. Lagipula, menurutku Kamokura tidak akan menunjukkan wajahnya lagi di perkumpulan.”

Sudah kuduga. Itu alasannya, ya…

Karaage di mulutku tiba-tiba terasa pahit.

Bahkan rencana balas dendamku memiliki konsekuensi dalam hal ini.

“Dan itu belum semuanya. Tampaknya, bahkan Touko-san pun tidak akan berpartisipasi.”

“Bahkan Touko-senpai?!”

Mau tak mau aku meninggikan suaraku ketika menanyakan itu.

“Ya, karena dia telah menjadi sasaran dari banyak rumor berbeda yang beredar di sekitar kampus. Kurasa dia tidak ingin menunjukkan dirinya di perkumpulan mengingat itu adalah akar dari semuanya.”

Secara tidak sengaja aku mendapati diriku melihat ke bawah, ke arah meja.

Tepat sebelumnya, aku akhirnya berhasil merasa sangat lega setelah Touko-senpai menyebutkan Natal Ulang untuk kami berdua saja.

Namun, mungkin rasa syok yang Touko-senpai derita akibat tolak balik dari rencana balas dendam kami lebih kuat dari yang aku bayangkan.

Melanjutkan membawa shougayaki ke mulutnya, Ishida bertanya.

“Memangnya apa masalah terbesar dari mengadakan acaranya di bawah jumlah minimum peserta yang dibutuhkan?”

“Masalahnya ada di biaya bus dan penginapan. Aku sudah mengatur agar kita menyewa medium bus. Untuk hotel, aku sudah memesan kamar yang cukup untuk 30 orang. Jika jumlah peserta kurang dari minimum yang dibutuhkan, maka biaya keikutsertaan per orang akan meningkat. Jika hal itu terjadi, kemungkinan jumlah peserta yang ikut akan semakin sedikit.”

Nakazaki-san tampaknya sangat kerepotan oleh hal tersebut, melihat bagaimana dia memegangi kepalanya.

“Dan untuk alasan apa kamu memanggil kami berdua ke sini?”

Nakazaki-san mengangkat kepalanya setelah aku mengajukan pertanyaan itu.

“Salah satu alasannya adalah untuk meminta nasehatmu. Aku ingin mendapatkan minimal 5 orang lagi yang dipastikan akan ikut. Itu sebabnya aku ingin mendapatkan lebih banyak peserta. Aku tidak peduli jika itu hanya teman dari salah satu anggota kita dan bukan bagian dari perkumpulan kita sendiri.”

“Mengerti! Apakah saudara kandung juga tak masalah?” tanya Ishida.

Entah kenapa, aku merasakan sedikit kecemasan atas pertanyaannya.

Jika kita berbicara tentang saudara kandung Ishida, satu-satunya orang yang mungkin adalah Meika-chan.

“Ya, saudara dan kerabat semuanya dipersilakan dengan senang hati.”

“Aku tidak punya saudara kandung, dan bahkan jika kamu memintaku mengajak  seseorang yang tidak ada di perkumpulan, tidak ada seorang pun yang benar-benar terpikirkan olehku siapa yang bisa kuajak…”

Aku mengatakan itu sambil merasa sedikit ragu.

Karena aku bertanggung jawab atas hal ini maka aku merasa ingin melakukan semua yang aku bisa untuk membantu.

Meskipun begitu, sejujurnya, tidak ada orang yang bisa datang bersamaku dalam perjalanan ini dalam pikiranku.

Namun, Nakazaki-san sedikit menggelengkan kepalanya.

“Jika kamu tidak memiliki siapa pun untuk diajak, maka apa boleh buat. Tapi yang lebih penting, Isshiki-kun, bisakah aku memintamu untuk mencoba meyakinkan Touko-san agar ikut serta dalam perjalanan ini?”

“Aku? Meyakinkan Touko-senpai?”

“Ya. Terlepas dari apa yang orang katakan, Touko-san adalah ‘Miss Universitas Jouto Sejati,’ serta dewi dari perkumpulan kita. Ada banyak pria yang mengincar Touko-san juga. aku cukup yakin bahwa suasana perjalanan ini akan berubah sepenuhnya tergantung pada apakah dia ikut atau tidak.”

“Tapi, apakah menurutmu Touko-senpai akan berubah pikiran hanya dengan memintaku mengajaknya untuk ikut?”

Nakazaki-san mengangguk dengan sangat percaya diri.

“Aku yakin itu pasti akan berhasil. Touko-san percaya padamu, Isshiki-kun. Belum lagi aku juga merasa ada suasana yang sangat baik di antara kalian berdua. Jika dia masih menolak setelah kamu mengajaknya, Isshiki-kun, maka kita bisa menganggap dia tidak akan berubah pikiran tidak peduli apa yang orang lain katakan padanya.”

Aku tidak tahu apa yang mendasari Nakazaki-san hingga bisa mengatakan itu…

“Baiklah. Untuk saat ini, aku akan mencoba meminta Touko-senpai untuk ikut dalam perjalanan itu.”

Meskipun begitu, aku tidak punya pilihan lain selain menjawab seperti itu saat ini.



Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Bahasa Indonesia [LN]

Kanojo ga Senpai ni NTR-reta no de, Senpai no Kanojo wo NTR-masu Bahasa Indonesia [LN]

My Girlfriend Cheated on Me With a Senior, so I’m Cheating on Her With His Girlfriend, Pacarku Selingkuh dengan Seniorku, maka Aku pun Berselingkuh dengan Cewek Seniorku
Score 9.9
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2021 Native Language: Jepang
“Touko-senpai! Tolong berselingkuh denganku!" “Tenang, Isshiki-kun… aku tidak akan puas sebelum kita membuat mereka berdua yang menyelingkuhi kita merasakan neraka itu sendiri!” Yuu Isshiki terkejut mengetahui pacarnya berselingkuh, jadi dia memutuskan untuk berselingkuh dengan pacar dari pria yang mencuri ceweknya, Touko Sakurajima, yang kebetulan juga adalah senpai yang dia kagumi. Sebagai bagian dari rencana mereka, Touko mengusulkan untuk 'membalas' mereka sebesar mungkin, jadi dia mulai membuat Yuu menjadi pria yang menarik dan populer di kalangan perempuan!? Pilihan pakaian, topik pembicaraan, dll... Yuu mendapati dirinya berada di tengah peningkatan gila-gilaan dalam reputasinya di kalangan perempuan; namun, perasaannya pada Touko terus tumbuh. Saat rencana mereka terus berkembang, hubungan antara mereka berdua tiba-tiba menjadi intim… 'Pembalasan' apa yang akan dilakukan oleh mereka yang diselingkuhi pada Malam Natal?! Apa kesimpulan yang menunggu mereka berdua!? Tirai komedi romantis balas dendam pun dinaikkan!

Comment

Options

not work with dark mode
Reset