Bab 3: Berubah Pikiran di Festival Kembang Api
(5/5)
Aku dan Yuuichi membeli makanan di kios-kios sambil sesekali melakukan pertandingan seperti tembak-tembakan.
Meskipun aku tidak berhasil sebelumnya, aku pikir aku mungkin berhasil kali ini… tapi aku masih tidak bisa mengenai satu target pun.
Sambil bermain-main dengan santai, kami memutuskan untuk segera kembali ke tempat Sei-chan dan yang lainnya berada.
Sebagai hukuman karena kalah di pertandingan terakhir, aku harus membelikan Yuuichi jus, tapi saat aku kembali ke tempatnya…
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Ya, terima kasih! Maaf ya, aku pasti berat, tapi kamu kuat sekali!”
“Tidak, kamu tidak berat sama sekali kok…”
…Entah kenapa, Yuuichi menggendong Tobise-san di punggungnya.
Eh, dia selingkuh? Apakah aku baru saja menyaksikan adegan perselingkuhan?
Ah tidak, Yuuichi belum pacaran dengan Toujoin-san atau Fujise, jadi itu bukan perselingkuhan.
“T-Tsukasa! Sini, tolong aku!”
“Eh, Tsukasa-kun! Mungkinkah kamu temannya Tsukasa-kun? Wah, ini pasti takdir!”
Yuuichi menyadari keberadaanku, dan Tobise-san, yang berada di punggung Yuuichi, melambaikan tangannya dengan semangat ke arahku.
Sambil menghela nafas, aku mendekati mereka.
“Yuuichi, apa yang akan kamu lakukan jika Toujoin-san melihatmu seperti ini?”
“T-Tidak, ini bukan seperti itu! Aku hanya menolongnya dari pria hidung belang! Kakinya keseleo saat mencoba melarikan diri, jadi aku menggendongnya!”
Orang ini lagi-lagi menolong wanita dari pria hidung belang ya.
Itu adalah tindakan terpuji, tapi dia terlalu banyak mengibarkan bendera dengan wanita.
Seandainya hari ini sesuai dengan cerita aslinya, dia seharusnya menolong Rie dari pria hidung belang dan mengibarkan bendera cintanya.
Apakah itu artinya Tobise-san menjadi pengganti Rie? Entahlah, aku tidak yakin…
“Tsukasa-kun, lama tak jumpa! Terima kasih sudah menggantikanku kerja waktu itu, ya!”
“Lama tidak bertemu, Tobise-san. Tidak masalah, aku dapat bayaran lembur yang lumayan.”
“Tsukasa, kamu kenal dia? Kalau begitu kamu saja yang menggendong—”
“Tidak bisa, aku sudah menentukan satu wanita yang boleh kugendong punggungku.”
“Apa maksudmu…?”
“Ah, pasti Sei-chan, kan? Fufu, Tsukasa-kun, kamu suka banget sama Sei-chan, ya.”
Tebakan Tobise-san tepat sekali.
Tobise-san mengenakan yukata hari ini, sepertinya ingin menikmati festival ini juga.
Mungkin kakinya terkilir karena dia tidak terbiasa memakai geta.
“Yuuichi-kun, kalau aku berat, aku bisa jalan sendiri kok. Memang sedikit sakit, tapi aku masih bisa berjalan.”
“Ah, tidak, aku baik-baik saja. Aku kuat dan juga tenagaku masih banyak, kok.”
“Benarkah? Fufu, hebat. Terima kasih, ya.”
Tobise-san menaiki punggung Yuuichi, dan melingkarkan lengannya di leher Yuuichi dari belakang, menempel padanya.
Karena dia hanya mengenakan yukata tipis, tubuh montok Tobise-san pasti menekan punggung Yuuichi.
Wajah Yuuichi yang memerahlah yang menjadi buktinya.
“Enak ya kau, Yuuichi.”
“A-Apaan sih? Aku sama sekali tidak merasa senang, kok.”
“Ya benar, kalau membayangkan Toujoin-san melihatmu seperti ini, itu sama sekali bukanlah sesuatu yang akan membuatmu senang.”
“…Tiba-tiba aku jadi merinding.”
Wajah Yuuichi, yang tadinya merah, kini menjadi pucat.
Tapi, bagaimana pun juga, apa yang akan dilakukannya dengan menggendong Tobise-san begini?
“Tobise-san, dengan siapa kamu datang ke festival ini?”
“Aku datang bersama adik-adikku, tapi saat aku pergi belanja, aku didekati oleh pria hidung belang.”
“Oh begitu, lalu di mana adik-adikmu?”
“Aku rasa mereka ada di bawah gedung besar itu. Aku menyuruh mereka menunggu di sana.”
Gedung besar… Ah, apakah yang dia bicarakan adalah gedung yang aku dan Yuuichi tuju, gedung yang lantai atasnya telah dipesan semua?
Letaknya agak jauh dari tempat pertunjukan kembang api dan tidak terlalu ramai, jadi itu tempat yang bagus untuk ketemuan.
Tapi, kalau dari bawah gedung itu, mungkin sulit untuk melihat kembang api karena terhalang gedung.
“Apakah kalian tidak akan menonton kembang api?”
“Hmm, sebenarnya ingin sih, tapi aku tidak menyangka akan seramai ini, jadi aku tidak menyiapkan tempat. Ditambah lagi aku juga terluka, jadi mungkin kami akan pulang saja. Meski aku merasa tidak enak pada adik-adikku yang sudah menantikannya, sih…”
Tobise-san mengatakan itu sambil tersenyum masam.
Memang, dengan tiga adiknya, akan sulit bagi Tobise-san untuk menemukan tempat menonton yang bagus tanpa menyiapkan tempat terlebih dahulu.
Karena kaki Tobise-san juga terluka, akan sulit baginya untuk menonton sambil berdiri.
Aku dan Yuuichi pun bertukar pandang.
Kami mungkin telah mendapatkan tempat menonton kembang api terbaik, dan itu cukup luas sehingga Tobise-san yang terluka pun bisa menonton dengan duduk, dan ketiga adik-adiknya juga bisa berlarian dengan bebas.
Namun, bukan aku atau Yuuichi yang mendapatkan tempat itu. Kami tidak akan bisa masuk ke sana tanpa Toujoin-san.
“Hei Tsukasa, kita bisa meminta pada Kaori, kan?”
“Jika aku yang meminta dia pasti akan menolak, tapi jika kamu yang meminta, mungkin dia akan mempertimbangkannya. Tapi, apakah tidak apa-apa?”
Aku sama sekali tidak yakin dia akan merasa senang jika Yuuichi membawa seorang wanita yang tidak dia kenal.
“Aku agak ragu, tapi ini salahku hingga Tobise-san terluka saat aku menolongnya dari pria hidung belang.”
“Tidak, Yuuichi-kun, itu karena kamu menolongku saat aku hampir dibawa paksa oleh pria itu…”
“Meski begitu, aku akan merasa sedih jika Tobise-san dan yang lainnya tidak bisa melihat kembang api, jadi aku akan bertanggung jawab.”
“Yuuichi-kun… terima kasih!”
Wow, Yuuichi terlihat keren.
Kecuali fakta bahwa dia sedikit nyengir setelah dipeluk erat dari belakang oleh Tobise-san.
“Aku bertanya-tanya apakah aku harus memberi tahu Toujoin-san dan Fujise tentang itu…”
“Oi, Tsukasa, tunggu, jangan!”
“Ah, apakah aku mengatakannya dengan keras? Tidak apa-apa kok, aku hanya bercanda.”
“Ini adalah sesuatu yang akan membuat bibir pria mana pun cengar-cengir, tau…!”
Memang benar, tapi aku tidak akan goyah jika aku menjadi dirinya.
Jika itu Sei-chan, bukan hanya sudut bibir, tapi seluruh otot wajahku pasti akan melemas.
“Ah, ponselku bergetar. Mungkin ada telepon masuk.”
Karena Yuuichi sedang menggendong Tobise-san di punggungnya, tangannya penuh dan dia tidak bisa mengambil ponsel.
“Oh, biar aku yang mengangkatnya.”
Sambil masih memeluk Yuuichi, Tobise-san mengulurkan tangan kanannya dan mengeluarkan ponsel dari tas yang dibawa Yuuichi.
“Terima kasih banyak.”
“Haruskah aku mengoperasikannya dan mendekatkannya ke telingamu?”
“Ya… tolong.”
“Okee~.”
Dengan Tobise-san memegangi ponsel untuknya, Yuuichi menerima telepon dari Toujoin-san.
“Kaori? Maaf, aku sedang dalam perjalanan ke sana sekarang, tapi ada yang ingin kumintai tolong…”
Yuuichi pun menjelaskan tentang Tobise-san.
Suara Toujoin-san tidak begitu terdengar, tapi dari cara Yuuichi yang berbicara dengan ragu dan hati-hati, aku tahu kalau suasana hatinya memburuk.
“Jadi, bolehkah aku membawa Tobise-san dan ketiga adiknya ke sana…?”
Pada akhirnya ia berbicara dengan nada yang sangat hormat.
“Ah, aku dengar Tobise-san adalah kenalan Shimada dan Tsukasa…”
Setelah itu Yuuichi berhenti bicara selama beberapa saat, jadi sepertinya Toujoin-san sedang berbicara dengan anggota lainnya di sana.
Lalu, Yuuichi pun berbicara lagi.
“T-Tentu saja, aku pasti akan melakukan itu. Ah, terima kasih. Kalau begitu kami akan segera ke sana.”
Setelah Yuuichi mengucapkan itu, ia lalu menghela napas panjang, sepertinya teleponnya sudah ditutup.
“Tobise-san, terima kasih telah memeganginya untukku.”
“Tidak masalah, jadi bagaimana hasilnya?”
“Aku berhasil mendapat izin, jadi ayo kita pergi.”
“Benarkah!? Terima kasih, Yuuichi-kun!”
Sepertinya Yuuichi mendapat izin, tapi aku penasaran dengan bagian terakhir dari percakapannya itu… Apakah Toujoin-san mengajukan syarat tertentu?
Aku merasa wajah Yuuichi terlihat sedikit pucat, tapi…
Ngomong-ngomong, kembang api sudah hampir dimulai, jadi kami bergegas menuju gedung.
Kami bertemu dengan adik-adik Tobise-san di kaki gedung.
Ada dua adik laki-laki dan satu adik perempuan, sehingga total ada empat bersaudara termasuk Tobise-san.
Adik perempuannya duduk di bangku kelas empat SD, sedangkan dua adik laki-lakinya sepertinya kembar dan baru mau masuk SD.
Mereka adalah adik-adik yang menggemaskan dan mirip Tobise-san.
“Onee-chan digendong!”
“Aku juga mau digendong!”
Si kembar nampaknya agak hiperaktif, tapi mereka lucu seperti anak-anak pada umumnya.
Lalu, kami pun pergi ke lantai teratas gedung dan bergabung dengan Toujoin-san dan yang lainnya.
Mereka sedikit berkenalan, tapi seperti yang diharapkan, suasananya terasa canggung pada awalnya.
“Wow! Ini besar dan luas sekali!”
“Kita bisa banyak bermain di sini!”
Tapi, karena kedua adik laki-lakinya mulai berlarian dan bermain dengan riuh, suasana menjadi lebih cair.
“Kaori-chan, terima kasih untuk hari ini! Seperti yang kamu lihat, adik-adikku sangat senang!”
“Ya, itu tidak masa— Kaori-chan?”
“Ya, kamu Kaori-chan, kan?”
“…Yah, terserahlah.”
Toujoin-san sepertinya sedikit terkejut dengan cara Tobise-san memanggilnya.
Yah, memanggil Toujoin-san dengan akhiran ‘-chan’ bukanlah sesuatu yang biasanya bisa dilakukan seseorang jika mereka mengenalnya dengan baik.
Kalau tidak salah, Tobise-san bahkan memanggilnya dengan “Kaori-chan” juga bahkan di cerita aslinya.
“Karena kudengar kamu terluka, aku sudah menyiapkan plester dan perban.”
“Wah, terima kasih banyak! Aku benar-benar berhutang budi padamu.”
“Tidak masalah… Jadi, cepatlah turun dari punggung Yuuichi.”
Ah, jadi itukah sebabnya Toujoin-san terlihat agak tidak senang.
“Ya, kamu benar. Yuuichi-kun. Terima kasih sudah menggendongku.”
“Ya, tidak masalah.”
“Kamu sangat kuat, itu membuat jantung onee-san ini berdebar kencang. Aku akan membalas budi ini nanti.”
Tobise-san menghadap ke arah Yuuichi dan berkata sambil tersenyum.
Yuuichi juga sepertinya merasa berdebar, wajahnya memerah.
“T-Tidak, ini bukan apa-apa…”
“Yuuichi? Kenapa kamu malu-malu begitu?”
“Huh! A-Aku tidak malu-malu, Kaori.”
Seperti telah ketahuan selingkuh, Yuuichi menyangkal dengan panik.
Melihat sikapnya, Toujoin-san dan bahkan Fujise di belakangnya menatapnya dengan tatapan menusuk.
“Mungkinkah Yuuichi-kun dan Kaori-chan pacaran?”
“Ya, kami pacaran.”
“Kalian tidak pacaran, kan!?”
“Kami tidak pacaran!”
Toujoin-san berbohong semudah bernapas, sementara Yuuichi dan Fujise membantah.
Tobise-san hanya memiringkan kepalanya dengan bingung.
“Jadi, yang mana yang benar?”
“Maaf, maksudku kami akan menikah suatu hari nanti.”
“Itu tidak benar! Karena akulah yang akan pacaran dan menikah dengan Shigemoto-kun!”
“Hm? Shiho-chan juga menyukai Yuuichi-kun, ya. Yuuichi-kun, kamu cukup populer, ya?”
Tobise-san mengawasi pertengkaran Toujoin-san dan Fujise dengan senyum lebar.
Di tengah-tengah itu, Yuuichi yang tampak pucat perlahan mendekatiku, mencoba menghindari situasi itu.
“Yuuichi, kamu pasti lelah. Ini sepertinya berat untukmu.”
“Kau ini, kamu pasti senang karena ini bukan masalahmu…”
“Kamu benar. Tapi aku menghargai keberanianmu membantu dan membawa Tobise-san ke sini dan membuat Toujoin-san jengkel.”
“Aku merasa bersalah jika gara-gara aku, anak-anak itu jadi tidak bisa melihat kembang api.”
Ketiga adiknya tampak sedang mengobrol dan bermain dengan Sei-chan dan Rie.
“Kamu laki-laki sejati, Yuuichi. Meski itu juga yang membuatmu berada dalam kekacauan ini.”
“Aku senang kamu bahkan memujiku.”
“Ngomong-ngomong, apakah Toujoin-san menyebutkan syarat tertentu saat di telepon sebelumnya?”
“Ya, sepertinya dia ingin kami berkencan kapan-kapan.”
“Hanya itu? Itu agak mengejutkan.”
“…Justru karena ‘hanya itu’ yang membuatku takut.”
“Memang sih…”
Dia mungkin sedang merencanakan sesuatu.
“Berjuanglah, Yuuichi. Kamu dilahirkan di bawah bintang seperti itu.”
“Aku tahu ini merupakan kemewahan, tapi aku berharap aku dilahirkan di bawah bintang yang lebih biasa dan damai.”
Yuuichi disukai oleh dua gadis terbaik di sekolah.
Sepertinya dia sadar bahwa berada dalam situasi seperti itu adalah sebuah kemewahan.
Yah, aku sama sekali tidak ingin bertukar posisi dengannya, karena aku sudah punya Sei-chan.
“Yuuichi! Kemarilah! Apa yang kamu lakukan pada Tobise-san!?”
“Tobise-san bilang Shigemoto-kun memeluknya!?”
“Fufu, itu nggak bohong, lho.”
Dari kejauhan, terdengar suara Toujoin-san dan Fujise yang memanggil Yuuichi dengan marah.
Hanya Tobise-san saja yang tersenyum lebar… Sepertinya dia menikmati situasi ini.
Bahkan dalam cerita aslinya pun, dia adalah tipe orang yang suka memancing keributan, jadi sepertinya ini akan semakin berat untuk Yuuichi.
“Berjuanglah, Yuuichi.”
“…Ya.”
Dengan wajah letih, Yuuichi berjalan menuju Toujoin-san dan yang lainnya.
Sosoknya dari belakang, yah, seperti seorang pria paruh baya yang lelah dan letih setelah seharian bekerja.
Orang itu, bukankah dia protagonis yang tampan di cerita aslinya?
Setelah itu, aku menghampiri Sei-chan dan Rie.
Mereka sepertinya sedang mengobrol dengan ketiga adik Tobise-san tadi, tapi sekarang ketiga anak itu sudah menuju ke arah Tobise-san.
Mereka pergi menuju situasi kacau itu… Mereka anak-anak yang berani.
“Onii-chan, syukurlah kamu bisa kembali sebelum kembang apinya dimulai.”
“Ya, aku juga.”
“Sepertinya Tobise-san juga ikut, tapi… Kudengar dia terluka, jadi apa boleh buat.”
Sei-chan menatap ke arah Tobise-san dengan ekspresi yang agak campur aduk.
Kalau dipikir-pikir, Sei-chan pernah bilang, “Aku membencimu!” pada Tobise-san sebelumnya.
Itu mungkin diucapkan karena terbawa suasana setelah dijahili oleh Tobise-san, jadi menurutku Sei-chan tidak serius mengatakannya, tapi Sei-chan mungkin tidak begitu bisa berurusan dengan Tobise-san.
“Adik-adik Tobise-san sangat menggemaskan.”
“Iya, mereka sepertinya anak-anak yang baik.”
“Yang kembar memang agak bandel, tapi itu menggemaskan dan menghangatkan hati.”
Sei-chan tersenyum lembut memandangi anak-anak yang bermain riang di sekeliling Tobise-san.
“Sei-chan, kamu suka anak-anak ya.”
“Ya, begitulah. Aku juga tidak terlalu menyadarinya sampai sekarang, tapi sepertinya aku memang menyukai anak-anak.”
Cara Sei-chan menatap anak-anak itu begitu lembut.
Aku senang bisa mengetahui sisi barunya ini.
“Bagaimana denganmu, Tsukasa? Apakah kamu suka anak-anak?”
“Aku? Yah, aku menyukai anak-anak seperti orang pada umumnya, dan aku merasa ingin punya anak sendiri suatu hari nanti.”
Perasaan ini tidak terlalu kuat, tapi aku merasa akan menyenangkan jika aku punya anak nanti.
Aku berdiri di samping Sei-chan, memandang ke arah Tobise-san dan yang lainnya.
“Begitu ya. Aku juga tidak terlalu memikirkan ini sebelumnya, tapi melihat adik-adik Tobise-san membuatku ingin punya anak.”
“Ya, kamu benar. Akan menyenangkan jika punya anak masing-masing laki-laki dan perempuan seperti itu.”
“Ah, jika bisa, aku juga ingin punya lebih dari dua a— Huh!”
Sei-chan tiba-tiba menghentikan kalimatnya, dan saat aku melihatnya, wajahnya memerah padam.
“Sei-chan? Ada apa?”
“T-Tidak, bukan apa-apa…!”
“Tapi wajahmu tidak terlihat seperti ‘bukan apa-apa’?”
“Ukh… Kubilang bukan apa-apa ya bukan apa-apa!”
Dengan wajah merah padam, Sei-chan sedikit menjauhiku dan berpindah ke samping Rie.
Dia tampak sedikit malu dan rasanya dia seperti bersembunyi di balik Rie.
“Sei-san, tolong jangan menjadikanku perisai.”
“H-Hanya sebentar saja. Jadi tolong…”
“Yah baiklah, tapi… Mungkinkah Sei-san sedang membicarakan tentang menikah dengan Onii-chan dan punya anak tanpa sadar?”
“J-Jangan diperjelas!”
Mereka berbicara dengan suara pelan sehingga aku tidak bisa mendengar mereka, tapi wajah Sei-chan sangat merah seolah-olah ada asap yang keluar darinya.
Aku bertanya-tanya apa yang membuatnya semalu itu?
Saat aku memikirkan hal itu──BUUM, terdengar ledakan yang menggelegar.
Dan sesaat kemudian, sekuntum bunga besar dan indah bermekaran di langit malam.
Kembang api telah dimulai.
Aku belum pernah melihat kembang api sedekat ini sebelumnya, jadi untuk pertama kalinya aku mengetahui bagaimana rasanya suara itu bergema di dadaku.
Suara dentuman kembang api yang meledak, serta bunga warna-warni bermekaran di langit malam yang cerah.
Karena kami melihat dari lantai teratas gedung, bunga-bunga itu begitu dekat sehingga rasanya aku bisa meraih dan menyentuhnya.
Terpesona oleh keindahan dan kehadiran kembang api yang maha dahsyat itu, aku mendapati diriku mendongak dengan mulut sedikit ternganga.
“Wah, hebat!”
“Besarnya~!”
Aku mendengar si kembar, adik laki-laki Tobise-san, melontarkan ekspresi kekaguman seperti itu.
Mendengar suara mereka, Sei-chan dan Rie di sampingnya juga mulai bicara.
“Ini pertama kalinya aku melihat kembang api sedekat ini. Indah sekali.”
“Ini juga pertama kalinya bagiku… Ya, sungguh indah.”
Aku pun berdiri di samping Sei-chan, mendongak melihat kembang api yang terus diluncurkan.
Kami berada di tempat yang sangat tinggi sehingga daripada dibilang mendongak, lebih tepatnya aku bisa melihat kembang api hanya dengan menoleh ke samping.
“Luar biasa ya… Aku hampir tak bisa berkata-kata.”
“Ya, aku juga.”
“Ya, aku pun juga.”
Selama beberapa saat, kami hanya diam dan mengagumi bunga-bunga yang bermekaran di langit malam.
Bau mesiu dan asap, suara yang menggema di sekujur tubuh. Berada sedekat ini memungkinkan kami untuk menyaksikan kembang api tidak hanya dengan mata, tapi juga dengan seluruh indera.
Sungguh, ini luar biasa.
Saat aku terus menonton kembang api, aku mendengar suara berisik anak-anak lagi dari belakang.
Aku menoleh dan melihat kedua adik laki-laki Tobise-san sedang berisik seperti biasa.
Tampaknya mereka sudah kehilangan minat terhadap kembang api, dan memilih untuk makan dan bermain, ya?
Yuuichi juga tampak menemani mereka, terlihat makan sambil mengobrol bersama.
Ah tidak, daripada menemani mereka, dia mungkin hanya mau makan.
Fujise juga terlihat makan banyak bersama Yuuichi, dan dia mengobrol riang dengan adik perempuan Tobise-san.
Sementara itu di samping mereka, Tobise-san dan Toujoin masih berbincang… Eh, mereka sedang mengobrol dengan tenang, ya?
Mereka berkumpul di dekat pintu masuk teras yang luas, yang agak jauh dari kami.
“Sepertinya mereka sedang bersenang-senang di sana.”
“Ya, sepertinya yang mereka nikmati terutama makanannya.”
“Fufu, sepertinya begitu.”
“Baiklah, kalau begitu aku akan makan pisang coklat lagi.”
“Rie… jangan makan terlalu banyak, oke?”
“Tidak apa-apa, hanya untuk hari ini saja, kok.”
Yah, menurutku jawabannya sama sekali tidak berkaitan dengan jangan makan terlalu banyak.
Aku ingin bilang, “Kamu bisa jadi gemuk, lho,” tapi Rie sudah kurus, jadi mungkin tidak masalah.
Sebelum pergi ke sana, entah kenapa Rie membisikkan sesuatu pada Sei-chan.
“Sei-san, bukankah lebih baik kamu berbicara berdua dengan Onii-chan tentang apa yang kita bahas sebelumnya?”
“Iya, benar juga…”
“Di sana ada tanaman hias yang menghalangi pandangan dari kursi dekat pintu masuk, jadi kalian seharusnya bisa berduaan di sana.”
“Begitu ya… Terima kasih, Rie.”
“Tidak masalah, aku pikir akan lebih baik kalau kalian berduaan saja jika ingin bermesraan seperti tadi.”
“K-Kami berduaan bukan untuk bermesraan, tau. Kami hanya untuk mengobrol…”
“Yah, karena kalian sepasang kekasih, bukankah akan menyenangkan menikmati kembang api secara santai berdua saja?”
“…Yah, itu masuk akal.”
“…Sei-san, ternyata kamu cukup feminin, ya.”
“Ukh, Rie, jangan mengolok-olokku…”
“Fufu, maaf, Sei-onee-chan.”
“Dan jangan panggil aku begitu di depan Tsukasa…!”
“Aku mengerti kok, karena itu membuatmu jadi sangat malu.”
“B-Berisik. Cepat makan pisang coklatmu sana.”
Mereka berdua tampak sedang mengobrol dengan asyik, lalu setelah itu, Rie pun menuju kursi di pintu masuk.
“Apa yang kalian bicarakan?”
“T-tidak, bukan apa-apa kok, ya, sungguh.”
“Benarkah?”
Wajah Sei-chan sedikit merona, jadi sepertinya Rie mengolok-oloknya tadi.
Tapi, aku senang melihat Sei-chan dan Rie terlihat akrab.
Aku meninggalkan mereka sendirian di rumah ketika aku harus masuk kerja dadakan sebelumnya, tapi aku senang karena mereka menjadi sangat dekat sejak saat itu.
“Um, Tsukasa. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Ya, apa itu?”
“Aku ingin bicara denganmu berdua saja, jadi bisakah kita pergi ke sana sebentar?”
Sei-chan menunjuk ke suatu tempat yang banyak tanaman hias dan tanaman hijau lainnya, berlawanan arah dengan tempat semua orang berada.
“Tentu, ayo kita ke sana.”
“Ah, terima kasih.”
Aku dan Sei-chan berjalan ke sana.
Di ujung teras, biasanya dinding akan menghalangi pandangan ke kembang api, tapi di sini semua dindingnya kaca, jadi kami bisa melihat kembang api dengan jelas.
Malahan, mungkin karena kami semakin dekat dengan tempat kembang api diluncurkan, kembang api tersebut terasa lebih kuat dibandingkan dengan tempat kami berada sebelumnya.
“Kembang apinya indah sekali, ya?”
“Ya, benar. Aku belum pernah melihatnya sedekat ini, tapi ini sungguh luar biasa.”
“Aku tidak menyangka bisa melihat kembang api dari tempat seperti ini, jadi kita harus berterima kasih pada Toujoin-san.”
“Kamu benar, untuk kali ini mari kita berterima kasih dengan tulus.”
Aku dan Sei-chan menonton kembang api selama beberapa saat di sana.
Kami dikelilingi oleh tanaman hias, dan kembang api besar yang indah terus bermekaran tepat di depan kami.
Dalam suasana yang sangat tidak biasa, aku berdua saja dengan Sei-chan yang terlihat cantik dengan yukata-nya.
Jantungku terasa berdetak lebih kencang dari biasanya.
Aku bertanya-tanya apakah Sei-chan merasakan hal yang sama.
Ketika aku melirik ke arah Sei-chan di sampingku, pada saat yang sama dia juga sedang melihat ke arahku, dan tatapan mata kami bertemu.
Kami berdua terbelalak terkejut sejenak, lalu saling melempar senyum.
Entah bagaimana, rasanya kami saling memahami, dan itu membuatku sangat bahagia.
Mengikuti suasana itu, aku menggenggam tangan Sei-chan.
Meskipun hari ini adalah hari spesial di festival kembang api, tapi aku belum memegang tangan Sei-chan sama sekali.
Karena Rie ada bersama kami, kami tidak bisa terlalu bermesraan.
“Ah…”
Sei-chan menegang sejenak, tapi kemudian dia dengan cepat membalas genggaman tanganku.
Kami melihat kembang api untuk sementara waktu sambil bergandengan tangan.
Hanya dengan seperti itu saja, rasanya sangat membahagiakan.
“…Tsukasa, aku bilang ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, tapi maukah kamu mendengarkanku?”
Ah benar juga, kami ke tempat ini karena ada yang ingin dia bicaraka berdua saja.
“Tentu saja, apa itu?”
“Sebelumnya, kita bertemu teman sekelas kita Satou-san dan Itou-san, kan?”
“Ah ya, aku sangat panik saat itu.”
Saat itu Rie tidak ada di sana, jadi awalnya agak sulit untuk mencari alasan.
“Aku senang kamu menepati janji untuk merahasiakan hubungan kita, tapi…”
Sei-chan sepertinya agak ragu melanjutkan, tapi dia menatapku ke atas dan berbicara.
“Aku merasa tidak suka menyembunyikan hubungan kita.”
“Eh?”
Dia tidak suka menyembunyikan hubungan kami?
Tunggu, itu yang dia rasakan?
“Tapi Sei-chan, kamu bilang kamu ingin merahasiakannya.”
“Ya, aku tahu ini kedengarannya kontradiktif, tapi… bolehkah aku menjelaskannya?”
“Ya.”
Sepertinya selama aku dan Yuichi tidak ada tadi, Sei-chan mengkonsultasikan ini dengan Fujise dan yang lainnya.
Hasil dari percakapan itu, Sei-chan sepertinya sampai pada kesimpulan bahwa dia ingin merahasiakan hubungan kami, tapi dia tidak ingin menyembunyikannya.
Ah, jadi merahasiakan dan secara aktif menyembunyikan itu dua hal berbeda, ya.
Aku juga tidak sadar sebelumnya, tapi itu mungkin benar.
“Aku merasa hubungan kita seperti sesuatu yang memalukan jika kita harus berbohong untuk menyembunyikannya…”
“Begitu ya…”
Sebelumnya, aku berbohong pada Satou-san dan yang lain untuk menyembunyikan hubungan kami.
“Aku dan Shimada tidak pacaran, kok.”
Itu sepenuhnya bohong, dan mengatakannya membuatku merasa sedikit tidak nyaman.
Mungkin aku juga tidak suka menyembunyikan hubungan kami seperti halnya Sei-chan.
“Maafkan aku, padahal akulah yang awalnya meminta untuk merahasiakan hubungan ini.”
“Tidak, tidak apa-apa, kok. Aku juga merasa sedikit tidak nyaman saat menyembunyikannya.”
“Kalau begitu, bagaimana jika ke depannya ada yang bertanya tentang hubungan kita, kita tidak perlu menyembunyikannya lagi?”
“Aku tidak keberatan sama sekali.”
Sejak awal aku memang tidak ingin merahasiakannya, dan saat itu aku merasa tidak nyaman melakukannya.
“Terima kasih. Padahal aku yang memintamu merahasiakan ini, tapi sekarang malah aku yang tidak ingin menyembunyikannya lagi. Maaf sudah membuatmu bingung.”
“Tidak apa-apa kok. Menurutku kedua permintaan itu sungguh menggemaskan.”
“M-Menggemaskan?”
“‘Ingin merahasiakannya’ seperti mengatakan, ‘Aku ingin harta ini menjadi milikku sendiri’, kan?”
“Y-Ya, begitulah.”
“‘Tidak ingin menyembunyikan’ berarti kamu ingin memamerkan hubungan kita, kan?”
“Hah?! A-Aku tidak bermaksud pamer! Aku hanya tidak ingin menyembunyikannya saja…!”
“Benarkah? Aku justru ingin pamer, lho. Aku ingin mengumumkannya ke seluruh dunia bahwa, ‘Aku punya pacar terimut di dunia!’”
“T-Terimut di dunia? Itu terlalu berlebihan…”
Sei-chan terlihat terkejut, tapi kemudian tersenyum malu-malu.
Bagiku itu tidaklah berlebihan sama sekali, tapi hanya sebuah fakta.
“Jadi, kamu tidak perlu merasa tidak enak sama sekali, Sei-chan.”
“…Begitu ya, terima kasih, Tsukasa.”
Sei-chan menurunkan kelopak matanya dan tersenyum manis.
Sedikit keegoisan atau keinginan seperti ini sebenarnya tidak menjadi masalah untukku.
“Yah, pamer di sekolah mungkin agak berlebihan… Tapi, dengan adanya Yuuichi, kurasa aku akan baik-baik saja, ya?”
“Apa maksudmu?”
“Para lelaki pasti akan sangat iri padaku. Bahkan saat aku, Yuuichi, Toujoin-san, Fujise, dan Sei-chan cuma makan siang bersama saja, beberapa anak lelaki di kelas sempat merasa iri padaku.”
Seorang teman sekelas laki-laki pernah berkata padaku, “Kamu beruntung, hanya karena kamu berteman baik dengan Yuuichi, kamu bisa makan siang dengan gadis-gadis cantik seperti itu.”
Itu memang benar dan tidak bisa disangkal.
Alasan mereka tidak terlalu iri denganku adalah karena mereka menganggap Toujoin-san dan Fujise jatuh cinta pada Yuuichi, sementara aku dan Sei-chan hanya menemani.
“Jika mereka tahu kalau aku dan Sei-chan pacaran, pandangan para lelaki pasti akan sangat menusuk. Untungnya masih ada Yuuichi, jadi kuharap itu dapat sedikit mengalihkan perhatian mereka…”
“…Um, apakah kamu yakin akan baik-baik saja? Jika itu terlalu sulit untukmu, menurutku tidak apa-apa untuk merahasiakan hubungan kita lagi.”
“Ah tidak, aku baik-saja kok.”
Gawat, aku membuat Sei-chan khawatir.
“Memang benar tatapan para pria itu merepotkan, tapi kebahagiaan bisa pacaran dengan Sei-chan jauh lebih berharga dari itu.”
“B-Begitu ya…”
“Bisa memiliki wanita yang paling aku cintai sebagai pacarku adalah sesuatu yang patut dibanggakan. Aku pria yang sangat beruntung.”
Aku merasa amat sangat beruntung sehingga aku bertanya-tanya apakah ada orang lain di dunia ini yang lebih beruntung daripada aku.
Jika aku diberi kebahagiaan seperti ini, aku akan dengan senang hati menahan tatapan rasa iri dari pria lain.
“…A-Aku juga.”
“Hmm?”
“Sejak aku pacaran denganmu, aku menjalani hari-hari yang indah… Tsukasa, menurutku kamu adalah pacar yang luar biasa.”
“S-Sei-chan…”
Sei-chan, yang jarang mengatakan hal seperti itu, mengatakannya dengan wajah merah padam.
Aku sangat terkejut hingga tanpa sadar aku terus memandangi wajah Sei-chan.
“J-Jangan menatapku terus…”
Mungkin menyadari wajahnya memerah, Sei-chan memalingkan wajahnya dengan malu-malu.
Dan kemudian, seolah-olah agar aku tidak bisa melihat wajahnya, Sei-chan malah mendekatkan tubuhnya ke arahku.
Dengan tangan kami yang saling berpegangan, tubuh Sei-chan menyentuh sisi kanan tubuhku.
Wajah Sei-chan sangat dekat, kepalanya bersandar di bahuku.
Aku tidak menyangka Sei-chan akan mendekat lebih dulu, hingga aku lengah dan jantungku berdebar kencang.
Karena aku tidak bisa melihat wajah Sei-chan, aku berbalik menghadap ke depan lagi dan terus menyaksikan kembang api yang masih meledak di langit.
Dengan bunyi ledakan keras, BUUM, BUUM, bunga-bunga indah bermekaran di langit malam.
Setiap kali ledakan bergema di dadaku, rasanya tubuh Sei-chan juga bergetar, dan jantungku berdebar kencang hingga hampir menenggelamkan suara ledakan tersebut.
Saat kami tengah menikmati kembang api, tiba-tiba saja kembang api tersebut berhenti sejenak.
Barusan suaranya sangat keras, tapi begitu suara itu hilang, tiba-tiba terasa sangat sunyi.
Kalau aku menajamkan pendengaranku, aku dapat mendengar suara-suara dari arah pintu masuk teras, tempat semua orang sedang mengobrol.
Tapi, di sini hanya ada aku dan Sei-chan, berdua saja.
Aku menurunkan pandanganku ke Sei-chan, yang kepalanya bersandar di bahuku.
Dan sekali lagi, tatapan kami bertemu.
Pada jarak yang lebih dekat dari sebelumnya, aku bisa melihat bulu mata panjang Sei-chan yang indah.
“Ah…”
Aku bisa mendengar Sei-chan menahan napas.
Pipinya merona, dan aku bisa merasakan suhu tubuh dan ketegangan Sei-chan.
Matanya yang besar dan indah tampak sedikit berkaca-kaca.
Perasaan ini… Aku pernah merasakan ini sebelumnya.
Itu saat kami mengadakan kelas memasak untuk Fujise di rumah Toujoin-san, ketika aku dan Sei-chan berduaan saat itu.
Apakah ini sama dengan waktu itu? …Dengan kata lain, apakah ini saat yang tepat?
Saat kali pertama aku tidak menyadarinya, dan bahkan sekarang di kesempatan kedua pun aku masih tidak terbiasa. Aku malah semakin gugup.
Untuk menenangkan diri, aku mengalihkan pandanganku dari Sei-chan sejenak.
Jika aku terus memandangnya seperti ini, aku tidak akan bisa berpikir jernih.
Saat aku hendak menarik napas dalam-dalam, kembang api kembali menyala tepat di hadapan kami.
Aku berusaha menenangkan diri dengan melihatnya, tapi…
“──kukannya?”
“Eh…?”
Suara kecil Sei-chan teredam oleh suara kembang api.
Tapi, kalimat selanjutnya ia ucapkan dengan suara lebih keras agar aku bisa mendengarnya—
“…Apakah kamu tidak ingin melakukannya?”
Suara lirih dan nyaris tidak terdengar.
Namun, itu terdengar jelas di telingaku, suara menggoda yang seolah meluluhkan otakku.
Jantungku berdegup lebih kencang dan suara Sei-chan membuatku menatap matanya.
Matanya yang berkaca-kaca, pipinya yang merona, dan… bibirnya yang merah dan indah.
Tanpa sadar aku sudah berhadapan dengan Sei-chan dan melingkarkan tanganku di lehernya.
Sei-chan menatapku dengan tatapan menengadah.
Lalu, ia pun memejamkan matanya.
Dia sedikit mengangkat dagunya, seolah menunggu.
Aku memeluknya dan mendekatkan wajahku padanya.
Dan kemudian, aku juga memejamkan mata.
—Bibir kami pun bertemu.
“Mmhh…”
Desahan seksi Sei-chan keluar dari bibirnya yang sangat lembut.
Desahannya, sensasi bibirnya, dan suhu tubuhnya yang kurasakan saat memeluknya.
Semuanya begitu merangsang hingga membuat jantungku berdebar kencang dan tubuhku semakin panas.
Rasanya tubuh Sei-chan juga menjadi hangat, seolah-olah kami saling bertukar panas tubuh.
Seharusnya ada suara kembang api yang meledak, tapi aku hampir tidak bisa mendengarnya.
Berapa detik, berapa puluh detik yang telah berlalu?
Entahlah, tapi setelah beberapa saat, aku perlahan melepaskan ciumanku.
Saat aku membuka mataku, tentu saja wajah Sei-chan ada di sana.
Wajahnya bahkan lebih merah dari sebelumnya, dan mungkin wajahku juga begitu.
Aku pasti menahan napas akibat gugup, karena sekarang aku mendapati diriku sedikit tersengal.
Sei-chan juga terlihat sedikit terengah-engah.
Kami saling berpandangan lagi, saling menatap.
Akan terasa canggung jika kami hanya diam saja, jadi aku harus mengatakan sesuatu.
“Ah…”
Tenggorokanku terasa sangat kering karena gugup sehingga aku tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Aku menelan ludah sekali dan mulai berbicara.
“Um, terima kasih, Sei-chan.”
“…U-Untuk apa?”
“Untuk memberiku dorongan itu lagi, mungkin.”
“Uuuh… Aku tidak bermaksud seperti itu.”
Sei-chan, yang mungkin tidak bisa menahannya lagi, mengalihkan pandangannya.
Tapi, aku masih memeluk Sei-chan, jadi jarak diantara kami masih sangat dekat.
Tanganku melingkari pinggang Sei-chan, dan pinggangnya sangat ramping.
Aku merasa dia bisa patah kalau aku memeluknya lebih erat lagi.
Namun, dia sangat lembut. Bagaimana menjelaskannya… Ya, dia terlalu imut dan itu berbahaya.
Jika aku terus memeluknya seperti ini, entah apa yang akan terjadi.
Tapi, aku tidak mau melepaskannya.
“…Tsukasa, sampai kapan kamu akan memelukku?”
“Maaf, bisakah kita tetap seperti ini sedikit lebih lama?”
“…Tidak apa-apa, tapi bukankah posisi ini agak canggung?”
Memang benar masih ada sedikit jarak antara tubuhku dan Sei-chan.
Kupikir aku harus memeluknya lebih erat lagi, tapi aku ragu-ragu karena gugup.
Bahkan tanganku yang melingkari pinggang dan punggung Sei-chan tidak memiliki tenaga yang tersisa.
“Saya tidak bisa lebih dari ini…”
“Kenapa bicaramu jadi formal begitu…? Yah, kamu sungguh tidak bisa diharapkan, ya.”
Sei-chan tersenyum geli, lalu mendekat untuk mengisi celah di antara kami.
Lalu, dia melingkarkan tangannya di punggungku dan memelukku erat.
“T-Tunggu sebentar, Sei-chan…!”
Sei-chan memelukku dan menyadarkan kepalanya di bahuku, wajah kami begitu dekat hingga pipi kami hampir bersentuhan.
“Kenapa kamu masih sangat gugup sekarang… Bukankah kita baru saja melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar pelukan?”
Aku harap dia tidak membisikkan kata-kata yang merangsang seperti itu di telingaku dengan suaranya yang manis dan lembut…!
Karena kami berdua memakai yukata yang bahannya tipis, aku bisa merasakan sensasi hangat dan lembut tubuh Sei-chan langsung ke tubuhku.
Ini sungguh memalukan dan jantungku tak henti-hentinya berdebar kencang, tapi… Aku tak ingin melepaskannya.
“Sei-chan, apa kamu tidak merasa malu?”
“T-Tentu saja aku malu. Tapi saat ini, aku terlalu malu untuk melihat wajahmu.”
“Aku juga merasa malu… Kalau begitu, haruskah kita saling membelakangi?”
“…Itu akan membuatku sedih.”
Sudah kubilang, tolong jangan mengatakan hal-hal menggemaskan seperti itu di telingaku sambil berpelukan seperti ini!
Ugh, kepalaku mulai terasa pusing.
Biasanya aku akan mimisan sekarang, tapi hari ini aku harus menahannya.
Kalau kami sedekat ini, darahku bisa mengenai Sei-chan.
Dan kami juga sedang mengenakan yukata sewaan, jadi aku benar-benar tidak boleh melakukan itu.
“Um, kapan kamu akan melepasku?”
“…Tsukasa, apakah kamu ingin aku melepasmu?”
“Tidak, aku ingin kita tetap seperti ini selamanya sampai kita masuk ke liang lahat bersama.”
“A-Apa sih yang kamu katakan, dasar bodoh…”
Tunggu, Sei-chan, tolong jangan memelukku lebih erat untuk menutupi rasa malumu…!
Aku juga mulai mencapai batasku, jadi aku mencoba melepaskan tanganku dari bahunya. Lalu saat itulah…
“Ah! Mereka tempelan!”
“Mereka pelukan!”
Mendengar suara-suara itu, aku dan Sei-chan tersentak dan menjauh satu sama lain, lalu berbalik untuk melihat ke arah suara-suara itu.
Di sana berdiri adik Tobise-san, si kembar yang nakal, sedang menunjuk ke arah kami.
“Apa kalian bermain petak umpet di sini?”
“Kalian berdua bersembunyi dan pelukan, ya!”
Anak-anak nakal itu mengatakan hal seperti itu dan mulai terkikik.
Suara mereka tentu saja terdengar sampai pintu masuk teras, dan semua orang pun berkumpul.
“Eh, Sei-chan dan Hisamura-kun pelukan?”
“Ara-ara, aku memang merasa kalian menghilang, tapi kalian sedang melakukan kegiatan layaknya sepasang kekasih, ya.”
“Yah, aku sudah tahu kalau Onii-chan dan Sei-san sedang berduaan sih.”
“Wah, enaknya. Masa muda memang indah, ya!”
Para wanita datang mendekat, masing-masing dengan seringai di wajah mereka.
Yuuichi nampaknya juga ada di belakang mereka, tapi dia masih memakan es serut.
Aku dan Sei-chan sudah tidak lagi berpelukan, tapi sepertinya tidak ada cara untuk menyangkal apa yang baru saja terjadi.
“Uuukh, kalian semua ini…”
Sei-chan gemetar, wajahnya memerah saat dia memelototi semua orang.
Biasanya, dia akan marah dan mencoba menghilangkan suasana olok-olok ini, tapi kali ini…
“T-Tidak masalah, kan? Lagipula aku dan Tsukasa sepasang kekasih.”
Sei-chan mengatakan itu sambil memeluk lenganku dengan wajahnya yang masih merah padam.
Tentu saja, semua orang yang ada di sini, termasuk aku, terbelalak kaget.
“S-Sei-chan…?”
“Tsukasa, kamu tidak perlu merasa malu, kan…?”
“Tapi Sei-chan, suaramu gemetar karena malu.”
“B-Berisik! Aku belum terbiasa, jadi wajar saja kan!”
Sepertinya Sei-chan telah memutuskan untuk tidak menyembunyikannya lagi dan mencoba bersikap berani.
Tapi, tampaknya dia masih belum bisa menahan rasa malunya.
“S-Sei-chan mengatakan hal seperti itu… Itu sungguh imut, tapi rasanya sahabatku semakin menjauh dariku…”
“Akulah yang sengaja meninggalkan kalian berduaan, tapi aku tidak pernah menyangka itu akan berkembang sejauh ini…”
Fujise memasang ekspresi campur aduk di wajahnya, dan Rie juga kelihatan terkejut.
Ah, jadi Rie sengaja membiarkan kami berduaan, ya. Pantas saja dia tadi pergi untuk makan pisang coklat.
Dia baik sekali. Aku akan mentraktirnya pisang coklat lain kali.
“Shimada-san, sepertinya kamu akhirnya dapat menerima kenyataan, ya. Menyaksikanmu saat itu sungguh membuat frustasi, jadi menurutku ini adalah hal yang bagus.”
“Toujoin, kenapa kau jadi seperti mengguruiku begitu?”
“Apa maksudmu?”
“Aku punya pacar bernama Tsukasa, dan kamu menyukai seseorang tapi kalian belum pacaran… jadi, menurutmu mana yang lebih hebat?”
Sei-chan memeluk lenganku dan mengatakan itu dengan nada provokatif sambil menyeringai.
Pipinya yang masih memerah membuatnya terlihat belum sepenuhnya percaya diri. Itu sangat menggemaskan.
“Ugh, tidak kusangka aku akan dipanas-panasi oleh Shimada-san seperti ini…!”
Toujoin-san menatap Sei-chan dengan wajah penuh frustrasi.
“Baiklah, silakan bersikap sombong selagi bisa. Aku akan segera pacaran dengan Yuuichi.”
Mengejutkannya, Toujoin-san nampaknya cukup lemah terhadap provokasi.
Setelah mengatakan itu dengan sedikit marah, Toujoin-san menoleh ke arah Yuuichi yang masih makan es serut di belakangnya.
Yuuichi tersentak dan berhenti makan.
“Yuuichi, pacaranlah denganku sekarang juga!”
“Tunggu, Toujoin-san! Aku yang akan dengan Shigemoto-kun!”
Sepertinya Fujise juga tidak bisa tinggal diam dan bergabung dalam perang.
Meskipun mereka tampak bersahabat beberapa saat yang lalu, Fujise dan Toujoin-san kini saling melotot sejenak.
“Yuuichi, siapa yang akan kamu pilih?”
“Shigemoto-kun, tentu saja kamu pilih aku, kan?”
“Um, bisa tolong beri aku waktu untuk memikirkannya…?”
Yuuichi berkata dengan suara kecil, merasa bingung.
“Tidak apa-apa, Yuuichi. Jangan khawatir tentang Fujise-san. Penolakan memang selalu menyakiti seseorang, jadi jangan ragu.”
“Benar, Shigemoto-kun. Kamu mungkin ragu untuk menolak teman masa kecilmu, tapi kamu harus melakukannya suatu hari nanti.”
“Oh, aku mungkin sudah menyebutkan ini sebelumnya, tapi Yuuichi menyukai wanita berdada besar, lho? Tidak mungkin kamu yang dipilih.”
“Oh, jadi Toujoin-san, kamu berpikir kalau kamu akan dipilih hanya karena dadamu, ya? Menurutku aspek penampilan dan kepribadian lainnya juga penting, lho.”
Fujise dan Toujoin-san bertukar kata sambil tersenyum, tapi mata mereka tidak tersenyum sama sekali.
Menyeramkan… Yuuichi juga mencoba melarikan diri dengan mengendap-endap, berusaha menyembunyikan keberadaannya.
“Hee~, jadi Yuuichi-kun menyukai wanita berdada besar, ya?”
“Eh!? Ah, entahlah…”
Entah kenapa, Tobise-san tidak membiarkan Yuuichi lolos, tersenyum lebar saat dia berbicara.
“Waktu kamu menggendongku sebelumnya, kamu senang saat dadaku menyentuhmu, kan!”
“Tunggu, Tobise-san, itu…!”
“Apa katamu?”
“Shigemoto-kun, apakah itu benar?”
Setelah mendengar Tobise-san mengatakan hal itu, mereka berdua, yang sebelumnya berdebat memperebutkan Yuuichi, kini menginterogasinya.
Yuuichi mundur ke belakang sambil berkeringat dingin.
“Tidak, itu, anu…”
Sepertinya Yuuichi melirikku sejenak… tapi meski dia meminta bantuanku pun, ini sepertinya mustahil bagiku.
Atau lebih tepatnya, menurutku Tobise-san mengatakan itu hanya sebagai lelucon, tapi aku menyadari bahwa Yuuichi menyeringai dan menikmatinya.
“Fufu, sepertinya mereka sedang bersenang-senang di sana, ya.”
“Tobise-san… Kamu orang yang cukup jahat, ya.”
“Eh, Sei-chan, kamu kejam sekali. Padahal aku mengatakan itu untuk melindungi Sei-chan dan Tsukasa-kun, lho.”
Memang benar, berkat apa yang dikatakan Tobise-san, suasananya tidak lagi terasa seperti mereka menjahili kami karena berpelukan.
Tapi bahkan sebelum itu, menurutku suasana seperti itu sudah tidak ada lagi setelah Sei-chan memanas-manasi Toujoin-san.
“Soalnya, Sei-chan dan Tsukasa-kun tidak hanya berpelukan, kan?”
“Ukh, k-kami hanya berpelukan…”
Sei-chan mengalihkan pandangannya dan mencoba menghindar, tapi Tobise-san melirik ke arahku dan terkekeh.
“Fufu, ada bekas lipstik di bibir Tsukasa-kun, tapi itu punya siapa, ya?”
“Huh! Ap—!?”
Dengan kata-kata yang mengejutkan itu, Sei-chan melihat ke arahku.
Aku pun refleks mencoba menyentuh bibirku untuk memeriksanya, tapi…
“Ahaha, maaf, sepertinya tidak ada apa-apa kok.”
Tobise-san tertawa ringan sambil meninggikan suaranya.
Baik aku dan Sei-chan membeku menatapnya.
“Aku tidak bisa melihatnya karena gelap. Tidak terlihat sama sekali, jadi semuanya baik-baik saja, lho.”
“T-Tobise-san, kamu…!”
“Tapi, dari reaksi kalian barusan… Fufu, indahnya masa muda, ya.”
Tobise-san menunjukkan senyuman terlebarnya hari ini.
Dia benar-benar menjebak kami…!
Aku menghela nafas, sementara wajah Sei-chan memerah padam dan tubuhnya gemetar.
“Kuh…! Tobise-san, sudah kuduga aku benar-benar membencimu!”
“Fufu, tapi aku sangat menyukaimu, lho!”
Tobise-san mencoba memeluk Sei-chan seperti waktu itu.
Namun, sepertinya Sei-chan sudah menduganya; dia menghindar dan berlindung di belakangku.
“Ah, dia kabur.”
“Aku tidak mengerti kenapa kamu mencoba memelukku, tapi aku tidak menyukainya.”
“Fufu, wajar kalau kita ingin memeluk anak yang imut, kan?”
Aku tidak begitu mengerti, tapi kuharap mereka tidak berdebat dengan menjadikanku tameng…
Setelah itu, tanpa aku sadari, kembang api sudah berhenti diluncurkan, dan festival kembang api pun usai.
Yang tampaknya benar-benar menonton kembang api sampai akhir hanyalah Rie dan adik perempuan Tobise-san.
Yah, meski Rie sepertinya terus memakan pisang coklat dengan satu tangannya sampai akhir sih.
Aku tidak bisa menonton kembang api dengan baik menjelang akhir, tapi aku sangat menikmati festival kembang api hari ini.
Atau lebih tepatnya… Aku benar-benar merasa bahagia.