Bab 1: Kerja Paruh Waktu dan Karakter Baru
(3/3)
Sepulang kerja paruh waktu, aku datang ke taman, tempat Sei-chan sedang menungguku.
Beberapa menit setelah Sei-chan hendak pulang, aku juga telah menyelesaikan jadwal kerja paruh waktuku.
Sei-chan datang ke taman lebih awal, tapi begitu tatapan mata kami bertemu, dia langsung memerah dan membuang muka.
Sudah kuduga dia sepertinya masih mengkhawatirkan segala hal yang terjadi sebelumnya, atau lebih tepatnya kejadian itu.
“Maaf membuatmu menunggu, Sei-chan.”
“Y-Ya… Tsukasa juga, terima kasih atas kerja kerasnya.”
Aku pun duduk di sebelah Sei-chan di bangku taman.
Mungkin untuk menghindari wajahnya yang memerah terlihat, Sei-chan melihat ke arah yang berlawanan dariku.
Meski itu imut karena telinganya yang merah tetap terlihat, sih.
“Umm, Tsukasa… Terima kasih untuk uangnya.”
“Hm? Ah, tidak masalah kok.”
Aku meminta Manajer memotong harga es coklat dan cheese cake yang dimakan Sei-chan dari gajiku.
Namun Manajer sangat baik dan memberikan diskon setengah harga.
Meski Manajer tidak memberi diskon pun, tagihan Sei-chan akan tetap setengah karena aku yang akan membayar setengahnya lagi.
Namun, aku tidak mengira Tobise-san akan mengenali Sei-chan, dan dia langsung mengungkapkannya di tempat.
“Tapi yang lebih penting, Sei-chan, umm, apakah kamu baik-baik saja?”
“…Apakah aku terlihat baik-baik saja?”
“Hmm, yah, kamu terlihat sangat malu, sih.”
“Kalau sudah tahu, jangan ditanya lagi…!”
Sei-chan berkata dengan marah dan suara gemetar, tapi aku masih tidak bisa melihat wajahnya.
“S-Sejak kapan kamu menyadarinya?”
“…Yah, sejak kamu masuk ke toko?”
“Jadi sudah dari awal, toh…!”
“Maaf, karena sepertinya kamu kayak sedang menyamar, aku pikir kamu mungkin tidak ingin ketahuan.”
“Ukh, itu memang benar sih, tapi…”
“Terlebih lagi itu terlihat sangat cocok untukmu. Atau lebih tepatnya, sekarang pun masih terlihat bagus untukmu.”
Pakaian biasa Sei-chan memang sering kali terlihat keren, tapi dia tidak pernah berpakaian yang sangat mencurigakan, yang penuh dengan warna hitam seperti ini.
Yah, bagiku itu terlihat sangat cocok untuknya, terkesan benar-benar seperti selebriti yang sedang menyembunyikan identitasnya.
Kacamata hitam dan topinya juga luar biasa keren, aku rasanya jatuh cinta lagi padanya.
“Mungkin itu pujian, tapi aku tidak merasa senang sekarang…”
“Ya, maaf.”
“Jangan minta maaf… Kalau saja aku bisa menyembunyikan rambutku sepenuhnya dengan topi…”
Tidak juga, memang benar bahwa mudah untuk mengenali Sei-chan karena rambutnya yang berwarna perak, namun bahkan jika aku tidak dapat melihat rambutnya sama sekali pun, kurasa aku mungkin akan tetap mengenalinya.
“…Kenapa kamu tidak bertanya alasanku datang?”
“Hm? Apa maksudmu?”
“Kenapa kamu tidak bertanya alasanku datang ke kafe dengan menyamar agar tidak dikenali oleh Tsukasa?”
Oh, aku memang belum menanyakan alasannya sih.
Tapi, ketika aku berbicara dengan Sei-chan di kafe, menurutku aku kurang lebih sudah memiliki jawabannya.
“Kamu khawatir soal dia, kan? Soal Tobise-san.”
“Ukh…”
Aku tidak merasa kalau aku terlalu kepedean, tapi kupikir Sei-chan pasti merasa gelisah saat melihat hubungan antara aku dan Tobise-san.
Seperti yang Sei-chan katakan di kafe, Tobise-san adalah perempuan yang menawan, ceria dan selalu tersenyum.
Dalam kontes popularitas di manga dalam kehidupanku sebelumnya pun, dia begitu populer sehingga dia langsung merebut posisi di dalam daftar popularitas begitu karakternya diperkenalkan.
…Meski aku sedikit kesal karena Sei-chan kalah darinya, sih.
Yah, mengesampingkan hal itu.
Sei-chan sepertinya khawatir aku akan jatuh cinta pada Tobise-san.
“Seperti yang aku katakan kepada Sei-cha… nona di kafe, tolong yakinlah bahwa tidak mungkin saya bisa menyukai Tobise-san sebagai seorang wanita.”
“K-Kamu sudah tahu ini aku, jadi berhentilah bicara seperti pelayan kayak gitu!”
“Aku tidak keberatan kalau Sei-chan juga berbicara seperti sebelumnya, lho? Meski, aku langsung tahu, pfft, cara bicara siapa yang kamu tiru itu, sih…!”
Aku tertawa dan merasa itu benar-benar lucu saat melihat Sei-chan berbicara dengan meninggikan suaranya dan menggunakan nada bicara kayak ojou-sama.
Satu-satunya orang yang kami kenal, yang bisa dijadikan acuan pada gaya bicara yang kayak Ojou-sama itu mungkin hanyalah Toujoin-san.
“J-Jangan tertawa! Aku sangat malu, tau! Jangan menambah rasa maluku!”
Dengan mata berkaca-kaca, Sei-chan memegang bahuku dan mengguncang-guncangkanku.
Ketika Sei-chan akhirnya balik menatapku, wajahnya masih merah cerah.
“Haha, maaf, maaf. Hanya saja, aku merasa seperti melihat sisi barumu, Sei-chan.”
“Ukh… Seharusnya aku tidak menyamar jika tahu akan begini jadinya…!”
Aku ingin lebih menjahilinya, tapi sudah waktunya untuk berhenti karena aku merasa kasihan pada Sei-chan.
“Seperti yang kamu tahu dari melihat Tobise-san di toko, dia adalah salah satu dari orang-orang yang memperlakukan semua orang tanpa menjaga jarak, jadi kamu tidak perlu khawatir tentang dia.”
“…Ya, aku paham setelah melihatnya. Shiho juga tipe yang seperti itu, tapi dia lebih dari itu. Kurasa banyak pria akan salah paham dengannya.”
“Benar.”
Bahkan, di dunia manga dalam kehidupanku sebelumnya, dia pernah dihadang oleh pria yang salah paham dengannya.
Namun, Yuuichi menyelamatkannya dari bahaya itu, dan itu membuatnya terkesan seperti heroine.
“Yah, aku sudah tahu dia orang yang seperti apa, jadi aku tidak akan salah paham. Satu-satunya orang yang aku cintai adalah kamu, Sei-chan.”
“Huh, yah, itu sudah cukup jelas. Tapi kamu tidak boleh memuji-mujiku kepada pelanggan di toko seperti sebelumnya. K-Karena itu memalukan…”
“Aku sudah tahu kalau pelanggan itu adalah Sei-chan. Jika itu bukan Sei-chan, aku juga tidak akan mengatakan hal itu.”
“K-Kalau begitu, yah, baguslah…”
Itulah yang kukatakan untuk menenangkan Sei-chan.
Tapi, jika orang lain bertanya padaku tentang orang yang aku sukai, aku akan jujur dan memberi tahu mereka bahwa orang yang aku sukai adalah orang yang paling menarik, imut, dan cantik di dunia.
“Oh, Tsukasa-kuuun~! Sei-chaaan~!”
Saat aku mendengar suara itu dan melihat ke pintu masuk taman, aku melihat Tobise-san mendekat sembari melambai lebar.
“Terima kasih atas kerja kerasmu, Tobise-san.”
“Ya, sama-sama. Terima kasih karena telah datang ke kafe juga, Sei-chan.”
“T-Tidak, akulah yang harusnya…”
“Sudah kuduga, kamu terlihat sangat keren dengan pakaian kasualmu, Sei-chan! Apakah kamu biasanya berpakaian seperti ini?”
“T-Tidak! Pakaian ini hanya untuk hari ini, dan aku tidak akan memakainya lagi…”
“Eee, benarkah~? Padahal ini terlihat sangat cocok untukmu, lho.”
Sei-chan mungkin tidak akan memakai kombinasi pakaian itu lagi ke depanya, karena itu akan mengingatakan dia pada kejadian hari ini jika dia memakainya lagi.
Tapi, aku juga berpikir kalau itu terlihat bagus untuknya, dan aku ingin melihat dia memakainya lagi.
“Apakah Sei-chan datang ke kafe hari ini untuk melihat Tsukasa-kun bekerja paruh waktu?”
“Eh, oh, yah, begitulah.”
“Sudah kuduga! Jadi, bagaimana? Tsukasa-kun keren, kan?”
“Y-Yah, aku senang dia bekerja dengan serius…”
“Eh~, tapi bukankah dia keren? Maksudku, bagian saat dia memasak, menurutku dia tampak seperti pria yang luar biasa.”
Tobise-san pun melirikku sekilas.
Mungkinkah dia memuji-mujiku karena aku bilang padanya kalau aku menyukai Sei-chan?
Aku belum memberi tahu dia kalau aku dan Sei-chan sudah pacaran, jadi dia mungkin mencoba untuk menjodohkan kami.
Aku senang dia merasa seperti itu, tapi itu malah berefek sebaliknya…
Sei-chan memelototi Tobise-san dengan wajah yang terkesan berkata seperti, “Sudah kuduga perempuan ini menyukai Tsukasa!?”
Meski Tobise-san sepertinya tidak menyadari itu sih.
“Tsukasa-kun juga membantuku mengatasi kesalahanku hari ini.”
“Itu wajar saja, kan.”
“Tidak~, Tsukasa-kun benar-benar keren. Jika Tsukasa-kun jomblo, aku mau jadi pacarnya, lho~”
…Hmm? Ada sesuatu yang terasa agak aneh pada perkataan yang barusan dia ucapkan.
Sebelum aku bisa memikirkan apa yang aneh itu, Tobise-san mendekatiku lagi.
“Sampai jumpa lagi di tempat kerja, Tsukasa-kun.”
Tobise-san tersenyum ketika dia mengatakan itu, tapi jaraknya sangat dekat.
Tepat saat aku akan mundur selangkah, Sei-chan menyerobot di antara aku dan Tobise-san.
Terkejut melihatnya meyerobot tiba-tiba, Sei-chan memelototi Tobise-san.
“…Tobise-san.”
“Ada apa, Sei-chan?”
“Tolong… Jangan terlalu dekat dengan Tsukasa.”
Sei-chan mengatakan itu dengan membelakangiku dan menjauhkanku dari Tobise-san.
Tunggu dulu, barusan dia memanggil nama depanku meskipun ada orang lain sekarang…?
“Hmm, kenapa?”
“Karena, Tsukasa adalah… p-pa-pacarku!”
“Huh…!”
S-Sei-chan menyebutku pacarnya…!
Aku sangat senang dan terharu, tapi aku tidak pernah menyangka Sei-chan akan mengatakan itu pada Tobise-san.
Memang tergantung pada Sei-chan apakah akan memberitahu orang lain bahwa kami sedang menjalin hubungan atau tidak, tapi… Mungkinkah dia cemburu?
“Tobise-san, aku tahu kalau kamu tidak bisa menjaga jarak saat berbicara dengan orang lain, tapi, tolong jangan sedekat itu dengan pacarku.”
Sei-chan mengatakan itu dengan lantang, tapi sisi wajahnya, yang dilihat dari belakang, sangat merah.
Dia sepertinya menyatakan itu meskipun dia merasa malu.
“…Fufu, begitu, ya! Baiklah, maaf ya, Sei-chan.”
“T-Tidak apa jika kamu sudah mengerti… Aku juga minta maaf.”
“Tidak, ini salahku. Meskipun aku sudah tahu kalau kalian pacaran, aku mendekati Tsukasa-kun seakan-akan untuk memprovokasimu.”
“…Apa?”
Mendengar kata-kata Tobise-san, Sei-chan membelalakkan matanya dan membeku.
Aku juga sedikit terkejut, tapi menurut apa yang dikatakan Tobise-san sebelumnya…
“Jika Tsukasa-kun jomblo…”
Jadi, dia sudah tahu bahwa aku sedang pacaran dengan seseorang, ya?
Aku memang pernah mengatakan padanya bahwa aku menyukai Sei-chan, tapi jika hanya itu yang aku katakan, itu artinya aku tidak sedang pacaran dengan siapa pun dan lagi jomblo.
Sei-chan kemudian tersadar dan menoleh ke arahku.
“T-Tsukasa, apakah kamu yang memberitahunya?”
“Tidak, aku tidak memberitahunya.”
“Lalu kenapa…?”
“Aku tidak mengetahuinya dari Tsukasa-kun, kok. Aku hanya melihat kalian sedang berduaan dan berpikir kalian pasti pacaran.”
Yah, terlebih lagi, itu mungkin juga semakin jelas terlihat dari kasus penyamaran Sei-chan sebelumnya.
“Kamu sungguh imut, Sei-chan~. Apakah kamu begitu cemburu hingga menyatakan bahwa kamu adalah pacar Tsukasa-kun? Waaah, masa muda banget~.”
“Ah, uuuh…!”
“Jangan khawatir, Sei-chan. Tsukasa-kun memang keren, tapi aku tidak akan mencoba merebutnya darimu. Selain itu, meski aku jatuh cinta pada Tsukasa-kun pun, kurasa aku tidak akan bisa merebutnya darimu.”
Tobise-san tersenyum dan tertawa bahagia.
Sei-chan, di sisi lain, memelototi Tobise-san dengan wajah memerah.
“Ukh… Kau hanya mengolok-olokku, kan?”
“Ya, maaf? Tapi, karena aku bisa melihat betapa imutnya Sei-chan, aku tidak menyesal atau pun merasa bersalah!”
Tobise-san mengatakan itu dengan senyum yang sangat manis.
“Ap…! A-Aku sudah paham betul, bahwa aku membencimu, Tobise-san!”
Dengan wajah memerah cerah, Sei-chan menunjuk Tobise-san dan berkata begitu.
“Ufufufu, tapi aku sangat menyukaimu, lho~!”
“J-Jangan menempel padaku! Kenapa kamu tiba-tiba memelukku?”
“Soalnya Sei-chan sangat imut!”
“Jangan usap kepalaku! Dasar, menjauhlah sana… Kau ternyata sangat kuat, ya!? Tsukasa, tolong aku!”
“Ayo peluk Sei-chan bersama, Tsukasa-kun~!”
“Apa-apaan yang orang ini bicarakan, sih!?”
Sei-chan tidak lagi berkata sopan pada Tobise-san.
Tapi, kalau tidak salah, mereka memang seperti ini dalam cerita aslinya.
Tobise-san menjahili Sei-chan dengan menempel padanya, sementara Sei-chan bereaksi imut menghadapi hal itu, yang membuatnya jadi semakin dijahili.
Padahal pertemuan mereka benar-benar berbeda dari cerita aslinya, namun hubungan mereka hampir sama, ya.
Yah, bukan berarti itu tidak cocok sih.
Melihat hubungan mereka berkembang hampir sama seperti di cerita aslinya membuat wajahku menjadi rileks.