[LN] Isekai Romcom Volume 1 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog

Epilog


Hari ini, keesokan hari setelah kencan di taman hiburan.

Setelah pengakuan cintaku yang sukses kemarin, kami pulang ke rumah seperti biasa.

Yah… kurasa tidak seperti biasa sih.

Karena aku dan Sei-chan pulang sambil bergandengan tangan!

Astaga, aku benar-benar gugup.

Sensasi tangan Sei-chan yang kecil dan lembut masih tak terlupakan bahkan setelah satu hari berlalu.

Malah sebenarnya, aku mungkin tidak akan pernah melupakan semua yang terjadi kemarin.

Aku terkejut melihat betapa imut pakaiannya ketika aku pertama kali bertemu dengannya.

Dan kami berdua juga menikmati wahana bersama… Tidak, jangan ingatkan aku pada rumah hantu itu, diriku.

Maksudku, aku tidak menyangka… Aku benar-benar pacaran dengan Sei-chan, ya.

Itu membuatku tanpa sadar tersenyum.

“…Onii-chan, kenapa kamu cengar-cengir sendiri saat sarapan?”

“Hm? Ah, Aku hanya teringat peristiwa masa lalu.”

“…Begitu ya.”

Yang ada di depanku adalah adik perempuanku, Rie, sedang sarapan bersamaku.

“Terima kasih untuk sarapannya lagi hari ini. Ini enak.”

“Mmm…”

Saat aku mengatakan itu, Rie berhenti makan sejenak, tapi kemudian dia merespon dengan santai dan melanjutkan makannya lagi.

Tapi apakah hanya perasaanku saja, atau telinganya memang sedikit memerah sekarang?

“Aku juga membuat bekal. Itu sisa makanan semalam.”

“Makasih, kalau sisa semalam berarti nikujaga, ya. Aku senang karena aku sangat menyukainya.”

“…Ya.”

Ya, ini jelas bukan hanya perasaanku; kini pipinya juga memerah.

Rie berusaha menyembunyikannya, tapi usahanya itu sungguh imut sehingga membuatku tersenyum lembut.

Setelah selesai makan, aku dan Rie kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap ke sekolah.

Hari ini adalah hari Senin, jadi ini adalah hari sekolah biasa.

Kalau dipikir-pikir, Sei-chan mengatakan sesuatu padaku kemarin…

“J-Jangan beritahu siapa pun di sekolah kalau kita pacaran.”

Begitu katanya.

Menurutku itu adalah hal yang lumrah di kalangan pelajar—ada pasangan yang terang-terangan mengumumkan hubungan mereka dan ada pula yang merahasiakannya.

Mungkin mereka punya alasan tersendiri, tapi alasan Sei-chan ingin menyembunyikannya adalah—

“K-Karena aku akan sangat malu jika orang-orang tahu…”

Dan itu saja.

Saat dia mengatakan itu, dia terlihat sangat imut sehingga kupikir jantungku akan meledak.

Jika aku pacaran dengan Sei-chan, aku mungkin benar-benar akan mati suatu hari nanti seperti di manga, dengan laporan kalau jantungku meledak dalam kebahagiaan.

Mari kita berusaha untuk tidak membiarkan hal itu terjadi… Tapi, bagaimana caranya?

Sambil merenungkan hal-hal seperti itu, aku berganti pakaian ke seragam sekolahku dan meninggalkan kamar.

Onii-chan, ayo berangkat.”

“Ya, ayo.”

Hari ini aku dan Rie berboncengan sepeda bersama ke sekolah.

Aku dan Rie turun dari lantai dua ke lantai satu, mengganti sepatu kami di pintu masuk, dan tepat sebelum kami keluar pintu—

“Apakah kamu sudah membawa bekalnya?”

“Ya, sudah. Makasih.”

“Ya. N-Ngomong-ngomong, Onii-chan, bagaimana kencanmu kemarin?”

“Eh? A-Ah… Yah, itu sangat menyenangkan.”

“Begitu ya… J-Jadi, apakah kalian, um, pacaran?” tanya Rie sambil menatapku dengan ekspresi khawatir.

Tampaknya Rie khawatir aku ditolak pada kencan itu.

Yah, akan sedikit canggung bagi seorang adik jika kakaknya ditolak, kan.

Hmm, Sei-chan menyuruhku untuk tidak memberitahu orang lain, tapi kurasa tidak apa-apa kalau aku hanya memberitahu adikku, kan?

Rie juga bukan tipe orang yang suka bercerita ke orang lain.

“Ya, aku berhasil pacaran dengannya, jadi jangan khawatir.”

Uuu… B-Baguslah…”

Eh…? Kenapa dia terlihat semakin sedih sekarang?

Tunggu, mungkinkah Rie sebenarnya ingin aku ditolak?

Apakah dia benar-benar sejahat itu…?

Sebagai seorang kakak, mau tak mau aku merasa sedikit terkejut dengan itu.

“Selamat, onii-chan. Kamu yang menembaknya, kan?”

“Y-Ya… Um, apakah aku pernah memberitahu Rie soal itu?”

“Saat kamu pergi kencan kemarin, aku bertanya pada Shigemoto-san.”

“Ah, Yuuichi ya.”

Benar juga. Kalau diingat-ingat, Yuuichi masih di rumah setelah aku keluar kemarin.

“…Apakah pacarmu imut?”

“Hm? Ya, tentu saja. Dia sangat imut.”

Kalau ada yang berani bilang Sei-chan tidak imut, aku akan menghajar orang itu.

“Siapa yang lebih imut? Aku atau dia?”

“…Eh?”

Pertanyaan Rie yang begitu tiba-tiba membuatku terkejut.

Saat aku menoleh untuk melihat Rie, pipinya bahkan lebih merah daripada saat dia sarapan denganku.

“L-Lupakan saja! Ayo Onii-chan. Ayo berangkat.”

Rie tampak malu dan berlari keluar rumah, meninggalkanku di pintu masuk.

Aku tidak menyangka Rie akan menanyakan hal seperti itu padaku…

Selain itu, karena kami akan pergi bareng naik sepeda, aku tidak melihat ada gunanya dia pergi keluar duluan.

Saat aku melangkah keluar menuju tempat sepeda kami berada, aku melihat Rie sudah duduk di kursi belakang.

“Lu-Lupakan saja pertanyaanku tadi. Ayo berangkat, Onii-chan.”

“…Haha, baiklah.”

“A-Apa sih yang kamu tertawakan?”

“Tidak, aku hanya berpikir betapa imutnya kamu, Rie.”

Uuu… Dasar Onii-chan Bodoh.”

Saat aku duduk di sepedaku, Rie menampar punggungku seolah menyembunyikan rasa malunya dari situasi ini.

Aku pun menerimanya sambil tersenyum dan mulai mengayuh sepeda.

× × ×


Setelah mengayuh sepeda kurang lebih sepuluh menit, tepat sebelum aku mencapai tempatku biasanya menurunkan Rie di dekat sekolah—

“Hi-Hisamura!”

“Hm? Eh, Sei-chan!?”

Aku berbalik saat mendengar namaku dipanggil dan melihat Sei-chan berdiri di sana.

Saat aku mengerem mendadak, kepala Rie, yang tidak siap, membentur punggungku.

“Aduh…!”

“Ah, maaf Rie, kamu baik-baik saja?”

“Y-ya, aku baik-baik saja, tapi… Siapa dia?”

“Ah, Dia Sei Shimada-chan, um, dia pacarku.”

“Oh, jadi dia orangnya…” kata Rie tampak agak tertarik dan melirik ke arah Sei-chan.

Yah, wajar jika dia sedikit penasaran dengan pacar kakaknya.

Saat aku menghentikan sepedaku, Sei-chan menghampiriku.

“S-Selamat pagi, Hisamura.”

“Y-Ya. Selamat pagi Sei-chan.”

“Apakah dia adikmu yang pernah kamu ceritakan sebelumnya, Hisamura?”

“Ya, benar.”

Rie turun dari kursi belakang sepeda dan berdiri di depan Sei-chan.

“Senang bertemu denganmu. Aku Rie.”

“Ya, senang bertemu denganmu juga. Aku Sei Shimada.”

“Kamu pacar Onii-chan, kan?”

“Eh…? Hisamura, apakah kamu memberi tahu Rie-san?”

“Ahh, maaf. Aku memberitahunya soal itu.”

“B-Begitu ya. Y-Yah, kurasa hal yang normal untuk memberitahu adikmu soal itu… S-Sekali lagi, um, perkenalkan, aku p-pacar kakakmu.”

Ukh… Sei-chan, tolong, jangan membuatku menggeliat malu dari pagi, dong.

“Ah yah, terima kasih karena selalu menjaga Onii-chan.”

“Tidak kok, justru sebaliknya. Akulah yang selalu dijaga kakakmu.”

…Posisiku sekarang agak memalukan.

Aku tidak pernah menyangka bahwa pacar yang baru jadian denganku kemarin akan langsung menyapa adikku hari ini.

“Tapi seperti yang Hisamura ceritakan sebelumnya, Rie-san benar-benar imut.”

“Huh… Kakakku mengatakan hal-hal semacam itu di luar juga?!”

“Ya, dia bilang kamu adalah adik yang dia banggakan.”

“…Onii-chan, jangan mengatakan hal-hal seperti itu di luar.”

“Aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya aku pikirkan, kok.”

Uuh… P-Pokoknya jangan bilang begitu.”

Fufu, ya, kamu memang sangat imut.”

Sei-chan tersenyum dan memuji Rie juga.

Uuu… Shi-Shimada-san, t-tolong jangan ikut-ikutan juga, kumohon…”

“Panggil saja aku Sei. Agak aneh rasanya kalau adik Hisamura memanggilku dengan nama belakang.”

“Kalau begitu, kamu juga bisa memanggilku dengan santai, Sei-san.”

“Ya, baiklah, Rie.”

Oh, Rie dan Sei-chan dengan cepat menjadi akrab.

Syukurlah. Tidak banyak interaksi antara mereka berdua dalam karya aslinya, jadi aku sedikit khawatir seberapa baik kecocokkan mereka.

Tampaknya kecocokkan mereka tidak terlalu buruk.

“…Omong-omong, kenapa kamu tidak memanggil Onii-chan dengan nama depannya, Sei-san?”

“HUH?! UH… ITU… YAH….”

Pipi Sei-chan memerah dan dia sesekali melirikku.

Onii-chan memanggilmu dengan nama depan dan bahkan menambahkan –chan.”

“Oh, iya, aku juga mau tahu.”

Rie mengajukan pertanyaan yang sangat mengejutkan.

Aku juga sedikit khawatir dengan cara Sei-chan memanggilku.

Tentu saja aku akan lebih senang jika dia memanggilku dengan nama depan daripada nama belakangku.

“Um… A-Aku akan mulai memanggilmu dengan nama depan dalam waktu dekat… jadi tolong tunggulah.”

Uuuh… Aku mengerti.”

Jika dia mengatakan itu dengan tatapan yang menengadah ke atas seperti itu, aku bahkan rela menunggu sampai beberapa dekade sekalipun.​

Tapi suatu hari nanti, ketika nama belakang kami menjadi sama… Tunggu, ayo berhenti mengkhayalkan itu. Jika aku terus melakukannya, aku akan mati karena terlalu bahagia.

“…Onii-chan, Sei-san, bisakah kalian berdua tidak bermesraan di depanku?” kata Rie dengan tatapan dingin.

“K-Kami tidak bermesraan!”

“Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa bilang kalau kalian tidak bermesraan…”

“Eh…? M-Menurutku kami tidak sedang bermesraan, iya kan?”

“…Begitukah?”

Tampaknya Rie dan Sei-chan memiliki standar berbeda tentang arti bermesraan.

Aku juga berpikir bahwa kami bersikap sedikit mesra tadi, tapi bagi Sei-chan, sepertinya hal itu tidaklah bermesraan.

Dengan kata lain, ketika Sei-chan benar-benar mencoba mesra, itu akan jauh lebih intens dari ini. Sial, aku mulai sangat menantikannya.

“Ngomong-ngomong Sei-chan, ini pertama kalinya kita berpapasan di sini. Ada apa?”

Ini adalah tempat kami berpisah jalan saat kami meninggalkan kafe dari pulang sekolah sebelumnya.

“Ah, itu karena… kupikir aku akan bisa bertemu Hisamura jika aku menunggu di sini…”

Uuu… Sei-chan, keimutanmu melonjak menembus awan sekrang.”

“H-Hentikan. K-Kamu membuatku malu!”

“…Ini termasuk bermesraan, kan?”

“A-Aku tidak bermaksud bermesraan.”

Tidak, aku pikir kamulah yang memulainya duluan, Sei-chan.

“Nah, Sei-chan, apakah kamu ingin pergi ke sekolah bersamaku?”

“Y-Yah, rencananya begitu tapi kamu akan pergi bersepeda bersama Rie, kan?”

Benar, aku sedang berboncengan dengan Rie saat ini.

Kalau begitu, kurasa aku bisa mendorong sepedanya saja dan berjalan bersama.

“Nah, aku akan mengendarai sepedanya sendiri.”

“Eh?”

Setelah mengatakan itu, Rie kemudian menaiki sepeda yang kupegang.

“Aku akan pergi duluan dengan sepeda, jadi Onii-chan dan Sei-san, nikmatilah waktu kalian.”

“Apakah kamu yakin, Rie?”

“Tidak apa-apa. Selain itu, jika aku berada di dekat kalian berdua kelamaan, aku merasa seperti akan mulai muntah gula.”

“Eh, Rie punya penyakit seperti itu? Apakah kamu baik-baik saja?”

Sei-chan mencerna kata-kata Rie secara harfiah dan mendekatinya dengan terlihat sangat khawatir.

“Aku belum pernah mendengar penyakit yang membuat seseorang muntah gula… Apa kamu baik-baik saja?”

“Tidak, Sei-chan, bukan begitu. Muntah gula itu semacam kiasan.”

“Hanya saja hawa di antara kalian berdua itu begitu manis sehingga bisa menimbulkan gula di dalam tubuhku.”

“HAH!? A-apa maksudmu dengan hawa manis!?”

Sei-chan ternyata memiliki sisi polos yang tak terduga.

“Yah, kalau begitu aku berangkat duluan.”

“Ya, terima kasih Rie.”

Rie pun mulai mengayuh sepedanya.

“Terima kasih, Rie. Mari kita mengobrol lagi kapan-kapan.”

“Uh… Y-Ya.”

Ketika Sei-chan memberikan senyuman yang sangat keren, Rie menjawab dengan sedikit rona merah di pipinya.

Kemudian, seolah-olah ingin melarikan diri, Rie mengayuh sepedanya menuju sekolah lebih cepat dari sebelumnya.

“Sepertinya wajahnya agak merah. Mungkinkah dia demam? Apakah Rie terlalu kelelahan?”

“Tidak, dia mungkin baik-baik saja. Kurasa itu karena salah Sei-chan.”

“S-Salahku? Kok gitu?”

“Sei-chan, tolong jangan membuat semua orang di keluargaku jatuh cinta padamu, oke?”

“A-Apa maksudmu?”

Kalau dipikir-pikir, dalam cerita aslinya, Sei-chan adalah karakter tampan yang populer di kalangan perempuan.

Sekarang, setelah aku melihat situasi saat ini, hal tersebut sangat masuk akal.

“Pokoknya, kita harus segera pergi juga, kalau tidak kita akan terlambat. Jadi ayo berangkat.”

“Y-Ya kamu benar.”

Lalu, kami pun perlahan mulai berjalan bersama.

Jarak antara kami jelas lebih kecil dibandingkan saat kami pulang bersama dari kafe sepulang sekolah sebelumnya…

Jika aku menggerakkan tanganku sedikit saja, itu mungkin akan menyentuh tangan Sei-chan.

Tidak… mungkin itulah yang kami berdua sama-sama inginkan.

“…Sei-chan, bolehkah aku memegang tanganmu?”

“…Ah, t-tentu, tapi…”

Setelah mendapat persetujuan, aku menggenggam tangan kiri Sei-chan dengan tangan kananku.

“J-Jangan pegang tiba-tiba begitu, kamu membuatku terkejut.”

“Eh? Tapi kamu tadi tidak keberatan, kan?”

“K-Kata-kataku tadi belum selesai. Tidak apa-apa pegangan tangan, tapi, um, itu memalukan jika orang-orang di sekolah melihat kita… Jadi kita harus berhenti pegangan tangan jika kita mencapai tempat yang penuh dengan siswa.”

“Mm, aku mengerti. Yah, kurasa aku punya waktu sekitar 5 menit.”

Aku akan sangat menghargai 5 menit ini.

Tangan Sei-chan masih sangat lembut dan hangat.

Aku benar-benar ingin terus memegang tangannya selamanya.

Tapi kalau itu terjadi, tanganku yang berkeringat pasti jadi masalah… Tidak, itu mungkin sudah jadi masalah sekarang.

A-Apakah tidak apa-apa? Aku harap Sei-chan tidak masalah dengan itu.

“Sei-chan, apakah kamu tak ada masalah dengan tangan berkeringat?”

“Eh? M-Maaf, apakah tanganku mengeluarkan banyak keringat!?”

“Eh, ah, tidak, maksudku bukan tangan Sei-chan, tapi tanganku…”

Aku mengucapkannya dengan buruk dan salah memberikan maksudku.

“B-Begitu, ya. Tidak apa-apa. Tanganku juga mungkin berkeringat.”

“Keringat Sei-chan tidak kotor, jadi itu tidak masalah.”

“Tidak, keringat itu kotor tidak peduli keringat siapa itu…”

Tapi aku tidak keberatan sama sekali kalau itu keringat Sei-chan, lho.

Tidak, malah mungkin sebaliknya, aku penasaran seperti apa baunya.

…Tapi aku tidak akan pernah mengatakan itu pada Sei-chan. Dia akan berpikiran kalau aku ini mesum.

Untuk sementara kami hanya berjalan bersama dalam diam, itu mungkin karena kami berdua masih sedikit malu dengan situasi ini.

…Kami sudah berpegangan tangan kemarin, tapi bisakah kami melangkah lebih jauh dari itu hari ini?

“Sei-chan, bisakah kita berpegangan tangan seperti sepasang kekasih?”

“Hah… Oh, um, ya, tentu saja, tidak apa-apa…”

Setelah mendapat persetujuannya lagi, aku melepaskan tangannya dan langsung menggenggam tangannya sekali lagi.

Kali ini, jemari kami saling bertautan, sesuatu yang disebut ‘pegangan tangan kekasih.’

Yang ini terasa jauh lebih mesra dari sekedar pegangan tangan biasa… Dan seperti namanya, terasa lebih seperti kekasih.

Kami berdua bahkan jadi lebih malu dari sebelumnya dan menjadi lebih diam.

Tapi… meski suasananya canggung, aku tetap bahagia.

Aku ingin tahu apakah Sei-chan juga merasakan kebahagiaan yang sama.

× × ×


Dan beberapa menit kemudian, ketika ada semakin banyak siswa di sekitar kami, kami pun berhenti berpegangan tangan.

Secara pribadi, aku sebenarnya masih ingin tetap memegang tangannya, tapi aku bisa memahami perasaan malu Sei-chan.

Dia tidak ingin mengungkapkan fakta di sekolah kalau kami pacaran.

Yah, meski situasi kami sekarang ini adalah situasi seorang pria dan wanita pergi ke sekolah bersama, jika kami tidak berpegangan tangan, kami tidak akan menarik banyak perhatian.

Mereka bahkan tidak akan tahu apakah kami berangkat ke sekolah dari tempat yang sama.

Lagipula, bukan hal yang aneh jika laki-laki dan perempuan yang berteman baik berangkat sekolah bersama saat kebetulan bertemu di jalan, kan?

“Oh, ngomong-ngomong, apakah kamu memberi tahu Fujise kalau kita jadian?”

“Oh iya, aku bilang pada Shiho saat dia meneleponku semalam.”

“Tentu saja sih. Kalian kan teman dekat.”

“Hisamura juga, apakah kamu memberitahu Shigemoto soal itu?”

“Tidak, aku belum memberitahunya. Dia berada di bawah perawatan Toujoin-san sejak dia pingsan kemarin.”

“Ah, benar juga.”

Kemarin, Yuuichi menjadi sangat kebingunan setelah ditembak oleh Toujoin-san dan Fujise hingga dia pun akhirnya pingsan.

Toujoin-san, yang bereaksi berlebihan saat dia pingsan, tampaknya merawat dan melakukan berbagai pemeriksaan medis dengan peralatan medis canggih.

Aku tidak yakin apakah itu berlebihan atau tidak.

Lagipula, jika uap keluar dari kepala seseorang dan mereka pingsan setelahnya, wajar saja jika kamu merasa sangat khawatir, kan?

Yah, tapi ini adalah dunia manga jadi hal seperti itu kadang-kadang terjadi, tapi jika ini bukan dunia manga, dia mungkin sudah mati.

Bagaimanapun juga, setelah melalui berbagai pemeriksaan, tampaknya tidak ada sesuatu yang salah dengannya.

Yah, mungkin itulah yang terbaik.

Yuuichi juga mungkin akan datang ke sekolah seperti biasa hari ini.

Yuuichi telah ditembak oleh Toujoin-san dan Fujise.

Mulai sekarang, segalanya akan mulai berjalan ke arah yang tidak aku ketahui lagi, tidak mengikuti cerita aslinya lagi.

Mulai sekarang, aku hanya akan mengawasi hubungan asmara Yuuichi dengan mereka berdua.

Aku sahabatnya jadi kurasa aku bisa memberinya bantuan sesekali.

“T-Tapi, jangan bilang-bilang di sekolah kalau kita pacaran, oke?”

“Ya, aku tahu, kok.”

“Baguslah kalau begitu, tapi… Shigemoto, orang itu mungkin akan mengajukan banyak pertanyaan.”

“Ahh, dia memang orang yang seperti itu.”

Dia adalah tipe orang yang akan dengan polosnya menanyakan hal-hal yang seharusnya ingin kalian rahasiakan, bahkan di depan umum sekali pun.

Dalam skenario terburuk, aku mungkin akan membungkamnya dengan pukulan.

× × ×


Setelah menikmati momen yang sangat membahagiakan, berjalan bersama ke sekolah dengan Sei-chan, kami pun akhirnya tiba di sekolah.

Karena aku dan Sei-chan berada di kelas yang sama, kami masuk kelas bersama dengan biasa.

“Oh, Sei-chan, selamat pagi. Selamat pagi juga, Hisamura-kun.”

“Ya, Shiho, selamat pagi.”

“Pagi!”

Fujise, yang berada di dekat pintu kelas, melihat dan menyapa kami.

Fufu, kalian datang bareng ke sekolah, ya?”

Fujise mengatakan itu mungkin karena dia melihat aku dan Sei-chan masuk kelas bersama.

“T-Tidak, kami kebetulan papasan. Benarkan, Hisamura?”

“…Iya, benar. Kami kebetulan papasan, kok.”

“Hehehe, begitu, ya~”

“O-Oi, Shiho, kamu sudah tahu, kan…!?”

Sei-chan mulai berbicara pada Fujise dengan suara pelan, tapi aku bisa mendengarnya dengan baik karena aku berada di dekatnya.

“Tahu, kok. Karena Sei-chan banyak berkonsultasi denganku tentang hal itu kemarin.”

“J-Jangan katakan itu di sini! Bagaimana jika ada yang dengar…!”

“Jangan khawatir. Tidak ada yang bisa mendengar kita.”

Fujise mengatakan itu sambil melirik sekilas ke arahku.

Orang ini, dia tahu aku bisa mendengarnya, namun dia masih tetap membicarakannya.

Meski Sei-chan sepertinya berpikir kalau aku tidak bisa mendengarnya, sih.

“Kamu bertanya-tanya apakah kamu harus mengirim pesan RINE ke Hisamura-kun untuk mengajaknya pergi ke sekolah bareng, kan?”

“Y-Ya…”

“Kamu bilang itulah yang ingin kamu lakukan jika kamu punya pacar.”

B-Begitu, ya…!

Kalau boleh jujur, aku ingin sekali kami pergi ke sekolah bersamanya setiap hari, tapi mengetahui bahwa Sei-chan juga merasakan hal yang sama, itu membuatku sangat bahagia.

Maksudku, dia mendiskusikannya dengan Fujise tentang hal itu semalam. Bukankah itu terlalu imut?

“S-Shiho, kita tidak pernah tahu siapa yang mungkin sedang mendengarkan, jadi…!”

Fufu. Oke, oke. Aku akan merahasiakan kalau Sei-chan ingin mengenakan pakaian couple dengan pasangannya setiap kali dia mau berkencan.”

“S-Sudah kubilang, jangan katakan itu di sini…!”

Saat Sei-chan mengatakan itu, tatapan kami bertemu.

Pipi Sei-chan sudah memerah karena malu sebelumnya, tapi kini wajahnya menjadi semakin merah.

“H-Hisamura…! Apakah kamu mendengar apa yang baru saja kami bicarakan…!?”

“T-Tidak kok, aku tidak mendengar apa-apa…”

“B-Benarkah? Kamu benar-benar mengatakan yang sebenarnya, kan?”

“…Bisakah kita membeli cincin couple dalam perjalanan pulang nanti?”

“JADI, KAU MEMANG MENDENGARNYA!”

Setelah itu, Sei-chan, yang wajahnya menjadi merah padam, akhirnya memarahiku.

Kenapa malah aku yang dimarahi, bukannya Fujise?

Kurasa aku perlu menyiapkan gaji senilai tiga bulan untuk membeli cincin… Tidak, bukan itu masalahnya.

× × ×


Setelah itu, aku mengikuti kelas seperti biasa dan tibalah waktunya istirahat makan siang.

“Yo, Yuuichi.”

Seperti biasa, aku makan bersamanya tepat di kursi dekat jendela.

Aku duduk di depan sementara Yuuichi duduk di belakang saat kami makan siang.

“Oh, Tsukasa. Terima kasih untuk kemarin. Meski aku tidak melihatmu di taman hiburan, kamu mengawasi kencanku dengan Fujise, kan?”

“Ah… Ya, soal itu…”

Kalau dipikir-pikir, aku belum memberitahu Yuuichi bahwa kemunculan Toujoin-san di sana adalah salahku.

Sembari makan siang dengan santai, aku menjelaskan apa yang terjadi padanya.

“Benarkah? Aku tidak tahu.”

“Ya, maaf. Pada akhirnya, akulah yang malah menghalangimu.”

“Yah, tidak apa kok. Kalau dipikir-pikir, um… yah, aku senang bisa mengetahui perasaan Kaori juga.”

“MELEDAKLAH SANA!”

“Kenapa tiba-tiba begitu!?”

“Hei, coba pikir baik-baik. Kamu ditembak oleh teman masa kecil tuan putri cantik yang memiliki lekuk tubuh bak gitar Spanyol, dan secara bersamaan ditembak juga oleh seorang gadis yang sangat populer di kalangan anak laki-laki di sekolah. Apa yang akan kamu lakukan jika orang lain mengalami situasi yang sama seperti itu?”

“…Menikamnya dari belakang di tengah malam.”

“Nah itu kau ngerti. Jadi mulai sekarang berhati-hatilah di malam hari.”

“Tunggu dulu, itu hanya lelucon, lho! Aku tidak akan menikam seseorang dari belakang di tengah malam, tapi ya, biaasnya aku mungkin akan merasa iri.”

“Itu benar. Jadi, ketika kau keluar di malam hari, perhatikanlah belakangmu.”

“Sudah kubilang itu hanya lelucon.”

Ara, jangan khawatir. Aku akan menghancurkan siapa saja yang mencoba menusuk Yuuichi dari belakang. Kamu bisa berjalan bersamaku dengan aman di malam hari.”

“…”

Saat aku dan Yuuichi sedang mengobrol, kami mendengar suara seorang wanita dari samping kami.

Kami berdua mendongak secara bersamaan, dan tentu saja, di sana ada Kaori Toujoin.

“Selamat siang, Yuuichi, Hisamura-kun.”

“Y-Yo Kaori.”

“S-Selamat siang, Toujoin-san.”

Aku bertanya-tanya apakah Toujoin-san memiliki teknik untuk menghilangkan hawa kehadiran atau semacamnya.

Aku tidak menyadari kehadirannya sama sekali sampai dia berbicara.

Dibandingkan saat dia memutuskan untuk tidak mengganggu kencan mereka kemarin, dia terlihat jauh lebih bersinar hari ini.

Tepat pada saat dia masuk ke kelas ini, sebagian besar pandangan mulai tertuju padanya.

“Yuuichi, aku membuatkanmu makan siang hari ini. Kamu akan memakannya, kan?”

“Eh, benarkah? Tunggu, Kaori, kamu bisa masak?”

“Tentu saja, tidak ada yang tidak bisa kulakukan.”

Memang sih, bahkan dalam cerita aslinya pun, Toujoin-san digambarkan memiliki keterampilan memasak yang setara dengan koki profesional.

Ketika Yuuichi menerima dan membuka kotak bekalnya, dia mendapati hidangan yang terlihat sangat lezat berjejer di dalamnya.

“Wah, luar biasa!”

“Hehe, aku akan terus membuatkannya untukmu setiap hari mulai besok. Kamu bisa makan banyak kan, Yuuichi?”

“Ya, aku bisa menanganinya kalau hanya sebanyak ini.”

“Eh, kalau begitu, Toujoin-san, apakah itu artinya kamu akan datang ke kelas ini mulai besok dan makan bersama?”

“Ya, begitulah rencananya. Apakah aku mengganggu?”

“T-tidak, tidak masalah sih, tapi…”

Aku tidak menyangka Toujoin-san akan berbuat sejauh ini.

Itu mungkin strategi untuk merebut hati Yuuichi melalui perutnya.

Di sisi lain, calon pasangan cinta Yuuichi lainnya…

“A-Apa yang harus aku lakukan, Sei-chan? Haruskah aku membuatkannya bekal juga…?”

“Tidak, pertama-tama, dalam kasus Shiho, kurasa kamu perlu latihan dulu.”

Fujise melihat ke sini dengan tatapan khawatir sementara Sei-chan terlihat sedikit pucat.

Ya, Fujise adalah tipikal heroine yang payah dalam memasak.

Dia adalah heroine yang menciptakan benda gelap, dark matter, yang biasa ada dalam manga komedi romantis.

Aku benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di hidangannya itu. Jenis bahan asing macam apa yang dia tambahkan hingga dapat membuatnya seperti itu?

Meskipun tindakan sehari-harinya sama sekali tidak kikuk, tapi entah kenapa, dia membuat kesalahan mendasar seperti mengira gula sebagai garam.

Dan entah bagaimana, semua gabungan itu menghasilkan hidangan hitam pekat padahal itu seharusnya rebusan putih.

Di sisi lain, Sei-chan, yang terkadang menunjukkan sisi kikuk, menjadi sangat sempurna dan pandai saat berhubungan dengan memasak… Seperti itulah yang dijelaskan dalam cerita aslinya.

Aku penasaran dengan masakan Fujise yang buruk, tapi yang lebih penting, aku sangat ingin memakan bekal buatan Sei-chan.

Untuk makanan terakhirku, aku ingin memakan masakan rumahan buatan Sei-chan.

“Sei-chan, bisakah kamu mengajariku lagi kapan-kapan?”

“…T-Tentu saja. Tapi saat memasak, tolong ikuti instruksiku sepenuhnya. Aku mohon padamu.”

“Ya, terima kasih!”

…Begitulah percakapan mereka di sana, tapi aku sangat khawatir.

Saat Fujise meminta diajari memasak, kemampuan memasak Fujise berada pada level di mana Sei-chan tidak bisa langsung mengiyakan.

Sei-chan yang itu, yang begitu peduli pada sahabatnya sehingga dia mau pergi ke taman hiburan sendirian untuk mengawasi kencan Yuuichi dan Fujise, merasa ragu-ragu.

Itu hanya memasak, tapi itu adalah sesuatu yang membuatnya ragu untuk menerima tawaran itu.

“Yuuichi, Hisamura-kun, bolehkah aku duduk di sini?”

“Ya, tidak apa-apa.”

“Tentu, silakan.”

Toujoin-san pun duduk di dekat kursi kami dan mulai membuka bekalnya sendiri.

Tampaknya isinya sama dengan milik Yuuichi.

“Hehe, saat kita membuka bekal yang sama seperti ini, rasanya seperti kita satu keluarga, ya kan, Yuuichi?”

“…B-Begitukah?”

“Ya, benar. Aku istrinya, dan Yuuichi suaminya… Oh, itu mungkin akan menjadi kenyataan pada ulang tahun Yuuichi tahun depan.”

“…E-Entahlah.”

Toujoin-san benar-benar menyerangnya dengan sangat agresif.

Tapi, hei, ini masih istirahat makan siang di sekolah, lho? Masih ada banyak siswa di sekitar kita, tau?

Sejak Toujoin-san masuk, semua orang sudah mendengarkan percakapan kami dengan seksama.

“A-Apa kalian dengar itu…?”

“Sudah kuduga. Lagian, mereka kan sudah tunangan.”

Itulah yang dikatakan semua siswa di sekitarku saat ini.

…Bukankah kalian seharusnya menyimpan pembicaraan semacam itu ketika orang yang bersangkutan tidak ada atau setidaknya membisikkannya sehingga mereka tidak dapat dengar?

Aku bisa mendengar suara kalian bahkan dari sini, lho…

“Oh, kami belum tunangan, kok.”

Tentu saja, Toujoin-san juga mendengar mereka, tapi tidak ada satu pun dari kami, baik aku atau murid lain, yang mengira dia akan merespon.

“Aah… B-Begitu, ya,” ucap salah satu siswa laki-laki di kelas.

“Ya, tapi memang benar kalau aku ingin menikahi Yuuichi.”

“EHHHHHHHH?!”

Toujoin-san mengatakan itu tanpa sedikit pun niat untuk menyembunyikannya, dan bukan hanya satu orang itu, tapi semua orang di sekitar kami mengangkat suara mereka karena terkejut.

Di antara para siswi, bahkan ada beberapa yang bersorak kegirangan.

“T-Tunggu, Kaori! Jangan mengatakan itu di tempat seperti ini…!”

“Oh, bukankah ini karena Yuuichi tidak tahu perasaanku selama ini?”

“A-Aku minta maaf soal itu…!”

Wow, Toujoin-san benar-benar hebat.

Kalau terus begini, rumor mungkin akan menyebar ke penjuru sekolah lagi.

Rumor bahwa Kaori Toujoin mencintai dan ingin menikahi Yuuichi Shigemoto kemungkinan besar akan menyebar seperti api.

Dan kali ini, itu bukanlah kebohongan seperti yang disebarkan oleh Toujoin-san sebelumnya; melainkan kisah nyata dengan beberapa saksi yang dapat membenarkannya.

Itu pasti akan menyebar lebih cepat dari rumor sebelumnya.

Dan jika itu terjadi… Itu tidak akan meninggalkan ruang bagi Fujise untuk dapat melakukan serangan balik.

“T-Tunggu sebentar…!”

Selagi aku memikirkan hal itu, sebuah suara bergema ke penjuru kelas.

Saat aku menoleh, Fujise, yang dari tadi duduk di kejauhan, berdiri dan mendekati kami.

Dengan semua orang di kelas memandang ke arahnya, Fujise, yang wajahnya memerah, berkata, “A-aku juga…! Aku juga menyukai Shigemoto-kun! Aku tidak akan menyerahkannya pada Toujoin-san!”

Setelah hening sejenak kelas pun kemudian dipenuhi dengan teriakan.

“EHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH?!”

“F-Fujise-san juga menyukai Shigemoto?”

“Tidak mungkin!? Dua gadis tercantik di sekolah memperebutkan Shigemoto!?”

“Keributan! Keributan ini! Luar biasa!”

Sungguh jeritan yang luar biasa.

Terutama para pria, mereka berteriak dan meratap karena cemburu.

Ya, aku juga paham perasaan itu, kawan.

Jika Sei-chan tidak ada, aku mungkin akan berada di pihak mereka juga.

“T-Tunggu, F-Fujise juga… K-Kenapa kamu mengatakannya di sini!?”

“K-Karena, jika aku tidak mengatakannya sekarang, rumor kalau Shigamoto-kun adalah tunangan Toujoin-san akan menyebar lagi!”

Fufu, kamu punya nyali, Fujise-san. Kurasa itulah sebabnya kamu adalah sainganku.”

Tanpa disadari, Toujoin-san juga berdiri dan menghadap Fujise, sambil tersenyum dan saling menatap tajam.

“Maaf saja, Fujise-san, tapi aku tidak pernah kalah sejak aku dilahirkan ke dunia ini.”

“Baguslah kalau begitu. Ini mungkin akan menjadi kekalahan pertamamu, jadi bersiaplah.”

“Bahkan, jika pun aku kalah sekali atau dua kali dalam hidupku, tapi pastinya itu bukan di sini.”

“Aku tidak yakin soal itu. Kita tidak pernah tahu apa yang mungkin akan terjadi di masa depan.”

Kalian berdua benar-benar membuat kekacauan, lho?

Ruang kelas yang gaduh sebelumnya menjadi sunyi dalam sekejap begitu mereka mendengar dua gadis itu saling bicara.

Dan yang lebih menakutkannya lagi adalah, mereka berdua saling tertawa satu sama lain.

“Shigemoto-kun, Hisamura-kun, bolehkah aku ikut makan siang bersama kalian?”

“Eh, uh, ya… tentu.”

“Jika Yuuichi tidak keberatan, maka aku pun tidak keberatan.”

“Terima kasih.”

“Ya ampun, apakah aku tidak ditanya?”

“Ah, maaf. Aku melupakan Toujoin-san. Aku juga boleh bergabung denganmu, kan?”

“…Fufu, tentu. Tidak masalah.”

Seram. Ini sangat seram.

Tunggu, apakah mulai sekarang aku harus makan siang sambil berada di tengah medan perang ini?

“Yuuichi, bolehkah aku makan sendirian di kantin mulai besok?”

“Hentikan, serius, tolong tetaplah di sini.”

“……”

“Hei, katakan sesuatu!”

Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku meninggalkan Yuuichi di sini…?

“Ah, Sei-chan! Kemarilah dan makan bersama kami!”

“…Shiho, aku senang kamu tidak melupakanku, tapi apa kamu yakin ingin aku di sana?”

“Ya, ayo makan bersama, oke?”

“…Haah, okelah.”

Eh? Sei-chan akan ikut ke rombongan ini?

Jika dia ikut ke sini maka kami bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama.

“Yuuichi, aku tidak akan mengkhianatimu. Ayo kita makan bersama.”

“Ya, kau benar-benar brengsek, tau.”

Apanya yang brengsek? Aku tetap di sini demi kamu, Yuuichi.

Jadi, karena kami berlima memutuskan untuk makan bersama, kami harus merubah tempat duduk sedikit.

Kami mengumpulkan kursi dan meja terdekat dan menyatukannya sehingga kami semua bisa muat.

Yuuichi duduk di depanku sementara Toujoin-san dan Fujise masing-masing duduk di sisi kiri dan kanannya.

Dan di sebelahku… ada Sei-chan.

“Sei-cha… Shimada, semoga kita bisa akrab.”

“…Ya, aku juga.”

Hampir saja. Aku hampir memanggilnya Sei-chan di kelas yang banyak orang.

Sei-chan juga sedikit memelototiku dengan rona merah di pipinya. Maaf.

“Yuuichi, apakah bekal buatanku enak?”

“Y-Ya, ini enak.”

“Fufu, aku senang.”

“Shigemoto-kun, lain kali aku akan membuatkan bekal untukmu juga. Maukah kamu memakannya?”

“T-Tentu saja, aku menantikannya.”

Yuuichi tidak tahu kalau Fujise tidak bisa memasak, jadi dia pasti sangat menantikannya… Aku bertanya-tanya apakah itu akan baik-baik saja.

“…Haah.

Setelah mendengar percakapan itu, Sei-chan menghela nafas pelan agar tiga orang di depannya tidak bisa dengar.

Ya, sepertinya itu tidak baik-baik saja.

Sepertinya akan sulit bagi Sei-chan sendirian untuk mengajari Fujise memasak…

Aku pun mendekat ke telinga Sei-chan dan memanggilnya.

“Sei-chan.”

“Eh? A-Apa…?”

Sei-chan terkejut, mungkin karena aku tiba-tiba berbicara ke telinganya.

“Aku akan membantumu mengajari Fujise memasak.”

Muu… Apakah kamu tahu, kalau masakan Shiho itu, um… bencana?”

“Yah, aku bisa tahu dari melihat reaksi Sei-chan sebelumnya.”

Sebenarnya, aku tahu itu dari karya aslinya.

“B-Begitu, ya… akan sangat bagus jika kamu bisa membantuku. Kami pernah mencoba membuat kue bersama sebelumnya… tapi aku masih tidak mengerti bagaimana shortcake itu bisa berubah menjadi hitam.”

“…Aku tidak yakin apakah aku dapat membuat banyak perbedaan, tapi ya, aku akan melakukan yang terbaik.”

Yah, aku mungkin tidak bisa, tapi aku akan melakukan yang terbaik agar tidak mati.

× × ×


Di depanku dan Sei-chan, Yuuichi, yang diapit di antara Toujoin-san dan Fujise, memainkan jarinya dengan gugup.

Pasti sulit menjadi populer, semua pria di sekitar kami menatapnya dengan tatapan membunuh.

Dia benar-benar harus berhati-hati agar tidak ditikam dari belakang di malam hari.

Mereka bertiga mungkin akan melanjutkan komedi romantis mereka di masa depan.

Sebagai sahabat Yuuichi dan penggemar manga ini, aku akan terus mengawasinya.

Selain itu… Di sampingku ada Sei-chan yang sedang tersenyum mengawasi mereka bertiga.

Pada awalnya, seharusnya dia adalah heroine sampingan yang bergabung dengan mereka bertiga yang ada di depannya itu dan jatuh cinta pada Yuuichi.

Tapi, aku sudah mengubah takdir itu.

Mulai sekarang, akulah yang akan membuatnya bahagia.

“…Hmm? K-Kenapa kamu menatapku seperti itu?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

“Benarkah?”

“Ya, aku hanya senang menatapmu.”

“Uuh… J-Jangan mengatakan hal semacam itu di sini.”

“Hehe, maaf, maaf.”

Ah, sudah kuduga… aku sangat menyukai Sei Shimada.

Aku tidak sabar untuk menantikan masa depan dari masa SMA-ku dan kehidupan yang akan aku habiskan bersamanya.



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset