[LN] Isekai Romcom Volume 3 Chapter 1.2 Bahasa Indonesia

Kerja Paruh Waktu dan Karakter Baru (Bagian 2)

Bab 1: Kerja Paruh Waktu dan Karakter Baru

2


Setelah Sei Shimada berpisah dengan Tsukasa Hisamura dan Marino Tobise.

Saat dia berjalan pulang menuju rumahnya, yang bisa dia pikirkan hanyalah Tobise yang dia temui sebelumnya.

“…Dia perempuan yang cantik.”

Di sekeliling Sei, ada banyak gadis berpenampilan menarik seperti Kaori Toujoin dan Shiho Fujise.

Tentu saja itu juga termasuk Sei, tapi Sei sendiri menganggap bahwa Toujoin dan Shiho lebih menarik.

Sulit untuk menemukan seseorang yang sebanding dengan mereka berdua dalam hal penampilan, namun Marino Tobise, orang yang baru saja dia temui, adalah seseorang yang bisa berdiri setara dengan mereka dengan mudah.

Dia mungkin orang yang cantik jika dia diam, dan kecantikannya tidak akan kalah meski dia dihadapkan dengan Kaori Toujoin.

Namun, karena kepribadiannya, dia sering tersenyum dan memiliki keimutan yang polos yang sama seperti Shiho.

Dan ada semacam daya tarik seks tertentu yang tidak dimiliki oleh mereka berdua, daya tarik yang hanya bisa dimiliki oleh perempuan yang lebih tua.

Agak sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, tapi kasarnya… itu erotis.

“…”

Bukannya Sei tidak percaya.

Tsukasa sendiri telah berkali-kali memberitahunya bahwa dia menyukai Sei, dan Sei bisa merasakannya sampai ke tingkat yang memalukan.

Namun, hal tersebut bukanlah alasan untuk tidak khawatir.

Dia percaya dan yakin bahwa Tsukasa menyukainya dan tidak akan pernah tertarik pada wanita lain, tapi ada sesuatu yang membuatnya terganggu.

“Dan orang itu, aku merasa dia terlalu dekat dengan Tsukasa… Dia juga memanggilnya ‘Tsukasa-kun.’”

Bagi Sei, cara Tobise memanggil Tsukasa itulah yang paling mengganggunya.

Setelah Tobise muncul, Sei dengan cepat mengubah panggilan nama Tsukasa menjadi “Hisamura” karena mereka tidak lagi hanya berdua.

Tsukasa, yang memahami hal itu, juga memanggilnya “Shimada”.

Namun, Tobise, yang sama sekali tidak sadar dan tidak peduli, memanggil mereka “Tsukasa-kun” dan “Sei-chan.”

Dia sendiri tidak keberatan dipanggil ‘Sei-chan’, karena dia sudah terbiasa dipanggil seperti itu oleh Tsukasa dan Shiho.

Tapi, cara Tobise memanggil Tsukasa dengan sebutan ‘Tsukasa-kun’ itu sangat mengganggunya.

(Padahal aku saja tidak memanggilnya seperti itu di depan orang lain…!)

Memikirkan hal itu membuatnya merasa sangat kesal.

(Tsukasa juga, kenapa pula wanita yang baru pertama kali dia temui itu memanggil nama depannya seperti itu… Tunggu, mungkin bukan begitu. Mungkin Tobise-san adalah tipe yang memperlakukan semua orang seperti itu.)

Dia bisa mengerti karena aura Tobise entah bagaimana terasa mirip dengan Shiho.

Shiho juga memperlakukan setiap orang dengan sama, jadi dia sering disalahpahami oleh berbagai cowok.

Namun, karena Shiho sekarang sudah secara terang-terangan menyatakan bahwa dia menyukai Yuuichi Shigemoto, dia tidak lagi disalahpahami.

Dilihat dari cara Tobise memperlakukan Tsukasa, mungkin Tobise-san juga disalahpahami oleh banyak orang.

Namun, Tsukasa tidak akan salah paham, atau begitulah yang ingin dia percayai.

Meskipun Tsukasa salah paham dan berpikir, “Mungkinkah Tobise-san menyukaiku?”, seharusnya itu tidak jadi masalah karena dia sudah punya pacar yaitu Sei.

(Sudah kuduga aku masih khawatir. Selain itu…)

Selain khawatir, Sei juga merasa sedikit tidak nyaman.

Itu adalah saat dia menyembunyikan hubungannya dengan Tsukasa dari Marino Tobise.

Keduanya memutuskan untuk menyembunyikan fakta kalau mereka pacaran.

Sei memberi tahu Tsukasa bahwa dia ingin merahasiakan hubungan mereka dan lebih menyimpannya sendiri daripada memberi tahu orang lain, dan Tsukasa pun setuju.

Jadi, demi merahasiakan hal itu, Sei berbohong saat Tobise bertanya padanya, “Apakah kalian pacaran?”

Dia mengatakan bahwa mereka hanya teman sekelas.

Saat dia mengatakan itu, dia merasakan sesuatu yang aneh.

(Aku ingin merahasiakannya, tapi saat aku mencoba merahasiakannya… Aku merasa ada sesuatu yang tidak nyaman.)

Itu bukanlah perasaan “Bagaimana jika dia direbut dariku?”, tapi itu adalah perasaan yang berbeda.

Sei sendiri tidak paham, tapi dia jelas merasa tidak nyaman.

Ketika dia memikirkan hal itu, dia pun sampai di rumahnya.

Dia masuk ke kamarnya, meletakkan tas, berbaring di tempat tidur dan merenung.

Sei memiliki kebiasaan memeluk boneka binatang di tempat tidurnya setiap kali dia merenung, namun dia tidak benar-benar menyadari hal itu.

“…Aku harus bagaimana?”

Dia benci merasa gelisah seperti itu.

Jadi entah bagaimana caranya, dia ingin menghilangkan perasaan gelisah itu, tapi dia tidak tahu harus melakukan apa.

Haaa, sebaiknya aku mengerjakan PR saja untuk saat ini.”

Dia tidak ada kegiatan, jadi dia berencana mengerjakan PR untuk mengalihkan pikirannya dari apa yang dia rasakan saat ini.

Dengan pemikiran itu, dia pun duduk di kursinya dan menaruh peralatan belajarnya di atas meja.

Kemudian dia berkonsentrasi mengerjakan PR-nya, namun… seberapa keras pun dia mencoba, dia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.

Pada akhirnya, dia masih kepikiran oleh Tsukasa dan wanita itu, Tobise.

(Apakah mereka sedang bekerja paruh waktu bersama sekarang…?)

Melirik ke arah jam, dia mengetahui bahwa baru sekitar tiga puluh menit sejak dia sampai di rumah.

Dia tidak tahu berapa lama waktu kerja Tsukasa, tapi ini belum satu jam, jadi dia pasti masih bekerja dengan serius.

(Haaa, aku harus bagaimana… Aku bahkan tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan PR, apakah sebaiknya aku keluar mencari udara segar sebentar?)

Yah, seperti biasa, pergi ke Moonbucks dan membeli minuman atau semacamnya…

Ketika dia berpikir seperti itu, Sei pun mendapat ide.

(Bukankah tak masalah kalau aku pergi ke tempat kerja Tsukasa…?)

Tempat kerja paruh waktu Tsukasa adalah di kedai kopi biasa.

Tidak ada salahnya apabila Sei pergi ke sana, dan dia tidak akan diusir.

Tsukasa juga bilang bahwa Sei bisa datang kapan-kapan, dan jika pun dia datang sekarang, itu seharusnya tidak jadi masalah.

Daripada merasa khawatir akan situasi Tsukasa dan Tobise saat ini, akan lebih baik jika dia pergi ke sana dan memeriksanya.

(Namun jika aku pergi ke tempat kerja Tsukasa tepat setelah bertemu Tobise-san, bukankah Tobise-san akan mengetahui bahwa aku pacaran dengan Tsukasa…?)

Dia memberi tahu Tobise bahwa hubungannya dengan Tsukasa adalah teman sekelas.

Akan aneh untuk pergi ke tempat kerja teman sekelas setelah mereka berpisah sehabis pulang sekolah.

Meski pun dia berpura-pura kebetulan datang ke sana, dia mungkin akan tetap ketahuan.

Selain itu, jika Tsukasa bertanya, “Kenapa kamu datang tiba-tiba seperti ini?”, dia tidak tahu harus menjawab apa.

(Dan aku tidak bisa bilang kalau aku datang ke sana karena aku khawatir soal dia dan Tobise-san… I-Itu terlalu memalukan.)

Pipinya sedikit memerah, lalu dia menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran itu.

Dan setelah memikirkan apa yang harus dilakukan…

“…Benar juga, menyamar!”

Sei pernah menyamar beberapa kali sebelumnya.

Dia pernah menyamar ketika pergi ke pojok manga shoujo karena dia penasaran pada itu, meskipun dia berpikir bahwa itu tak cocok dengannya.

Agar orang-orang tidak mengenalinya meski saat bertemu orang yang dikenalnya, dia berpakaian feminim saat itu, menggunakan rok yang jarang dia pakai.

Karena dia hendak pergi ke bagian manga shoujo, dia pikir akan lebih cocok untuk berpakaian seperti itu.

Tapi, karena sekarang dia hanya akan pergi ke kedai kopi, jadi dia tidak perlu memakai rok.

“Dengan kata lain, aku hanya perlu memastikan agar mereka tidak mengenaliku… Aku akan menyembunyikan wajahku dan memakai topi. Dan jika aku mengenakan pakaian yang belum pernah dilihat Tsukasa, maka dia tidak akan mengenaliku.”

Dan hasilnya, dengan memakai topi baret dan kacamata hitam, pakaian yang dikenakan Sei hampir seluruhnya berwarna hitam.

Itu mungkin berlebihan, tapi jika dia tidak melakukannya sampai sejauh itu, Tsukasa mungkin akan mengenalinya.

Fumu, harus kuakui ini penyamaran yang bagus.”

Dia melihat ke cermin dan mengangguk percaya diri bahwa dia tidak akan pernah ketahuan.

— Namun pada kenyataannya, dia akan ketahuan begitu dia terlihat.

“Oke, ayo pergi.”

Dan Sei pun berangkat menuju tempat kerja paruh waktu Tsukasa.


Sei pun tiba di kedai kopi tempat Tsukasa bekerja paruh waktu dan membuka pintu yang diiringi suara gemerincing.

“Selamat datang~”

Orang yang menyapanya adalah Marino Tobise, perempuan yang dia temui sebelumnya.

“Apakah Anda sendirian?”

“…Ya.”

“Baiklah~. Silahkan ikuti saya.”

Dia pun terus mengikuti Tobise.

Tobise tampaknya tidak sadar bahwa dia adalah Sei, dan Sei pun menghela napas lega.

(Fiuh, sudah kuduga penyamaranku berhasil kali ini. Terakhir kali aku menyamar, aku tidak bertemu seseorang yang kukenal, hingga itu akhirnya menjadi sia-sia, tapi kali ini, dengan asumsi bahwa aku akan menemui seseorang, aku senang penyamaran ini tampaknya berhasil.)

Sambil berpikir begitu, dia pun mencoba duduk di kursi yang ditunjukkan Tobise padanya.

Tampaknya kursi yang Tobise tunjukkan adalah kursi konter, kursi di mana kamu bisa melihat masakan tepat di depanmu.

Dan yang berdiri di sana adalah Tsukasa.

(Huh!? Aku tidak menyangka akan duduk di tempat di mana Tsukasa berada tepat di depanku…!)

Tsukasa mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru tua dan dasi hitam, yang mungkin merupakan seragam toko.

(…Yah, itu terlihat cocok untuknya.)

Mengenakan pakaian kerja memberikan Tsukasa kesan yang serius dan suasana yang berbeda, dan itu membuat Sei sedikit merasa gugup.

“Silakan duduk di sini~”

Wanita tampaknya mengenakan seragam kerja yang sama, karena Tobise, yang memandunya, juga mengenakan pakaian yang sama.

(…Orang ini punya dada yang besar.)

Dibandingkan dengan Tsukasa, secara kasat mata, bagian dada Tobise lebih menonjol daripada orang normal.

Bahkan itu pun bisa menarik perhatian Sei yang seorang wanita, sehingga jika orang itu adalah seorang pria, mereka pasti akan melihat ke sana.

Meski merasa sedikit tidak nyaman dengan hal itu, dia pun duduk di kursi dengan Tsukasa yang ada di depannya.

Tsukasa menatap Sei dengan mata terbelalak.

(T-Tidak mungkin, apakah aku ketahuan? Kok bisa…?)

Dia sendiri berpikir bahwa dia telah menyamar dengan hampir sempurna, jadi dia tidak mengira akan ketahuan secepat itu.

“Tsukasa-kun, ada apa~?”

Sepertinya Tobise juga merasa kalau Tsukasa bertingkah aneh dan menanyakan hal itu padanya dari balik meja konter.

“T-Tidak, tidak apa-apa kok.”

“Benarkah~? Jika kamu merasa tidak enak badan atau semacamnya, beritahukan saja ke Manajer untuk minta izin istirahat.”

“Aku sungguh baik-baik saja. Terima kasih.”

Tsukasa tampak agak aneh, tapi dia sepertinya tidak sadar… begitulah pikir Sei.

(Oke, Tsukasa juga sepertinya tidak mengenaliku. Tidak heran sih, karena aku bahkan memakai topi dan kacamata hitam.)

Sembari berpikir begitu, dia pun membuka daftar menu.

Dia sedikit lapar, jadi dia memutuskan untuk memesan cheese cake dan es coklat.

(Haruskah… aku yang langsung memberitahukan pesananku karena aku duduk di sini?)

Tampaknya Tobise pergi ke meja lain untuk menerima pesanan, jadi akan lebih membantu bagi pelayan untuk memesan langsung pada Tsukasa, yang berada tepat di depannya.

Tepat saat dia hendak berbicara setelah berpikir begitu, Sei pun tiba-tiba tersentak dan berhenti.

(H-Hampir saja, jika aku bicara seperti biasa, dia mungkin akan mengenali suaraku. Tsukasa juga bilang kalau dia menyukai suaraku. Aku mungkin harus mengubah suaraku, dan juga caraku bicara.)

Dengan mengingat hal itu, Sei berdehem sekali dan kemudian berbicara kepada Tsukasa.

Umm, bolehkah saya memesan?”

Dia sedikit meninggikan suaranya dan berusaha berbicara layaknya Ojou-sama, meniru Kaori Toujoin.

Ukh!?”

Mungkin terkejut karena diajak bicara tiba-tiba, Tsukasa mengeluarkan suara yang seolah-olah ia tersedak.

“Apakah Tsu… A-Anda baik-baik saja?”

Dia hampir saja memanggilnya “Tsukasa”, tapi berhasil mengubahnya di saat-saat terakhir.

Ukh…! S-Saya baik-baik saja. Ya, silakan dipesan.”

Entah kenapa, Tsukasa memalingkan muka sehingga Sei tidak bisa melihat wajahnya, namun tubuhnya gemetar hebat.

(Apakah dia benar baik-baik saja? Dia bertingkah aneh dari tadi, apakah dia sebenarnya demam atau semacamnya?)

Meski merasa sedikit khawatir, Sei pun memberitahukan pesanannya.

“Tolong, saya mau pesan es coklat dan sepotong cheese cake.”

“T-Tentu… Mohon ditunggu sebentar.”

Tsukasa segera berbalik setelah menerima pesanan, namun tubuhnya masih gemetar.

Sei khawatir bahwa Tsukasa mungkin sedang tidak enak badan, tapi karena dia hanya seorang pelanggan, dia tidak bisa berbicara dengan Tsukasa dengan santai.

Aahh, saya lupa menghidangkan ini~. Ini air untuk Anda, Nona.”

“…Terima kasih banyak.”

Sei menerima air itu sembari berterima kasih padanya, dan melirik Tobise sambil meneguk air dengan perlahan.

Tobise tersenyum dan terlihat persis sama seperti ketika Sei bertemu dengannya di jalan sebelumnya.

Setelah menyajikan air kepada Sei, dia pun kembali ke pelanggan lain untuk menerima pesanan mereka.

Tobise berbicara kepada pelanggan lain dengan formal, tapi tidak jauh berbeda dengan cara dia berbicara kepada Tsukasa.

Dengan kata lain, itu artinya dia selalu berbicara pada orang lain dengan cara yang seperti itu.

(Shiho juga terasa seperti itu, tapi Tobise-san lebih dari itu. Dia orang yang luar biasa.)

Saat Sei sedang meminum air sambil berpikir begitu, Tsukasa, yang berada di depannya, berbicara padanya.

“Ini pesanan Anda, Nona; es coklat dan cheese cake. Maaf karena menyerahkannya dari balik konter.”

“Ah, ya… Terima kasih banyak.”

Ukh… Silakan dinikmati.”

Tsukasa mengatakan itu sembari tubuhnya gemetar lagi. Berpikir bahwa tidak apa-apa jika hanya sedikit, Sei pun berbicara kepadanya.

“Tubuh anda gemetar, apakah anda baik-baik saja?”

“Y-Ya, tubuh saya baik-baik saja. Saya minta maaf karena telah membuat Anda khawatir.”

“Tidak masalah, tapi tolong jangan memaksakan diri.”

“Ya… Saya sudah mulai terbiasa, jadi saya baik-baik saja.”

Sei tidak tahu Tsukasa sudah terbiasa dengan apa, tapi dia senang karena sepertinya Tsukasa tidak sakit atau semacamnya.

Melanjutkan pembicaraan, Sei pun terus berbicara dengan Tsukasa.

“Apakah Anda pekerja paruh waktu?”

“Ya, saya baru bekerja beberapa hari yang lalu.”

Ara, begitu ya. Pelayan wanita yang di sana juga tampaknya masih belum terbiasa, ya?”

“Ya, dia baru bekerja satu minggu lebih dulu dari saya.”

Rupanya Tsukasa dan Tobise mulai bekerja paruh waktu pada waktu yang hampir bersamaan.

“Pelayan itu wanita yang cantik, ya. Senyumannya manis dan enak dipandang.”

Tobise masih tampak asyik mengobrol dengan pelanggan.

“Ya, benar. Menurut saya dia adalah wanita yang sangat baik.”

Tsukasa juga berbicara kepada Sei, seolah-olah dia sedang berbicara dengan pelanggan.

Sei berpura-pura melihat ke arah Tobise, namun dia diam-diam melirik Tsukasa.

“Bukankah akan sangat menyenangkan bagi seorang pria untuk bekerja dengan wanita yang seperti itu?”

Setelah menanyakan pertanyaan itu, Sei sedikit menyesalinya.

(A-Apakah aku sudah kelewatan? Bukankah aneh jika seorang pelanggan tiba-tiba menanyakan sesuatu seperti itu? Kuharap aku bisa menanyakannya dengan cara yang sedikit lebih baik…!)

Dia berpikir begitu dalam hati, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya dan memperhatikan reaksi Tsukasa.

Tsukasa membelalakkan matanya sedikit, lalu tersenyum kecil sebelum menjawab.

“Ya, dia sangat mudah diajak bicara dan tentu saja menyenangkan untuk diajak bekerja sama.”

“…B-Begitu, ya.”

Mendengar jawaban itu membuatnya merasa semakin tidak nyaman dari sebelumnya.

Karena dia yang memulai memuji Tobise duluan, wajar saja jika Tsukasa memujinya juga untuk mengikuti alur percakapan.

“Tapi, apakah hal itu membuat saya senang atau tidak sebagai seorang pria, sejujurnya, itu sedikit diragukan.”

“…Eh?”

Mendengar kata-kata itu membuat Sei meninggikan suaranya yang biasa, bukan suaranya yang dibuat-buat.

Tsukasa terus berbicara seolah-olah ia tidak menyadari hal itu.

“Lebih tepatnya karena saya tidak akan pernah bisa menyukai Tobise-san sebagai seorang wanita. Ah, Tobise-san adalah nama pelayan wanita itu.”

“…A-Ara, benarkah? Kenapa begitu?”

“Karena saya telah memiliki seseorang yang saya cintai.”

Padahal Sei sudah mampu kembali tenang, namun kata-kata Tsukasa segera membuatnya salah tingkah lagi.

Tsukasa, sambil mengelap piring-piring, yang sudah dicuci, hingga kering, melihat ke arah Sei dengan tersenyum.

“Memang benar bahwa Tobise-san mungkin adalah seorang wanita yang cantik dan menarik, tapi bagi saya, orang yang saya cintai itu lebih cantik, imut dan menarik. Jadi, sama sekali tidak mungkin saya akan tertarik pada Tobise-san.”

Ukh… B-Begitu, dia pasti wanita yang sangat luar biasa, orang yang Anda sukai itu.”

“Ya, bagi saya dia adalah wanita yang paling menarik dan paling imut di dunia.”

Mendengar kata-kata itu, Sei pun menundukkan wajahnya yang memerah cerah.

(Ukh, dasar Tsukasa… perkataannya sungguh memalukan…! Untung saja aku yang mendengarnya…!)

Mungkin Tsukasa tidak sadar, tapi orang yang dipuji-puji Tsukasa adalah Sei yang sedang menyamar itu.

Bagi Tsukasa, ia hanya memuji orang yang dicintainya kepada orang asing.

Namun bagi Sei, mendengar Tsukasa secara terbuka mengungkapkan kisah cintanya kepada orang lain sangatlah memalukan.

(Jika kau mengatakan hal semacam itu kepada orang lain, mereka akan berpikir bahwa kami ini pasangan bucin…!)

Namun kali ini, untunglah bahwa orang asing itu adalah Sei yang sedang menyamar.

“M-Mas, Anda seharusnya tidak menceritakan sesuatu yang seperti itu kepada orang lain. Itu sebaiknya, umm, Anda simpan di dalam hati saja.”

Fufu, saya mengerti. Maafkan saya, Nona.”

“K-Kenapa Anda tertawa?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Sei hendak bertanya kenapa Tsukasa tertawa, tapi sayangnya dia dipanggil ke dalam oleh seorang pria yang sepertinya adalah manajer toko.

“Nah, Nona, silakan nikmati waktu Anda.”

Tsukasa mengatakan itu sambil tersenyum dan kemudian pergi.

(D-Dasar, dia tersenyum manis pada pelanggannya? Bagaimana kalau pelanggan wanita salah paham karena itu…!)

Sambil berpikir begitu, Sei pun memakan cheese cake dan es coklat-nya.

Karena kabut yang menyelimuti pikirannya selama ini telah menghilang, jadi dia sangat menikmati hidangannya.

(Syukurlah aku datang kesini. Aku bisa melihat bagaimana Tsukasa bekerja, dan aku bisa mendengar perasaannya, yah, tanpa sengaja. Aku masih sedikit khawatir, tapi sepertinya aku bisa mempercayainya.)

Setelah menghabiskan es coklat dan cheese cake-nya, Sei pun beranjak dari tempat duduknya.

Dia kemudian menuju ke kasir di dekat pintu masuk.

Tampaknya yang menjaga meja kasir sekarang adalah Tobise.

“Saya ingin membayar tagihannya.”

“Ya~ Apakah hidangannya enak?”

“Ya, itu sangat enak.”

“Saya senang mendengarnya. Silakan datang lagi, Sei-chan.”

“Ya… Eh?”

Aku refleks menjawab, tapi apa yang sebenarnya dikatakan perempuan ini?

Hm? Ada apa, Sei-chan?”

“Eh, eeeeeh!? K-Kamu sadar?”

“Ya, tentu saja. Kamu terlihat luar biasa keren, Sei-chan~.”

Sei tercengang saat Tobise mengatakan itu sambil tersenyum.

“Eh, t-tapi, kamu tadi bicara padaku dengan formal, kan?”

“Sebabnya aku pelayan dan kamu pelanggan, kan, Sei-chan?”

“T-Tapi kamu sama sekali tidak bersikap seperti sudah tahu, lho…?”

“Benarkah? Aku sadar kalau kamu Sei-chan, itulah sebabnya aku menunjukkan tempat duduk tepat di depan Tsukasa-kun.”

“B-Bohong…”

“Benar kok~ Dan Tsukasa-kun sepertinya juga langsung sadar, lho?”

“Eeeh…”

Mendengar kata-kata itu, Sei pun berbalik dengan takut-takut.

Dia bertatap mata dengan Tsukasa yang terlihat sangat canggung di balik konter.

“…”

“…”

“…Maaf, Sei-chan.”

Ukh–!?”

Wajah Sei pun memerah cerah dan terlihat seakan hampir menangis.

◇ ◇ ◇



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset