[LN] Isekai Romcom Volume 2 Bab 1.3 Bahasa Indonesia

Bersiap Menghadapi Pertandingan Bola (Bagian 3)

Bab 1: Bersiap Menghadapi Pertandingan Bola

3


Sehari sebelum pertandingan bola, aku dan Sei-chan berada di Around One lagi sepulang sekolah.

“Hisamura, apa kamu yakin? Aku berencana berlatih lama lagi hari ini.”

“Tentu saja, aku senang menghabiskan waktu bersamamu. Selain itu, menontonmu main basket juga menyenangkan.”

“B-begitu, ya. Terima kasih, Hisamura.”

Kami memakai lapangan basket lagi, dan Sei-chan pun mulai berlatih.

Karena kami telah memutuskan akan berlatih hari ini sebelumnya, jadi Sei-chan telah berganti ke pakaian yang nyaman dipakai untuk olahraga.

Sepertinya dia membawa pakaian olahraga dari rumah, bukan seragam olahraga sekolah.

Dia memakai celana hitam seperti jersey, dan kaos lnggar lengan pendek yang juga berwarna hitam.

Penampilan sporty sangat cocok untuknya, dan dia terlihat sangat keren.

“? Ada apa, Hisamura? Apa ada yang aneh dengan pakaianku?”

“Tidak, tidak sama sekali. Sebenarnya, kamu terlalu keren.”

“O-Oh, kamu lebay.”

Aku tidak bermaksud lebay sama sekali.

Sei-chan terlalu keren, dan dia bahkan tidak menyadari pesonanya sendiri.

Hanya melihat Sei-chan berolahraga dengan mengenakan pakaian itu saja sudah membuatku merasa diberkati.

Setelah melakukan beberapa latihan pemanasan ringan, Sei-chan mulai melakukan tembakan three-point.

Karena tembakannya tidak meleset sekali pun, aku tidak bergerak sama sekali dari bawah ring.

Dia sungguh luar biasa.

“Oke, Hisamura, bisakah kamu berperan sebagai pemain bertahan?”

“Pemain bertahan?”

“Tidak ada gunanya melakukan tembakan three-point tanpa penjagaan. Aku harus bisa mencetak poin meski ada pertahanan yang bagus.”

“Jadi begitu.”

Memang benar akan sulit untuk menembak tanpa penjagaan sama sekali saat bertanding melawan Toujoin-san.

Sangat mengesankan bahwa Sei-chan mempertimbangkan situasi pertandingan saat dia berlatih.

“Oke, tapi aku tidak sehebat itu, tahu?”

“Ya, tidak apa-apa.”

Setelah itu, aku mencoba yang terbaik untuk bertahan melawan Sei-chan, tapi— Aku tidak pernah menyangka bahwa aku tidak mampu menghentikannya sama sekali.

Dia sangat cepat, dan tembakannya akurat. Bukankah dia terlalu kuat?

“Terima kasih, Hisamura. Berkatmu, ini menjadi latihan yang bagus.”

Haa, haa… Senang mendengarnya.”

Selain itu, kenapa Sei-chan tidak kehabisan nafas sama sekali?

Sei-chan lebih banyak bergerak, kan?

Dia terlihat berkeringat, tapi dia tetap memiliki aura yang segar dan keren.

Benar saja, Sei-chan, yang memiliki kemampuan atletis terbaik di Ojojama, memang beda.

“Jika kita tetap lanjut berlatih, kita mungkin akan lelah sampai besok. Mari kita cukupkan sampai di sini.”

“Ya, benar. Sei-chan, bagaimana perasaanmu?”

“Aku rasa tembakanku tidak akan meleset sama sekali di pertandingan besok.”

“Kerennya…”

Dia mungkin tidak akan meleset. Sungguh, itu luar biasa.

Aku bahkan menyukai aspek-aspek keren itu dari dirinya.

Ketika kami keluar dari lapangan basket, waktu baru menunjukkan pukul 18:00 lewat.

“Hisamura, terima kasih banyak karena telah menemaniku. Aku ingin melakukan sesuatu sebagai ucapan terima kasih.”

“Aku menemanimu karena aku menyukaimu, jadi aku tidak butuh ucapan terima kasih, lho?”

“Tidak, kamu sudah banyak membantuku. Aku ingin melakukan sesuatu untukmu.”

Hmm, bagiku, bersama Sei-chan sudah seperti ucapan terima kasih, sih.

Oh, aku ada ide…

“Kalau begitu, apakah kamu punya waktu setelah ini?”

“Setelah ini? Yah, aku bilang pada keluargaku kalau aku tidak perlu makan malam hari ini, jadi aku punya waktu sampai sekitar waktu yang sama seperti kemarin.”

Dengan kata lain, dia bisa nongkrong sampai sekitar jam 21:00.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita bermain di Around One sebentar? Anggap saja kencanku bersama Sei-chan ini sebagai ucapan terima kasih.”

“Apakah itu saja tidak apa-apa?”

“Tentu saja, malahan aku merasa sangat bersyukur.”

Waktu yang kuhabiskan bersama Sei-chan adalah hadiah terbesar bagiku.

“Untuk saat ini, ayo kita makan. Kamu pasti lapar setelah habis berolahraga.”

“Iya, benar. Aku baru sadar kalau aku lapar sampai aku tiba di rumah kemarin.”

Sungguh menakjubkan bahwa setelah banyak bergerak, dia tidak sadar merasa lapar sampai setelah jam 21:00.

Jadi, kami pun memutuskan untuk bermain-main sedikit di Around One.

Kami makan malam di restoran keluarga biasa, dan sepertinya Sei-chan cukup lapar karena dia memesan cukup banyak.

Aku juga makan dalam jumlah yang hampir sama, dan ketika kami selesai memesan, dia tersipu dan berkata dengan wajah memerah yang imut, “A-Apa tidak apa-apa aku makan sebanyak ini? Aku tidak mengira kamu akan mentraktirku, jadi…”

Tentu saja tidak apa-apa. Malahan aku akan dengan senang hati membayar hanya untuk terus melihat Sei-chan makan. Aku bisa menonton adegan dia makan seumur hidupku.

Dia juga diam-diam memesan makanan penutup dan melihatnya makan dengan nikmat sungguh menggemaskan.

Kami meninggalkan restoran keluarga sekitar jam 19:00. Jika kami ingin bermain sampai jam 21:00, mungkin akan lebih baik kalau memilih sesuatu yang lebih simpel dibandingkan karaoke atau bowling.

“Bagaimana kalau kita ke game center?”

Game center? Aku belum pernah ke sana.”

“Benarkah? Apakah karena kamu tidak suka ke sana?”

“Tidak, aku hanya tidak pernah punya kesempatan. Karena aku belum pernah ke sana, aku jadi ingin mencobanya.”

“Begitu, ya. Oke, ayo ke sana.”

Di Around One juga terdapat game center dengan mesin permainan yang cukup beragam.

“Apakah kamu main game, Sei-chan?”

“Tidak terlalu. Aku hanya memainkan beberapa game smartphone.”

Saat kami tiba di game center, aku melihat Sei-chan sedikit mengernyitkan dahi.

“Apakah kamu baik-baik saja? Suara di game center cukup berisik, kan?”

“Sedikit. Yah, aku masih bisa mengatasinya kalau hanya seberisik ini.”

“Bagian game ritme lumayan berisik, jadi ayo menjauh sedikit.”

Sei-chan secara umum memiliki kemampuan fisik yang tinggi, jadi pendengarannya mungkin lebih baik daripada kebanyakan orang.

Jika dia tidak bisa memainkan game ritme

“Apakah kamu pernah mencoba game crane?”

“Apa itu? Apakah crane yang digunakan di lokasi konstruksi?”

“Eh, kamu tidak tahu tentang itu?”

Aku tidak menyangka dia bahkan tidak tahu tentang mesin game itu sendiri.

“Lihat, yang itu lho. Mesin permainan di mana kita menggunakan crane untuk mengambil hadiah.”

“…Aku mengerti. Jadi kamu mengangkat hadiahnya dan memasukkannya ke dalam lubang untuk mendapatkannya. Kedengarannya menarik. Ada banyak mesin game-nya, tapi yang mana yang harus kita coba?”

“Ya, menurutku kamu bisa memutuskan berdasarkan hadiah mana yang kamu inginkan.”

“Begitu… Ada banyak hadiah yang berupa karakter anime dan manga, ya.”

“Karena itu populer, sih.”

Kalau bicara tentang game crane, figur karakter anime mungkin yang paling populer.

Ada juga boneka yang berukuran besar… Ya, persis di mesin yang baru kulewati itu.

“……”

Namun Sei-chan berhenti di depannya.

Dia berhenti di depan boneka besar yang bungkuk, lucu, dan seperti beruang, yang duduk dengan nyaman di dalam mesin game crane.

“Sei-chan, apa kamu mau mencoba yang itu?”

“Y-Yah, maksudku, di antara hadiah dalam game crane ini, menurutku yang ini akan menjadi yang paling berguna.”

Memangnya apa kegunaan boneka binatang yang seukuran badan manusia itu?

Yah, karena Sei-chan suka tidur sambil memeluk bantal guling, dia mungkin berencana menggunakannya untuk itu.

Itu adalah sesuatu yang aku ketahui dari cerita aslinya, tapi sungguh imut melihat Sei-chan menggunakan bantal guling hingga aku terasa sesak.

“Kalau begitu ayo kita menangkan yang ini.”

“Ya… Tapi, ini sepertinya sulit, kan?”

“Yah, itu karena ukurannya besar.”

Sebagai percobaan, aku memasukkan uang terlebih dahulu dan menunjukkan contohnya pada Sei-chan.

Ini adalah jenis game crane di mana kamu menahan tombol saat bergerak, dan ketika kamu melepaskannya, crane-nya berhenti dan kamu tidak dapat menggerakkannya lagi.

Aku juga tidak pandai memainkannya, jadi aku mencobanya sekali, tapi aku hampir tidak mengangkatnya sama sekali.

“…Bisakah kita memenangkan ini?”

“K-Kurasa bisa jika kita berusaha keras. Karena meraih dan mengangkatnya mungkin sulit, menurutku strateginya lebih pada mengait dan menggulingkannya.”

“Aku mengerti. Bolehkah aku mencobanya juga?”

“Tentu saja, silakan.”

Sei-chan juga memasukkan uang dan meniru apa yang aku lakukan.

Daripada mencoba mengambil dan mengangkatnya seperti yang kulakukan sebelumnya, dia menggerakkan crane ke posisi mengaitkan dan menggulingkan boneka tersebut, lalu melepaskan tombolnya.

Kemudian, boneka itu bergerak lebih jauh dari sebelumnya dan mendekati lubang tempat boneka itu akan jatuh.

“Ah, jadi begitu caranya. Baiklah, aku mengerti sekarang!”

“Jika kita memasukkan koin 500 yen, kita bisa bermain enam kali, dan itu lebih hemat biaya.”

“Ah, terima kasih. Aku akan menang dalam enam kali ini.”

“Semoga berhasil.”

Kemudian Sei-chan pun bermain enam kali untuk menjatuhkan boneka beruang itu, tapi—Karena boneka beruang itu besar, pada akhirnya dia tidak bisa banyak menggerakkannya, dan sulit untuk menjatuhkannya.

“Ukh, sekali lagi! Aku akan memasukkan 500 yen!”

“Y-Ya, semoga berhasil.”

Sei-chan bermain lagi, dan boneka itu sedikit demi sedikit semakin mendekati lubang.

Namun, boneka itu tidak terjatuh meski tinggal selangkah lagi.

Ukh, aku tidak punya uang receh lagi…!”

“Aku punya koin 100 yen,” kataku dan memasukkan koin 100 yen ke dalam mesin permainan.

“Terima kasih, Hisamura. Aku pasti akan berhasil kali ini…!”

Entah bagaimana dia seperti karakter di manga olahraga, yang memiliki suasana semacam, “Aku pasti akan mencetak gol dengan bola yang dipercayakan oleh rekan satu timku,” tapi bukankah ini hanya main game crane biasa?

Sei-chan berkonsentrasi pada momen krusial ini dan berhasil mendapatkan boneka itu pada percobaan terakhir.

“Yeah…!”

Sei-chan, yang melakukan pose kemenangan kecil, terlihat agak imut.

Tapi syukurlah; jika dia tidak berhasil, aku harus menukarkan uang kertas 1.000 yen.

Sei-chan tersenyum bahagia saat dia mengeluarkan boneka binatang itu dari lubang mesin.

Namun, dia tiba-tiba menyadari sesuatu.

“Tunggu, jadi siapa yang membawa pulang ini? Aku atau Hisamura?”

“…Huh?”

“Memang aku yang memenangkan ini, tapi Hisamura sudah menyumbangkan uanganya lebih dari setengah. Jadi menurutku, pertanyaannya adalah siapa yang akan membawa boneka ini pulang…?”

“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja, Sei-chan. Kamu boleh membawanya pulang.”

Aku tidak menggunakan benda seperti bantal guling saat tidur, dan aku tidak tahu apa yang akan Rie katakan jika aku membawa pulang boneka beruang lucu seperti itu.

“Karena Sei-chan yang memenangkannya, jadi Sei-chan harus membawanya pulang.”

“Tapi, kamu juga membayarnya…”

“Bahkan jika aku membawanya pulang, aku tidak akan menggunakannya, dan pastinya akan lebih baik jika Sei-chan menggunakannya sebagai bantal guling.”

“Begitu, ya… Hmm? T-Tunggu, kenapa kamu bisa tahu kalau aku berpikir untuk menggunakan ini sebagai bantal guling?”

Ah, gawat. Aku keceplosan.

Um… Menurutku satu-satunya tempat untuk meletakkan boneka binatang sebesar itu adalah di tempat tidur, jadi kupikir itu mungkin bisa juga digunakan sebagai bantal guling.”

“Ukh, ya, kalau dipikir baik-baik itu masuk akal… Sebenarnya aku memang berencana menggunakan ini sebagai bantal guling.”

Fiuh, aku berhasil ngeles.

“Jadi, apakah kamu illfil padaku? Sudah SMA tapi masih pakai bantal guling…”

“Eh? Tidak, tidak sama sekali, kok. Menurutku itu sangat imut.”

“E-Entah kenapa aku tidak merasa senang dengan imut itu. Itu seperti imut dalam arti kekanak-kanakan.”

“Hehe, mungkin.”

Hmph, asal tahu saja, aku bisa tidur tanpa bantal guling, lho. Hanya saja aku bisa tidur lebih nyaman dengan bantal guling…”

Dia bahkan lebih imut sekarang.

Gadis keren seperti Sei-chan merasa lebih nyaman tidur dengan bantal guling, gap moe-nya terlalu kuat.

“Aku paham, kok, Sei-chan. Kamu ingin tidur dengan tenang, kan?”

“A-Apa kamu benar-benar paham?”

“Tentu saja. Aku paham kalau Sei-chan itu imut.”

“S-Sudah kuduga kamu hanya mengolok-olokku, ya!”

Sambil membicarakan hal-hal seperti itu, aku dan Sei-chan menikmati kencan kami di game center.

Dalam perjalanan pulang, aku mengayuh sepeda, dan Sei-chan duduk di belakangku sambil memeluk bantal guling.

Saat dia duduk sambil memegang boneka, itu jadi terlihat lebih tinggi dari Sei-chan, dan Sei-chan seperti terkubur di dalamnya.

“Sei-chan, apa kamu baik-baik saja?”

“Tidak masalah.”

Tidak mungkin benda sebesar itu bisa muat di keranjang, jadi Sei-chan memegangnya erat-erat.

Sosoknya terlihat sangat kekanak-kanakan, dan Sei-chan terlihat lebih menggemaskan dari biasanya.

“…Hisamura, apakah kamu nyengir atau semacamnya?”

“Y-Yah, tidak juga. Lagipula, Sei-chan duduk di belakang, jadi kamu seharusnya tidak bisa melihat wajahku di depan, kan?”

“Benar, tapi entah bagaimana aku bisa merasakan kamu nyengir.”

Yah, memang benar aku sedikit nyengir karena Sei-chan terlalu imut, tapi aku tidak menyangka dia akan sadar.

Sambil membuat alasan, aku mengantar Sei-chan pulang.

“Terima kasih, Hisamura. Aku senang kamu menemaniku berlatih hari ini.”

“Aku juga bersenang-senang. Selain itu, aku jadi mengetahui bahwa Sei-chan sangat menyukai boneka binatang.”

“A-Aku tidak menyukainya! Hanya saja ini membuatku merasa nyaman!”

Fakta bahwa alasannya bahkan lebih imut membuatku semakin tersenyum.

“Sampai jumpa, Sei-chan. Ayo kita lakukan yang terbaik di pertandingan besok.”

“Ya, ayo.”

Aku dan Sei-chan pun tertawa satu sama lain dan berpisah.



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset