Bab 3: Berubah Pikiran di Festival Kembang Api
(3/5)
“Rie, apa kamu benar baik-baik saja? Apakah lenganmu yang dia cengkeram sakit?”
“Ya, aku baik-baik saja. Lenganku juga tidak sakit.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Aku dan Rie berpisah dari Yuuichi dan yang lainnya, lalu menuju ke tempat janjian untuk bertemu Sei-chan.
Tapi, aku sangat lega bisa menemukan Rie.
Saat mencari Rie, pengetahuan tentang cerita asli yang sempat kulupakan muncul kembali di benakku.
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tiba-tiba saja mengingatnya.
Pengetahuan dari karya asli yang kuingat adalah adegan dimana Rie didekati oleh buaya darat di festival kembang api, lalu Yuuichi menyelamatkannya.
Itu adalah adegan kemunculan perdana Rie Hisamura di “Ojojama.”
Rie diselamatkan dari buaya darat itu oleh Yuuichi, dan itulah yang membuatnya jatuh cinta pada Yuuichi.
Mengingat hal itu, aku merasa harus menghindari skenario itu dan mencari Rie dengan sekuat tenaga.
Jika Rie diselamatkan oleh Yuuichi di sini, Rie mungkin saja akan jatuh cinta padanya.
Kalau itu terjadi, maka Rie akan terseret dalam kekacauan cinta segitiga antara Toujoin dan Fujise dalam memperebutkan Yuuichi, yang bahkan sekarang sudah lebih kacau dari cerita aslinya. Itulah sebabnya aku, sebagai kakaknya, harus mencegah hal itu terjadi.
Untungnya, berkat ingatanku tentang cerita aslinya, aku punya gambaran samar di mana Rie akan dipepet, jadi aku bisa menemukannya sebelum Yuuichi.
Tapi, jika Yuuichi dan yang lainnya tidak muncul di saat itu, situasinya bisa menjadi agak bahaya.
Dalam cerita aslinya, Yuuichi-lah orang yang mengalahkan pria genit yang merayu Rie, tapi kali ini Toujoin-san yang bersamanya-lah yang menjatuhkannya.
Aku tahu kalau Toujoin-san itu kuat, tapi tak kusangka dia sekuat itu… Aku khawatir dengan masa depan Yuuichi.
Karena aku yang datang lebih dulu, Rie mungkin tidak terlalu merasa dia diselamatkan oleh Yuuichi.
Itu lebih terasa dia ditolong oleh Toujoin-san… Bahkan jika kebetulan Rie sampai jatuh cinta padanya pun, itu mungkin tidak akan berubah menjadi kekacauan besar, jadi seharusnya tidak masalah.
“Sepertinya kita sebentar lagi akan sampai ke tempat ketemuan dengan Sei-chan.”
“Ah, Onii-chan, bolehkah aku membuang sampah dulu?”
“Ya, silakan. Mau kutemani?”
“Tidak usah, tempatnya dekat sini. Onii-chan terlalu berlebihan.”
Rie tertawa kecil lalu pergi membuang stik pisang coklat.
…Dia menghabiskan keempatnya dengan sangat cepat. Seperti yang diharapkan dari Rie.
Karena tempat janjiannya sudah dekat, aku bisa melihat sosok Sei-chan dari sini.
Meski hanya dari belakang, melihatnya dengan yukata membuatku jantungku berdebar-debar. Dia imut sekali.
“Maaf membuatmu menunggu, Sei-cha… Eh?”
Saat aku hendak memanggil Sei-chan, aku melihat dua wajah familiar di depannya.
Kalau tidak salah mereka adalah teman sekelas kami, Satou-san dan Itou-san?
Aku tidak menyangka akan ada orang lain selain Sei-chan.
Apakah mereka kebetulan bertemu?
“Eh, Hisamura-kun?”
“Eh, apakah Shimada-san sedang menunggu Hisamura-kun? Apakah jangan-jangan kalian berdua datang ke festival bersama?”
“Benarkah?”
“Ah, bukan…”
Aku membeku karena situasi yang tiba-tiba ini, lalu bertatap mata dengan Sei-chan.
Kami sepakat bahwa kami akan merahasiakan hubungan kami.
Jadi, aku harus merahasiakannya dari mereka berdua. Aku harus menyembunyikannya.
Setelah bertukar pandang dengan Sei-chan, sepertinya dia menangkap isyaratku… tapi akan sulit menyembunyikannya dalam situasi ini, kan?
Kami berdua mengenakan yukata, jadi bagaimanapun juga, kami terlihat seperti sedang berkencan.
“Eh, jadi kalian benar-benar ke sini bersama? Mungkinkah kalian berdua pacaran?”
“Benarkah!? Itu sangat mengejutkan, tapi…!”
Satou-san dan Itou-san berbicara seolah-olah sudah menyimpulkan bahkan sebelum mengkonfirmasi.
Rasanya tidak mungkin lagi untuk menyembunyikan hubungan kami tapi…
“Onii-chan, Sei-san, maaf membuat kalian menunggu.”
Rie, yang tadi pergi membuang sampah, muncul dari belakangku.
Rie memiringkan kepalanya saat dia melihat Satou-san dan Itou-san.
“Um, apakah kalian teman Onii-chan dan Sei-san?”
“Onii-chan? Maksudmu Hisamura-kun?”
“Ya, aku Rie, adik Tsukasa Hisamura.”
“Oh, kalau dipikir-pikir, Hisamura-kun memang pernah bilang kalau dia punya saudara perempuan!”
Ketertarikan mereka berdua beralih ke Rie.
“Kamu imut banget! Hisamura-kun pernah bilang kalau dia sangat menyayangi adiknya sampai disebut siscon, tapi sekarang aku mengerti alasannya!”
“Uuu… Onii-chan, kamu benar pernah bilang begitu?”
“Aku samar-samar ingat pernah mengatakan hal seperti itu, sih.”
“Ah, Onii-chan, kamu ini…”
Satou dan Itou tersenyum pada Rie yang malu.
“Fufu, adikmu imut sekali, ya.”
“Apakah kalian bertiga datang bersama hari ini?”
Ah, ini dia!
Aku menemukan cara untuk menyembunyikan ini, lalu berbicara dengan senyum masam.
“Begitulah. Adikku, Rie, dan Shimada lumayan dekat, jadi aku hanya ikut-ikutan saja dengan mereka.”
Maaf Rie, tapi dengan mengatakan ini, hubunganku dan Sei-chan tidak akan ketahuan.
“Oh begitu rupanya.”
“Rie-chan, bagaimana kamu bisa mengenal Shimada-san? Kalian beda angkatan, kan? Dan Shimada-san juga sepertinya tidak ikut ekskul apa pun?”
Sial, kenapa mereka menanyakan pertanyaan mendalam seperti itu?
Mendengar pertanyaan itu, Rie menatapku dengan ekspresi bingung.
Aku menggunakan tatapan dan ekspresiku untuk menyampaikan pada Rie, “Tolong ikuti saja ceritaku…!”
“…Um, saat aku sedang belajar di perpustakaan sekolah, Sei-san kebetulan duduk di sebelahku dan membantuku belajar. Sejak saat itulah kami jadi dekat.”
“Begitu ya. Shimada-san pintar juga, kan?”
“Ya, Sei-san sangat pintar,” jawab Rie melanjutkan cerita yang dia karang di saat itu juga.
Bagus Rie, nice!
Berkat Rie, sepertinya hubunganku dan Sei-chan tidak akan ketahuan.
“Oh, aku kira Hisamura-kun dan Shimada-san pacaran.”
“Aku juga. Aku sangat terkejut saat Hisamura-kun muncul.”
Mendengar kata-kata itu, aku dan Sei-chan tersentak kaget.
S-Sudah kuduga mereka akan curiga.
Tapi berkat Rie, kami bisa melewatinya.
“B-Bukan, aku di sini hanya menemani Rie. Aku dan Shimada tidak pacaran. kok.”
Aku tersenyum masam sambil berbohong untuk menutupi hubungan kami.
Dan sejenak, aku melirik ke arah Sei-chan, tapi…
Sei-chan memasang ekspresi yang agak campur aduk.
Eh, ada apa dengannya?
Aku merasa ekpresinya tampak seperti sedikit terluka…
“Shimada? Kamu baik-baik saja?”
“Sei-san?”
Aku dan Rie spontan memanggilnya, Rie juga sepertinya agak khawatir.
Sei-chan tersentak, lalu dia menjawab dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
“Ah, ya, aku baik-baik saja. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“Kalau begitu syukurlah…”
Apa yang dia pikirkan, ya? Aku jadi sedikit khawatir.
Sei-chan lalu berbicara kepada Satou-san dan Itou-san seolah mencoba mengalihkan perhatian.
“Kita mungkin harus segera pergi ke tempat kembang api, atau kita tidak akan kebagian tempat duduk yang bagus, lho?”
“Oh, benar! Gotou-chan dan Katou-chan sudah menunggu dan menyiapkan tempat duduk!”
“Ah iya, kita membuat mereka menunggu. Kalau begitu kami duluan, ya.”
Setelah mengatakan itu, Satou-san dan Itou-san melambai pada kami dan bergegas menuju lapangan festival.
Setelah sosok mereka menghilang, Rie pun berbicara kepada Sei-chan.
“Sei-san, aku benar-benar minta maaf karena sudah tersesat dan merepotkanmu.”
“Tidak apa-apa, jangan dipikirkan. Sepertinya kamu mengalami situasi yang berbahaya. Apakah kamu baik-baik saja?”
“Ya, aku baik-baik saja berkat bantuan Onii-chan dan Toujoin-san.”
“Syukurlah, aku senang kamu selamat, Rie.”
“Sei-san… Terima kasih banyak.”
“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pisang coklatnya? Apakah kamu tidak membelinya?”
“Aku sudah menghabiskannya.”
“Oh begitu. Karena kamu tidak mengangkat telepon, kupikir kamu membeli empat buah lagi.”
“Ya, dan aku sudah menghabiskan semuanya. Sekarang tanganku sudah tidak penuh lagi.”
“…B-Begitu.”
Sei-chan sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi dia hanya tersenyum kecut.
“Rie, terima kasih sudah mengikuti ceritaku tadi.”
“Yah, itu karena Onii-chan memberiku tatapan seperti, ‘tolong ikuti ceritaku.’ Kenapa Onii-chan menyembunyikan hubunganmu dengan Sei-san dari mereka?”
“Kami merahasiakan hubungan kami. Kami tidak ingin menyebarkannya.”
“Kenapa dirahasiakan?”
“Fufu, memiliki rahasia antara aku dan Sei-chan saja itu terasa agak menyenangkan, kan?”
Setelah pesta perayaan kompetisi bola tempo hari, aku berbicara berdua dengan Sei-chan.
Sei-chan mengatakan bahwa dia tidak ingin memamerkan hal-hal berharganya kepada orang lain, melainkan dia ingin menyimpan hal-hal berharga itu untuk dirinya sendiri.
Aku sangat bahagia mendengarnya, dan meskipun aku boleh mengatakan pada orang lain bahwa aku telah menjalin hubungan dengan seseorang, aku tidak boleh menyebutkan siapa orangnya.
Itu adalah perjanjian yang kami buat.
Karena aku belum memberi tahu Satou-san dan Itou-san, yang baru kami temui sebelumnya, bahwa aku sedang pacaran dengan seseorang, jadi hubungan kami masih belum terungkap.
Maka dari itu aku menepati janji kami dan merahasiakannya.
“…Tapi aku sudah tahu, lho? Dan ada beberapa orang lain yang juga sudah tahu, kan?”
“Yah, memang sih, tapi itu tidak apa-apa. Iya kan, Sei-chan?”
“Ah… Ya, benar.”
Sei-chan nampaknya tenggelam dalam pikirannya lagi, memasang ekspresi yang campur aduk.
Aku tidak tahu apa yang Sei-chan pikirkan, tapi jika dia tidak ingin membicarakannya, aku tidak akan memaksanya.
“Oh iya, Sei-chan. Soal tempat kita untuk menonton kembang api…”
“B-benar, kita harus segera menuju ke lokasi jika kita ingin melihat kembang api. Kita mungkin tidak akan mendapatkan tempat duduk, tapi kita masih bisa menontonnya sambil berdiri.”
Ini sama sekali bukanlah kesalahan Rie, tapi kami jadi agak terlambat untuk pergi ke lokasi kembang api.
Mungkin itulah sebabnya Sei-chan menyarankan agar kami bergegas ke sana, tapi…
“Mengenai itu, ini.”
Aku mengeluarkan tiket dari sakuku, tiket yang diberikan Toujoin-san padaku.
Sei-chan memandangnya dengan ekspresi bingung.
“Apa ini?”
“Ini adalah tiket khusus teman yang kudapat dari Toujoin-san.”
“Tiket khusus teman?”
“Ya, menurut Toujoin-san, ini adalah kursi terbaik untuk menyaksikan kembang api kali ini.”
“Oh, itu mengesankan. Jadi, di mana tempatnya?”
“Di sana.”
Aku menunjuk ke sebuah gedung yang dijelaskan Toujoin-san.
“…Tsukasa, apakah bangunan yang kamu tunjuk, adalah bangunan terbesar di sekitar sini itu?”
“Ya, tempatnya adalah di teras lantai paling atas di sana.”
“Bagaimana bilangnya, ya… Kurasa tidak ada cara lain untuk menjelaskannya selain ‘mengesankan.’”
“Ya, benar.”
Dengan tersenyum masam, kami pun berjalan menuju gedung itu.