[LN] Isekai Romcom Volume 3 Chapter 2 (1/3) Bahasa Indonesia

Awal Musim Panas bersama Sei dan Rie (1/3)

Bab 2: Awal Musim Panas bersama Sei dan Rie

(1/3)


Saat ini bulan Juni dan hampir memasuki musim panas dengan suhu yang mulai meningkat.

Suhunya memang belum terlalu panas, tapi sudah cukup untuk membuat orang-orang berjalan di luar dengan pakaian lengan pendek.

Dan di sekolah, ada pergantian pakaian ke seragam musim panas.

Yah, itu hanya sekedar pergi ke sekolah tanpa mengenakan blazer sih.

Tapi tetap saja… aku mencuri-curi pandang pada Sei-chan yang berjalan di sampingku.

Sei-chan mengenakan seragam kemeja putih lengan pendek, dasi merah dan rok hitam selutut.

…Yep, seragam musim panas memang yang terbaik!

“Kamu dari tadi terus menatapku, ada apa?”

“Bukan apa-apa, aku hanya berpikir bahwa Sei-chan terlihat imut mengenakan seragam musim panas.”

“…Begitu ya, terima kasih.”

Mungkin karena sudah terbiasa dengan pujianku, Sei-chan berterima kasih tanpa merasa gugup.

Tapi aku bisa melihat bahwa telinganya memerah, dan itu sungguh imut.

“Kamu terlihat bagus memakai rok, tapi apakah kamu juga memakai rok saat memakai pakaian biasa, Sei-chan?”

“Hampir tidak pernah. Ketika aku pergi berbelanja dengan Shiho sebelumnya, aku dipaksa mencobanya, dan membelinya karena paksaan Shiho.”

“Oh, begitu ya.”

Kalau tidak salah, memang ada adegan seperti itu di cerita aslinya.

Pada saat itu, aku melihat Sei-chan memakai rok pakaian biasa di atas kertas, tapi aku ingin melihat Sei-chan mengenakannya langsung dengan mata kepalaku sendiri suatu hari nanti.

“Apakah mungkin bagimu untuk memakainya saat kita kencan nanti?”

Uuuuh… K-Kalau memilih antara mungkin atau tidak mungkin, tentu saja itu mungkin…”

“Yah, aku tidak mengatakan ini untuk mendesakmu, tapi kapan-kapan, ya.”

“Y-Ya… Kapan-kapan.”

Melihat Sei-chan yang terlihat agak malu, aku berjalan ke sekolah dengan berpikir bahwa dia imut seperti biasanya.

Saat istirahat makan siang di sekolah, kami berlima berkumpul seperti biasa untuk makan bersama.

“Lihat, Yuichi, aku membuatkanmu bekal lagi hari ini.”

“Oh, terima kasih, Kaori.”

“Aku juga, lho!”

“Terima kasih, Fujise. Tapi, bukankah sulit harus memasak untukku setiap hari seperti ini?”

“Tidak kok, aku menganggap ini sebagai pelatihan pengantin, jadi aku baik-baik saja dan itu menyenangkan, kok!”

Ara, Fujise-san, jika ini untuk berlatih menjadi pengantin, daripada untuk Yuuichi, kenapa kamu tidak membuatkannya untuk calon suamimu saja? Lagipula, kamu tidak akan bisa menjadikan Yuuichi sebagai suamimu.”

“Aku sudah membuatkannya untuk calon suamiku dan sekarang pun calon suamiku memakannya, jadi jangan khawatir. Bukankah Tojoin-san-lah yang seharusnya mencari calon suami sekarang? Karena menurutku Shigemoto-kun tidak bisa bersamamu.”

Fufufu…”

“Hahaha…”

“…Hei, aku selalu bertanya-tanya, tapi bisakah kalian membiarkanku makan dengan sedikit lebih tenang?”

Yuuichi merasa kesulitan karena harus terjebak di antara perdebatan itu setiap hari.

Tapi, itu mungkin setimpal karena dia disukai oleh dua gadis tercantik di sekolah.

Aku dan Sei-chan sedang makan dengan tenang di depan mereka.

Namun, ketika aku mendengar cara Toujoin-san bicara, aku terkadang teringat akan kejadian saat itu.

“Yuuichi, makanlah ini juga. Aku percaya diri dengan hidangan ini. Ini adalah hidangan yang dibuat dengan daging premium yang tidak bisa disiapkan oleh orang biasa, jadi cicipilah dengan baik-baik.”

….Kejadian tempo hari dimana Sei-chan menyusup ke kafe.

Pada saat itu, dia menirukan cara bicara Tojoin-san, sehingga ini mengingatkanku akan hal itu.

Jika aku tidak hati-hati, sudut mulutku akan mengendur dan aku akan menyeringai lebar… Sei-chan sangat lucu dan imut saat itu.

“Hei, Hisamura, kenapa kamu cengar-cengir begitu?”

“Huh? Bukan apa-apa kok, Shimada.”

“Benarkah? Aku melihatmu cengar-cengir saat makan siang sebelumnya juga…”

Aku dan Toujoin-san tidak sekelas, jadi aku hanya mendengar nada suaranya saat makan siang.

Itulah sebabnya aku hanya tersenyum mengingat kejadian itu saat makan siang.

“Sungguh bukan apa-apa, kok.”

“…Benarkah?”

“…Tidak, sebenarnya ada apa-apa sih, tapi kemungkinan besar kamu akan marah jika aku memberitahumu.”

“Aku marah? Jadi, ada apa? Aku sangat penasaran, nih.”

Hmmm, aku tidak yakin apakah harus mengatakannya di sini…”

Aku menurunkan suaraku sedikit dan memastikan tidak ada orang di sekitarku yang bisa mendengarnya.

“Aku akan memberitahumu saat kita pulang bareng nanti.”

“O-Oh, aku mengerti. Apakah kamu tidak kerja hari ini?”

“Begitulah.”

“Baiklah, kalau begitu ayo kita pulang bareng.”

Yosh, aku bisa pulang bersama Sei-chan lagi setelah sekian lama.

Namun, aku harus memberitahunya kenapa aku tersenyum… Dia pasti akan marah.

“Ngomong-ngomong, ujian akhir sebentar lagi, ya.”

Fujise, yang duduk di depanku, menyelipkan topik itu dalam obrolan.

Ukh… aku benci karena itu sangat sulit. Yang aku inginkan hanyalah bermain basket sepanjang waktu.”

“Soalnya Shigemoto-kun tidak pandai belajar, kan?”

“Alangkah baiknya jika semua pembelajaran dihilangkan dari sekolah.”

“Kalau begitu, namanya mungkin sudah bukan sekolah lagi.”

Fujise benar.

Meski aku tidak separah Yuichi, tapi aku juga tidak pandai belajar, jadi aku sedikit mengerti perasaan Yuichi.

Ara, Yuuichi. Kamu tahu bahwa di sebelahmu ini ada murid terpintar bukan hanya se-sekolah, tapi se-dunia, kan? Aku akan mengajarimu.”

Aku bisa percaya kalau dia paling pintar se-sekolah, tapi kalau se-dunia… entahlah, aku tidak yakin.

Menurutku tidak mungkin kalau yang terbaik di dunia, tapi bisa jadi kalau yang terbaik di Jepang.

“Mohon bantuannya, Kaori-sama.”

“Ya, serahkan padaku. Tapi sebagai imbalannya, aku ingin sesuatu sebagai hadiah.”

“Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa.”

“Kalau begitu, anak dari Yuuichi?”

“Aku tidak bisa.”

Jangan meminta hadiah anak dengan entengnya kayak gitu, oi.

Mou, Shigemoto-kun, aku akan mengajarimu juga!”

“Beneran? Aku sangat senang mendengarnya.”

Ara, Fujise-san. Memangnya kamu bisa mengajari Yuuichi lebih baik dariku, yang memiliki nilai sempurna di semua mata pelajaran ini? Asal tahu saja, Yuuichi bahkan lebih bodoh dari yang kamu pikirkan. Memangnya kamu bisa membantu Yuuichi dari mendapatkan nilai merah dengan level otak seperti milikmu?”

“Aku juga pandai belajar, dan aku pun suka mengajar! Tidak peduli seberapa bodoh dan tidak bergunanya Shigemoto-kun, aku pasti bisa mengajarinya!”

“Tunggu dulu, maaf menyela, tapi bisakah kalian tidak berdebat sambil menghinaku?”

Memang benar bahwa Yuuichi itu idiot dan mustahil baginya untuk lolos dari nilai merah jika dia belajar sendiri, tapi dengan adanya Tojoin-san dan Fujise, maka dia akan baik-baik saja.

…Aku tidak berpikir aku akan mendapat nilai merah sih, tapi aku tidak pantas membicarakan orang lain karena aku sendiri pun ragu apakah aku bisa melebihi rata-rata.

Tapi di sebelahku juga, ada Sei-chan, yang selalu mendapatkan peringkat satu digit se-angkatan.

Dalam perjalanan pulang nanti, mungkin aku akan memintanya untuk belajar bersamaku.


Sekolah berakhir dan kami pun pulang.

Setelah kami meninggalkan sekolah dan sampai ke tempat di mana hampir tidak ada murid lain, aku dan Sei-chan pun mulai saling berdekatan.

“Jadi, kenapa kamu cengar-cengir saat makan siang tadi?”

“Oh, itu karena… mendengar cara bicara Toujoin-san mengingatkanku pada kejadian waktu itu.”

“AH! J-Jangan mengingat kejadian waktu itu! Itu sangat memalukan, tau!”

Wajah Sei-chan memerah dan suaranya sedikit meninggi.

Ukh, dari segala hal yang ada, kenapa aku malah meniru nada suara Toujoin, sih…”

Tak lama setelah kejadian itu, Sei-chan juga pernah mengingat yang terjadi saat itu dan wajahnya jadi merah saat dia berbicara dengan Tojoin-san.

“Shimada-san? Kenapa wajahmu memerah saat bicara denganku? Aku tidak senang sama sekali walau kamu jatuh cinta padaku, lho?”

“Itu tidak mungkin… Toujoin, bisakah kamu mengubah cara bicaramu?”

“Huh? Apa maksudmu?”

“…Tidak, bukan apa-apa. Kalau begitu jangan bicara padaku untuk sementara waktu.”

“Padahal aku tadi hanya bercanda, jadi kenapa aku malah tiba-tiba dicampakkan?”

Mengingat percakapan itu, aku pun menyeringai lagi.

“Tsukasa… Kau mengingatnya lagi, kan?”

“Haha, maaf. Aku akan mencoba untuk tidak mengingatnya lagi… Tidak, kayaknya itu tidak mungkin, tapi aku akan berusaha untuk tidak membuat Sei-chan menyadarinya.”

Uuuh… ya, setidaknya tolong lakukan itu.”

Aku harus melatih otot wajahku dengan baik agar tidak menyeringai saat mengingatnya.

Saat kami berjalan pulang sambil membicarakan hal ini, sebuah suara memanggil kami dari belakang.

Onii-chan, dan Sei-san juga.”

“Oh, Rie. Apakah kamu akan pulang juga, Rie?”

“Itu sudah jelas, kan.”

Adik perempuanku, Rie, mendekat dengan sepeda.

Kayaknya pagi hari ini tadi dia ada piket sehingga dia pergi ke sekolah duluan daripada pergi bersamaku.

“Mau pulang bareng Rie?”

“Apakah tak masalah?”

Mendengar ajakanku, Rie pun melirik ke arah Sei-chan.

“Tentu saja tak masalah. Aku akan senang bisa pulang bersamamu, Rie.”

“…Ya, kalau begitu, maaf mengganggu.”

Jadi Rie pun bergabung dengan kami, dan kami bertiga memutuskan untuk pulang bersama.

Aku mengambil sepeda dari Rie dan mendorongnya dengan berjalan kaki alih-alih mengendarainya.

Memang terkadang kami bertiga pergi ke sekolah bersama, tapi ini mungkin pertama kalinya kami pulang bersama.

“Sudah hampir waktunya untuk ujian akhir, bagaimana dengan studimu, Rie?”

Sei-chan bertanya begitu kepada Rie.

“Aku tidak terlalu bagus dalam belajar, jadi aku hanya sedikit di atas rata-rata.”

“Menurutku di atas rata-rata itu sudah bagus, kok.”

“Yah, itu karena Onii-chan di bawah rata-rata.”

Ukh… tidak, itu masih mending daripada dapat nilai merah, kan.”

“Yah, setidaknya…”

Rie berkata begitu dengan sedikit tercengang.

Memang, tapi ada protagonis di kelasku yang langganan nyaris tidak bisa menghindari nilai merah, lho.

“Oh ya, Sei-chan, maukah kamu mengajariku kapan-kapan?”

“Aku? Tentu, tidak masalah sih, tapi menurutku aku tidak pandai mengajar.”

“Apakah Sei-san pintar?”

“Sei-chan adalah orang yang selalu mendapat peringkat satu digit se-angkatan.”

“Eh, HEBAT!”

Sei-chan tertawa geli melihat keterkejutan dan kekaguman tulus Rie.

“Yah, itu bukan berarti aku pintar sih, hanya saja aku tidak benci belajar. Jadi, aku hanya menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar.”

“Tidak, tidak, itu tetap hebat. Begini, jika tidak terlalu merepotkan, bolehkah aku memintamu untuk membantuku belajar juga?”

“Ya, tentu saja boleh.”

Jadi, diputuskanlah bahwa Rie juga akan berpartisipasi dalam sesi belajar bersama Sei-chan.

“Jadi bagaimana dengan tempatnya? Akankah kita melakukannya di kafe atau semacamnya?”

“Tapi itu akan berisik kalau di kafe dan aku punya firasat akan sulit mendapatkan tempat yang bagus.”

“Benar juga sih, jadi bagaimana?”

Sementara aku dan Sei-chan kesulitan memikirkan itu, Rie pun mendapatkan ide sambil berkata ‘Aha’.

“Bagaimana kalau di rumah kita, Onii-chan?”

“Eh, rumah kita?”

“Ya, itu tidak masalah, kan?”

“Um, yah, kurasa itu tidak masalah, sih…”

Maksudku, Sei-chan akan datang ke rumahku, lho.

“Apakah kamu juga tak masalah mengadakan sesi belajar di rumah kami, Sei-chan?”

“Ah, ya, aku tak masalah jika kamu tidak keberatan.”

“Begitu, ya… Ya, ayo lakukan itu.”

Jadi, aku pun memutuskan mengundang Sei-chan ke rumahku untuk sesi belajar.

…Dan, entah kenapa, aku jadi merasa gugup.

◇ ◇ ◇



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset