Bab 3: Berubah Pikiran di Festival Kembang Api
(4/5)
Setelah itu, Sei dan yang lainnya menuju ke lantai teratas gedung.
Restoran di lantai paling atas telah disewa sepenuhnya, dan tidak ada yang menghalangi pemandangan dari kursi teras.
Tanpa langit-langit, mereka bisa melihat panorama langit malam musim panas.
Shigemoto dan Toujoin sudah duduk di kursi teras ketika mereka tiba.
“Oh, Tsukasa dan yang lainnya sudah datang.”
“Ya, tentu saja kami datang. Soalnya kalian sudah mengundang kami ke tempat yang sebagus ini.”
“Yah, bukan aku yang menyiapkannya, sih. Tentu saja Kaori yang menyiapkannya tanpa aku sadari.”
“Sebenarnya akan lebih baik kalau dari kapal udara, tapi kalau begitu, Yuuichi tidak akan punya waktu untuk berkeliling festival, jadi terpaksa kami melihatnya dari bawah saja.”
“Ah di sini sudah bagus kok, Kaori. Jujur saja, aku agak takut naik kapal udara.”
Shigemoto dengan tenang membalas kalimat gaya hidup mewah Toujoin yang mengerikan.
Sei dan Rie juga meletakkan barang bawaan mereka di meja teras, lalu melihat sekeliling sambil berseru kagum.
“Dapat memesan tempat yang sebagus ini, Toujoin-san benar-benar luar biasa…”
“Tempat ini langsung menghadap ke arah tempat peluncuran kembang api. Seharusnya kita bisa menikmatinya dengan santai dari sini.”
“Dengan ketinggian seperti ini, kembang apinya akan meledak di ketinggian yang hampir sama dengan kita, kan?”
“Kurasa begitu.”
“Itu agak menakutkan, tapi aku menantikannya.”
“Oh, Sei-chan! Rie-chan!”
Saat mereka berdua sedang mengobrol, Shiho menghampiri mereka dengan senyum lebar di wajahnya sambil membawa kantong belanjaan di kedua tangannya.
“Eh, Sei-chan memakai yukata! Kamu cantik dan imut banget!”
“Terima kasih. Shiho juga memakainya ya. Itu sangat cocok untukmu.”
“Terima kasih! Rie-chan, kamu juga imut banget! Motifnya mirip, apakah kamu menyewanya bersama Sei-chan?”
“Iya, aku ingin memakai yukata bersama Sei-san. Dan Onii-chan juga ada di sana.”
“Bagus, Rie-chan! Sei-chan hampir tidak pernah mau memakai yang beginian, jadi ini semua berkat kamu, Rie-chan… atau mungkin berkat kakak Rie-chan?”
“A-Apa maksudmu?”
“Meskipun aku sudah mengajakmu, kamu tidak pernah mau memakainya. Tapi begitu ada Rie-chan dan Hisamura-kun, kamu langsung mau, kan? Aku bertanya-tanya siapa yang ingin kamu tunjukkan penampilanmu memakai yukata… Jadi, yang mana, Sei-chan?”
“Ukh, itu… untuk Rie.”
“Ah, Sei-chan, kamu tidak boleh menggunakan Rie sebagai alasan begitu.”
“Benar, Sei-san.”
“K-Kau hanya memberikan satu pilihan sejak awal! Rie, kamu juga jangan ikut-ikutan, dong!”
Melihat ekspresi malu Sei, Shiho dan Rie terkikik geli.
“Astaga… Ngomong-ngomong Shiho, apa yang ada di dalam kantong itu? Kelihatannya sangat berat.”
Sei bertanya sambil menunjuk salah satu kantong yang dibawa Shiho.
“Terima kasih, Sei-chan. Ini tentu saja rampasan perangku dari kios makanan!”
“Rampasan perang, katamu?”
“Ya! Ada okonomiyaki, takoyaki, permen apel, yakitori, arum manis, yakisoba, kentang goreng, karaage… Aku tidak ingat apa lagi yang aku beli, tapi ada banyak sekali!”
Rie tampak sedikit terkejut melihat senyum berseri-seri Shiho saat dia berbicara tentang rampasan perang makanannya.
“B-Banyak sekali. Tapi bisakah kamu menghabiskan semuanya?”
“Tenang saja, ini porsi untuk 5 orang kok! Selain itu, aku dan Shigemoto-kun bisa makan banyak!”
“Memang benar, jika ada Shiho dan Shigemoto, maka semuanya akan baik-baik saja.”
“B-Begitu, ya.”
Rie tidak tahu berapa banyak yang bisa Shiho dan Shigemoto makan, jadi dia bertanya-tanya apakah mereka benar-benar bisa menghabiskan semua ini.
“Ah, aku juga membeli sekitar 10 pisang coklat! Rie-chan, apa kamu mau?”
“Aku mau, terima kasih banyak.”
“Rie, berapa banyak pisang coklat yang mau kau makan hari ini…?”
“Pisang coklat punya perut tersendiri, kok.”
“B-Begitu, ya.”
Kali ini giliran Rie yang mengejutkan Sei.
“Festival sungguh menyenangkan, ya! Aku bertanya-tanya akan bagaimana jadinya karena aku berkeliling bersama Shigemoto-kun dan Toujoin-san, tapi itu ternyata sangat menyenangkan!”
“Begitu, syukurlah kalau begitu.”
“Iya! Apakah kalian juga bersenang-senang?”
“Ya, aku bersenang-senang. Aku tidak bisa datang tahun lalu karena ujian masuk, jadi aku sangat senang bisa pergi bersama Sei-san dan Onii-chan kali ini.”
“Begitu ya, syukurlah! Bagaimana denganmu, Sei-chan?”
“Ya, tentu saja…”
Tepat sebelum dia menjawab bahwa itu menyenangkan, Sei teringat pada apa yang terjadi sebelumnya.
Dia menyembunyikan hubungannya dengan Tsukasa dari Satou dan Itou.
Saat itu, dia merasakan gejolak batin di dalam dirinya.
Mungkin karena gejolak itu tak kunjung hilang, dia tiba-tiba terdiam.
“Sei-chan…?”
Mendengar Shiho bergumam lagi dengan ekspresi bingung, Sei-chan menjawab dengan kaget.
“Y-Ya, itu sangat menyenangkan. Tapi, um, maaf. Aku tadi sedang memikirkan sesuatu…”
“…Apa itu ada hubungannya dengan dua orang yang kita temui sebelumnya?”
“Ah, Rie, kamu sadar?”
“Sikap Sei-san tampak agak aneh sejak saat itu.”
“Begitu, ya…”
Saat itu, hati Sei terus merasa gelisah dan berkecamuk.
Dia pernah merasakan kegundahan seperti ini sebelumnya.
Itu persis sama seperti saat dia menyembunyikan hubungannya dari Tobise.
Setelah memikirkannya, akhirnya dia mengerti kenapa dia merasa begitu.
(Aku tidak suka harus berbohong tentang hubunganku dengan Tsukasa.)
Dia merasakan nyeri di dadanya saat dia berusaha menyembunyikan hubungan mereka.
Kenapa dia merasa gundah saat berusaha menyembunyikan itu?
(Padahal akulah yang bilang sendiri tidak ingin mengungkapkan hubungan ini kepada orang lain…)
Tsukasa berjanji padanya untuk merahasiakan hubungan mereka, jadi Tsukasa menyembunyikannya dari dua orang yang kebetulan mereka temui.
Tapi, kenapa dia merasa gelisah saat berusaha menyembunyikannya?
(Aku benar-benar ingin merahasiakan hubungan ini, dan menyimpannya untuk diriku sendiri. Tapi…)
Dia ingin menyembunyikan hubungan mereka dan menyimpanya.
Namun ketika dia mencoba menyembunyikan hubungan mereka, dadanya terasa sesak dan sakit.
Dia masih tidak mengerti kenapa dia memiliki perasaan yang saling bertentangan ini.
Dia masih belum mengerti, tapi yang jelas dia tidak menyukai saat dia mencoba menyembunyikan hubungan itu.
“Bolehkah aku meminta pendapat kalian, Shiho, Rie?”
“Pendapat kami?”
“Aku juga?”
“Ya, benar. Ini adalah sesuatu yang belum bisa kubicarakan dengan Tsukasa…”
“Apakah terjadi sesuatu antara kamu dan Hisamura-kun?”
“Tidak, bukan soal itu. Ini masalah perasaanku…”
“Kalian sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang menarik. Biarkan aku bergabung juga.”
“Ah! T-Toujoin, sejak kapan kamu di belakangku…?!”
Sei berbalik kaget dan mendapati Toujoin sedang berdiri di sana sambil menyilangkan tangannya.
“Sejak kamu bilang ‘bolehkah aku meminta pendapat kalian.’ Jarang sekali kamu menunjukkan kelemahanmu, Shimada-san.”
“Ini bukan kelemahan, dan menganggapnya menarik adalah hobi yang buruk, Ojou-sama.”
“Karena aku seorang Ojou-sama, aku punya banyak hobi. Apakah kamu tidak tahu?”
Toujoin tertawa anggun dalam balutan yukata-nya.
Sei hanya menghela nafas melihat sikapnya.
“Haah, baiklah. Kalau kamu mau memberi pendapat, aku tidak keberatan kamu mendengarkan.”
“Ara, benarkah? Tidak kusangka kamu akan meminta pendapatku.”
“Meskipun kamu Ojou-sama dengan hobi yang buruk, aku tahu kamu bukan wanita yang akan mengolok seseorang kalau ada yang meminta pendapatmu dengan serius.”
“Fufu, kamu benar. Aku bukan wanita dengan hobi seburuk itu.”
Sei melihat sekeliling untuk memastikan bahwa Tsukasa dan Shigemoto tidak ada.
“Kemana mereka berdua? Aku tidak melihat mereka.”
“Yuuichi pergi membeli makanan dan minuman. Dia bilang mereka ingin melakukan pertandingan antar pria.”
“Eeh, padahal aku juga sudah beli banyak makanan.”
“Kalau kamu dan Yuuichi, pasti berapa banyak pun makanannya tetap akan habis dimakan, kan.”
“Yah, begitulah!”
“…Seberapa banyak yanng mereka bisa makan sih?”
Rie, yang tidak tahu betapa besarnya nafsu makan Shigemoto dan Shiho, bergumam dengan ekspresi terkejut.
Jika Tsukasa ada di sini, Sei tidak akan bisa berkonsultasi dengan mereka, tapi karena dia tidak ada, maka tidak ada masalah.
Sei menceritakan bagaimana dia menyembunyikan hubungannya dari dua teman sekelas yang dia temui sebelumnya.
Sebelumnya, dia dan Tsukasa memang sudah sepakat untuk menyembunyikan hubungan mereka.
Jadi seharusnya tidak ada masalah jika mereka berhasil menyembunyikannya.
“Meski begitu, entah kenapa, hatiku merasa gelisah… Padahal itu yang aku inginkan, tapi aku mendapati diriku membenci hal itu.”
“Maksudmu kamu tidak suka harus menyembunyikan hubunganmu dengan Hisamura-kun?”
“Benar.”
“Tapi bukankah kamu pernah mengatakan sesuatu yang menggelikan seperti, ‘Aku ingin menyimpannya untuk diriku sendiri tanpa memamerkannya pada orang lain?’”
“Ugh, itu benar, tapi… Aku sendiri juga tidak mengerti kenapa aku mempunyai perasaan yang bertentangan seperti ini.”
Sei, yang tersipu, meminta pendapat mereka dengan ekspresi serius.
Toujoin sempat sedikit mengoloknya, tapi dia juga terlihat serius memikirkannya.
“Mungkin saja keinginanmu untuk mengungkapkan hubungan itu lebih besar daripada keinginan untuk menyembunyikannya?”
“Memang benar jika dilihat secara sederhana memang seperti itu, tapi…”
Pendapat Rie memang benar, tapi Sei merasa masih ada yang mengganjal.
Karena dia tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mengungkapkan hubungan mereka.
“Aku masih ingin merahasiakan hubungan ini dan menyimpannya sendiri jika memungkinkan. Tapi di saat yang sama, aku juga tidak ingin menyembunyikannya.”
“Hmm, aku tidak begitu mengerti…”
Rie tidak sepenuhnya mengerti, dan tidak ada pendapat lain yang terpikirkan olehnya.
“Ini masalah yang lebih merepotkan dari yang kuduga… Kalau kamu tidak suka menyembunyikannya, kenapa tidak diungkapkan saja?”
“Kuh, memang benar, tapi aku juga masih ingin merahasiakannya…”
“Yah, itu agak mengejutkan. Aku tidak menyangka Shimada-san tipe orang yang akan memiliki kekhawatiran semacam ini.”
“A-Apa maksudmu dengan ‘kekhawatiran semacam ini’?”
“Kekhawatiran yang kewanitaan seperti itu. Tapi aku sangat iri padamu karena mempunyai kekhawatiran seperti itu. Jika itu aku, aku ingin segera pacaran dengan Yuuichi dan mengumumkannya ke seluruh dunia.”
“Yah, itu memang kamu banget…”
Bahkan, meski belum pacaran dengan Yuuichi pun, Toujoin telah menyebarkan rumor bahwa, “Yuuichi Shigemoto dan Kaori Toujoin pacaran,” untuk mengusir gadis-gadis pengganggu yang ingin mendekati Yuuichi.
Dari sudut pandangnya, kekhawatiran Sei pasti tidak masuk akal sama sekali.
“Sayang sekali. Yang bisa kusarankan hanyalah ‘Cepat umumkan agar kalian bisa bermesraan sesukamu.’”
“Kamu juga pernah bilang hal yang sama sebelumnya…”
“Kita memiliki cara berpikir dan nilai-nilai yang terlalu berbeda. Sepertinya aku tidak bisa banyak membantu.”
“Begitu ya… Tidak apa, terima kasih sudah mau mendengarkan.”
“Hmm, lalu… bagaimana dengan orang yang selama ini terus diam dengan mata berbinar itu? Aku penasaran apa yang sedang dia pikirkan.”
“…Meskipun aku yang meminta pendapatnya juga, aku agak ragu untuk mendengarkannya.”
Sejak Sei berkata ingin meminta pendapat, Shiho terus memasang wajah sumringah dengan mata berbinar-binar.
“Sei-chan, aku senang sekali! Aku sangat senang Sei-chan meminta nasihat yang lucu dan menggemaskan!”
“B-Begitukah?”
“Ya, begitulah!”
Shiho, yang tidak bisa menahan kegembiraannya, meraih tangan Sei dan mendekatkan wajahnya.
“Tidak kusangka Sei-chan akan berkonsultasi masalah cinta yang mendebarkan denganku! Aku harus berterima kasih pada Hisamura-kun!”
“Aku tidak begitu mengerti, tapi… Shiho, apakah kamu benar-benar mendengarkan ceritaku?”
“Tentu saja!”
Shiho mengangguk penuh semangat, lalu setelah sedikit tenang, dia mulai berbicara sambil tersenyum.
“Kamu ingin merahasiakan hubunganmu, tapi kamu tidak suka menyembunyikannya dari orang lain, kan? Yang tidak kamu mengerti adalah kenapa kamu punya perasaan seperti itu, benarkan?”
“Ya, benar. Aku merasa perasaanku bertentangan, tapi…”
“Tidak, perasaanmu itu tidak bertentangan kok.”
“Eh?”
“Menurutku merahasiakan sesuatu dan menyembunyikan sesuatu adalah dua hal yang agak berbeda.”
“Benarkah?”
Sei merasa keduanya sama, tapi Shiho menjelaskannya.
“Sei-chan dan Hisamura-kun sampai sekarang belum pernah dicurigai pacaran, jadi kamu bisa merahasiakan hubungan itu tanpa harus mengatakan apa-apa, kan?”
“Ya, benar.”
“Tapi, dari ceritamu tadi, sepertinya kamu berusaha menyembunyikannya ketika teman sekelasmu hampir mengetahuinya, kan? Itu berarti kamu harus berbohong, bukan sekedar merahasiakan.”
“Memang benar begitu.”
“Mungkin saja Sei-chan sebenarnya tidak suka harus menyembunyikan hubungan kalian dengan berbohong?”
“Ah! Benar juga, aku mengerti sekarang…”
Memang benar sampai saat ini, merahasiakan berarti tidak memberitahu siapa pun tentang hubungannya dengan Tsukasa.
Itu bukan berarti berbohong atau menyembunyikannya.
Tapi hari ini, ketika dua teman sekelas mereka curiga, Sei dan Tsukasa berbohong untuk menyembunyikan hubungan mereka.
Itulah yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Itu membuatnya merasa seolah hubungan mereka adalah sesuatu yang memalukan yang harus disembunyikan dari orang lain.
“Aku ingin merahasiakannya, tapi aku tidak ingin menyembunyikannya… apakah itu tidak bertentangan?”
“Ya, itu hanya perasaan normal seorang gadis, Sei-chan.”
“Perasaan seorang gadis… ya.”
Perasaan bertentangannya telah terjawab, dan dia merasa lega.
Di saat yang sama, dia merasakan gelombang rasa malu dan mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah.
“…Ah, aku tidak tahan lagi! Sei-chan, kamu terlalu imut!”
“Hah!?”
Seolah tidak bisa menahan diri lagi, Shiho langsung memeluk Sei dari depan.
“Sei-chan, kamu memang sudah imut dari dulu, tapi sejak kamu mulai pacaran dengan Hisamura-kun, kamu menjadi lebih kecewek-cewekan dan semakin imut! Itu kejahatan!”
“A-Apa-apaan yang kamu bicarakan itu!?”
“Aku tidak tahu apakah aku harus berterima kasih pada Hisamura-kun karena telah memunculkan keimutan Sei-chan ini, atau harus cemburu padanya karena dia dapat melihat sisi Sei-chan yang tidak kuketahui!”
“Shiho, tenanglah! Toujoin, Rie, jangan cuma lihat saja, tolong aku!”
“Senang melihat kalian berdua akrab sekali. Karena sepertinya masalahmu sudah terselesaikan, haruskah aku pergi mencari Yuuichi?”
“Maaf, aku tidak sekuat Toujoin-senpai, jadi aku tidak bisa melepaskan Shiho-senpai darimu.”
Toujoin tidak berniat membantu Sei sejak awal, dan kemauan Rie untuk membantunya juga sangat lemah.
“Kuh, kalian berdua…!”
Karena tak satu pun dari mereka datang menolong, Sei tidak punya pilihan selain mencoba melepaskan pelukan Shiho dengan paksa.
Namun, tepat sebelum dia melakukannya, Shiho sepertinya menyadari sesuatu dan melepaskan pelukannya sambil berkata, “Hmm?”
Shiho meletakkan tangannya di bahu Sei, dan memandangi penampilannya dengan yukata dari atas ke bawah.
“Ada apa? Apakah ada yang salah, Shiho?”
“Sei-chan… Dadamu hilang?”
“A-Apa maksudmu!?”
Sei mundur dari Shiho dan menutupi bagian dadanya dengan lengan.
Namun, Shiho menyipitkan mata dan menatap area dada Sei dengan seksama, lalu mengangguk tegas.
“Iya, dadamu memang hilang! Sebagai seseorang yang iri dengan dada Sei-chan setiap hari, aku bisa mengetahuinya dengan yakin!”
“Keyakinan macam apa itu…!?”
“Fujise-san, apakah kamu tidak merasa menyedihkan?”
Toujoin, yang mendengarkan dari belakang, bertanya dengan heran.
“Aku sudah terbiasa sekarang… ya, begitulah.”
“Ternyata Fujise-san juga bisa memiliki ekspresi tercerahkan.”
“Mesiki dia tercerahkan karena dadaku…”
“Haah, itu tidak penting saat ini!”
Shiho menggelengkan kepalanya dan menoleh ke arah Sei.
“Sei-chan, saat aku memelukmu tadi, tidak ada benjolan di dadamu seperti biasanya, lho?”
“Saat kamu mengatakannya seperti itu, itu membuatku jadi tidak ingin kamu memelukku lagi…”
Sei menghela nafas dan, setelah memastikan bahwa Tsukasa dan Shigemoto belum kembali, dia berbicara dengan suara yang sedikit pelan.
“Begini, penjaga toko tempatku menyawa yukata bilang bahwa akan lebih baik tidak terlalu menekankan bagian dada saat mengenakan yukata, jadi aku memakai daleman yang tidak membuat dadaku menonjol.”
“Eh, ternyata ada yang seperti itu ya. Aku kok tidak diberitahu begitu? Kenapa, ya?”
“E-Entahlah…”
Sei sudah tahu jawabannya, tapi karena tidak ingin menyakiti perasaan Shiho, dia membuang muka dan berkata begitu, namun…
“Fujise-san, itu mungkin karena kamu tidak membutuhkannya, kan?”
“Ugh…!?”
Toujoin tanpa ampun mengungkapkannya, dan Shiho memegangi dadanya seolah-olah dia telah terluka.
“T-Toujoin! Beraninya kau menyakiti Shiho seperti itu…!”
“Shimada-san, kamu juga sudah tahu jawabannya, jadi sebaiknya katakan saja yang sebenarnya. Tidak ada gunanya mencoba menutupinya.”
“I-Itu memang benar tapi…”
Tentu saja Sei sudah tahu jawabannya, tapi dia tidak mengatakannya karena itu akan menyakiti Shiho.
“J-Jangan-jangan, Toujoin-san juga memakai daleman seperti itu…?”
“Ya, benar. Yuuichi memang menyukai wanita berdada besar, tapi aku menyesuaikannya dengan pakaianku.”
“Kuh, padahal saat melihat Toujoin-san memakai yukata hari ini, kupikir ukuran dadamu tidak banyak berubah…!”
Shiho terlihat sangat frustasi.
Mendengar situasi dada mereka berdua tampaknya memberikan pukulan yang cukup besar untuknya.
Sei ingin menghiburnya, tapi dia tahu apapun yang dia katakan saat ini tidak akan membuat Shiho merasa lebih baik.
“R-Rie-chan, kamu pasti tidak begitu, kan? Kamu memakai daleman biasa, kan?”
“Y-Ya, aku memakai daleman biasa…”
Rie menjawab dengan gelagapan ketika Shiho bertanya dengan nada memohon.
Mendengar jawabannya, Shiho tampak tersenyum lega.
“Tentu saja ya, aku senang! Kalau Rie-chan juga sebesar itu sampai harus memakai daleman seperti itu, aku pasti akan terkejut!”
“B-Begitu ya.”
“Kita teman sejawat!”
“Y-Ya…”
Shiho meraih tangan Rie dan menjabatnya kuat, sementara Rie hanya bisa memaksakan senyum.
“Apakah kamu tidak merasa menyedihkan harus bergantung pada adik kelasmu, Rie-san, seperti itu?”
“Toujoin, tolong diamlah. Setidaknya Shiho pulih relatif cepat.”
“…Kamu sepertinya cukup kesulitan menghadapi Fujise-san temanmu, ya? Misalnya hal-hal seperti masalah dada dan masakannya.”
“…Selain hal-hal itu, Shiho adalah gadis yang sangat baik.”
Sei menjawab dengan tatapan jauh ke depan.
Namun kali ini, Shiho memberikan saran yang sangat membantu atas masalah yang dihadapinya.
(Aku ingin merahasiakan hubunganku dengan Tsukasa, tapi itu bukan berarti aku ingin menyembunyikannya…)
Jadi, itulah sebabnya hatinya merasa resah ketika dia berusaha menyembunyikannya dari dua teman sekelasnya.
Menyadari hal itu saja sudah menghilangkan kegelisahan di hatinya.
“Apa yang akan kamu lakukan mulai sekarang, Sei-chan?”
Shiho, yang entah bagaimana merasa jadi teman sejawat Rie, bertanya pada Sei.
“Hm? Apanya?”
“Apakah kamu akan berhenti menyembunyikan hubunganmu dengan Hisamura-kun?”
“Yah, itu… Aku tidak yakin, tapi aku akan membicarakannya dengan Tsukasa nanti.”
“Ya, itu mungkin yang terbaik.”
Mendengar jawaban Sei, Shiho mengangguk sambil tersenyum.
Shiho adalah teman yang dapat diandalkan dan sangat baik yang serius memikirkan hubungan Sei dengan Tsukasa.
(…Meski terkadang dia agak menyusahkan juga sih.)
Setiap orang mempunyai kekurangannya masing-masing, dan itulah yang justru menjadi bagian menarik dari kepribadian Shiho.
“…Aku merasa seperti seseorang baru saja mengatakan bahwa memiliki dada kecil adalah kepribadian.”
“T-Tidak ada yang bilang begitu, Shiho.”
“Benarkah?”
“Mengesampingkan masalah dada Fujise-san, bukankah Yuuichi terlalu lama?”
“Benar juga, Onii-chan juga belum kembali.”
Sudah lebih dari beberapa puluh menit sejak mereka pergi untuk berbelanja dan bertanding, tapi mereka masih belum ada tanda-tanda akan kembali.
Sebentar lagi kembang api akan dimulai.
“Yah, apa boleh buat. Kurasa aku harus menelepon mereka.”
Toujoin mengeluarkan ponselnya dan menelepon Shigemoto.
Sepertinya teleponnya langsung diangkat, dan Toujoin mulai berbicara.
“Yuuichi? Kamu di mana? Sebentar lagi kembang apinya akan dimulai, lho… Eh?”
Setelah berbicara sebentar, ekspresi Toujoin perlahan-lahan menjadi suram.
Lalu dengan menghela napas, dia menurunkan ponselnya sebentar dan menoleh ke arah Sei.
“Shimada-san, apakah kamu kenal seseorang bernama Marino Tobise?”
“Tobise-san? Dia senior di tempat Tsukasa bekerja paruh waktu. Aku mengenalnya, tapi kenapa namanya disebut di sini?”
“Sepertinya Yuuichi dan Hisamura-kun sedang bersamanya.”
“…Kenapa bisa begitu?”