Chapter 4: Hari Kencan
7
“Aku tidak menyangka dia akan pingsan… Dia benar-benar protagonis dari manga komedi romantis.”
Aku menyaksikan adegan kekacauan mereka bertiga.
Mereka berteriak-teriak, sehingga aku bisa mendengar mereka dengan jelas bahkan dari kejauhan.
Namun, aku merasakan campuran rasa iri dan simpati pada Yuuichi di sana…
Aku iri dengan kenyataan bahwa ada 2 gadis cantik yang menembaknya pada saat yang sama, tapi aku juga merasa kasihan padanya sebagai seorang pria karena fetish-nya terungkap dengan keras ke khalayak ramai.
Y-Yah, aku tidak memiliki fetish aneh untuk diungkapkan jadi aku rasa aku akan baik-baik saja di bagian itu. Ya, beneran tidak ada kok.
Namun, aku tidak pernah menyangka semuanya akan jadi seperti ini.
Tentu saja, dalam cerita aslinya, mereka berdua tidak pernah mengungkapkan perasaan mereka pada Yuuichi di tempat seperti ini sama sekali.
Karena setelah pengakuan cinta seperti itu, ceritanya mungkin akan berakhir.
Kencan Fujise dan Yuuichi seharusnya berakhir dengan hanya Toujoin-san yang mengganggu mereka.
Dan kemudian ceritanya akan terus berlanjut… tapi karena berbagai hal yang aku lakukan, mereka berdua akhirnya menembak Yuuichi.
Padahal itu bahkan belum terjadi pada cerita aslinya.
Tidak, tunggu dulu, dalam versi aslinya, bukankah Yuuichi sudah menyadari perasaan Toujoin-san?
Namun, jangankan keduanya, bahkan tak satu pun dari mereka yang benar-benar menembak Yuuichi.
Selain itu, sebenarnya, Yuuichi-lah yang seharusnya menyelesaikan ketegangan antara Toujoin-san dan ayahnya.
Namun, karena aku memanas, aku memutuskan untuk melakukannya sendiri.
Karena jika aku tidak melakukan itu, Toujoin-san tidak akan beranjak dari sana sama sekali.
“…Maaf, Sei-chan,” kataku pada Sei-chan yang tersenyum masam saat melihat interaksi mereka bertiga.
“Hm? Untuk apa?”
“Yah… Pada akhirnya, akulah yang menjadi penghalang terbesar bagi Fujise dan Yuuichi.”
Sei-chan tidak ingin Toujoin-san mengganggu kencan Fujise dan Yuuichi.
Jika aku tidak melakukan apa yang telah aku lakukan, Toujoin-san tidak akan mengganggu mereka, lalu Fujise dan Yuuichi akan menyelesaikan kencan mereka dengan normal dan mulai pacaran.
Itu semua karena pada akhirnya aku memutuskan untuk mendukung Toujoin-san…
“Aku sungguh minta maaf.”
“Fufu… Jadi kamu juga bisa membuat wajah seperti itu, ya.”
“Eh?”
Saat aku menundukkan kepalaku meminta maaf, Sei-chan memasang senyum lembut di wajahnya.
“Aku tak masalah. Tapi izinkan aku menanyakan ini padamu. Antara Shiho dan Toujoin, kamu lebih suka Shigemoto pacaran dengan siapa?”
“Tentu saja itu bukan keputusanku atau Sei-chan, tapi Yuuichi sendiri yang harus memutuskannya.”
“Memang. Tapi, berdasarkan apa yang kulihat tadi, apakah kamu ingin Shigemoto pacaran dengan Toujoin?”
“Tidak, secara pribadi, aku sebenarnya tidak peduli dengan siapa dia pacaran, tapi aku ingin Shigemoto memperhatikan mereka berdua baik-baik sebelum mengambil keputusan.”
“…Apa maksudmu?”
“Aku tahu kalau Toujoin-san menyukai Yuuichi, tapi Yuuichi sama sekali tidak tahu. Padahal orang normal mana pun pasti akan menyadarinya.”
“Yah, jika sejelas itu, siapa pun akan menyadari sesuatu seperti itu.”
“Ya, meski siapa pun akan menyadarinya, orang itu sendiri, Yuuichi, tidak menyadarinya, jadi aku merasa kasihan melihat Toujoin-san.”
“Itu benar.”
Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana bisa dia tidak menyadarinya…
Orang itu benar-benar protagonis tidak peka dari manga komedi romantis.
“Itulah sebabnya aku memutuskan untuk membantunya. Aku ingin menjadi sekutu Toujoin-san sampai perasaannya tersampaikan sepenuhnya pada Yuuichi.”
“…Begitu ya.”
“Jadi, aku tidak akan memihak Toujoin-san lagi. Aku mungkin juga tidak akan berpihak pada Fujise.”
“…Jadi, sejak awal kamu tidak beniat menghentikan Toujoin mengganggu kencan mereka hari ini?”
“Uuu… Aku benar-benar minta maaf… Aku benar-benar dilema, tapi sejujurnya, begitulah…”
Lebih tepatnya, aku tahu bahwa baik aku maupun Sei-chan tidak akan bisa menghentikan Kaori Toujoin mengganggu mereka, bahkan jika kami mencoba yang terbaik sekali pun, pada akhirnya itu semua akan sia-sia.
Jadi memang benar kalau aku tidak berencana menghentikannya dengan sekuat tenaga seperti Sei-chan.
“Haa…Yah, aku mengerti kalau kamu melakukannya karena mempertimbangkan Shigemoto dan Toujoin, tapi jika begitu, bukankah seharusnya kamu tidak perlu pergi denganku ke taman hiburan untuk menghentikan Toujoin sejak awal?”
“Itu benar, tapi aku datang ke sini karena aku tertarik dengan ide akan berkencan dengan Sei-chan di taman hiburan.”
“A-Apa!? B-begitu, ya…”
Sejujurnya, jika itu hanya permintaan Yuuichi, aku tidak akan pernah mau datang jauh-jauh ke taman hiburan ini.
Tapi saat kudengar kalau Sei-chan akan pergi ke taman hiburan demi Fujise, aku tidak bisa membiarkan dia melakukannya sendirian.
Yah, ketika aku menyadari kalau aku pada dasarnya akan berkencan dengan Sei-chan, motivasiku untuk menghentikan Tojoin-san benar-benar anjlok…
“Aku benar-benar minta maaf. Padahal Sei-chan sudah berusaha sangat keras demi Fujise.”
“T-Tidak, tidak apa-apa. Aku juga tidak melakukan sesuatu yang istimewa dengan datang ke taman hiburan ini. Ditambah lagi, saat aku mendengar tentang ketegangan antara Toujoin dan ayahnya tadi, aku mungkin akan memilih untuk tidak menghentikannya juga. Aku pikir kita berdua akan memilih pilihan yang sama.”
“…Terima kasih.”
Aku sangat menyukai Sei-chan karena bersikap baik dan keren dalam situasi seperti ini.
Mungkin panggilan telepon sebelumnya telah menyelesaikan sebagian besar ketegangan antara Toujoin-san dan ayahnya.
Ini semua berkat pengetahuanku tentang cerita aslinya.
Ayah Toujoin-san adalah pria yang sangat menyayangi putrinya.
Meskipun dia adalah pemimpin salah satu perusahaan terkemuka di dunia dan pria yang sangat sibuk, dia selalu menyisihkan waktu untuk makan malam bersama putrinya setidaknya sebulan sekali.
Jika dia benar-benar tidak peduli dengan putrinya dan benar-benar hanya memikirkan pekerjaan, dia tidak akan meluangkan waktu untuk melakukan hal seperti itu.
Selain itu, bagiku, panggilan telepon tadi juga hampir merupakan pertaruhan apakah dia akan mengangkatnya atau tidak.
Tapi aku merasa kemungkinan besar dia akan mengangkatnya.
Itu karena ayah Kaori Toujoin memiliki beberapa smartphone, namun ia hanya memiliki satu ponsel untuk keperluan pribadi.
Dan hanya ada dua kontak di ponsel itu.
Kedua kontak itu adalah Kaori Toujoin, putrinya sendiri, dan mendiang istrinya.
Dia selalu membawa ponsel yang hanya memiliki dua kontak itu bersamanya.
Dengan kata lain, jika ponsel itu berdering, pasti itu panggilan dari putri kesayangannya.
Dari apa yang aku lihat dalam cerita aslinya, aku percaya bahwa seorang ayah yang mencintai anaknya, Kaori Toujoin, dari lubuk hatinya pasti akan mengangkatnya.
Dan hasil akhirnya benar-benar yang terbaik.
Saat Toujoin-san sedang menelepon ayahnya. Aku juga bisa mendengar suara ayahnya dari kejauhan… Sungguh, aku juga hampir menangis.
Aku sangat tersentuh; Aku tidak pernah menyangka akan menyaksikan salah satu adegan paling terkenal dari cerita aslinya terjadi tepat di depan mataku.
Aku harus mati-matian menahan air mataku agar tidak mengalir.
“Aku penasaran siapa yang akan dipilih Shigemoto.”
“Hm? Yah, entahlah. Kurasa kita tidak akan mendengar jawabannya hari ini, dan mereka berdua mungkin akan terus menyerang Yuuichi mulai sekarang. Aku penasaran apakah dia bisa memilih dengan benar.”
“Yah, secara pribadi, aku berharap dia memilih sahabatku, Shiho… Tapi kurasa kita hanya perlu menunggu Shigemoto membuat pilihannya.”
“Kamu benar. Kurasa mereka berdua akan terus menyerang Yuuichi, dan ini mungkin akan berubah menjadi kompetisi untuk melihat siapa yang bisa mendapatkan hatinya terlebih dahulu. Lagian, mereka berdua sudah menegaskan cinta mereka padanya ketika mereka mengungkapkan perasaan.”
“Eh, y-ya…”
Hmm? Sei-chan tiba-tiba tampak malu.
Aku heran kenapa… Oh.
Yah, pengakuan cinta yang mereka buat barusan memang mengungkapkan fetish dari ketiganya.
Mereka berbicara banyak tentang siapa yang akan berada di atas atau di bawah dan hal-hal semacam itu.
Tidak, meski Yuuichi sendiri tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi sungguh kasihan karena dialah yang fetish-nya paling terekspos.
Sei-chan memiliki toleransi yang sangat kecil terhadap pembicaraan mesum semacam itu.
Namun dalam karya aslinya, meskipun Sei-chan tidak terlalu toleran terhadap hal itu, ada deskripsi yang menunjukkan bahwa dia cukup penasaran soal itu… Oke, mari kita berhenti di sini, jika aku memikirkannya lebih jauh, ada kemungkinan aku akan mulai mimisan lagi.
“J-Jadi… K-Kamu yang mana?”
“Hm? Apanya?”
“Tidak, itu… Bu-bukan apa-apa!”
Sepertinya dia ingin menanyakan sesuatu padaku, tapi tidak jadi.
Aku penasaran dengan apa yang ingin dia tanyakan, tapi aku tidak akan menanyakannya lebih jauh karena bisa jadi itu akan menimbulkan kekacauan.
“Ngomong-ngomong, Sei-chan, aku minta maaf karena menyela perkataanmu saat aku pergi menuju Toujoin-san sebelumnya. Apa yang ingin kamu katakan saat itu?”
“Eh? A-AH…! Yah.. Itu… Aku hanya ingin bilang kalau kita harus bergegas dan mengikuti mereka secepatnya.”
“Begitu ya. Maaf karena memotong perkataanmu dan pergi begitu saja.”
“Tidak, tidak apa-apa. Maksudku, pada akhirnya kamu ada di sini bersamaku.”
Fakta bahwa kami melihat keributan yang mereka bertiga lakukan berarti aku dan Sei-chan juga ada di sini, di tempat lampu hias yang indah ini.
Lampu hiasnya tampak seperti taman bunga, dan itu sangat indah.
“…Cantiknya”
“Ya, benar.”
Untuk sesaat… Aku dan Sei-chan hanya berdiri di sana, terpesona oleh keindahan lampu hias.
Namun, aku sebenarnya hanya menatap wajah Sei-chan saat dia memandangi lampu hias.
Sisi wajah Sei-chan, yang diterangi oleh cahaya, sungguh cantik… jauh lebih cantik daripada lampu hias taman hiburan.
“…Hm? A-Ada apa, Hisamura? Kenapa kamu terus menatapku?” tanya Sei-chan dengan malu-malu. Wajar saja, setelah ditatap selama itu, dia pasti akan sadar.
“Fufu, maaf. Aku hanya terpikat olehmu, Sei-chan.”
“Apa?! K-Kamu ini benar-benar…”
Sei-chan tersipu lagi, tapi kali ini, dia tidak terlihat terlalu terkejut, mungkin karena dia sudah sedikit terbiasa.
Namun, sungguh imut melihat dia terus mencuri pandang ke arahku sambil mencoba fokus melihat lampu hias.
“O-Omong-omong, sepertinya ada bianglala juga di sini.”
“Ya, benar.”
Ada bianglala besar yang tidak jauh dari tempat kami berada saat ini, mungkin itu agar orang-orang dapat melihat pemandangan cahaya lampu hias ini dari atas.
“Sebagai penutup, bagaimana kalau kita naik bianglala, Sei-chan?”
“Ya, ayo.”
“Karena sekarang kita tidak perlu lagi mengawasi Yuuichi dan yang lainnya, kita akhirnya bisa bersenang-senang tanpa ragu.”
“Hehe, ya, kamu benar.”
Jadi, aku dan Sei-chan pun menuju wahana terakhir, bianglala.
× × ×
Anehnya, bianglala itu tidak ramai sehingga kami dapat menaikinya cukup cepat.
Kami duduk saling berhadapan, dan bianglala pun mulai bergerak perlahan, mengangkat gondola ke atas.
Gondolanya ternyata lebih sempit dari perkiraan, dan aku sedikit gugup karena lutut kami hampir bersentuhan.
Ditambah lagi, duduk berhadap-hadapan seperti ini rasanya cukup memalukan.
Sei-chan sepertinya merasakan hal yang sama; pipinya sedikit memerah, dia mengalihkan pandangannya ke arah jendela, dan menyisipkan rambutnya ke belakang telinga.
Gerakannya itu begitu indah dan seksi hingga membuat jantungku tanpa sadar berdebar kencang.
Kurasa hari ini mungkin menjadi hari tersibuk yang dialami jantungku sepanjang hidupku ini.
Kamu telah bertahan dengan baik, wahai jantungku, kamu luar biasa.
“K-Kita hampir mencapai puncak, Hisamura.”
“…Ya, benar.”
Meski matahari sudah terbenam, pemandangan dari bianglala yang disinari terang benderang oleh lampu hias menciptakan pemandangan yang menakjubkan.
Cahayanya bersinar warna-warni, menyinari sisi wajah Sei-chan saat cahaya memantulkan rambut peraknya yang indah.
Melihatnya seperti itu membuat jantungku berdebar kencang, meski begitu, aku tetap ingin terus menatapnya.
Sudah hampir waktunya gondola yang kami naiki mencapai puncak.
…Sekarang mungkin adalah saat yang tepat, kan?
Jantungku, aku minta maaf karena akan membebanimu lagi, tapi tolong bertahanlah.
Karena menurutku ini benar-benar yang terakhir.
“Sei-chan.”
“Hm? Ada apa?”
Sei-chan mengeluarkan ponselnya untuk memotret pemandangan luar.
“Bolehkah aku mengatakannya sekali lagi di sini… di tempat ini?”
“M-Mengatakan apa?”
Menanggapi kata-kataku, Sei-chan sepertinya merasakan sesuatu dan dengan gugup berbalik menghadapku.
Mata Sei-chan menembus mataku.
Tangan dan bibirku gemetar karena gugup.
Aku pernah menyatakan perasaanku pada Sei-chan sebelumnya, di kelas sepulang sekolah.
Tapi aku bisa melakukannya saat itu karena kupikir itu hanya mimpi.
Aku tidak pernah mengira akan terlempar ke dunia manga, jadi aku menyimpulkan itu hanya mimpi dan sekedar meneriakkan cintaku pada Sei-chan.
Tapi sekarang… Aku menyadari bahwa ini adalah dunia nyata, dan aku benar-benar berada di hadapan Sei-chan yang kucintai.
Ini berbeda dengan saat aku hanya sekedar meneriakkan cintaku pada sebuah karakter favoritku.
Ini adalah pengakuan tulus dariku, Tsukasa Hisamura, kepada Sei Shimada, yang hidup sebagai gadis sungguhan, bukan hanya sebagai karakter Sei Shimada dalam manga.
× × ×
“Sei-chan, aku mencintaimu.”
“Eh…”
“Aku menyukai Sei-chan yang baik hati yang menyembunyikan perasaannya demi temannya, Fujise, dan mendukungnya dengan tulus. Tapi aku tidak suka Sei-chan yang terlalu menekan perasaannya dan memendamnya sendirian… Aku ingin menjadi seseorang yang dapat mendukungmu dan membuatmu bahagia.”
Ini sangat memalukan, tapi aku berhasil mengatakannya sambil menatap langsung ke mata Sei-chan.
Sei-chan juga menatap mataku dengan mata berkaca-kaca.
“Aku menyukai Sei-chan yang terlihat keren dan gagah. Aku menyukai Sei-chan yang pemalu dan mudah memerah. Aku menyukai Sei-chan yang tersenyum bahagia saat makan atau minum sesuatu yang manis. Aku jadi lebih mengenal Sei-chan daripada saat aku pertama kali menembakmu, dan aku semakin jatuh cinta padamu.”
“Eh…”
“…Sei-chan, aku menyukaimu. Tolong pacaranlah denganku!”
Jantungku berdebar sangat kencang, hingga terasa seperti akan melompat keluar dari mulutku.
Meski wajahnya memerah, Sei-chan mendengarkan pengakuanku tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun.
Sekarang… yang tersisa hanyalah menunggu jawabannya.
Sei-chan terus menatap mataku, namun setelah sesaat dia membuang muka dengan malu-malu, tatapan kami bertemu lagi.
“…Terima kasih. Aku benar-benar sangat senang. Pengakuan cintamu sebelumnya begitu tiba-tiba, dan kurasa aku terlalu bingung untuk memberitahumu, tapi saat itu… aku juga merasa sangat senang.”
Kalau dipikir-pikir lagi, saat itu, Sei-chan tampak terlihat bingung dan langsung lari dariku.
Tapi itu mungkin karena aku tiba-tiba menembaknya dan, karena aku mengira itu hanya mimpi, aku juga mendesaknya untuk segera memberikan jawaban.
Apakah dia memikirkan apa yang terjadi saat itu juga…?
“Aku juga bersenang-senang bermain denganmu hari ini, dan bahkan mengobrol di kafe sebelumnya, itu sangat menyenangkan. Aku sangat senang bisa mengobrol dan lebih mengenalmu. Ini adalah kencan pertamaku, dan aku tidak menyangka kalau kencan itu bisa semenyenangkan ini.”
Sei-chan berkata dengan sangat malu-malu.
Dia mengalihkan pandangan dariku beberapa kali, tapi setiap kali dia berbicara, dia memastikan kalau dia menatap mataku sebelum dia mengucapkan kata-katanya.
“Tidak… bukan karena kencan itu menyenangkan; menghabiskan waktu bersamamu itulah yang menyenangkan. Karena bersamamu-lah, Hisamura, makanya itu menyenangkan. Menyenangkan rasanya bisa berkencan denganmu.”
“Eh…”
Jantungku berdebar semakin kencang—bukan hanya karena rasa gugup tapi juga karena rasa penuh harapan, hingga membuat jantungku semakin berdebar kencang.
“Mungkin masih banyak yang belum kita ketahui tentang satu sama lain, dan perasaanku mungkin tidak sekuat perasaanmu terhadapku… Tapi perasaanku yang sebenarnya adalah aku juga memiliki perasaan terhadapmu, Hisamura.”
“…!”
“Jadi itulah sebabnya… aku akan melakukan yang terbaik untuk mengejarmu.”
Sei-chan menatapku dengan mata berkaca-kaca dan berkata, “Jika kamu tak masalah dengan orang sepertiku… Maka, tolong jaga aku.”
──Uuu… Aku tidak bisa bernapas sejenak.
Aku tidak salah dengar, kan?
“B-Benarkah? K-Kamu mau pacaran denganku?”
“…Y-Ya. Jika kamu tak keberatan dengan orang sepertiku…”
“Karena itu kamu makanya aku ingin pacaran denganmu, Sei-chan.”
“Uuu… Begitu, ya.”
“S-Seriusan… Sei-chan akan menjadi pacarku…?”
“Uuu… J-Jangan diperjelas.”
Sei-chan menggeliat dan terlihat sangat malu sambil menunduk.
Aku pacaran dengan Sei-chan yang sangat imut ini…
Aku menyukai Sei Shimada bahkan sebelum datang ke dunia ini, dan sekarang, aku akan pacaran dengan Sei Shimada yang semakin kucintai setelah aku datang ke dunia ini…!
“Aku senang sekali… Aku bisa mati…!”
“Ukh… K-Kamu terlalu sering mengatakan hal-hal seperti itu.”
“Tidak, serius… Aku benar-benar bisa mati bahagia karena bisa pacaran dengan Sei-chan…”
“Uh…”
Saat aku menengadah dan menutupi wajahku dengan kedua tangan, aku merasakan sedikit tarikan di ujung pakaianku.
Saat aku menurunkan tanganku dan menunduk, aku melihat Sei-chan duduk lebih ke depan dari sebelumnya, menarik ujung jaketku dengan jari-jarinya.
“J-Jangan bilang kalau kamu akan mati… K-Kamu bilang kamu akan membuatku bahagia, kan?”
“Ayo kita menikah.”
“HAH?!”
“Ahh, aku salah bicara. Sebenarnya tidak salah bicara juga sih.”
Sejauh yang aku rasakan, aku serius ingin kami menikah.
Jika aku bisa cukup berani untuk bilang kalau aku akan membuat dia bahagia seumur hidup, aku tentunya harus berpikir sampai sejauh itu, kan?
“Yah, um… aku belum bisa menjawab itu… Jadi mari kita lihat dulu bagaimana ini ke depannya…”
“Uh… S-Saya mengerti…”
Sei-chan, yang menanggapi kata-kataku yang spontan itu dengan sangat serius, sungguh sangat menggemaskan hingga tanpa sadar aku beralih menggunakan bahasa formal.
Pacarku terlalu imut, dan itu menyakitkan…!
…A-Apakah Sei-chan benar-benar pacarku sekarang?
Aku sangat senang, aku merasa seperti aku mungkin benar-benar akan mati… Tidak, aku tidak boleh mati.
Aku pasti akan hidup untuk membuat Sei-chan bahagia.
Sebenarnya, Sei-chan memegang ujung bajuku dan sangat dekat denganku sekarang.
Jika aku mencondongkan tubuhku sedikit saja, wajah kami akan saling bersentuhan.
Sei-chan sepertinya lupa kapan harus menarik diri; dia menatap wajahku, tatapan kami bertemu, lalu dia melihat ke bawah, lalu ke atas lagi… Terus seperti itu berulang kali.
…Dia sangat menggemaskan.
“Um, bolehkah aku duduk di sebelahmu?”
“Huh… Y-Ya, tentu…”
“…P-Permisi.”
Aku perlahan berdiri, lalu duduk di samping Sei-chan.
Gondolanya sangat sempit, jadi saat kami duduk bersebelahan, bahu kami tentu saja akan saling bersentuhan.
“Mmm…”
Saat aku duduk di sebelahnya dan bahu kami bersentuhan, aku mendengar Sei-chan mengeluarkan suara lembut.
Hanya dari bahu kami yang saling bersentuhan, aku tidak menyangka akan semendebarkan ini…!
Bianglala telah melewati puncaknya dan perlahan-lahan turun.
Aku sungguh-sungguh berharap momen ini bisa bertahan selamanya.
Saat aku melirik ke arah Sei-chan, dia juga menatapku, dan tatapan kami bertemu.
“Ah…”
Sei-chan terkesiap kaget, sekilas mengalihkan pandangannya, tapi kemudian dengan cepat menatap mataku lagi.
Karena aku lebih tinggi, Sei-chan sedikit menengadahkan pandangannya untuk menatapku.
Wajah Sei-chan begitu dekat, dan jantungku berdebar kencang tak terkendali.
“…Bolehkah aku, memegang tanganmu?”
“Huh… Y-Ya, tentu.”
Sei-chan mengarahkan tangannya, yang berada di atas lututnya, sedikit ke arahku.
Tangan kami, yang sama-sama sedikit gemetar, saling bertumpukan dan berpegangan.
Rasanya hangat sekali. Dan lembut.
Aku tidak ingin melepasnya.
Aku sebenarnya ingin berpegangan tangan seperti yang dilakukan sepasang kekasih, yang saling mengaitkan jari-jemari, tapi aku masih terlalu gugup untuk itu saat ini.
Saat aku berpikir begitu, Sei-chan menyandarkan kepalanya di bahuku.
Sampai beberapa saat yang lalu, bahu kami hanya bersentuhan, namun kini sisi kanan tubuhku menempel sepenuhnya pada tubuh Sei-chan.
“S-S-S-S-Sei-chan–san?”
Aku sangat terkejut sehingga aku menggunakan cara yang aneh untuk memanggilnya.
“Begini tidak apa-apa, kan? Lagipula kita kan pacaran…”
“…!”
Ah, gawat… Imut banget…
Sei-chan mengumpulkan keberanian untuk melakukan itu, jadi aku juga harus lebih berani.
Berpikir seperti itu, aku pun melepaskan tangan kami yang saling berpegangan.
“Eh…”
Aku mendengar suara kesepian Sei-chan sejenak, tapi segera aku melingkarkan lenganku di punggung Sei-chan, menarik tubuhnya mendekat dengan memegang bahu satunya.
“Ah, Hnng…!!”
Setelah suara yang sedikit senang keluar, terdengar suara yang lebih merangsang… Aku tidak bisa menahannya lagi.
“Maaf, Sei-chan… Sepertinya aku mimisan…”
“EH?!”
Aku segera berhenti merangkulnya dan menutupi darah yang menetes dari hidungku dengan tangan agar tidak mengenai Sei-chan.
Sei-chan juga buru-buru menjauh dan mengeluarkan tisu dari tasnya.
“K-Kenapa kamu tiba-tiba mimisan…!?”
“Sei-chan, kamu terlalu imut, jadi aku agak… um…”
“Uuu… K-Kamu harus segera terbiasa dengan ini. Kalau tidak, kita tidak akan dapat melangkah lebih jauh da… t-tidak, lupakan saja!”
“…Sei-chan, apakah kamu berencana membuatku pingsan seperti Yuuichi?”
“T-Tentu saja tidak!”
“Pokoknya, aku butuh lebih banyak tisu. Apa yang baru saja kamu katakan membuatku semakin mimisan.”
“A-Apakah tubuhmu baik-baik saja?”
“Mungkin. Aku rasa aku tidak akan mati karena ini… Ada seorang pria yang hampir mati karena mimisan tapi aku rasa aku tidak separah itu. Jadi aku akan baik-baik saja.”
Ending-nya agak antiklimaks, tapi… beginilah akhirnya aku bisa mulai pacaran dengan Sei-chan.
Aku tahu kalau aku terus mengatakan ini berulang kali, tapi aku sangat senang hingga aku bisa mati, dan aku benar-benar ingin membuat Sei-chan bahagia tanpa mati.