Bab 2: Kompetisi Bola
1
Maka—hari kompetisi bola pun tiba.
Angkatan kami terbagi menjadi 8 kelas, jadi ini akan memakan waktu yang cukup lama untuk melakukan kompetisi gaya round-robin.
Itulah sebabnya hari ini tidak ada pelajaran, dan sepanjang hari ini didedikasikan untuk kompetisi bola.
Bagi siswa yang tidak suka pelajaran tapi suka olahraga, ini seperti mimpi yang jadi kenyataan.
Dengan kata lain, itu akan menjadi surga bagi seseorang seperti Yuuichi, yang—bukan orang paling cerdas secara umum namun memiliki kemampuan atletik yang luar biasa.
“Hmm? Tsukasa, apa kamu baru saja mengejekku?”
“Mungkinkah kamu dan Toujoin-san belajar membaca pikiran bareng ketika kalian masih kecil?”
“Mana ada. Selain itu, kau sama saja mengakui kalau kau barusan mengolok-olokku, kan?!”
“Nah, setelah ini giliran kita, jadi kita perlu melakukan pemanasan.”
“Kau sangat pandai ngeles, ya.”
Kami sudah berganti seragam olahraga sekolah dan pergi ke lapangan.
Anak laki-laki akan bertanding bisbol, jadi pertandingan diadakan di lapangan luar sekolah.
Lapangannya cukup luas sehingga memungkinkan untuk dua pertandingan dilakukan secara bersamaan.
Sekarang setelah pertandingan sebelumnya selesai, tibalah giliran kami.
Dalam pertandingan bisbol sungguhan, kita mungkin akan bermain sampai akhir inning kesembilan, tapi jika kita menghabiskan banyak waktu untuk satu pertandingan, itu akan memakan banyak waktu.
Oleh karena itu, sekolah sepertinya menerapkan sistem batasan waktu, dengan target menyelesaikan setiap pertandingan dalam waktu sekitar tiga puluh menit.
“Tsukasa, kita akan memenangkan turnamen ini!”
“Ah, baiklah, menurutku semuanya akan baik-baik saja selama kamu ada di sini.”
“Ada apa denganmu? Mana semangatmu?”
“Yah, hanya saja kamu terlalu kuat.”
Kami sudah menyelesaikan satu pertandingan sebelumnya.
Hasilnya adalah kemenangan telak. Alasannya sebagian besar berkat Yuuichi Shigemoto.
Dia bermain sebagai pitcher, dan kecepatan lemparannya lebih dari 140 kilometer per jam.
Lemparannya lebih cepat daripada kebanyakan ace SMA setempat.
Meskipun ia mungkin tidak bisa melempar lemparan berubah arah, tapi kecepatannya sudah lebih dari cukup untuk menghadapi amatir.
Bagi siapa pun yang belum pernah bermain bisbol sebelumnya, berdiri di dalam kotak pemukul melawan seseorang yang melempar dengan kecepatan tersebut dapat menjadi hal yang menakutkan.
Dan dia melempar bola dengan sekuat tenaga pada kompetisi bola yang diikuti oleh banyak pemain amatir ini.
Kecepatan bola lebih dari 140 kilometer per jam adalah sesuatu yang bahkan anggota tim bisbol pun akan kesulitan untuk memukulnya.
Apalagi karena tim bisbol SMA kami bukanlah tim yang kuat, jadi hanya sedikit orang yang bisa memukul lemparan dengan kecepatan seperti itu.
Itu berada pada level di mana aku merasa kasihan pada lawan yang harus memukul lemparan orang ini.
“Shigemoto-kuun! Hisamura-kuuun!”
Saat sedang menunggu pertandingan dimulai, aku mendengar suara dari belakang.
Saat aku berbalik, aku melihat Fujise mendekati kami sambil melambaikan tangan. Dan di sebelahnya ada Sei-chan.
Hari ini adalah kompetisi bola, jadi tentu saja mereka berdua mengenakan seragam olahraga.
“Apakah pertandingan kalian akan segera mulai?”
Fujise bertanya, yang dijawab oleh Yuuichi.
“Ya, kami akan mulai sebentar lagi. Apakah anak cewek sudah menyelesaikan pertandingan basket?”
“Ya, sudah selesai.”
“Apakah kalian menang?”
“Kami menang! Yah, sebagian besar berkat Sei-chan, sih,” kata Fujise sambil menoleh ke arah Sei-chan.
Sei-chan pun memalingkan muka karena malu.
“Tidak, yah… aku hanya melakukan yang terbaik.”
“Fufu, benar. Sei-chan memasukkan bola cukup banyak, lho.”
Pipi Sei-chan, yang mungkin merasa sedikit malu karena berusaha sekuat tenaga, memerah, dan itu terlihat menggemaskan.
Maksudku, ini pertama kalinya aku melihat Sei-chan berpakaian olahraga dari jarak yang begitu dekat seperti ini.
Pakaian itu adalah seragam olahraga putih lengan pendek dan celana pendek—pakaian sederhana tanpa hiasan apa pun—namun, kenapa itu terlihat sangat imut di Sei-chan?
Dan juga… itu sedikit menggangguku sebagai seorang pria karena pakaiannya terlalu menekankan payudara.
Karena pakaian olahraga cukup tipis, jadi tentu saja itu akan menonjol jika ukuran itu-nya besar
Di sisi lain… yah, um, aku sudah tahu itu dari cerita aslinya, tapi bagian ‘itu’ Fujise cukup biasa.
“Hisamura-kun? Kamu tidak sedang memikirkan sesuatu yang tidak sopan, kan?”
“Tidak, sama sekali tidak, Fujise-sama.”
Tunggu dulu, kenapa semua orang bisa membaca pikiran?
Aku rasa tidak ada setting seperti itu dalam cerita aslinya, kan?
Tapi ini salahku, jadi aku harus introspeks diri.
“Yuuichi, selanjutnya pertandingan kelasmu, kan?”
“Ah, Kaori.”
Saat kami sedang mengobrol, Toujoin-san juga muncul.
“Aku datang untuk mendukung kelas Yuuichi, atau lebih tepatnya, untuk mendukung Yuuichi.”
“Terima kasih, tapi apakah tidak apa-apa? Kami akan menghadapi kelasmu di pertandingan berikutnya, lho.”
“Aku tidak memiliki cukup keterikatan dengan anak laki-laki di kelasku hingga dapat menekan keinginanku mendukung seseorang yang aku cintai.”
“O-Okelah.”
Yuuichi tampak sedikit malu dengan perkataan Toujoin-san, dan sepertinya hal itu sampai ke telinga anak laki-laki di kelasnya… Semangat mereka sepertinya turun drastis.
Ya, benar, jika wanita cantik seperti dia berkata, “Kalian tidak layak menerima dukunganku,” tentu saja mereka akan merasa sedih.
“Muu… Shi-Shigemoto-kun, aku juga mendukungmu!”
“A-Ahh, terima kasih, Fujise.”
Seolah tidak mau kalah, Fujise pun mengirimkan kata-kata dukungan pada Yuuichi.
“Sialan…! Bajingan itu tidak hanya disemangati oleh Madonna kelas kita, Toujoin-sama, tapi juga oleh Fujise-san…!”
“Aku tidak akan mengampuninya. AKU TIDAK AKAN MENGAMPUNINYA!”
“Aku akan menghajarnya habis-habisan!”
…Entah kenapa, semangat tim lawan sepertinya malah meningkat.
Yah, jika ada seseorang yang disemangati oleh gadis-gadis cantik seperti itu, sebagai siswa SMA, mereka pasti akan merasa kesal.
“Oh, sepertinya pertandingan akan segera dimulai.”
Seperti yang Yuuichi katakan, siswa yang menjadi wasit meniup peluitnya dan berteriak, “Kelas yang bertanding selanjutnya silakan berkumpul.”
“Baiklah, aku pergi dulu! Mohon dukungannya!”
“Karena aku akan mendukungmu, aku tidak akan memaafkanmu jika kamu kalah, Yuuichi.”
“Semoga berhasil, Shigemoto-kun!”
Yuuichi sepertinya jadi bersemangat dan berkata, “Yosh!” dan berlari ke dalam lapangan.
Aku rasa kami tidak mungkin kalah dengan adanya dia, jadi kurasa aku akan mengikuti arus sajalah.
“Hisamura.”
“Hmm? Ada apa, Sei-cha—!”
Aku hampir memanggilnya Sei-chan karena tidak ada orang di sekitarku, namun aku tiba-tiba menghentikan kata-kataku.
Tapi aku berhenti mendadak karena alasan yang sepenuhnya berbeda.
Itu karena, begitu aku berbalik, wajah Sei-chan sangat dekat hingga membuatku menelan ludah, dan kata-kataku terhenti.
Jaraknya begitu dekat sehingga jika aku bergerak sedikit maju, hidung kami akan bersentuhan.
Sei-chan juga tampak sedikit kaget, mungkin tidak menyangka akan sedekat ini denganku, tapi dia tetap lanjut berbicara pada jarak itu.
“Aku mendukungmu… jadi lakukanlah yang terbaik.”
Dia membisikkan kata-kata itu saat kami sedang saling bertatapan begitu dekat.
Lalu, Sei-chan langsung menarik wajahnya menjauh dengan kecepatan tinggi, sembari wajahnya menjadi merah padam.
Setelah menjauh, aku merasakan tubuhku menjadi hangat. Aku terhuyung menuju tempat Yuuichi dan yang lainnya berkumpul.
Untungnya, tidak ada anak laki-laki yang sepertinya melihatku dan Sei-chan berhadap-hadapan sangat dekat barusan, jadi mereka tidak tahu kenapa aku berjalan terhuyung-huyung.
“Tsukasa! Ini buruk! Mereka melarangku melempar karena aku terlalu kuat di pertandungan terakhir.”
“…Yuuichi.”
“Ada apa, Tsukasa? Kamu terlihat sempoyongan, lho. Dan wajahmu juga merah… Apa yang terjadi?”
“Aku yang akan jadi pitcher.”
“Eh, kamu bisa melempar?”
“Aku dulu pernah jadi pitcher waktu SD. Meski kecepatan lemparanku mungkin lebih lambat darimu, sih.”
“Oh, benarkah!? Aku kebingungan siapa yang harus jadi pitcher tadi! Tsukasa, aku mengandalkanmu!”
“YEAHHHHHHHHHH! KITA AKAN MEMENANGKAN INIIIIII!!”
“O-Oh!? Tsukasa!? Kenapa kamu tiba-tiba semangat sekali?”
“Sudah jelas, idiot! Aku akan berusaha sekuat tenaga!”
“Tunggu sebentar, Tsukasa, memangnya kau karakter yang seperti itu, ya?”
Aku tidak sesuai dengan karakterku lagi? Masa bodo!
Tidak mungkin aku tidak akan serius setelah mendengar kata-kata seperti itu dari Sei-chan!
AKU AKAN MELAKUKAN YANG TERBAIIIIIIIK!