[LN] Isekai Romcom Volume 1 Chapter 2.1 Bahasa Indonesia

Sepertinya Bukan Mimpi... (Bagian 1)

Chapter 2: Sepertinya Bukan Mimpi…

1


“…Eh, Apakah aku masih di dalam mimpi?”

Itulah yang aku gumamkan ketika aku bangun pagi ini, sarapan, dan melihat seragamku.

Aku tidak menyadarinya sama sekali karena rumah ini terlihat hampir identik dengan rumahku di dunia nyata, tidak, lebih tepatnya rumah ini persis sama, tapi tidak peduli bagaimana pun aku melihat seragamnya, ini jelas adalah seragam SMA Toujoin dalam Ojojama.

Selain itu, ingatan Tsukasa Hisamura, karakter di dunia manga, ada di dalam kepalaku.

Jadi, aku masih di dalam mimpi, ya?

Apakah aku benar-benar di dalam mimpi? Dapatkah mimpi yang terasa sangat nyata seperti ini disebut mimpi?

Mungkinkah aku… telah sepenuhnya memasuki dunia manga “Ojoujama”?

Dan mengambil posisi Tsukasa Hisamura, karakter dengan nama yang sama sepertiku di dunia nyata?

“Eh… Beneran?”

Apakah aku benar-benar menjadi Tsukasa Hisamura dari “Ojoujama”?

Namun, itulah satu-satunya penjelasan untuk situasi saat ini.

Sampai kemarin, aku mengira kalau ini hanyalah mimpi yang sangat panjang, tapi sepertinya aku benar-benar telah memasuki dunia manga.

Sulit dipercaya, tapi yah… Aku lebih dari senang bisa berada di sini.

Mampu memasuki dunia manga favoritku dan berinteraksi dengan karakter kusukaanku, itu hal yang luar biasa.

Seorang otaku, yang tidak gembira atas hal yang luar biasa seperti ini, bukanlah lagi seorang otaku.

Eh? Tunggu sebentar, jadi kejadian kemarin juga nyata di dunia ini?

Apakah itu berarti… aku benar-benar menyatakan cintaku pada Sei-chan tepat setelah aku datang ke dunia ini?

Ah, bukankah itu buruk?

Kupikir aku sedang bermimpi, jadi aku menembak Sei-chan tanpa ragu-ragu. Tapi jika ini akan berlanjut sebagai kenyataanku, aku merasa itu akan menjadi sangat buruk…

Apakah aku benar-benar menembak Sei-chan kemarin?

Tidak bisakah kita anggap saja kalau kejadian kemarin adalah mimpi, dan aku benar-benar memasuki dunia “Ojojama” baru hari ini?

“Oh ya, ponselku…!”

Kemarin, karena mengira ini mimpi, aku mengirim pesan RINE ke Sei-chan!

Jika riwayat pesan itu masih ada, maka dunia ini adalah kelanjutan dari hari kemarin.

Saat aku membuka RINE dan mengecek riwayat chat… Pesan RINE kemarin masih ada semua.

Dan karena adrenalin malam hari, atau lebih tepatnya mimpi, aku mengirimkan sesuatu yang sangat memalukan….!

“UWAAA! Yang benar saja?!”

Aku sangat malu sehingga aku meneriakkan itu di kamarku.

Maksudku, aku sudah membuat sejarah kelam di hari pertamaku di dunia ini…!

Tidak, aku tidak menganggap kalau menembak Sei-chan adalah sejarah kelam, tapi, kata-kata pernyataan cintaku dan pesan yang aku kirimkan adalah beberapa noda serius dalam hidupku.

Sial, aku berharap aku bisa melupakan semua ini entah bagaimana, tapi tidak mungkin aku bisa melupakan percakapan pertamaku dengan Sei-chan…!

Terlebih lagi, reaksi serta segalanya dari Sei-chan sangat imut. Aku ingin melupakannya tapi juga tidak ingin melupakannya.

Aku benar-benar tidak ingin melupakan reaksi Sei-chan yang imut banget, tapi aku juga ingin melupakan kata-kata dan tindakanku yang menjijikkan…

Sungguh dilema, dan sepertinya ini tidak akan pernah terpecahkan.

Yah, keinginanku untuk mengingat tingkah imut Sei-chan jauh berkali-kali lebih besar daripada keinginanku untuk melupakan kata-kata dan tindakanku yang menjijikkan, jadi tentu saja aku akan mengingatnya.

“Aku juga ingin sekali menghaput riwayat chat ini, Tapi aku tidak ingin menghapus pesan Sei-chan.”

Kemarin kupikir, ‘Ini adalah mimpi, dan hanya pikiranku-lah yang membuat Sei-chan membalas pesan seperti ini.’ Tapi jika ini kenyataan, ini benar-benar berbeda.

Saat aku memikirkan fakta bahwa Sei-chan dengan serius memikirkan balasan itu dan mengirimkannya padaku… Aku merasa itu sangat berharga hingga aku bisa mati.

Ya, aku akan men-screenshot-nya, jadi tidak peduli seberapa banyak aku chatting-an dengan Sei-chan mulai sekarang, riwayat chat ini akan tetap ada di tanganku. Mari jadikan ini sebagai pusaka keluarga.

Saat aku memikirkan itu, aku mendengar pintu kamarku digedor.

Onii-chan! Kita bisa terlambat ke sekolah kalau tidak cepat-cepat!”

“Y-Ya, aku tahu, Rie.”

Aku menjawab suara itu dan meninggalkan kamar sambil membawa tas.

Yang ada di luar kamar adalah adikku, Rie Hisamura.

Tentu saja, dia bukan adikku di dunia nyata, tapi adik dari karakter Tsukasa Hisamura di dunia Ojojama.

Dia adalah adikku yang setahun lebih muda dariku, seorang siswi SMA kelas satu yang bersekolah di sekolah yang sama denganku.

Dia memiliki rambut yang ditata dengan kuncir kuda samping dan memakai ikat rambut yang lucu.

Dia memiliki wajah yang imut, tapi dia tidak sering tersenyum saat berinteraksi dengan kakaknya, Tsukasa Hisamura.

Seorang adik yang berkemauan keras dan memarahi kakaknya yang berperilaku buruk.

Saat dia tersenyum, dia terlihat menggemaskan, tapi aku tidak sering melihat itu dalam karya aslinya.

Peringatan spoiler: Rie Hisamura adalah heroine lain yang menambah warna dalam cerita, dan merupakan salah satu orang yang menyukai karakter utama, Yuuichi Shigemoto.

Rie Hisamura mendapatkan popularitas sebagai karakter adik kelas, tapi sama seperti Sei-chan, Rie Hisamura mungkin adalah heroine yang kalah.

Tapi tunggu, apakah itu berarti dia belum bertemu protagonis, Yuuichi Shigemoto, di bagian cerita ini?

Adegan yang aku lihat kemarin, di mana Sei-chan mengesampingkan perasaannya dan mendukung Fujise masih bagian yang cukup awal dalam cerita.

Jadi, mungkin, dalam cerita aslinya, Rie Hisamura bahkan belum muncul secepat ini.

Kemudian, dia mengetahui bahwa sahabatnya, Tsukasa Hisamura, memiliki seorang adik perempuan, lalu menjadi salah satu heroine dalam karya tersebut.

Meskipun Rie memiliki wajah yang sangat imut, dia tidak banyak tersenyum dan selalu memasang ekspresi serius.

Namun, wajahnya yang malu saat Shigemoto atau seseorang memujinya, atau wajahnya yang merona sambil berkata, “T-Tolong, hentikan!”, sangat menggemaskan dan populer.

Tapi yah… Menurutku dia mungkin lebih seperti heroine yang kalah, seseorang yang tidak akan dapat bersama dengan karakter utama.

“…Semangatlah, Rie.”

“Hah? Apa sih yang tiba-tiba kakak katakan?”

“Jangan khawatir, kamu sangat imut. Kamu pasti akan bahagia suatu hari nanti.”

“A-Apa?! Apa sih yang kakak bicarakan itu?”

Oh, dia terlihat marah sambil tersipu malu, seperti di cerita aslinya.

“Dan suaramu juga imut.”

“A-Apa sih yang kakak katakan pagi-pagi begini?”

“Selain itu, menurutku ini imut karena karakter seperti Rie memanggilku Onii-chan.”

“Ap-? D-Dasar Onii-chan bodoh! Aku pergi duluan!”

Saat aku menyuarakan isi pikiranku, Rie buru-buru menuruni tangga dengan wajah merah cerah.

Oh tidak, aku pasti sudah membuatnya kesal.

“Maaf, Rie. Ayo pergi bareng.”

Aku bergegas menuruni tangga dan melihat Rie menungguku di pintu masuk, sudah selesai mengganti sepatunya.

“…Cepatlah, Onii-chan.”

“Ya, aku tahu.”

Meskipun pipinya memerah dan ekspresinya cemberut, dia menungguku dengan sabar.

“Aku sangat beruntung memiliki adik yang menggemaskan seperti ini.”

“Hah…! Sebenarnya apa yang kakak katakan sejak tadi sih…?!”

Di dunia nyata… Yah, kurasa dunia ini sudah menjadi dunia nyata bagiku. Jadi, kita sebut saja dunia sebelumnya.

Di duniaku sebelumnya, aku tidak memiliki saudara perempuan atau pun laki-laki.

Jadi, kurasa wajar saja aku tidak bisa menahan perasaan senang karena aku tiba-tiba memiliki adik perempuan yang imut.

Selain itu, seingatku, Rie telah memasak makan malam untukku semalam, serta sarapan pagi ini.

Orang tua keluarga Hisamura sering berada jauh dari rumah karena sibuk bekerja, sehingga Rie-lah yang mengurus memasak.

“Terima kasih untuk makanannya.”

“Y-Yah, itu bukan masalah besar, lagian aku selalu melakukannya…”

“Aku berterima kasih karena kamu selalu melakukannya, lho.”

“S-Sungguh, Onii-chan, kamu kenapa sih? Apa kamu memakan sesuatu yang aneh saat sarapan tadi?”

“Jika aku makan sesuatu yang aneh, itu berarti kamulah yang menaruhnya dalam makanan karena kamu yang membuat sarapan, Rie.”

“Hehe, benar juga.”

Oh, dia tertawa.

Itu bukan senyum lebar, tapi sudut mulutnya sedikit terangkat, dan suasana langsung melunak.

“Ya, sudah kuduga Rie memang terlihat lebih imut saat tersenyum.”

Mengatakan itu, aku dengan lembut mengelus kepala Rie.

Rie, yang lebih pendek dariku, sangat mudah untuk dielus.

“Ap–!? He-Hentikan! K-Kamu akan mengacak-acak rambutku!”

“Mm, ah, maaf, maaf.”

Karena rambutnya di kuncir samping, jadi arah aliran rambutnya selalu menuju telinga kanannya.

Berpikir bahwa dia marah karena aku mengelusnya dengan cara yang salah, aku mengelusnya lagi dengan lembut untuk memperbaiki rambutnya ke posisi semula.

“KU-KUBILANG HENTIKAAN!!”

Mengatakan itu, Rie menepis tanganku dan dengan ringan memukul-mukul dadaku.

M-Mouu, ayo pergi, Onii-chan! Kita benar-benar akan terlambat ke sekolah!”

“Ah, baiklah. Jangan marah, oke?”

“Y-Yah, aku tidak marah kok.”

Pipi Rie memerah saat dia meletakkan tangannya di bagian rambutnya yang telah aku usap.

Sudah kuduga kalau adikku sangat menggemaskan.

× × ×


Setelah itu, aku meninggalkan rumah bersama Rie, dan tentu saja, aku tidak lupa mengunci pintu.

Rumah kami cukup dekat dengan sekolah sehingga kami tidak perlu naik kereta untuk berangkat ke sana.

Namun, batuh waktu sekitar empat puluh menit berjalan kaki ke sekolah, jadi aku selalu berangkat mengendarai sepeda.

Onii-chan, tolong bonceng aku lagi hari ini, oke?”

“Ah, ya, tentu saja aku tak masaah, tapi…”

“Hmm? Ada apa?”

Aku tidak pernah mengira akan tiba hari dimana aku mengayuh sepeda sambil membonceng seorang cewek.

Yah, meskipun cewek itu adalah adikku sih.

Tapi, apakah sesuatu seperti itu tidak melanggar hukum?

Dalam manga komedi romantis atau novel ringan, sering ada penggambaran dua orang yang mengendarai sepeda bersama, jadi mungkin tidak ada batasan hukum di dunia tersebut.

Ya, mari kita anggap seperti itu. Dunia “Ojojama” ini mungkin juga tidak memiliki batasan hukum seperti itu.

“Yah, kurasa tidak apa-apa. Baiklah, Rie, ayo berangkat. Apakah kamu sudah duduk dengan benar?”

“Ya, aku baik-baik saja.”



Baiklah, ayo berangkat!

Pada awalnya memang lebih berat daripada bersepeda sendirian, tapi setelah melaju, tampaknya tidak ada masalah.

Memang agak sulit untuk jalan dan berhenti setiap kali ada lampu lalu lintas, tapi itu adalah hal yang mudah jika aku berpikir kalau ini demi adikku yang imut.

Kemudian, aku mengayuh sepeda menuju sekolah selama sekitar sepuluh menit dan tiba di tempat kami yang biasa.

Yah, ini tempat yang biasa bagi Tsukasa Hisamura di dunia ini saja sih. Ini pertama kalinya aku datang ke sini.

Sedikit sebelum sampai di sekolah, Rie akan turun dari sepeda.

Inilah kenapa Rie selalu menyuruhku untuk berangkat lebih awal, karena jika aku tidak pergi lebih awal, dia akan terlambat.

“Nah, makasih, Onii-chan.”

“Seperti yang selalu kubilang, aku bisa mengantarmu ke sekolah jika kamu mau, lho. Aku tidak lelah sama sekali.”

“Tidak apa, aku akan berjalan dari sini, onii-chan pergilah duluan dengan sepeda.”

Kurasa Rie tidak ingin orang-orang tahu kalau dia bersepeda ke sekolah bersama kakaknya.

“Okelah. Tapi, ayo kita pergi ke sekolah bareng sesekali. Lebih menyenangkan seperti itu, kan?”

“…Tidak juga. Terkadang saat aku berjalan, aku bertemu teman-temanku dan kami pergi ke sekolah bersama.”

“B-Begitu ya…”

Ya, itu masuk akal. Jika Rie pergi ke sekolah bersepeda, dia akan melewatkan pengalaman masa muda pergi ke sekolah bersama teman-temannya.

Aku dulu berjalan kaki dari stasiun di duniaku sebelumnya, jadi aku tahu kegembiraan bertemu teman dan kemudian pergi bersama ke sekolah.

Mungkin aku harus mencoba berjalan ke sekolah di dunia ini juga.

Meski jaraknya agak jauh dan ada Rie juga bersamaku, sih…

“…Y-yah, tapi mungkin tidak apa sesekali.”

Rie mengatakan itu padaku sambil malu-malu membuang muka, mungkin dia khawatir kalau-kalau aku sedikit sedih.

“Ukh, terima kasih, Rie!”

Merasa sangat senang, aku refleks mengusap rambut Rie lagi.

“Hah, D-Dasar bodoh! Jangan mengacak-acak rambutku di tempat seperti ini!”

“Maaf. Daah, aku duluan, Rie. Jangan terlambat.”

Aku menginjak pedal sepeda sebelum dia memukul dadaku lagi.

“Ah… mou, Onii-chan BODOH…!”

× × ×


Setelah mengendarai sepeda selama beberapa menit, aku melihat seseorang yang aku kenal berjalan di depanku.

“Oi, Yuuichi!”

“Hmm? Oh, Tsukasa.”

Itu adalah Yuuichi Shigemoto, protagonis manga “Teman masa kecilku, Ojou-sama, menghalangi, dan aku tidak bisa memiliki komedi romantis yang normal.”

Dia memiliki rambut hitam pendek dan wajah yang bersih, segar dan tampan.

Dia cukup tinggi, dengan tinggi lebih dari 180 sentimeter. Itu mungkin sebabnya dia berada di tim basket.

Aku pun berhenti di sebelah Yuichi, turun dari sepeda, dan mulai berjalan bersamanya.

“Hei, bukankah ekskul basket ada latihan pagi?”

“Oh, hari ini tidak ada. Berkat itu aku bisa tidur nyenyak.”

“Begitu ya. Bahkan pemain andalan tim basket pun juga perlu hari libur.”

“Yah, tentu saja. Istirahat juga bagian dari latihan.”

Yuuichi sangat atletis dan telah menjadi pemain andalan tim basket sejak kelas satu.

Dan dia memiliki wajah yang tampan sehingga dia populer.

Dan soal kepribadiannya, yang aku kenal dengan baik karena kami berteman, dapat kusimpulkan dia adalah pria yang baik.

Yuuichi memiliki semua kualitas yang membuatnya populer, tapi pria ini salah mengira kalau dia tidak populer.

Alasan kesalahpahaman seperti itu adalah karena teman masa kecilnya, Kaori Toujoin, yang sangat menyukainya.

Toujoin sudah naksir Yuuichi sejak TK, jadi dia menekan gadis-gadis di sekitar Yuuichi untuk menjauhkan diri mereka dari Yuuichi.

Meskipun dia seharusnya sudah memiliki klub penggemar sekarang mengingat betapa kerennya dia, dia masih menganggap dirinya tidak keren dan tidak populer.

Yah, itu salah Tojoin, jadi kurasa aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Yuuichi.

Namun, bahkan Yuuichi pun, yang menganggap dirinya tidak populer, telah jatuh cinta pada seseorang di SMA.

Orang itu adalah heroine lainnya, Shiho Fujise.

“Ngomong-ngomong, Yuuichi, aku mendengar sesuatu yang menarik. Sepertinya kamu akhirnya mengajak Fujise berkencan.”

“Ap–!? Da-Dari mana kamu mendengar itu…?!”

“Tentu saja, itu hanya dari kabar angin.”

“Jangan-jangan… kamu telah membangkitkan kekuatan ELEMEN ANGIN!?”

“Heh, dengan jentikan jariku, aku bisa mengangkat rok semua gadis di sekitar sini… tapi aku tidak boleh sampai berbuat sejauh itu.”

“Eh, benarkah? Ayo lakukan, ada banyak JK di sekitar sini loh.”

TLN: JK adalah singkatan dari Joshi kōsei, yang artinya cewek SMA

“Jangan menyebut cowok SMA dengan sebutan JK.”

Kami sedang menikmati percakapan ringan layaknya anak laki-laki SMA pada umumnya.

Yah, aku tidak pernah mengira kalau aku akan bisa memasuki dunia Ojojama dan melakukan percakapan bodoh dengan sang protagonis.

Aku tidak sebahagia saat aku berbicara dengan Sei-chan, tapi sejujurnya aku bahagia sebagai seorang otaku.

“Jadi, dari siapa kamu mendengarnya?”

“Tentu saja, aku mau bilang kalau itu dari Fujise, tapi aku hanya menguping pembicaraanya dengan Sei-cha… maksudku, Shimada.”

“Serius…? Apa yang mereka bicarakan?”

“Tentu saja, dia bilang, ‘Shigemoto-kun mengajakku berkencan, tapi dia terlalu menjijikkan bagiku.’”

“Ugh! Ka-Kamu bercanda, kan…?”

“Hahaha, hanya bercanda, kok.”

“Meski itu hanya lelucon, itu menancap di hatiku. Jadi, tolong hentikan itu, aku serius.”

“Maaf, salahku.”

Yah, sebenarnya Fujise mengatakan sesuatu yang sangat manis seperti “Bolehkah aku benar-benar menyatakan perasaanku pada Shigemoto-kun?”, tapi itu mungkin bukan kapasitasku untuk memberitahukannya.

“Jadi, kapan kencannya, besok atau lusa?”

Hari ini adalah hari Jumat, jadi besok akan menjadi akhir pekan.

“Hari Minggu, dan sepertinya baik ekskul basketku dan ekskul tenis Fujise tidak ada latihan hari itu.”

“Begitu ya. Kurasa aku tidak punya apa pun untuk membantumu, tapi semoga lancar.”

“Ah, tentu saja…”

Ara, sepertinya kamu membicarakan sesuatu yang menarik, Yuuichi.”

Begitu Yuuichi hendak mengangguk dengan penuh semangat, suara seorang wanita terdengar dari belakangnya.

Kami membeku dengan mulut ternganga.

Ja-Jangan-jangan… pikiran itu terlintas di benak kami secara bersamaan.

Dengan gerakan kaku seperti robot, kami berbalik. dan…

“Selamat pagi, Yuuichi. Hisamura-kun.”

“S-Selamat pagi, Kaori…”

“P-Pagi, Toujoin-san.”

Di sana berdiri salah satu heroine, Kaori Toujoin, dengan senyum menakutkan di wajahnya.

Rambut emasnya, bersinar menyilaukan, tergerai indah di punggungnya dan berkibar tertiup angin.

Rambutnya sangat indah sehingga itu melambangkan keanggunannya.

Meskipun dia mengenakan seragam yang sama dengan siswi lainnya, entah kenapa dia terlihat lebih anggun dan elegan.

Wajahnya sangat cantik dan bentuk wajahnya memiliki nuansa yang agak berbeda dari orang jepang.

Kupikir dia adalah peranakan seperempat eropa, dan kakeknya adalah keturunan orang eropa.

“Jadi, sepertinya kalian melakukan percakapan yang sangat menyenangkan pagi-pagi begini. Apakah kalian keberatan jika aku ikut bergabung dengan kalian?”

“N-Nah, itu hanya sesuatu yang aku dan Tsukasa bisa bicarakan karena kami berdua laki-laki! Benarkan, Tsukasa?”

“Y-Ya, benar. Karena kamu mungkin tidak ingin mendengar soal Yuuichi yang memerintahkanku untuk mengangkat rok semua cewek SMA di sekitar sini, kan?”

“Kapan aku pernah menyuruhmu begitu?”

Yuuichi membantah dengan sigap.

Tenanglah, Yuuichi, kita harus mengalihkan pembicaraannya dulu.

“Oh, lalu apa yang kamu bicarakan, Yuuichi?”

“T-Tidak… Ini, um, bukan begitu! Aku tidak menyuruhnya untuk mengangkat rok. Tsukasa hanya bergumam bahwa dia ingin tahu apakah dia bisa membangkitkan penglihatan X-ray dan melihat gadis SMA telanjang.”

“Kapan aku pernah bilang begitu?”

Sekarang giliranku yang membantah.

“Oh, Hisamura-kun, tidak baik mengumbar-umbar hasratmu begitu. Jika kamu mau melakukannya, tolong lakukan diam-diam di kamarmu sendiri.”

“Toujoin-san, kamu ternyata memiliki toleransi yang sangat tinggi untuk pembicaraan semacam ini.”

“Aku belajar setiap hari agar aku siap kapan saja jika Yuuichi menerkamku.”

“Baguslah, Yuuichi. Sekarang masa depanmu sudah ditentukan sebagai presiden Toujoin Group.”

“Tunggu! Dasar pengkhianat!”

Diamlah, Memangnya siapa yang lebih dulu berkhianat? …Yah, kurasa memang aku duluan sih.

Yah, tapi sekarang pembahasan berhasil dialihkan…

“Jadi, Yuuichi, apakah kamu punya rencana di hari Minggu, besok lusa nanti?”

Ups, kami berbelok tajam dan kembali ke pembahasan awal.

“T-Tidak, yah, ekskulku ada…”

“Tim voli akan menggunakan seluruh gedung olahraga pada hari Minggu, lho.”

“Bagaimana kamu bisa tahu padahal kamu bukan anggota ekskul voli, Kaori?”

“Karena itu aku.”

“Seperti yang diharapkan dari Tojoin-san, putri dari pria yang mendirikan SMA Toujoin.”

Itu mungkin sama sekali tidak ada hubungannya, tapi mari kita beri dia pujian untuk saat ini.

“Terima kasih, Hisamura-kun. Jadi, apakah kamu punya rencana untuk hari Minggu ini? Jika tidak, bagaimana kalau kita mengadakan pesta di tempatku? Kita bahkan bisa menyewa kapal pesiar mewah untuk mengadakan pesta itu.”

“Menyewa kapal pesiar mewah terdengar berlebihan bagiku.”

Skala uang yang dihabiskan itu tidak biasa.

“U-Untuk saat ini, aku tidak punya rencana di hari Minggu, tapi aku ingin beristirahat! Soalnya aku ada latihan basket sampai siang!”

Hee, begitu ya. Kemarin, saat tim basket libur, kamu bergumam, ‘Aku tidak sabar ingin latihan, aku tidak butuh hari libur,’ tapi sekarang kamu ingin istirahat.”

“Tunggu sebentar, kapan kamu mendengarnya? Kupikir aku baru mengatakan itu tadi malam!”

Whoa, Yuuichi, kurasa kamu tidak perlu bertanya lebih dari itu.

Itulah sisi gelap Kaori Toujoin, heroine teman masa kecil yang mungkin memiliki unsur yandere. Itu masih terlalu dini untukmu.

“Baiklah. Jika Yuichi tidak mau bicara, tidak apa-apa, aku kurang lebih sudah bisa menebak. Nah, sudah waktunya bagiku untuk pergi ke sekolah. Semoga harimu menyenangkan, Hisamura-kun.”

“S-Semoga harimu juga menyenangkan.”

Setelah mengatakan itu, Toujoin-san berjalan menuju sekolah, dengan rambutnya yang berayun anggun.

Aku dan Yuuichi membeku di tempat sejenak.

“…Tsukasa. Sebelumnya kau bilang kalau menurutmu tidak ada yang bisa kau bantu, kan? Tapi sekarang aku butuh bantuanmu.”

Hmm, aku sudah bisa menebak bantuan apa yang kamu mau minta, tapi aku akan tetap bertanya. Apa yang perlu kubantu?”

“Tolong jauhkan Kaori Toujoin dari ini.”

“Tentu saja tidak bisa, gunakan logikamu. Dan meledaklah sana.”

“KENAPA?”

Nah… Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Maksudku, apakah perkembangan seperti ini ada di cerita aslinya?

× × ×


Yuuichi terus menerus memohon bahkan setelah kami tiba di sekolah dan pelajaran dimulai.

“Ayolah! Tolong, ini adalah permintaan sekali seumur hidup!”

“Dengar, aku baru mengenalmu sekitar dua tahun. Jadi jangan harap aku akan memenuhi permintaan seperti itu. Simpan permintaan seumur hidupmu itu untuk pernikahanmu nanti saat kamu membutuhkan groomsman.”

“Tsukasa…! Kamu mengatakannya seperti itu semacam kata-kata bijak, tapi aku benar-benar tidak mengerti apa maksudnya!”

“Aku sendiri pun tidak benar-benar mengerti apa yang aku katakan.”

Aku sudah mengikuti cerita aslinya dengan setia sejauh ini.

Tapi, jika memang begitu, aku seharusnya tidak melakukan percakapan seperti ini dengan Yuuichi.

Alasannya karena… Aku melirik ke arah tertentu.

“Ah…!”

Tentu saja, ke arah yang aku lihat, ada heroine sampingan dari Ojojama, Sei Shimada.

Tapi setiap kali aku melihat Sei-chan, pipinya menjadi merah dan dia membuang muka.

Sudah jelas. Sebenarnya sudah sangat jelas, bahwa dia sedang menghindariku…

“Ah, aku ingin mati…”

“A-Ada apa, Tsukasa? Apa yang terjadi?”

“Diam! Memang mudah bagimu… Yah, lupakan saja.”

“Eh, apa? Jangan bicara tanggung-tanggung begitu.”

Pria ini adalah protagonis dari manga ini. Dalam artian tertentu, dia satu-satunya pria di dunia ini di mana pengakuan cintanya benar-benar akan sukses. Dia pasti bisa pacaran dengan Shiho Fujise ataupun Kaori Toujoin.

Tidak mungkin dia akan berakhir di rute yang ditolak.

Sedangkan aku… aku hanya sahabatnya, yang artinya, dalam konteks cerita ini, aku adalah karakter yang tidak memiliki perkembangan romantis.

Pria ini lebih cenderung menerima perlakuan buruk dalam hal asmara dibandingkan dengan heroine yang kalah seperti Sei-chan atau Rie.

Jadi, meski aku menyebut Sei-chan heroine yang kalah… Aku adalah seseorang yang bahkan tidak bisa berdiri di atas panggung itu.

Kemarin, aku terjebak dalam adrenalin tengah malam, salah, maksudku adrenalin mimpi, dan menyatakan, “Aku pasti akan membuat Sei-chan bahagia.” Tapi sekarang, saat kupikir-pikir lagi serius, itu mustahil.

Sebab, dia sedang menghindariku, lho?

Dan terlebih lagi, aku sudah mengungkapkan perasaanku padanya. Dalam percintaan, masa sebelum pengungkapan perasaan itu krusial, lho?

Pengakuan cinta itu seperti sebuah ritual, sebuah proses konfirmasi yang hanya bisa terjadi ketika dua orang sudah saling menyukai.

Jadi, ini semua tentang seberapa dekat kau dengan orang tersebut dan membuat dia menyukaimu sebelum kau mengungkapkan perasaan…

Tapi, aku sudah mengungkapkan perasaanku, jadi ini bukan tentang itu lagi.

Dalam analogi simulasi game percintaan, siapa pula yang akan mengungkapkan perasaannya tiba-tiba tanpa meningkatkan poin cinta karakternya terlebih dahulu?

Dan itulah tepatnya yang sudah aku lakukan di dunia nyata.

“Aku mohon padamu, Tsukasa. Aku benar-benar mohon padamu untuk hari Minggu ini saja.”

“Diamlah! Aku tidak lagi memiliki harapan untuk dunia ini.”

“Serius, sob, apa yang terjadi padamu antara pagi ini dan istirahat makan siang?”

“…Mungkin karena tidak terjadi apa-apalah makanya itu sangat gawat?”

“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

Ya, aku juga tidak begitu mengerti.

Sebenarnya, aku ingin tahu apa yang Sei-chan pikirkan tentangku?

Hubungan antara Tsukasa Hisamura dan Sei Shimada dalam manga ialah, paling bagusnya seorang teman dan paling buruknya seorang kenalan.

Sahabat mereka saling menyukai dan terkadang mereka saling membantu untuk menyatukan sahabat mereka.

Jadi, mungkin kesan Sei-chan terhadap Tsukasa Hisamura di manga sebenarnya tidak negatif.

Tapi, hal pertama yang aku lakukan ketika aku datang ke dunia ini adalah membuat pengakuan cinta yang menjijikkan dan penuh gairah.

Jika aku memikirkannya dengan tenang, itu benar-benar buat jijik.

Saat ini waktu makan siang. Aku dan Yuuichi sedang makan di tepi kelas dekat jendela, sementara Sei-chan makan bersama Fujise di tepi dekat koridor kelas.

…Aku dapat merasakan tatapan Fujise ke arahku sesekali, tapi kenapa dia menatapku?

Ataukah mungkin dia sedang melihat ke arah Shigemoto?

Mungkin aku hanya terlalu kepedean.

Aku sedang menikmati bento lezat yang dibuat oleh Rie untukku.

Dia benar-benar adik yang luar biasa. Mungkin aku harus mengusap kepala Rie lagi saat aku pulang… tapi apakah dia akan membenciku karena itu? Kurasa dia tidak akan begitu.

Haah, jika aku tidak mengalihkan pikiranku dengan pikiran seperti itu, aku tidak bisa tenang.

“Oh, iya. Hei, Tsukasa. Kamu mungkin tidak bisa menghentikan Kaori sendirian, kan?”

“Yah, begitulah. Tidak ada seorang pun selain kamu yang bisa menghentikan si Toujoin-san itu sendirian.”

“Aku? Tidak, bahkan aku pun tidak bisa. Kupikir aku tidak akan bisa menghentikannya melakukan sesuatu pada hari Minggu.”

Tidak, menurutku kamu mungkin bisa menghentikannya.

Jika kau pergi ke rumah Toujoin-san pada Malam Minggu dan menggodanya sepanjang malam, dia mungkin tidak akan mengganggu kencanmu dengan Fujise di hari Minggu.

Tapi aku tidak akan mengatakan itu.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan jika bahkan kamu pun tidak bisa menghentikan Toujoin-san?”

“Yah, jika Tsukasa tidak bisa melakukannya seorang diri, kita bisa meminta orang lain untuk membantu.”

“Hah? Siapa?”

“Ada seseorang yang sangat cocok untuk itu, lho. Seseorang yang tahu bahwa aku dan Fujise akan berkencan pada hari Minggu dan mau bekerja sama…”

“Eh, jangan bilang kalau…”

“Shimada.”

“Kau tidak bisa melakukan itu, aku lebih baik mati.”

“Kenapa?”

Dasar, saat ini, Sei-chan benar-benar sedang menghindariku.

Dalam keadaan seperti itu, memangnya aku dapat berkonsentrasi dan menghentikan Tojoin-san mengganggu kencan Yuuichi dan Fujise?

Tentu saja, itu mustahil. Dalam banyak arti.

“Itu adalah satu-satunya cara! Tolong bantu aku!”

“Aku juga mohon padamu, tolong jangan libatkan Sei-cha… maksudku Shimada. Aku lebih suka melakukannya seorang diri.”

“Kenapa? Dan kenapa kamu mengatakan kata-kata yang tidak aku mengerti seperti ‘Sei-cha barusan?”

“Jangan ungkit itu, atau aku akan menghajarmu.”

“Kau bahkan lebih aneh dari biasanya hari ini.”

Sialan, apa yang harus kulakukan…

Haruskah aku memberi tahu Yuichi soal hal itu? Soal aku yang telah menembak Sei-chan.

Tapi Yuuchi ini terlalu mudah dibaca… Jika dia tidak begitu gugup ketika Toujoin-san mengetahui tentang hari Minggu itu, mungkin Yuuichi akan bisa menipunya saat itu.

Itu adalah salahnya sendiri. Tapi jika orang lain mengetahui bahwa aku menyukai Sei-chan, ada kemungkinan bahwa Sei-chan juga akan terseret.

Aku ingin menghindari hal itu bagaimana pun caranya.

“Jadi kamu akan melakukan semuanya sendirian?”

“Andai saja aku bisa meminta tolong pada Shimada. Tapi sejujurnya, aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan sendirian.”

“Apa yang ingin kamu mintai tolong dariku?”

Eh… Tunggu, mungkinkah…?

Situasinya mirip dengan saat aku mendengar suara Toujoin-san sebelumnya.

Satu-satunya perbedaan adalah bahwa suara itu datang dari belakangku, jadi Yuiichi, yang ada di depanku, sudah bisa mengetahui suara siapa itu.

“Ah, Shimada.”

Sudah kuduga…!

Sambil berpikir begitu, aku berbalik dan melihat Sei-chan berdiri di sana.

Aku dan Yuichi sedang duduk, jadi ketika Sei-chan berdiri di sana, aku harus mendongak untuk melihat ke arahnya.

“Umm… J-Jadi, apakah ada yang ingin kamu mintai tolong dariku?”

Setelah bertatapan sejenak denganku dan membuang muka dengan canggung, Sei-chan menoleh ke arah Yuichi dan berbicara.

Haaah. Sudah kuduga, dia benci bertatapan denganku…

Hal itu sudah cukup untuk membuatku merasa seperti aku telah mencapai titik terendah.

“Ah, Shimada. Aku tidak ingin membiarkan orang lain mendengar ini, jadi bisakah kamu meluangkan waktumu sepulang sekolah? Maksudku, ini soal hari Minggu.”

“Oh… Jadi ini soal kamu dan Shiho.”

“Ya, soal itu. Kami punya sedikit masalah.”

“Okelah. Kalau begitu, sepulang sekolah, mari kita bertemu di kelas i…”

Tapi sebelum Sei-chan bisa menyelesaikan kalimatnya, dia tiba-tiba membeku. Seolah-olah baterai di mesinnya tiba-tiba habis.

“Hmm? Ada apa, Shimada?”

“T-Tidak…!”

Sei-chan terkesiap ketika Yuuichi berbicara dengannya, pipinya sedikit memerah dan dia sedikit panik.

Kemudian dia melirikku sejenak dan pandangan kami bertemu karena aku telah menatap mata Sei-chan sejak tadi, berpikir bahwa matanya sangat indah.

“Tidak! J-Jangan di kelas ini! Kita akan ketemuan di gerbang sepulang sekolah!”

Setelah mengatakan semua itu, Sei-chan meninggalkan kami dengan cepat.

“Shimada tampak agak aneh. Ada apa, ya?”

“Y-Yah, entahlah.”

Aku bertanya-tanya apa yang membuatnya sangat gugup saat dia melihatku… ataukah mungkin dia ingat pada apa yang terjadi di antara kami di kelas?

Dia menatapku dan berkata dia tidak ingin ketemuan di kelas ini sepulang sekolah, jadi mungkin memang begitu.

Ini adalah ruang kelas tempatku menyatakan perasaan pada Sei-chan kemarin.

Jadi mungkin itulah alasan dia ingin menghindari tempat ini, tapi aku penasaran dengan alasan pastinya.

Mungkin alasannya karena canggung… Yah, secara negatif, kurasa, kemungkinannya sembilan dari sepuluh.

Haaah… Sudah kuduga aku seharusnya tidak menembaknya dalam adrenalin mimpi.

Tapi mau bagaiaman lagi, aku tidak pernah mengira kalau aku akan memasuki dunia Ojojama.

Aku sangat senang bahwa ini bukan mimpi, tapi akan lebih baik jika kejadian kemarin adalah mimpi.

Karena Sei-chan sekarang menghindariku seperti ini… Ah, tapi dia sangat menggemaskan kemarin, jadi setidaknya aku senang bisa melihat ekspresinya.

“Ah, gawat. Aku lupa kalau aku ada rapat di ekskul basket sepulang sekolah hari ini, jadi aku harus segera pergi ke ruang klub.”

“Hah?”

“Maaf, tapi bisakah kamu memberi tahu Shimada soal situasi kita sepulang sekolah?”

“HAH!?”

× × ×


…Saat ini adalah waktu sepulang sekolah.

Seperti yang Yuuichi katakan saat istirahat makan siang sebelumnya, dia dengan cepat meninggalkan kelas untuk pergi ke rapat ekskulnya.

“Aku benar-benar minta maaf. Tapi tolong gantikan aku untuk menjelaskan dan meyakinkan Shimada dalam rencana ini!”

“Aku benar-benar akan membencimu lho.”

Kenapa pula aku harus berbicara dengan Sei-chan untukmu sekarang?

Yah, sebenarnya aku senang bisa berbicara berdua saja dengan Sei-chan, tapi ini jelas bukan waktu yang tepat!

Baik aku dan Sei-chan merasa sangat canggung setelah apa yang terjadi kemarin.

Yah, Yūichi tidak tahu soal itu, dan aku yakin dia tidak bermaksud buruk sama sekali.

Ini sepenuhnya salahku karena segalanya jadi canggung di antara kami.

Ah, aku harus pergi… Sei-chan pasti menunggu sendirian di sana.

Merasa sedikit tertekan, aku mengambil barang-barangku dan meninggalkan kelas.

Saat aku keluar dari bangunan sekolah dan mendekati gerbang depan, aku melihat Sei-chan berdiri sendirian di sana.

Rambut peraknya, meski tidak terlalu panjang, tetap indah saat bergoyang tertiup angin.

Aku bertanya-tanya kenapa aku begitu terpesona melihatnya yang hanya berdiri di depan gerbang sekolah seperti itu.

“…Ah, Um, Hi-Hisamura-kun.”

Kata Sei-chan dengan sedikit panik ketika dia menyadariku mendekat.

Ini pertama kalinya namaku dipanggil hari ini, tapi aku masih senang namaku dipanggil oleh heroine favoritku.

Aku senang bahwa namaku di dunia sebelumnya juga adalah Tsukasa Hisamura.

Ukh… Apakah waktunya tidak masalah untukmu?”

“T-Tentu saja. Aku tidak punya rencana setelah ini.”

Sei-chan menatapku, tapi tatapannya sedikit diturunkan, menghindari kontak mata langsung.

“U-Um, dimana Shigemoto?”

“Oh, si Yuuchi itu ternyata ada kegiatan ekskul, jadi dia tidak bisa meluangkan waktunya sepulang sekolah.”

“Hah? Dia bilang kalau ada sesuatu yang ingin dia diskusikan, kan?”

“Ya, dia memang memiliki sesuatu untuk didiskusikan.”

“Apa sih yang dia pikirkan…?”

“Aku benar-benar merasakan hal yang sama soal itu.”

Uuu… Jadi itu artinya sekarang hanya kita berdua…?”

“Hmm? Sei-cha… Shimada, apakah kamu barusan mengatakan sesuatu?”

“T-Tidak, bukan apa-apa.”

Bahaya, aku hampir memanggilnya Sei-chan lagi.

Di dunia ini, Hisamura biasanya memanggil Sei-chan dengan nama belakangnya.

Jika ini bukan mimpi dan aku benar-benar ada di dunia ini, hampir mustahil bagiku untuk mengatasi rintangan seukuran gunung Everest dengan memanggilnya Sei-chan.

Yah, apa yang sudah terjadi kemarin terjadilah. Aku tidak bisa kembali ke masa lalu.

Aku hanya bisa berharap Sei-chan melupakannya… tapi yah, secara realistis, itu tidak mungkin.

“J-Jadi, apa yang Shigemoto ingin bicarakan? Seingatku, dia bilang bahwa itu tentang hari Minggu.”

“Ya, begitulah. Ngomong-ngomong, ayo kita bicara sambil jalan, tidak begitu aman di sini.”

Kami berada di depan gerbang sekolah, dan di sini masih penuh dengan siswa yang perlahan meninggalkan sekolah.

Selain itu, jika laki-laki dan perempuan berdiri di sana berbicara, itu akan menarik perhatian sekitar.

Terutama karena Sei-chan sangat imut dan mudah menarik perhatian.

“Te-Tentu… Jadi, bagaimana kalau kita pergi ke kafe terdekat?”

“Eh?”

Aku tidak menyangka akan menerima ajakan seperti itu, jadi aku tanpa sadar bertanya balik.

“Y-Yah, ini mungkin akan menjadi pembicaraan yang panjang, dan rasanya tidak enak berbicara sambil berdiri. Jadi mari kita bicarakan ini dengan santai… apakah tidak bisa?”

“Tentu saja bsa sekali.”

Aku tanpa sadar beralih menggunakan bahasa formal.

Tolong jangan menatapku dengan mata memohon dan menanyakan pertanyaan seperti itu padaku, karena aku akan melakukan apapun yang kamu minta.

Bahkan jika dia berkata, “Aku ingin kamu mati, apakah tidak bisa?” Aku akan dengan senang hati mati untuknya. Sekuat itulah tatapan matanya.

“B-Begitukah? Kalau begitu ayo.”

Sei-chan pun mulai berjalan ke arah kafe, dan aku berjalan di sampingnya.

Mu-Mungkinkah ini? …KENCAN SEPULANG SEKOLAH!?

Aku sangat beruntung memiliki kesempatan untuk pergi kencan sepulang sekolah dengan karakter favoritku, Sei-chan.

Terima kasih, Yuuichi. Aku senang kau tidak ada di sini.

Aku dan Sei-chan pun pergi ke kafe, tapi…

Ada suasana yang canggung gila selama perjalanan.

Menurutku bukan hal aneh untuk berjalan singkat tanpa bicara apa-apa, tapi ada sesuatu yang berbeda dengan suasana kali ini.

Bagaimanapun juga, aku dan Sei-chan sama-sama merasa sedikit canggung.

“Uh, apakah kamu dan Fujise sering pergi ke kafe yang akan kita kunjungi?”

“A-Ah, Ya. Shiho biasanya sedikit sibuk dengan latihan ekskul tenis, tapi ekskulnya tidak memiliki jadwal latihan sebanyak ekskul basket Shigemoto. Jadi setiap kali kami pulang bersama, kami biasanya mampir ke kafe itu dalam perjalanan pulang.”

“Begitu. Shimada tidak ikut dalam ekskul mana pun, ya?”

“…Benar. Soal itu, kamu juga tidak bergabung dalam ekskul mana pun, kan?”

“Aku kewalahan dengan kegiatan ekskul saat SMP, jadi aku ingin bersantai di SMA.”

“Heh, kedengarannya kayak Hisamura banget,” kata Sei-chan sambil tertawa kecil.

Aku senang melihat suasana canggung tampaknya telah sedikit menghilang.

Jika tidak begitu, aku tidak akan bisa membicarakan masalahnya ketika aku sampai di kafe.

Meskipun Sei-chan tidak bergabung dalam ekskul mana pun, kemampuan atletiknya sangat luar biasa.

Bahkan dalam olahraga kelompok pun, jika Sei-chan ikut serta, mereka mungkin bisa dengan mudah mencapai turnamen tingkat nasional.

Itulah sebabnya Sei-chan sering diundang untuk berpartisipasi sebagai anggota sementara di berbagai ekskul.

“Apakah kamu tidak akan ikut ekskul, Shimada? Aku yakin sudah banyak ekskul yang mengajakmu, kan?”

“Yah, aku berterima kasih karena mereka mau mengajakku, tapi seperti kamu, Hisamura, aku lebih suka bersantai sepulang sekolah. Aku juga tidak terlalu suka olahraga.”

“Yah, kedengarannya seperti Shimada banget.”

Dia sangat keren, atletis, dan baik hati, dengan rasa persahabatan yang kuat.

Haah… aku sangat menyukainya.”

“Wah!? Apa yang barusan kamu bilang…?”

“Eh? Ah… Bukan apa-apa.”

“Tidak, tapi barusan… Y-Ya sudahlah.”

Sei-chan mencoba menanyaiku, tapi dia langsung tersipu malu dan berhenti.

Mungkin dia menyadari bahwa menanyaiku hanya akan menyakiti kami berdua.

Tapi, aku tadi memang agak ceroboh. Seperti aku sedang membaca manga dan bergumam, “Haah, sungguh cantiknya” pada diri sendiri.

Sebaiknya aku berhati-hati. Dunia ini sudah menjadi kenyataanku sekarang.

Berbicara dengan Sei-chan seperti ini terasa seperti mimpi sehingga aku lupa sejenak.

Setelah itu, aku dan Sei-chan berjalan dalam diam, tidak saling melakukan kontak mata sampai kami tiba di kafe.

× × ×


Kafe yang selalu dikunjungi Sei-chan dan Fujise adalah Moonbucks, kafe waralaba terkenal yang sering ditemukan di dekat stasiun kereta api atau pusat kota.

Yah, ini adalah dunia manga, dan kafenya adalah plesetan dari nama kafe di dunia nyata.

Omong-omong, menu khas yang mereka sajikan disebut Franchino, yang hampir sama dengan yang bisa ditemukan di kafe-kafe dunia nyata.

Kami memasuki kafe dan memberitahukan pesanan kami ke pelayan.

“Aku akan memesan Drip Coffee Tall. Kalau kamu, Shimada?”

“Aku mau… grande vanilla crème francino, tolong ganti sirupnya menjadi sirup moka putih, dan tambahkan lebih banyak saus karamel dan krim kocok.”

Apakah itu semacam mantra?

Pesanannya tiga atau empat kali lebih panjang dari pesananku.

Staf tampak terbiasa dan berkata, “Baik!” sebelum mulai menyiapkannya.

Aku bahkan tidak yakin lagi apakah yang baru saja dia pesan adalah minuman.

“Apakah kamu sering datang ke Moonbucks, Shimada?”

“Ya. Aku sering datang ke sini bersama Shiho, tapi terkadang aku pergi kemari membeli sesuatu untuk diri sendiri saat hari libur atau semacamnya.”

“Oh, kamu benar-benar menyukainya, ya?”

Aku tidak tahu soal itu, atau lebih tepatnya, cerita aslinya belum merilis informasi itu.

Aku tidak tahu apakah itu sejalan dengan cerita aslinya, tapi aku melihat sisi baru dari Sei-chan.

“U-Uum, apakah itu tidak cocok untukku? Bahwa aku senang dengan yang manis-manis…”

“Tidak, aku pikir tak masalah. Itu sangat imu… maksudku aku berpikir kalau itu bagus.”

“Be-Begitukah? Terima kasih…”

Sei-chan digambarkan sebagai karakter yang keren dan kalem dalam cerita, tapi dia masih gadis SMA biasa, jadi apa salahnya menyukai sesuatu yang manis?

Aku salah bicara sejenak, tapi aku benar-benar berpikir dia imut dan manis.

Drip coffee-ku langsung datang, dan Francino apalah Sei-chan datang beberapa saat kemudian.

Minumannya lebih besar dari kopiku, dan ada begitu banyak krim dan sejenisnya, jadi itu terasa lebih seperti makanan penutup daripada minuman.

Lalu, aku dan Sei-chan duduk saling berhadapan di meja untuk dua orang.

Ketika Sei-chan memasukkan sedotan ke dalam mulutnya dan mulai minum, sudut mulutnya sedikit terangkat, seolah-olah itu sangat enak, dan dia terlihat sangat bahagia.

Ah~ Aku sangat senang dapat melihat karakter favoritku tersenyum dari dekat seperti ini.

“Apakah itu enak, Sei-chan?”

“Eh!?”

Astaga, aku tidak sengaja memanggilnya Sei-chan.

Matanya melebar menanggapi kata-kataku, dan dia sedikit tersedak, mungkin dia menyedot semuanya sekaligus secara tidak sengaja.

“Shi-Shimada, kamu baik-baik saja?”

“A-Aku baik-baik saja. Tapi, um, Hisamura, kenapa kamu memanggilku seperti itu?”

Benar juga, sudah kuduga dia akan menanyakan itu.

“Yah… Aku selalu memanggilmu seperti itu dalam pikiranku sejak lama.”

“B-Benarkah?”

“Ya, jadi ketika aku menembakmu kemarin, itu terucap secara refleks…”

Saat aku menyebutkan pengakuan cinta kemarin, wajah Sei-chan menjadi semakin merah.

“B-Begitu, ya…”

“Maaf, aku akan memanggilmu Shimada seperti biasa mulai sekarang.”

“Aku tidak keberatan sama sekali, kok.”

“Eh? Apa kamu yakin?”

“I-Iya… t-tapi yah, itu memalukan, jadi lakukan hanya saat kita sedang berdua saja.”

Kata Sei-chan sambil membuang muka dan terlihat malu.

Tunggu, apakah itu berarti…?

“Apakah itu cara tak langsung untuk menerima pengakuan cintaku…?”

“A-Apa? B-Bagaimana bisa kamu mencapai kesimpulan itu?”

“Karena kamu bilang tidak apa kalau aku memanggilmu Sei-chan apabila hanya kita berdua. Itu seperti…”

“B-bukan! Hanya karena aku mengizinkanmu untuk memanggilku begitu, bukan berarti aku menerima pengakuan cintamu!”

“O-Oke, oke, aku mengerti. Aku minta maaf, jadi jangan terlalu marah.”

Fakta bahwa dia sangat bersikeras untuk menyangkalnya… menunjukkan bahwa jawaban atas pengakuan cinta kemarin telah ditetapkan, ya?

Mungkin karena aku sangat tertekan, Sei-chan pun berkata, “Ah-” dan mulai bicara dengan tergesa-gesa.

“M-Maaf, Hisamura. Aku tidak benar-benar menolakmu, lebih tepatnya… Aku masih belum memutuskan jawabannya. Tapi, yah, aku sedang mempertimbangkannya secara positif untuk saat ini.”

“Eh?”

“S-Sudah cukup ngomongin ini.”

“Tidak, tapi—”

“Kamu bisa memanggilku Sei-chan saat hanya ada kita berdua. APA KAMU MENGERTI!?”

“Y-Ya, aku mengerti!”

Jadi aku diberi izin untuk memanggilnya Sei-chan setiap kali kami berduaan.

Meskipun aku sangat penasaran dan senang dengan apa yang dikatakan Sei-chan sebelumnya, tapi aku tidak bisa menanyakannya.

Pada akhirnya, aku menjelaskan kenapa kami memanggil Sei-chan kali ini.

Aku memulai cerita dengan “Sebenarnya…” dan memberitahunya bahwa Kaori Toujoin telah mengetahui tentang kencan Yuuichi dan Fujise di hari Minggu.

“Begitu ya, perempuan itu…”

Dari sudut pandang Sei-chan sebagai sahabat Fujise, dia mungkin tidak terlalu menyukai Kaori Toujoin, yang berpotensi mengganggu kisah cinta Fujise.

“Apakah itu berarti dia akan mengganggu kencan mereka?”

“Mungkin. Maksudku, dia pasti akan mengganggu.”

Haah… Orang yang seharusnya jangan sampai tahu soal kencannya malah tahu soal itu. Apa sih yang kalian lakukan?”

“Maaf. Aku tidak mengira dia akan bertanya soal itu.”

“Yang lalu biarlah berlalu. Intinya, kalian meminta kerja samaku untuk mencegah Toujoin mengganggu kencan mereka, kan?”

“Yah, menurut permintaan Yuichi. Begitulah.”

Saat aku mengatakan itu, Sei-chan terdiam seolah memikirkan soal hal itu sejenak.

“Tentu saja, kamu berhak untuk menolak permintaan ini. Kamu tidak perlu merasa tidak enak pada kami.”

“Tidak, aku akan membantu. Lagipula, ini demi Shiho.”

“Eh? Benarkah?”

“Ya, Shiho telah berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya. Aku tidak bisa membiarkan apa pun menghalanginya pada saat-saat seperti ini.”

Seperti yang diharapkan dari Sei-chan yang selalu mengutamakan sahabatnya.

“Tapi meski kamu bilang kalau kita harus menjauhkan dia dari mereka, bagaimana cara kita melakukannya? Kita berurusan dengan putri Toujoin Group, ingat?”

Itu benar, aku tidak tahu bagaimana cara untuk menghentikannya mengganggu kencan mereka.

Toujoin Group adalah salah satu perusahaan papan atas di dunia ini.

Total aset mereka dikatakan lebih dari seribu triliun yen… Aku seorang siswa SMA dan bahkan aku pun tidak mengerti berapa banyak kekayaan mereka diakumulasikan.

Apakah ada perusahaan seperti itu di dunia nyata? Yah, ini adalah dunia manga, jadi apa sih yang kuharapkan.

Pokoknya, Kaori Toujoin adalah putri dari keluarga yang sangat kaya raya.

Jika orang itu benar-benar memutuskan untuk menghalangi mereka, mungkin tidak ada yang bisa kami lakukan soal itu.

“Apa yang akan kamu lakukan untuk menghentikannya? Apakah kamu punya rencana?”

“Sama sekali tidak. Kalau dipikir-pikir, sepertinya mustahil, kan?”

“Ya, aku juga merasa itu akan sulit. Tapi, aku tidak ingin dia menghalangi Shiho…”

“…Hmm? Tunggu sebentar.”

Ah, aku lupa, tapi bukankah alur ini juga ada di cerita aslinya?

Yah, tentu saja maksudku bukan alur dimana Tsukasa Hisamura dan Sei Shimada berbicara di kafe ini.

Tapi alur di mana Toujoin mencoba mengganggu kencan mereka.

Jika kami mencoba menghentikannya sesuai alur itu, kami mungkin bisa mencegahnya.

Namun, yang tidak sesuai dengan cerita aslinya kali ini adalah Tojoin mengetahui kencan itu lebih awal.

Dalam cerita aslinya, Tojoin mengetahui soal kencannya pada hari-H, jadi dia memiliki persiapan yang minim untuk mengganggu kencan tersebut. Namun, kali ini, kemungkinan besar dia sudah terlebih dahulu melakukan persiapan untuk mengganggu mereka.

Jika ini tidak mengikuti cerita aslinya, kami tidak dapat mencegahnya, tapi… yah, kami tidak punya pilihan selain mencoba.

“Entah kenapa, kupikir aku tahu bagaimana Toujoin-san akan menghalangi.”

“Benarkah? Atas dasar apa?”

“Ini bukan hal yang besar, tapi jika harus kutebak, itu berdasarkan kepribadian Toujoin-san.”

Bahkan dalam cerita aslinya, Tsukasa Hisamura dan Kaori Toujoin terbilang cukup dekat.

Tsukasa Hisamura tidak mengganggu hubungan Yuuichi dan Tojoin, malahan dia mendukungnya.

Yah, walau kebanyakan dia hanya meledek mereka sih.

Jadi, karena aku dan Toujoin cukup dekat, aku rasa aku tahu sedikit tentang kepribadiannya.

Yah, dalam hal ini, itu bukan karena aku mengenal kapribadiannya dengan baik, tapi karena aku tahu cerita aslinya.

“Begitu, ya, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Jadi apa rencanamu?”

Sei-chan berhasil mengajukan pertanyaan sambil meminum Francino-nya

“Pertama-tama, sehari sebelum kencan, yaitu malam Minggu, aku akan mengajak Yuuichi ke rumahku.”

“Hah? Apa maksudmu?”

“Tojoin-san mungkin akan mengawasi rumah Yuuichi dari Minggu pagi. Itulah sebabnya, Yuuichi harus pergi berkencan dari rumahku sebagai gantinya.”

Kenyataannya, di cerita aslinya, Toujoin ada di depan rumah Yuuichi meski dia tidak tahu soal kencan tersebut.

Dia mungkin datang untuk mengajaknya main biasa. Tapi karena Yuuichi ada kencan, dia meminta Toujoin-san untuk pergi.

Akibat Yuuichi buru-buru menyuruhnya pergi, Toujoin-san menjadi curiga dan mengikuti Yuuichi diam-diam, dan akhirnya dia menyaksikan kencan itu.

Jadi ada kemungkinan besar Toujoin-san akan berada di depan rumah Yuuichi kali ini juga.

“Begitu ya. Jadi, haruskah Shiho pergi dari rumahku juga?”

“Tidak, menurutku itu mungkin tak masalah. Kurasa Toujoin-san tidak tahu dengan siapa Yuuichi akan berkencan. Dan dia bahkan mungkin belum tahu kalau itu adalah kencan.”

“Begitukah…?”

“Toujoin-san mungkin berpikir bahwa ‘Ada sesuatu di hari Minggu yang Yuuichi tidak bisa katakan padaku,’ jadi kupikir dia baru akan tahu kalau itu adalah kencan ketika dia melihat Yuuichi dan Fujise bertemu berduaan.”

Kemungkinan besar, Toujoin belum tahu bahwa Yuuichi dan Fujise akan berkencan.

Tapi di hari kencan, aku yakin dia akan datang mengganggu mereka.

“Hmm? Jadi dia tidak tahu di mana tempat kencannya?”

“Ya, dia mungkin tidak tahu soal itu.”

“Jadi, jika Toujoin tidak bisa melacak Shigemoto, bukankah itu berarti selesai? Lagipula Toujoin tidak tahu ke mana mereka akan berkencan.”

“…Ah, seharusnya begitu.”

Dalam cerita aslinya, Toujoin-san mengetahui bahwa Yuuichi akan berkencan karena dia melacak Yuuichi, dan memutuskan untuk mengganggu mereka sambil terus mengikutinya.

Namun, dalam hal ini, Toujoin-san tidak tahu kemana tujuan mereka berdua.

Jadi, jika kami bisa mengantarkan Yuuichi ke lokasi kencan tanpa diketahui Toujoin-san, maka pada dasarnya kami akan menang.

“Hmm, jadi sepertinya aku tidak perlu melakukan apa-apa untuk ini.”

“Kemungkinan begitu. Aku minta maaf karena telah menyita waktumu sepulang sekolah.”

“Tidak apa-apa. Jika itu berarti aku bisa menyelamatkan kencan Shiho dari kehancuran, ini hal yang kecil.”

Dia sangat keren.

Dia sangat jantan dan tampan, aku jatuh cinta padanya. Ah, aku sudah jatuh cinta padanya.

“Kamu benar-benar baik, Sei-chan.”

“Uh, T-Tidak juga, ini biasa saja kok.”

“Haha, seperti yang diharapkan dari Sei-chan.”

Sei-chan langsung tersipu saat aku memujinya.

Dia mungkin tidak terbiasa menerima begitu banyak pujian.

Aku ingin dia tetap seperti itu selamanya, karena itu sangat imut.

× × ×


Setelah itu, aku dan Sei-chan mengobrol ringan dan meninggalkan kafe.

Meskipun aku menyebutnya obrolan ringan, kami mungkin sudah menghabiskan sekitar tiga puluh menit berbicara berduaan di kafe.

Ini adalah waktu yang membuatku sangat bahagia… ini yang terbaik.

Topik yang kami bicarakan tidak ada habisnya. Kami berbicara soal sekolah, Yuuichi dan Fujise, dan masih banyak lagi.

Setelah meninggalkan kafe, kami terus berjalan dan mengobrol bersama.

“Eh, kamu punya kakak laki-laki, Sei-chan?”

“Ya, ada satu. Dia sudah bekerja dan hidup sendiri, jadi dia tidak tinggal di rumah lagi.”

Aku belum pernah mendengar tentang itu sebelumnya. Itu adalah informasi lain yang tidak ada dalam cerita aslinya.

Aku bertanya-tanya, apakah Sei-chan memiliki kakak laki-laki di cerita aslinya juga?

Ah, tapi kalau dipikir-pikir…

“Jadi itu sebabnya kamu menyukai manga dan anime shounen…”

“Hah!? Bagaimana kamu bisa tahu soal itu?”

“Eh? Ah…”

Benar juga, dia tidak memberitahu informasi ini pada Tsukasa Hisamura.

Dalam cerita aslinya, Sei-chan sedang menyelidiki Yuuichi untuk Fujise. Dan dalam proses mereka saling mengenal dengan lebih baik, dia memberitahu Yuuichi tentang fakta itu.

“Yah, aku mendengarnya dari Yuuichi.”

“O-Orang itu, padahal aku sudah menyuruhnya untuk tidak bilang ke siapa-siapa…”

Maaf, Yuuichi.

Tentu saja, aku tidak mendengar itu dari Yuichi. Tapi, aku tidak bisa bilang kalau aku mengetahui itu dari manga, kan?

“Itu bukan sesuatu yang memalukan, tahu? Lihat, aku juga suka manga shounen.”

“Be-Begitukah? Yah, tapi menyukai manga shounen tidak cocok untuk wanita sepertiku.”

“Menurutku jenis kelamin tidak ada hubungannya dengan seleramu dalam manga.”

Aku benar-benar berpikir begitu.

Aku sendiri tidak banyak membaca manga shoujo, tapi aku yakin ada banyak pria yang suka membacanya, dan menurutku itu tidaklah menjijikkan sama sekali.

Setiap orang memiliki seleranya masing-masing.

“Selain itu, aku akan sangat senang jika bisa membicarakan manga shounen denganmu, Sei-chan.”

“B-Begitukah… Kalau begitu syukurlah.”

Sei-chan pun tersipu malu dan memalingkan wajahnya.

Menurutku tidak penting apakah itu terlihat cocok untukmu atau tidak, tapi aku merasa Sei-chan terlihat imut karena dia sedikit khawatir tentang hal-hal seperti itu. Dan itu membuat pipiku sedikit berseri.

“H-Hei, kamu menertawakanku, kan?”

“Haha, maaf, maaf. Tapi aku tertawa bukan karena itu terlihat tidak cocok denganmu, aku tertawa karena menurutku kamu imut, Sei-chan.”

Ukh… Itu sama saja dengan mengolok-olokku!”

Reaksi Sei-chan membuat sudut mulutku tanpa sadar terangkat.

Berbicara dengan Sei-chan sungguh menyenangkan.

“Oh…”

“Hmm? Ada apa?”

Sei-chan tiba-tiba berseru, seolah dia mengingat sesuatu.

“T-Tidak, bukan apa-apa.”

“Itu tidak terdengar seperti ‘bukan apa-apa’ bagiku.”

“…Yah, kalau tidak salah hari ini adalah tanggal rilis untuk volume terbaru manga yang sedang kubaca.”

“…Hahaha.”

“Ku-Kubilang jangan tertawa!”

Tidak, itu curang, dia mencoba membuatku tertawa.

Sangat menghibur dan imut melihat Sei-chan semangat dengan berbagai hal. Tapi aku juga merasa sedikit bersalah karena terus menjahilinya berulang kali.

“Maaf, maaf. Jadi, apa judul manga-nya?”

“Ugh… Judulnya ‘Saat Aku Bereinkarnasi sebagai Goblin.’”

TLN: Referensi dari Tensura.

“Apa?”

Judulnya terdengar cukup unik.

“Apakah kamu tidak tahu? Itu adalah manga yang juga mendapatkan adaptasi anime.”

“Hmm, kedengarannya familiar dan asing pada saat yang sama.”

Terkadang aku lupa bahwa dunia ini adalah dunia manga berjudul Ojojama.

Jadi, manga populer di sini mungkin saja bisa sangat berbeda dari duniaku sebelumnya.

“Manga apa lagi yang kamu baca, Sei-chan? Adakah yang terkenal?”

“Yah, selain itu ada…”

Aku meminta Sei-chan untuk menyebutkan berbagai judul manga lainnya, tapi tidak satu pun dari yang disebutkannya pernah kudengar.

Meskipun ada beberapa judul yang terdengar agak familiar, tapi saat aku mendengar soal isinya, kebanyakan sangat berbeda.

“Hisamura, apakah kamu benar-benar menyukai manga? Menurutku aku sudah menyebutkan beberapa judul manga yang terkenal, lho.”

“Hmmm, mungkin aku kebanyakan hanya membaca manga picisan.”

Mungkin manga yang biasa aku baca tidak ada di dunia ini.

Tentu saja, manga favoritku, Ojojama, mungkin juga tidak ada.

Meski aku tidak membaca banyak manga, tapi ada beberapa seri yang ingin aku baca kelanjutannya, jadi hal ini agak membuatku kecewa.

Tapi tidak ada gunanya meratapi hal itu, jadi aku akan mulai membaca manga baru lagi sajalah.

“Oh, Sei-chan, bagaimana kalau kita pergi ke toko buku sekarang? Kamu ingin membeli manga rilisan terbaru, kan?”

“Ya, tapi apakah kamu juga akan ikut, Hisamura?”

“Eh, tidak boleh, ya? Tapi, aku juga ingin membeli manga yang kamu suka…”

“Yah, boleh kok, tapi aku tidak yakin apakah itu akan sesuai dengan seleramu.”

“Aku yakin itu akan baik-baik saja. Karena menurutku aku akan menyukai sebagian besar rekomendasimu. Selain itu, bisa pergi kencan ke toko buku bersama Sei-chan pastinya akan menyenangkan, kan?”

“Ah… B-Begitu, ya. Okelah.”

Reaksi Sei-chan agak tenang, seolah-olah dia sudah terbiasa denganku mengatakan hal-hal seperti itu.

Tapi telinga Sei-chan, yang menyembul dari balik rambutnya saat kami berjalan berdampingan, berubah menjadi merah cerah dan tampak menggemaskan.

× × ×


Jadi, aku dan Sei-chan pun pergi ke toko buku dalam perjalanan pulang dari sekolah.

Itu adalah toko buku yang cukup besar, yang bukan hanya ada manga tapi juga berbagai novel, majalah, dan buku pendidikan.

“Ke sini.”

“Eh? Apa?”

Aku tidak bisa mendengar apa yang Sei-chan katakan karena dia berbicara dengan suara yang pelan.

Toko buku adalah tempat yang sangat sunyi, jadi Sei-chan harus merendahkan suaranya agar tidak mengganggu pelanggan lain.

Aku pun mendekatkan telingaku sedikit ke wajahnya agar aku bisa mendengar suara Sei-chan.

Uh… B-Bagian manga ada di lantai tiga,” bisiknya, menutupi mulut dengan tangannya sambil terlihat sedikit malu.

“Si-Siap, dimengerti,” jawabku dengan suara kecil juga, sambil terkejut dengan nada suaranya yang lebih lembut dan melihat wajahnya yang cantik begitu dekat denganku.

Dengan sedikit gugup, aku dan Sei-chan menuju ke lantai tiga.

Di lantai tiga, kami menemukan bagian khusus untuk manga, dan kami mulai melihat-lihat rak.

“…Ah, aku menemukannya, Hisamura. Ini TenGobu.”

TenGobu…? Ah, singkatan namanya, ya.”

Entah kenapa, nama itu terdengar agak menarik namun aneh…

“Kalau begitu, mungkin aku harus membeli seluruh serinya juga.”

“Apakah kamu yakin? Seluruhnya ada sepuluh jilid, lho…”

Ada sepuluh jilid, jadi sekitar lima ribu yen… Itu adalah pengeluaran yang cukup besar untuk seorang siswa SMA.

“Iya, karena aku sangat ingin mengobrol soal manga denganmu, Sei-chan.”

“B-Begitu, ya. Kalau gitu baiklah.”

“Apakah ada manga lain yang bisa kamu rekomendasikan, Sei-chan?”

“Yah, itu…”

Setelah itu, dia merekomendasikan tiga judul lain dan aku pun menghafal judul-judul tersebut.

Aku tidak punya uang sekarang, tapi aku pasti akan membelinya nanti.

“Hisamura, apakah kamu berencana untuk membeli semuanya?”

“Tentu saja. Karena Sei-chan yang merekomendasikannya, aku pasti akan membacanya.”

Di duniaku sebelumnya, aku bekerja paruh waktu dan menghabiskan hampir semua uang yang kuperoleh untuk membeli merchandise Sei-chan dan semacamnya.

Aku masih belum memiliki pekerjaan paruh waktu di dunia ini, tapi aku hanya perlu memulainya lagi.

Sejak duniaku sebelumnya, sebagian besar uangku adalah untuk Sei-chan.

Demi karakter kesukaanku, dengan kata lain, ini adalah uang yang aku gunakan untuk hidup.

Dan itu adalah cara paling membahagiakan dalam menghabiskan uang. Titik.

“Hisamura, jika kamu sangat ingin membacanya, bagaimana kalau kamu meminjam manga punyaku?”

“Eh, serius?”

Meminjam dari Sei-chan bukanlah sesuatu yang pernah kupertimbangkan sebelumnya.

“Bolehkah aku meminjamnya?”

“Ya, karena aku merekomendasikannya, aku tidak keberatan meminjamkannya padamu. Aku juga akan meminjamkan TenGobu padamu.”

“Benarkah? Aku sangat berterima kasih untuk itu.”

“Kalau begitu, aku akan membawanya ke sekolah nanti. Dan…”

“Dan?”

Sei-chan mengalihkan pandangan sedikit dan melanjutkan perkataannya dengan suara pelan.

“Aku belum pernah punya seseorang untuk diajak bicara soal manga sebelumnya… jadi aku akan senang jika aku bisa membicarakannya denganmu.”

Ukh… Kuh, hampir saja.”

“A-Apa maksudmu?”

“Kamu terlalu imut, Sei-chan. Aku hampir menjerit.”

“Hah… J-Jangan pernah melakukan itu karena itu memalukan, tahu!”

“Aku tidak malu untuk mengakui bahwa menurutku kamu itu imut, Sei-chan.”

“B-Bukan itu maksudku!”

Pada akhirnya, suara Sei-chan menjadi sedikit lebih keras, dan kami pun menarik sedikit perhatian.

× × ×


Setelah itu, saat melihat-lihat bagian manga dengan santai dan meminta Sei-chan merekomendasikan beberapa buku untukku…

“…”

Sei-chan berhenti di depan rak buku dan sepertinya sedang menatap buku-buku di sana… atau begitulah pikirku. Tapi matanya sesekali melirik ke arah lain.

Saat aku melihat ke arah yang dilirik Sei-chan, ternyata… itu adalah bagian manga shoujo.

Hmm? Mungkinkah Sei-chan ingin pergi ke bagian manga shoujo?

Apakah dia menahan diri karena ada aku di sini?

“Sei-chan, apakah kamu ingin pergi ke sana?”

Saat aku menunjuk ke arah bagian manga shoujo dan bertanya demikian, Sei-chan membelalakkan matanya karena terkejut.

“Eh… Hi-Hisamura, apakah kamu juga tertarik dengan manga shoujo?”

“Hmm? Ah, tidak, itu…”

Sei-chan jelas menaruh perhatiannya ke bagian manga shoujo, jadi dia mungkin ingin pergi ke sana, kan?

Saat aku hendak menanyakan hal itu… aku teringat sesuatu.

Sei-chan selama ini selalu membaca manga shounen dan hampir tidak pernah membaca manga shoujo sebelumnya!

Ini juga informasi dari cerita aslinya, dan kalau tidak salah, itu dari cerita tambahan yang tidak diceritakan dalam alur utamanya.

Itu adalah manga pendek yang dibuat khusus di terbitan tankoubon. Isinya menceritakan Sei-chan yang diam-diam akan membeli manga shoujo.

TLN: Istilah tankōbon digunakan untuk menyebut satu jilid kumpulan karya (termasuk koleksi manga) yang pernah diterbitkan sebelumnya dalam majalah atau surat kabar. 

Meskipun Sei-chan menyembunyikan fakta bahwa dia membaca manga shounen, tapi dia tidak pernah membaca manga shoujo karena menurutnya itu tidak cocok untuknya.

Tapi Sei-chan tidak bisa menahan rasa penasarannya, jadi dia berpakaian sedikit berbeda dari biasanya dan pergi untuk membeli manga shoujo, berusaha untuk tidak bertemu dengan siapapun yang dia kenal.

Di manga bonus itu, Sei-chan mengenakan rok untuk memastikan agar tidak ada yang mengenalinya, dan dia… terlihat sangat imut.

Benar, jadi Sei-chan ingin pergi ke bagian manga shoujo, tapi ragu untuk mengungkapkannya sendiri.

“A-Ada apa? Apakah kamu menyukainya? Mungkinkah kamu ingin melihat-lihat ke bagian manga shoujo juga?”

Jika dilihat baik-baik… tidak, bahkan tidak dilihat baik-baik pun terlihat jelas bahwa Sei-chan merasa gelisah, mengeluarkan kesan seperti, “jika kamu mau ke sana, apa boleh buat, aku juga akan menemanimu.”

Jika begitu, maka hanya ada satu hal yang harus aku lakukan.

“Iya. Jadi, bisakah kamu menemaniku sebentar?”

“B-Begitu, ya! Jika memang begitu, apa boleh buat!”

Sei-chan, seperti ikan yang masuk kembali ke air, mulai berjalan dengan bersemangat menuju bagian manga shoujo.

Aku bertanya-tanya apakah dia pikir kalau dia masih belum ketahuan?

Yah, aku tidak bermaksud untuk mengatakannya sih… karena itu terlalu imut untuk dikhawatirkan.

Sei-chan berjalan sedikit lebih cepat dari sebelumnya, menuju bagian manga shoujo, dan mulai melihat-lihat ke rak buku.

Aku merasa matanya berbinar bahkan lebih dari sebelumnya.

“J-Jadi, manga shoujo apa yang kamu suka, Hisamura?”

“Hmmm…”

Sejujurnya, aku, seperti Sei-chan, hampir tidak pernah membaca manga shoujo.

Apa yang harus aku lakukan, ya… Samar-samar aku ingat ada manga shoujo terkenal yang diadaptasi menjadi anime, dan aku dengan santai menontonnya sedikit.

“Itu memiliki unsur fantasi, dan kalau tidak salah itu adalah kisah percintaan yang dimulai dengan putusnya pertunangan.”

“Oh, iya! Cerita seperti itu sedang marak akhir-akhir ini! Tapi menurutku manga shoujo klasik juga bagus, jadi manga semacam ini mungkin bagus juga, kan?”

Sei-chan mengambil manga di pajangan datar dan menunjukkannya padaku.

Manga ini juga merupakan manga komedi romantis teman masa kecil yang dimulai saat protagonis dicampakkan oleh kekasihnya. Meskipun belum ada pengumuman soal adaptasi anime-nya, manga ini cukup populer sehingga dikabarkan bahwa pengerjaan anime-nya sedang dilakukan di balik layar.”

“Begitu, ya. Apakah kamu pernah membacanya, Sei-chan?”

“A-Aku belum pernah membacanya. Bukan seperti, yah, aku sangat tertarik dengan manga shoujo atau semacamnya, lho.”

Sei-chan mungkin bilang begitu, tapi jika dia tidak tertarik, dia tidak akan bisa berbicara selancar itu tentang isi manga shoujo yang bahkan belum dia baca.

Sepertinya dia sebenarnya sangat tertarik dengan manga itu tapi belum membacanya.

“Kalau begitu, mungkin aku akan membelinya.”

Sepertinya baru ada lima jilid yang diterbitkan, jadi mudah untuk membelinya.

“…B-Begitukah? Yah, kurasa itu tak masalah.”

Sei-chan sepertinya sangat tertarik, tapi dia tetap tidak mau membelinya sendiri.

Yah, jika dia bisa membelinya di depanku, dia tidak akan repot-repot membelinya secara diam-diam seperti di manga tambahan dari cerita aslinya.

Baiklah, kalau begitu…

“Sei-chan, bagaimana kalau kita saling meminjamkan manga?”

“Saling meminjamkan?”

“Ya, aku akan meminjam manga darimu, dan sebagai gantinya, aku akan meminjamkanmu manga shoujo ini.”

“Tidak! A-Apakah tidak apa-apa?”

“Tentu saja. Apakah kamu tak masalah dengan manga shoujo, Sei-chan? Aku bisa meminjamkanmu manga lain jika kamu mau.”

“T-Tidak, manga shoujo tak masalah, kok! Meskipun aku tidak terlalu tertarik, tapi kurasa penting untuk tidak menilai buku dari sampulnya, kan?”

“Aku mengerti, kalau begitu baguslah.”

Dengan ini, Sei-chan bisa membaca manga shoujo yang selama ini membuatnya penasaran, dan aku bisa meminjam manga-nya sebagai ucapan terima kasih. Ini seperti sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Jadi, aku dan Sei-chan pun berjanji untuk saling meminjamkan manga.

Sepertinya kami semakin dekat, dan Sei-chan terlihat senang karena dia bisa membaca manga shoujo. Untunglah kami mampir ke toko buku.

◇ ◇ ◇



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset