[LN] Isekai Romcom Volume 2 Bab 2.3 Bahasa Indonesia

Kompetisi Bola (Bagian 3)

Bab 2: Kompetisi Bola

3


Fiuh, aku lelah…

Setelah pertandingan melawan kelas Toujoin-sain, aku istirahat sebentar.

Karena momentum dan terbawa suasana, aku memutuskan untuk menjadi pitcher, dan meski sudah cukup lama sejak aku menjadi pitcher, aku berhasil melakukannya dengan cukup baik.

Yah, hanya ada satu alasan kenapa aku dapat melakukannya dengan baik.

Saat ini aku sedang bermain lempar tangkap dengan Yuuichi untuk mendinginkan diri setelah pertandingan.

Aku sebelumnya langsung melempar sekuat tenaga tanpa banyak pemanasan, jadi aku harus menjaga bahu dan sikuku setelahnya atau itu bisa-bisa patah dengan banyaknya tekanan yang aku berikan.

Yah, mungkin ini akan baik-baik saja, tapi lebih baik mencegah daripada mengobati, kan.

Setelah bermain lempar tangkap ringan dengan Yuuichi, kami menuju ke tempat teman-teman sekelas berkumpul.

Mungkin karena tim bisbol putra menang, semua orang dengan asyik mengobrol di salah satu sudut lapangan sekolah.

Saat aku dan Yuuichi mendekat, beberapa gadis memperhatikan dan mendatangi kami.

“Yuuichi-kun! Itu home run yang luar biasa!”

“Sungguh menakjubkan bisa memukul sejauh itu melawan ace tim bisbol.”

“Oh, terima kasih.”

Seperti yang diharapkan dari Yuuichi. Dia cukup populer di kalangan gadis-gadis di kelas, dan dia dengan cepat dikelilingi oleh mereka.

Saat Yuuichi memberikan senyum segar sebagai tanggapan, gadis-gadis di dekatnya langsung tersipu.

Yaah, seperti yang diharapkan dari seorang protagonis tampan.

Home run itu memang sungguh menakjubkan, sih.

“Permisi, bisakah kalian membiarkanku lewat?”

“Ah, T-Toujoin-san… Silakan.”

Toujoin-san dengan cepat muncul dan membubarkan gadis-gadis kelas sambil tersenyum.

Seperti yang diharapkan, gadis-gadis di kelas sepertinya tidak ingin bersaing dengan Toujoin-san.

Yah, butuh keberanian untuk melawan Toujoin-san, baik dalam hal penampilan maupun otoritas.

“Yuuichi, kerja bagus.”

“Ah, Kaori, terima kasih.”

Saat Toujoin-san mendekati Yuuichi, sebagian besar gadis di sekitarnya telah menghilang. Kecuali satu orang, Shiho Fujise.

“Shigemoto-kun, kerja bagus. Nih, handuk dingin.”

“Wah, terima kasih, Fujise. Ah, rasanya enak sekali.”

“Fujise-san? Apakah handuk itu milikmu?”

“Tentu saja…”

Melakukan hal-hal seperti memberikan handuk dingin untuk Yuuichi, dia tampak seperti manajer yang berdedikasi.

Jika gadis imut seperti itu menjadi manajer, aku merasa aku bisa menjadi lebih kuat lagi.

“Aku akan membeli handuk itu darimu. Sebutkan harganya.”

“Eh?”

“Handuk yang basah oleh keringat Yuuichi sangat berharga. Apakah kamu tidak tahu?”

“Tidak, aku tidak tahu maksudmu.”

Yuuichi, seperti yang diduga, refleks merespon saat mendengar kata-kata Toujoin-san.

Ya, menurutku hanya Toujoin-san yang mengerti maksud perkataannya.

“Ada apa denganmu, Yuuichi? Bagiku, keringatmu jauh lebih berharga daripada berlian, lho.”

“Tidak, tidak, berlian jelas lebih berharga, tau.”

“Itu tergantung orangnya. Tentu saja, jika aku diberi kesempatan, aku akan senang untuk langsung menji—maksudku menciumnya.”

“Tunggu sebentar, apakah kamu barusan mau bilang menjilat? Menjilat apa? Keringatku? Mencium mungkin lebih baik daripada menjilat, tapi tetap saja itu cukup berbahaya, kan?”

“Jangan khawatir, aku akan menjaga asupanku di tingkat yang wajar agar aku tidak akan terkena gejala efek samping.”

“Aku tidak mengerti, tapi apakah menurutmu keringatku semacam narkoba?”

Seperti yang diharapkan dari Toujoin-sanFetish-nya agak aneh, atau lebih tepatnya berbahaya…

Ara, Hisamura-kun, apakah ada yang ingin kamu katakan padaku?”

“Tidak, tidak ada.”

Kupikir akan tepat untuk berasumsi bahwa pikiranku sebagai sesuatu yang mudah dibaca.

Terutama ketika aku memikirkan sesuatu yang sedikit tidak sopan.

“Jadi, Fujise-san, bagaimana menurutmu? Aku bisa menaikkan harganya hingga 100 juta yen.”

“SERATUS JUTA…?!”

Bahkan aku tanpa sadar pun berseru.

Bukankah itu kebanyakan?

Menghabiskan uang sebanyak itu untuk membeli handuk yang terkena keringat Yuuichi.

Bagiku, jika itu berarti handuk yang basah oleh keringat Sei-chan, maka…

A-Ayo jangan pikirkan itu lagi

Ada kemungkinan besar aku bisa berakhir memiliki fetish yang sama dengan Toujoin-san.

Fufu, maafkan aku, Toujoin-san. Ini handuk favoritku, jadi aku tidak bisa memberikannya padamu.”

Fujise menegaskannya sambil tersenyum.

Dia dengan mudah menolak tawaran 100 juta yen.

“Eh, Fujise, ini handuk favoritmu? Apakah tidak apa-apa jika aku menggunakannya?”

“Ya, tidak apa kok. Shigemoto-kun, apakah kamu sudah menyeka keringatmu?”

“Ahh, ya. Rasanya sangat enak.”

“Ah, syukurlah,” kata Fujise sambil mengambil handuk dari Yuuichi.

“Jika kamu mau, aku bisa mencucinya di rumah dulu dan mengembalikannya nanti…”

“Tidak apa kok, aku akan mencucinya sendiri sampai bersih. Aku tidak akan melakukan hal aneh seperti Toujoin-san, jadi jangan khawatir.”

“Y-Ya, aku percaya padamu, tentu saja.”

Ya, Fujise tidak secara khusus digambarkan memiliki fetish yang menyimpang dalam cerita aslinya.

…Iya, kan?

***


Toujoin-san dan Fujise berdebat memperebutkan Yuuichi, tapi aku tidak peduli lagi dan menjauh dari mereka.

Aku merasa Yuuichi menatapku dengan tatapan minta tolong, tapi itu mungkin hanya perasaanku saja.

Omong-omong, di mana Sei-chan, ya?

Aku belum melihat Sei-chan sejak pertandingan berakhir.

Aku melihat sekeliling dan menemukan Sei-chan berada tidak jauh dari tempat Fujise dan Toujoin-san berdebat.

Dia tampaknya lebih dekat dengan kami daripada yang diduga.

Saat aku mulai berjalan ke arah Sei-chan, dia sepertinya menyadariku mendekat, lalu menatapku dan tersenyum ringan.

Dia imut. Aku ingin pacaran dengannya. Oh, benar, kami kan sudah pacaran.

Selagi aku memikirkan itu dan hendak menyapa Sei-chan, kemudian—

“Hisamura-kun, terima kasih atas kerja kerasnya!”

“Lemparanmu luar biasa! Bolanya juga sangat cepat! Apakah kamu bermain bisbol?”

Dua gadis berbicara padaku, memotong di antara aku dan Sei-chan.

“Eh, uh, terima kasih. Aku hanya bermain bisbol saat SD.”

Aku terkejut karena mereka tiba-tiba bicara padaku, tapi aku tidak bisa mengabaikan mereka, jadi aku menjawab pertanyaannya.

Maksudku, siapa gadis-gadis ini?

Aku ingat kalau kami sekelas, tapi aku tidak dapat mengingat nama mereka. Maaf.

“Oh, benarkah!? Kamu sangat atletis, itu luar biasa!”

“Benar, kamu terlihat keren!”

“A-Ahaha. Makasih.”

Jujur saja, senang rasanya dipuji, tapi mau tak mau aku merasa ada sesuatu di balik pujian itu yang membuatku takut.

Selain itu aku juga dibilang atletis, tapi aku pernah bermain bisbol di SD, jadi aku hanyalah seorang pemain berpengalaman yang kebetulan bersinar di antara para amatir.

Dibandingkan dengan Yuuichi, seorang amatir yang dapat dengan mudah melakukan home run melawan ace tim bisbol, kemampuan olahragaku bukanlah apa-apa.

Terlebih lagi, Sei-chan… Benar, aku ingin berbicara dengan Sei-chan, pikirku.

Sambil mengobrol santai dengan kedua gadis itu, aku melirik ke arah Sei-chan.

“Ah!”

Hmm? Ada apa, Hisamura-kun?”

“T-Tidak, bukan apa-apa.”

Aku hampir berteriak kaget. Itu berbahaya.

Kedua gadis itu sepertinya tidak sadar karena Sei-chan ada di belakang mereka, tapi—tatapan yang diberikan Sei-chan pada mereka berdua saat ini agak menakutkan.

Aku merasa suasananya saat ini mirip dengan saat Toujoin-san mengusir gadis-gadis di sekitar Yuuichi.

Tunggu, mungkinkah Sei-chan… merasa cemburu?

Tidak mungkin, benarkah?

Yah, mungkin salah jika aku merasa seperti ini, tapi… itu membuatku bahagia.

Saat aku menatap Sei-chan sambil berpikir begitu, dia menyadari tatapanku.

Sei-chan tampak kaget, tersipu, dan dengan canggung memalingkan wajahnya dariku, lalu buru-buru menjauh seolah mencoba melarikan diri.

Aku tidak tahu apakah dia merasa cemburu atau tidak, tapi sepertinya dia malu terlihat dalam keadaan seperti itu.

“Maaf, aku baru ingat aku ada urusan.”

“Eh, ah, ya.”

Setelah meminta maaf pada gadis-gadis yang baru saja berbicara denganku, aku pun mengejar Sei-chan.

Sei-chan belum pergi terlalu jauh; dia berada di ujung halaman sekolah, tempat di mana gedung sekolah menghalangi sinar matahari dan membuat tempat yang sejuk untuk berteduh.

Tempat itu sejuk karena tidak terkena sinar matahari, dan merupakan tempat yang tepat untuk beristirahat setelah berolahraga.

Aku melihat Sei-chan sedang bersandar di dinding sana.

Meski pun dia hanya bersandar di dinding, apa pun yang dia lakukan terlihat indah. Seperti yang diharapkan dari Sei-chan.

“Sei-chan, terima kasih atas kerja kerasmu.”

“Hisamura… Kamu juga, terima kasih atas kerja kerasmu.”

Saat aku berbicara dengannya, Sei-chan menjawab sambil menunduk, tidak menatap mataku.

Ada beberapa siswa di sekitar kami, tapi mereka saling mengobrol, jadi tidak ada yang memperhatikanku dan Sei-chan sekarang.

“Apakah kamu melihat penampilanku? Aku disemangati oleh Sei-chan, jadi aku berusaha sangat keras, aku bahkan sampai terkejut pada diriku sendiri karena itu.”

“Y-Ya, tentu saja aku melihatnya. Maksudku… kamu keren.”

“Hmm?! T-Terima kasih.”

Aku tidak menyangka pujian langsung seperti itu datang dari Sei-chan, jadi mau tak mau kata-kata terima kasihku sedikit tersangkut di tenggorokan.



“Kudengar kamu dulu bermain bisbol, tapi aku tidak menyangka kamu sehebat itu.”

“Yah, aku memang tidak terlalu hebat. Kurasa adrenalinku terpacu tadi karena Sei-chan menyemangatiku.”

“B-Begitu, ya… Gadis-gadis di kelas bilang betapa kerennya kamu. Itu hal yang bagus, kan?”

Hmm?”

Kenapa dia tiba-tiba membicarakan gadis-gadis di kelas kita… Oh, mungkinkah dia mengacu pada dua gadis yang tiba-tiba mendekatiku tadi?

“Aku senang gadis-gadis di kelasku mengagumiku, tapi kurasa aku tidak begitu tertarik. Aku hanya tertarik apakah pendapat Sei-chan mengenaiku telah meningkat atau tidak.”

“…T-Tentu saja meningkat. Kamu melakukan yang terbaik untukku, jadi itu akan tetap naik meski tanpa hasil sekali pun.”

“…Ah, terima kasih.”

Aku terlalu senang dan dia terlalu imut.

Aku merasa seperti terkena serangan balik sejak tadi.

Tidak, mungkin Sei-chan juga malu, jadi rasanya seperti kami saling menyerang.

Aku juga tidak bisa menatap wajah Sei-chan, jadi aku membuang muka dan meliriknya sesekali.

Saat itulah Sei-chan menatapku pada saat yang sama, dan tatapan kami bertemu satu sama lain dengan sempurna.

Untuk sesaat, kami saling membuat ekspresi bingung, dan kemudian kami tidak tahan dan tertawa bersama.

“Haha, itu agak lucu.”

Fufu, iya. Itu adalah momen membingungkan yang aku pun tidak begitu mengerti.”

Bahkan percakapan santai dan tidak berarti seperti ini menjadi menyenangkan jika dilakukan bersama Sei-chan.

Meskipun sebelumnya suasananya sedikit canggung, namun kemudian semuanya menjadi jauh lebih santai setelah itu.

“Bukankah sudah waktunya untuk pertandingan basket putri?”

“Oh, benar. Baiklah, ayo pergi ke gedung olahraga.”

Selain itu, pertandingan berikutnya adalah melawan kelas Toujoin-san.

Hingga saat ini, kelas kami menang dengan mudah berkat Sei-chan, tapi tidak akan semudah itu saat menghadapi kelas Toujoin-san.

“Pertandingan selanjutnya melawan Toujoin-san, kan?”

“Ya, benar. Dia mungkin lawan terkuat di kompetisi ini.”

“Lakukanlah yang terbaik, Sei-chan.”

Sei-chan telah berlatih keras kemarin dan kemarin lusanya agar dapat menang melawan Toujoin-san.

Dia berlatih tembakan three-point sepanjang waktu, tapi menjelang akhir, sepertinya tembakannya tidak meleset sama sekali.

Aku tidak menghitung berapa banyak tembakan yang berhasil dia masukkan berturut-turut, jadi aku tidak tahu pasti, tapi sepertinya dia berhasil memasukkan seratus tembakan berturut-turut.

“Karena Hisamura sangat membantuku, aku pasti akan menang untukmu.”

“…!”

Dia mengatakan itu dengan enteng, sambil dengan santai tersenyum.

Itu bukan serangan balik, tapi pukulan langsung ke wajah, yang membuatku benar-benar terkejut.

“Keren banget…!” gumamku tanpa sadar sambil menutupi wajahku dengan kedua tangan.

“Apa!? J-Jangan mengatakan hal seperti itu tiba-tiba!” kata Sei-chan padaku, terlihat malu mendengar kata-kataku.

Sambil melakukan percakapan seperti itu, aku dan Sei-chan pun menuju ke gedung olahraga.

***


Sesampainya di gedung olahraga, Sei-chan menuju ke lapangan, sementara aku naik ke catwalk lantai dua.

Karena gedung olahraga tidak seluas lapangan sekolah, jika ingin bersorak, kami harus naik ke lantai dua.

“Aku mendukungmu, Sei-chan!”

“Ya, makasih!”

Kami melakukan satu percakapan terakhir, dan kemudian Sei-chan dan aku berpisah.

Aku naik dan menuju tempat anak laki-laki dari kelas kami dan mendekat ke Yuuichi.

“Oh, Tsukasa, kamu datang. Pertandingan akan segera dimulai.”

“Ya, itu mungkin akan menjadi pertandingan tersengit dalam kompetisi ini.”

“Itu sudah pasti. Kelas kita punya Shimada, dan kelas lawan punya Kaori.”

Kedua tim telah memainkan beberapa pertandingan sejauh ini dan belum pernah kalah satu kali pun, mendominasi setiap pertandingan dengan keunggulan yang signifikan.

“Menurutmu siapa yang akan menang, Yuuichi?”

“Kemungkinan besar kelasnya Kaori. Shimada mungkin hebat, tapi bola basket tidak bisa dimenangkan sendirian.”

Tim lawan tidak hanya memiliki Toujoin-san tapi juga tiga anggota dari ekskul basket putri, sedangkan kelas kami tidak memiliki itu.

“Kita berada di kelas yang sama, jadi kuharap kelas kita dapat melakukannya dengan baik.”

“Bukankah seharusnya kamu mendukung Toujoin-san?”

“Yah, ini pilihan yang sulit. Dia berada di tim lawan, jadi sangat sulit untuk menyemangatinya.”

Memang benar kali ini dia berhadapan dengan kelas kami, dan akan sulit untuk menyemangati seseorang di tim lawan, meskipun mereka adalah teman baik.

“Tapi, bahkan dalam situasi seperti itu, Toujoin-san tetap mendukungmu, kan?”

“Kalau dipikir-pikir, benar juga, sih.”

“Yah, dia memang agak unik.”

Toujoin-san adalah pemuja Yuuichi, jadi dia tidak terlalu peduli dengan anak laki-laki di kelasnya.

“Bukankah tidak apa-apa jika kamu hanya mendukung satu orang, yaitu Tuojoin-san, daripada seluruh tim musuh?”

“Yah, ini hanya acara sekolah kecil-kecilan, jadi tidak perlu terlalu serius.”

“Tapi, itu hanya sekedar sorakan, lho.”

“Baiklah, aku akan mengucapkan beberapa kata dukungan pada Kaori dari sini nanti.”

Jika Yuuichi mendukung Toujoin-san, aku yakin dia akan berusaha sangat keras untuk memenangkan pertandingan. Sama seperti aku sebelumnya.

Tidak, apabila membandingkan perjuanganku saat disemangati Sei-chan dan perjuangan Toujoin-san jika Yuuichi menyemangatinya, aku seharusnya menang dalam hal jumlah kerja keras yang kutuangkan ke dalamnya.

Begitulah kerasnya aku berusaha berkat dukungan dari Sei-chan.

“Nah, Tsukasa, menurutmu yang mana?”

Hmm? Apanya?”

“Nah, menurutmu siapa yang akan menang? Kelas kita atau kelas Kaori?”

Yuuichi bertanya padaku, tapi aku tidak langsung menjawabnya.

Tapi, tentu saja jawabanku sudah jelas.

“—Ada Sei-chan di kelas kita, jadi, tentu saja kelas kita akan menang.”

“Ah, kamu barusan bilang Sei-chan.”

“Tidak, aku barusan bilang Shimada, SHIMADA!”

Aku tidak diizinkan memanggilnya seperti itu kecuali kami berduaan.

“Dan jangan pernah memanggilnya Sei-chan, atau aku akan menghajarmu.”

“Kau sudah gila, bung!?”

◇ ◇ ◇



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset