[LN] Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Volume 4 Chapter 8 Bahasa Indonesia

Festival Musim Panas

Chapter Delapan: Festival Musim Panas


Hari ini adalah hari festival musim panas. Aku berjanji pada Touka, Ike, dan Tatsumiya bahwa kami akan menghabiskan festival bersama. Jadi, di sinilah aku. Di stasiun kereta. Tempat ini sangat ramai sekarang.

Aku datang sedikit lebih awal, jadi saat ini aku sedang membaca manga romansa. Aku selalu menyukai gadis tomboy yang olahragawan, dan karakter seperti itu juga tidak mengecewakan dalam seri ini.

Saat aku sedang fokus membaca, aku merasa ada yang menarik salah satu lengan bajuku dari samping. Aku menoleh untuk melihat siapa itu, dan ternyata itu adalah Touka. Dia mengenakan yukata yang aku pilihkan untuknya tempo hari, dan jepitan rambutnya yang biasa, serta jepitan rambut merah yang sangat bagus. Dia terlihat cantik sekarang.

“Maaf membuatmu menunggu, Senpai! Apakah aku membuatmu menunggu lama?”

“Nah, tidak lama.”

“Bagus! Mau pergi ke tempat festival?” katanya, sambil mencoba meraih tanganku, tapi sebelum dia melakukannya, Kana tiba-tiba muncul di belakangnya dan berkata, “Touka-chan, kita seharusnya pergi ke festival bersama-sama. Kamu tidak boleh begitu saja menyelinap pergi seperti itu, tahu?”

Kana mengenakan yukata berwarna cerah, dan jepitan rambut merah lainnya yang mirip dengan yang dipakai Touka. Itu juga cocok dengannya. Dan di belakangnya berdiri Ike dan Tatsumiya.

Tatsumiya-lah yang mengusulkan ide untuk pergi bersama-sama. Touka awalnya tidak setuju, tapi akhirnya dia menyerah. Aku juga berhasil melibatkan Ike dalam rencana ini, karena pada dasarnya ini adalah salah satu rencana Tatsumiya untuk jalan bersama dengannya.

“Selamat malam,” ucap Tatsumiya, sementara Ike hanya melambaikan tangannya ke arah kami.

“Apakah kamu baik-baik saja, Senpai? Aku mengerti kenapa kamu terlihat sangat suram. Pasti tidak enak terus-terusan diganggu oleh sapi. Aku khawatir padamu, lho?”

“…Tempo hari kan sudah kubilang kalau aku mengajak Kana.”

Kupikir akan sangat kejam jika kami mengecualikan Kana, itulah sebabnya Touka dan aku mengobrol panjang lebar tentang hal ini. Dia mengamuk dan membuat dirinya menjadi tontonan, jadi aku yakin dia ingat akan itu.

“Oh, benarkah? Aku lupa,” jawab Touka sambil menatapku dingin.

“Yuuji-kun belakangan ini memang lebih berani denganku. Mungkinkah dia akhirnya bosan denganmu?” kata Kana, tersenyum.

“Oh, jauh dari itu. Malahan, aku yakin kamu hanya memanipulasinya seperti biasa. Sungguh usaha yang lucu,” balas Touka dengan senyum paksa.

Mengabaikan percekcokan mereka yang biasa, aku mencoba menyarankan untuk pindah dari sini ke tempat festival.

“Omong-omong, Ketua, aku ingin bertanya… apakah yukata-ku aneh?” tanya Tatsumiya.

“Oh, tidak, ini tidak aneh. Itu terlihat sangat cocok untukmu.”

“O-Oh! B-Begitu…” katanya, wajahnya merah padam.

Tatsumiya dan Ike tampak terasa seperti dunia milik mereka berdua, tapi memang benar bahwa dia terlihat bagus mengenakan itu. Dia memiliki dada yang lebih kecil dari Touka dan Kana, dan yukata memang lebih cocok untuk fisik yang seperti itu.

“Apakah ada masalah, Tomoki-san?” tanya dia tiba-tiba, menatapku dengan tajam.

Apakah dia membaca pikiranku atau semacamnya?

“Ah, tidak ada apa-apa. Ayo kita segera jalan.”

“Ya, ayo,” tambah Ike sambil mengangguk.

Sementara Touka dan Kana terus saling bertengkar seperti biasa, kami semua menuju tempat festival.


Tempatnya sudah ramai meskipun acara belum dimulai. Saat ini aku merasa perlu sangat waspada karena aku jarang berkumpul dalam kelompok, dan aku khawatir aku bisa terpisah kapan saja.

“…Tunggu, ya sudahlah. Aku sudah terpisah.”

Aku memeriksa ponselku, dan ada pesan dari Touka, mengatakan bahwa dia tidak melihatku lagi. Ya ampun…

“Di mn km, Senpai?????” bunyi pesan itu.

Aku melihat sekelilingku untuk mencari tahu apakah aku bisa melihatnya, tapi tempat ini sangat luas, dan aku bahkan tidak yakin di mana aku berada sekarang.

“Maaf, aku baru sadar. Aku tidak tahu di mana aku berada, jadi bisakah kita bertemu di tempat yang mudah aku kenali?”

“Tidak heran. Ada begitu banyak org di sini sehingga siapa pun bisa tersesat. Ngomong-ngomong, kami berada di depan area panggung, jadi kami akan menunggu di sini.”

Area panggung itu menyelenggarakan pertunjukan dari pelawak dan anggota lain dari komunitas setempat. Seharusnya ada tempat terbuka di depan stan itu, jadi itu tempat yang bagus untuk menunggu. Selain itu, mereka pasti ingin juga bersenang-senang sambil menungguku, aku yakin.

“Baiklah. Aku akan ke sana sebentar lagi.”

Touka mengirimiku emoji marah, dan begitu aku mematikan ponsel, aku memutuskan untuk mengamati sekeliling untuk mencari tahu bagaimana caranya agar aku bisa sampai di sana. Aku melihat sekeliling, tapi aku tidak punya peta, dan aku bahkan tidak yakin harus menuju ke mana, ketika tiba-tiba, aku berpapasan dengan seseorang yang aku kenal dengan cukup baik.

“Hei, Makiri-sensei.”

Aku memanggil Makiri-sensei yang cantik.

“Yu-Yuuji-kun… selamat malam. Sungguh kebetulan dapat bertemu denganmu di sini,” ucapnya sambil tersipu. Ada sesuatu yang aneh dengannya, tapi aku tidak tahu apa yang aneh.

“Ya, benar.”

Sudah lama sejak terakhir kali kami bertemu, saat aku pergi berkemah dengan Ayahku. Sampai saat itu, kami cukup sering bertemu, jadi mungkin itulah sebabnya melihatnya sekarang terasa aneh.

“Kupikir kamu datang bersama Ike-san. Apakah dia tidak di sini?”

“Saya memang datang bersamanya dan Ike, tapi saya terpisah di tengah keramaian, jadi…”

“B-Begitu ya. Memang benar, ada terlalu banyak orang di sini.”

Entah kenapa Makiri-sensei terlihat senang melihatku terpisah. Kenapa? Mungkinkah dia senang karena aku tidak datang ke sini sendirian?

“Saya seharusnya bertemu mereka di depan panggung, tapi saya bahkan tidak tahu di mana saya berada…”

Makiri-sensei mengeluarkan pamflet acara, “Kita ada di sekitar sini, yang artinya tempat yang kamu cari… cukup jauh dari sini,” katanya sambil menunjuk peta.

Dari semua tempat, aku malah berada di lokasi terjauh. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai ke sana, apalagi karena banyaknya orang yang menyulitkanku untuk bergerak.

“Memang terlihat agak jauh. Terima kasih, setidaknya saya tahu ke mana harus pergi sekarang. Ngomong-ngomong, apakah Anda di sini sendirian, atau…?”

Aku memperhatikan penampilannya: desain yukata-nya, serta rambut hitam panjangnya, cocok dengan sempurna, membuatnya terlihat sangat cantik. Tidak mungkin dia di sini tanpa orang lain yang menemaninya, atau setidaknya itulah yang akan dipikirkan orang lain, tapi aku sangat sadar bahwa Makiri-sensei lebih suka pergi ke acara seperti ini sendirian.

“Aku sendirian. Ada yang salah dengan itu?” tanya dia, jelas kesal dengan pertanyaanku.

“Oh, tidak ada sama sekali.”

“Aku hanya melakukan patroli di sekitar tempat ini, untuk melihat apakah aku mungkin menemukan beberapa siswaku melakukan hal-hal yang tidak semestinya.”

“Kalau begitu, bukankah akan lebih baik memakai apa yang biasa Anda pakai di sekolah? Itu pasti akan membuat Anda terlihat lebih mengesankan.”

Dia berbisik, “Aku memakainya kalau-kalau… aku kebetulan bertemu denganmu, oke?” Tapi cepat-cepat dia mengubah ceritanya, “Aku hanya ingin kamu melihatku mengenakan ini jika kita bertemu di sini,” katanya dengan wajah serius.

“…Huh?”

Dia tertawa, sementara aku sedikit kebingungan mendengar apa yang dia katakan… tapi tunggu, aaaah, aku mengerti. Dia bercanda. Dia mungkin memakainya untuk menikmati festival. Bagus sekali, Makiri-sensei. Kamu menipuku.

“Anda telah bekerja keras sejauh ini. Anda pantas istirahat, Bu,” kataku sambil memalingkan muka, tidak bisa menatap langsung ke matanya. Menjadi seorang guru memang melelahkan, harus bekerja hampir 24/7.

“Aku menghargai kata-katamu. Itu membuatku bahagia. Ngomong-ngomong, aku yakin kamu lebih suka bersama teman-temanmu, jadi bagaimana kalau kita menemui mereka bersama? Aku akan menemanimu,” katanya sambil tersenyum.

“Saya sudah tahu di mana tempatnya, dan saya tidak ingin merepotkan Anda.”

“Percayalah, kamu tidak merepotkanku,” katanya sambil merendahkan bahunya.

Kurasa berada di sini sendirian itu membosankan. Aku akan menemaninya sebanyak yang aku bisa.

“…Sebenarnya, saya lebih suka tidak menakuti orang sekitar jika saya pergi sendiri, jadi saya akan menerima tawaran Anda.”

Dia tersenyum, tapi dengan cepat menyadari ini dan wajahnya berubah menjadi dingin, “Baiklah. Serahkan padaku.”

“Terima kasih.”

“Tapi tunggu…” tiba-tiba dia berkata sambil menghentikan langkahnya.

“Ada apa?”

“Bayangkan jika kita bertemu dengan seseorang yang mengenal kita. Bagaimana kita akan menjelaskan kenapa kita bersama?”

“Maksudku, jika itu seseorang dari sekolah, Anda cukup bilang bahwa kita kebetulan bertemu di sini, dan itu memang benar, dan Anda sedang bersama saya untuk memastikan bahwa saya tidak melakukan hal buruk.”

“…Baiklah. Anggap saja seseorang yang tidak mengenal kita melihat kita bersama. Menurutmu, apa pendapat mereka tentang kita?”

“…Mungkin seorang berandalan sedang mencoba merayu seorang wanita cantik, sampai ke titik pelecehan?”

Dia menatapku sedikit tajam, tapi dengan cepat menertawakannya, “Jujur saja, disebut cantik benar-benar menciptakan perasaan campur aduk dalam diriku.”


“Apakah kamu datang ke sini untuk mengunjungi stan atau sesuatu tertentu?” tanya Makiri-sensei.

“Tidak juga. Saya bukan tipe orang yang datang ke tempat seperti ini.”

“B-Begitu ya…” jawabnya, dan kemudian suasana hening terjadi, membuat situasi jadi canggung.

“…Dulu aku suka permen apel. Aku selalu meminta ayahku untuk membelikannya untukku,” dia memecah keheningan sekali lagi.

“Oh, Anda suka permen apel? Apakah rasanya enak? Saya belum pernah mencobanya.”

“Aku bahkan tidak ingat rasanya. Kemungkinan besar aku menginginkannya karena itu terlihat cantik,” jawabnya.

Meskipun cukup kebetulan, ada stand permen apel tepat di sebelah kami.

“Oh, lihat. Mereka menjual permen apel di sana. Tolong tunggu sebentar, ya,” katanya.

“Tentu saja.”

Dia kemudian pergi ke sana dan membeli satu, membawanya ke arahku.

“Ini lebih kecil dari yang kuingat,” gumamnya sambil melihat permen apel.

Bisa jadi persepsinya yang salah pada saat itu, atau apel yang mereka gunakan menjadi lebih kecil. Yang mana pun itu, aku tidak terlalu peduli tentang hal itu.

Sambil menyisir rambutnya ke samping, dia menggigit permen apel itu.

“Bagaimana rasanya?”

“Manis. Dan… itu mengingatkanku pada masa kecilku,” katanya. “Nih, cobalah,” lanjutnya sambil menawarkan permen apel itu padaku.

“Oh? Apakah Anda tak keberatan dengan itu?”

“Tentu saja. Kamu belum pernah mencoba ini sebelumnya, kan? Silakan.”

Aku mau tidak mau merasa bersalah dan malu. Aku tahu itu bodoh, tapi ini adalah contoh lain di mana aku akan “menciumnya,” jika kalian mengerti apa yang aku maksud!

“Ada apa?” tanya dia, bingung kenapa aku tidak mau menggigitnya.

“Y-Ya, aku akan mencobanya.”

Aku tidak ingin terlihat seperti anak kecil di depannya, jadi aku akan menahan semua ini sendiri dan mencoba apel itu.

“Ini cukup manis,” kataku. Lapisan luarnya kering, tapi teksturnya unik, berbeda dari apa pun yang pernah aku coba sebelumnya.

“Menuruku ini manis, tapi bukan yang terenak,” katanya sambil menggigit apel lagi. “Meskipun aku senang kita bisa menikmati ini bersama,” lanjutnya.

Aku tidak yakin kenapa dia kembali tersipu, tapi aku senang melihatnya mengenang kembali kenangan masa kecilnya.


Setelah kami selesai makan apel, kami terus berjalan menuju kios. Namun tiba-tiba, aku merasa seperti ada yang mengawasi kami. Ini persis seperti perasaan yang aku rasakan ketika Touka dan aku melakukan kencan pertama kami dan diganggu oleh beberapa preman. Siapa pun itu, mereka antara mengincarku atau Sensei. Tapi, aku tidak punya petunjuk saat ini. Sebagian dari diriku ingin berpikir bahwa dialah yang sedang diamati, tapi aku juga berpikir dia tidak mungkin bisa membuat orang lain merasakan permusuhan terhadapnya.

Yang berarti…

“Ini mungkin terdengar aneh, tapi apakah ada seseorang yang baru-baru ini menyatakan cinta pada Anda?” Tanyaku padanya.

“A-Apa? Kenapa kamu menanyakan hal seperti itu padaku, Yuuji-kun?” tanyanya, jelas gelisah.

Aku mungkin benar. Kalau dilihat dari reaksinya, pasti memang begitu. Siapa pun pengintai ini, dia mengikuti Sensei karena Sensei menolaknya, dan dia tidak tahan dengan seluruh situasi itu. Jadi, dengan harapan mendapatkan kesempatan kedua, dia menguntitinya? …Ya, pasti begitu.

“Saya tidak bisa membiarkan keadaan tetap seperti ini,” kataku padanya, artinya aku harus mulai mencari orang ini agar kami berdua berhenti merasa tidak nyaman.

“A-Apakah kamu coba mengatakan bahwa kamu sedang cemburu sekarang?” tanyanya, wajahnya merah padam.

Apa yang dia bicarakan? Aku hendak menanyakan apa maksudnya, tapi dia mulai berbicara sebelum aku melakukannya, “Tidak ada yang menyatakan cinta padaku,” katanya.

“…Tunggu, benarkah?”

“B-Benar… apakah kamu… lega?” tanyanya, menatap mataku.

“Oke, kalau begitu pasti hal lain.”

“Apa maksudmu?”

Jika bukan seseorang yang membuntutinya, maka pasti ada alasan lain bagi orang ini untuk menguntiti kami. Maksudku, dia bisa saja seseorang yang kuhajar bertahun-tahun lalu dan dia ingin membalas dendam padaku saat aku lengah, dan itu… juga tidak bagus.

“Ya, mungkin sayalah yang menjadi sasaran…”

“Tu-Tunggu sebentar, apakah kamu mau bilang bahwa aku entah bagaimana ‘mengincarmu’ sekarang?!”

“…Tidak?”

Aku memutuskan untuk mendekatinya dan membisikkan penjelasanku di telinganya, dan bahwa kupikir kami sedang diawasi, tapi saat aku melakukannya, dia menggeliat dan mengambil beberapa langkah mundur, wajahnya merah seperti tomat.

“Maaf, saya perlu memberitahu Anda sesuatu,” kataku padanya agar dia bisa tenang.

“O-Oke…” katanya sambil menutup mata, seolah sedang mempersiapkan diri untuk mendengarkanku.

Aku mendekatinya sekali lagi dan berbisik di telinganya… “Makiri-sensei…”

“Y-Ya…?”

“Ada seseorang yang membuntuti kita dari tadi. Apakah Anda punya petunjuk siapa itu?”

“…Tunggu, apa?”

Dia sepertinya tidak percaya padaku sekarang. Aku paham. Biasanya, tidak ada yang akan mengikuti kita di tengah keramaian, tapi…

“Ssshhhh, tenanglah.”

“…Aku tenang,” katanya sambil tersenyum. Aku bisa tahu bahwa senyum itu hanyalah kedok. Di baliknya, aku bisa merasakan hawa yang menakutkan, sesuatu yang membuatku takut. Namun dengan cepat, dia menyadari bahwa ini bukan waktunya untuk membenciku.

“Jadi itulah sebabnya kamu bertanya seperti itu sebelumnya. Masuk akal…” katanya dengan nada analitis. “Ngomong-ngomong, jika ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, aku pasti akan menamparmu sebagai hukuman atas apa yang kamu lakukan.”  

“Memangnya apa yang saya lakukan?” Tanyaku, terkejut.

“Sengaja ngomong dengan ambigu.”

“Uhh, maaf soal itu.”

Dia menghela napas sebagai tanggapan, “Ya sudahlah, aku hanya tidak mengerti maksud di balik pertanyaanmu, itu saja. Ngomong-ngomong, bagaimana denganmu, Yuuji-kun? Apakah ada gadis lain selain Hasaki-san yang menembakmu baru-baru ini?”

Kurasa dia ingin membuka percakapan untuk menghindari perasaan tidak nyaman setelah menyadari bahwa kami sedang diawasi.

“Tidak, sejauh ini tidak ada orang selain dia.”

“B-Benar, tentu saja,” lanjutnya.

“Kurasa jika orang ini tidak menargetkan Anda, tapi saya, dia bisa jadi seseorang yang pernah berkelahi dengan saya dulu,” kataku padanya.

“Tidak mungkin seseorang menyimpan dendam selama itu.”

“Sejujurnya saya juga tidak tahu, tapi saya tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kemungkinan itu. Siapapun itu, dia masih menjaga jarak, mengamati kita. Pokoknya, jika orang ini ada urusan dengan saya, saya akan berbicara dengan siapa pun dia.”

Aku tidak keberatan Sensei pergi ke arah lain, tapi orang itu bisa saja mencoba memanfaatkannya untuk melawanku, dan aku tidak ingin dia mengalami hal itu.

“Aku pikir kamu sudah tahu, tapi jika kamu kebetulan benar, hindarilah perkelahian bagaimana pun caranya, oke?” katanya, sekarang lebih serius dari sebelumnya.

“Tenang saja,” aku segera memberitahunya sambil berbalik. Saat aku berbalik, pasangan di belakang kami, mungkin anak kuliahan, tersentak ketakutan saat mereka melihat wajahku.

Aku kebetulan melihat orang di belakang mereka juga terkejut. Dari yang kulihat, dia sepertinya laki-laki, jadi aku segera menghampirinya, tahu bahwa dia adalah orang yang mengikuti kami sedari tadi… Tunggu, bukankah dia…?

“Uhh, Sennouji-san?”

Itu ayah Makiri-sensei.

“Kenapa Anda di sini…?” tanyaku padanya.

Dia mencoba melarikan diri, tapi saat aku mengajukan pertanyaan itu, dia berhenti, menyadari bahwa tidak ada gunanya lagi melakukan itu.

“Ini semua hanya kebetulan! Biar aku jelaskan!” serunya. Tapi sebelum dia bisa berkata apa-apa lagi, Makiri-sensei memotongnya, “Pergilah. Sekarang,” katanya.

“…Tunggu, bukankah Anda barusan bilang untuk mencoba menghindari konflik?”

“Kamu sangat sadar bahwa tengkoraknya terlalu tebal untuk mengerti maksud kita, kan?” jawabnya dengan ketus. “Ahem! Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan di sini, ayah? Sudah berapa lama Ayah mengawasi kami?” tanya dia sambil berdeham.

“Aku melihat kalian berdua saat membeli permen apel dan memakannya bersama…”

“…A-Ayah yang terburuk,” katanya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

“Masuk akal jika kalian berdua bergiliran makan permen apel, kok. Lagipula, kalian kan sedang pacaran. Tidak perlu malu.”

Makiri-sensei menundukkan kepalanya, terlihat malu. Aku tahu itu bukan niat Makiri-sensei, tapi aku rasa aku tidak akan bisa meyakinkan ayahnya sebaliknya.

“Saya datang ke sini bersama beberapa teman, dan kebetulan saya bertemu Makiri-sensei setelah saya terpisah dengan mereka. Jadi kami memutuskan untuk tetap bersama untuk sementara waktu,” kataku padanya.

“Oh, begitu ya, dasar bajingan. Kamu berkencan dengan putriku, tapi kamu juga ingin jalan-jalan dengan teman-temanmu, dan kamu melakukan keduanya pada saat yang sama, begitu, kan?”

Ya ampun, bukan itu maksudku. Bagaimana caraku menjelaskannya dengan benar?

“Tidak mungkin kalian berdua bertemu di sini secara kebetulan. Itu terdengar seperti sesuatu yang muncul di film percintaan.”

Aaaaakh! Kenapa dia harus berpikiran begitu pada skenario yang sangat mungkin terjadi?!

“Apa yang sebenarnya Ayah lakukan di sini!?” tanya Sensei, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

“Aku datang ke sini untuk menyapa presiden perusahaan tempatku bekerja. Kami mensponsori acara ini, dan aku berharap untuk menyapa dan memeriksa perayaannya juga. Melihat kalian di sini murni kebetulan, percayalah,” katanya.

“Tapi, kenapa Ayah harus melihat kami di waktu yang paling buruk, sih…?” katanya malu.

“Jangan khawatir, Chiaki. Aku tidak bermaksud mengganggu kalian berdua lagi. Selain itu, aku sudah melihat kalian berdua bersenang-senang bersama. Itu adalah pemandangan yang indah. Sejujurnya, itu membuatku ingin mencicipi apel itu lagi. Ingat bagaimana kamu dulu memintaku membelikannya, kan?”

Sensei tetap diam, gemetar, dan jelas-jelas marah.

“Ngomong-ngomong, anak muda, sampai jumpa lagi, oke?” kata ayahnya sambil meletakkan tangannya di bahuku.

“Uhh, ya, tentu,” kataku saat dia pergi.

Makiri-sensei masih sangat marah, tapi melihatnya seperti itu agak lucu. Apakah salah jika aku berpikir seperti itu?


Setelah melihat Sennouji-san pergi, aku mencoba menenangkan Makiri-sensei, yang wajahnya merah padam karena marah. Kami tiba di tempat pertemuan yang ditentukan dengan Touka dan yang lainnya, yaitu area panggung.

Saat melihat ke atas panggung, aku melihat seorang komedian yang relatif tidak dikenal sedang menampilkan sandiwara. Hanya beberapa penonton yang menonton dengan penuh hikmat, sementara kebanyakan orang makan dari kios makanan dan mengobrol dengan teman dan anggota keluarga mereka.

“Hei, Yuuji-senpai! Kamu terlambat!” Aku mendengar suara Touka dan melihat sekeliling untuk mencari tahu di mana dia berada, dan ternyata dia dekat. Ike, Kana, dan Tatsumiya juga ada disana, tersenyum dan melambai padaku.

“Maaf membuat kalian menunggu,” Aku meminta maaf pada semuanya.

“Tunggu, apa? Makiri-sensei? Kenapa Anda bersama Senpai?” tanya Touka sambil menatap Makiri-sensei yang ada di sebelahku.

“Aku sedang berpatroli di tempat ini, memastikan tidak ada muridku yang membuat masalah. Aku mendengar bahwa kalian ada di sini bersama Yuuji-kun, jadi aku memutuskan untuk mengawasinya sampai kalian semua berkumpul kembali,” Makiri-sensei menjelaskan.

“Oh, begitu ya! Saya pikir Anda sedang berkencan dengan pacar Anda, karena yukata Sensei sangat menakjubkan! Pasti sulit untuk tetap bekerja di hari libur, ya,” kata Touka dengan senyum polos.

…Wajah Makiri-sensei berubah masam, tidak bisa menyembunyikan ketidaksenangannya pada kata-kata Touka, “T-Tidak perlu khawatir… wajar saja bagiku untuk terus mengawasi agar murid-muridku tidak mendapat masalah,” katanya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengamuk pada Touka.

“Sayang sekali Anda tidak bisa berkencan dengan pacar Anda di acara seperti ini. Saya tidak akan pernah mau menjadi guru jika itu berarti saya tidak bisa bersenang-senang seperti ini bahkan di hari libur,” kata Touka, menuangkan bensin ke api.

Touka, kamu akan membunuh Makiri-sensei jika terus begini. Hentikan. Lihatlah Sensei, dia benar-benar akan lepas kendali.

“Aku akan lanjut berpatroli di area ini. Seperti yang aku katakan sebelumnya, pastikan kalian tidak terlalu banyak terlibat masalah,” kata Makiri-sensei sambil berbalik, bermaksud untuk pergi.

Namun, saat dia melewati sampingku, dia membisikkan sesuatu ke telingaku, “Nikmatilah festival ini semaksimal mungkin,” katanya.

Kemudian dia berbalik sekali, tersenyum, dan menghilang ke kerumunan tidak lama kemudian.

“Yuuji-senpai! Kamu tidak boleh tiba-tiba menghilang begitu saja! Kamu hampir membuatku jantungan!” kata Touka, menatapku dengan pandangan yang agak menyalahkan.

“Maaf,” aku meminta maaf.

Dia menatapku dengan ekspresi yang menakutkan, “Tapi ya sudahlah, dengan begitu banyak orang di sini, aku tidak bisa benar-benar menyalahkanmu. Tapi aku tidak ingin kita terpisah lagi, jadi…”

Dia meraih tanganku, “Cukup dengan begini!” katanya, tepat setelah dia mengaitkan jari-jarinya dengan jariku.

Meskipun waktu sudah malam, aku bisa merasakan bahwa dia cukup memerah sekarang. Wow, aku tidak menyangka Touka mau menahan rasa malu hanya untuk menggodaku lagi. Dia benar-benar orang yang iseng bahkan sampai ke jiwanya.

“…I-Itu tidak adil, Touka-chan!” seru Kana, sambil melakukan tebasan karate ke tangan kami.

“Aku tidak menyangka kamu benar-benar akan mencoba menghalangi pasangan saat mereka sedang berpegangan tangan dan bermesraan. Menjijikkan,” kata Touka, jelas kesal.

Ngomong-ngomong, Tebasan Karate itu benar-benar menyakitkan.

“Maaf, Kana,” aku segera meminta maaf.

Kana melototiku sedikit, tapi kemudian menghela nafas, “…Baiklah, aku mengerti. Aku akan menahannya untuk hari ini,” gumamnya, terdengar sedikit kecewa.

…Mengetahui perasaannya terhadapku, itu membebani hati nuraniku, meskipun aku sadar bahwa aku tidak berhak untuk merasakan konflik seperti itu.

Touka, di sisi lain, menatapku dengan mata berkaca-kaca dan meremas tanganku dengan erat, “Senpai!” serunya.

Bagus sekali, Touka. Bagus sekali.

“Baiklah, karena kita telah berkumpul kembali dengan Yuuji, bagaimana kalau kita melihat-lihat dan memeriksa beberapa kios?” saran Ike.

“Ya, sepertinya itu ide yang bagus. Kita masih punya waktu sebelum kembang api dimulai, jadi aku ikut,” tambah Tatsumiya.

Mereka berdua hanya mengawasi kami sebelumnya, tidak mengucapkan sepatah kata pun sampai sekarang.

“Ayo, Senpai!” seru Touka penuh semangat, dan aku pun mengangguk sebagai jawaban.


Setelah itu, kami mulai menjelajahi festival.

Senpai, aku ingin itu!” Touka menunjuk sesuatu.

Dia menunjuk beberapa gantungan dari salah satu karakter LIME aneh yang merupakan hadiah untuk permainan menembak, jadi aku menggunakan pistol untuk menjatuhkannya dan memberikannya padanya.


“Nih, Senpai. Buka yang lebar!” kata Touka, mencoba menyuapiku takoyaki yang kami beli dari kios makan beberapa saat yang lalu.

“Tidak apa, aku akan memakannya sendiri. Lagipula ini mungkin panas sekali,” tolakku.


“Whoa, senpai, bagaimana kamu bisa melakukan itu? Maaf, tapi mengingat ini kali pertamamu, aku agak takut dengan kenyataan kamu melakukannya dengan sempurna.”

“Oh, ayolah.”

Aku berhasil memenangkan permainan memotong bentuk, yang mana itu cukup sulit, dan dia mengomentari kemampuanku.


Aku menikmati festival musim panas pertamaku bersama teman-teman, namun…

“Kana, kamu terlihat pucat. Apakah kamu baik-baik saja?” Tatsumiya memperhatikan, khawatir dengan Kana yang terlihat muram.

“Eh, ya. Maaf, Tatsumiya-san. Aku baik-baik saja,” jawab Kana. Tapi dia jelas tidak baik-baik saja. Cara berjalannya tampak tidak stabil, seolah-olah dia sedang tidak enak badan.

“Touka, ayo kita lihat area itu selanjutnya!” saranku, mencoba mengalihkan perhatian semua orang dari Kana.

“Y-Ya!” Touka setuju, dengan riang menarikku ke kios berikutnya, mengerti apa yang aku coba lakukan.


Kami sudah mengunjungi beberapa kios sekarang, menikmati waktu kami.

Aku memperhatikan bahwa Kana tertinggal di belakang semua orang.

“Apakah kamu baik-baik saja?” tanyaku padanya.

“Ya, aku baik-baik saja! Aku hanya perlu ke kamar kecil sebentar,” jawabnya sambil tersenyum.

“Kami akan menunggumu di sini,” kata Ike, dan aku pun mengangguk.

Saat aku melihatnya berjalan pergi, aku menyadari apa yang harus aku lakukan, “Aku juga mau ke toilet,” kataku sambil mencoba melepaskan tangan Touka, tapi dia tidak membiarkanku. Aku menatapnya, dan dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap mataku, dalam diam memohon padaku untuk tidak pergi, tapi mengerti apa yang aku coba lakukan. Daripada berkata apa-apa, aku hanya menatap matanya, berharap dia mengerti.

“…Okelah,” dia cemberut.

Aku kemudian tersenyum padanya dan melepaskan tangannya, lalu pergi mengejar Kana.


Aku memanggil Kana, lalu dia pun berbalik dan tersenyum tipis.

“Ada apa, Yuuji-kun? Apakah kamu ingin berduaan denganku?” goda dia.

“Tunjukkan kakimu,” jawabku.

Kana membeku di tempat, lalu… “Apa?! A-apa?!” serunya kaget, wajahnya memerah.

“Ada apa?”

“Apa maksudmu, ada apa? A-Ada apa denganmu? Apakah mungkin kamu… tertarik pada…?”

Setelah menelan ludah dengan gugup, dia menatap mataku dan berkata, “Apakah kamu… mungkin… ingin melakukan sesuatu… yang, uum, nakal? Apakah itu fetish-mu?”

…Apa sih yang dia bicarakan?

“Tidak. Kamu tidak terbiasa memakai geta, kan?” tanyaku balik, berharap dia akhirnya mengerti maksudku.

Dia menatapku, jelas dengan perasaan campur aduk, “Dasar bodoh, Yuuji-kun. Idiot kotor, nakal.”

“…Aku tidak pernah punya niat seperti itu. Lihat, ada bangku tempat kita bisa duduk di sana,” kataku sambil berjalan ke arahnya, tapi bukannya berjalan ke sana, Kana malah bersandar padaku, membuatku tidak bisa berjalan.

“Ada apa?”

“…Kakiku sakit. Bisakah kamu membantuku ke sana?” tanya dia.

Aku melakukan apa yang dia pinta dan memegangnya sambil berjalan menuju bangku.

“Aku… mencintaimu,” gumamnya, tapi aku pura-pura tidak mendengarnya, tetap diam saat aku mempersilakannya duduk di bangku.

“Aku tahu kamu mendengarku. Itu menyakitkanku, lho?”

“Aku mendengarnya, tapi kamu tahu aku tidak bisa mengatakan apa yang ingin kamu dengar. Maaf.”

“Aku tahu. Itulah sebabnya aku bilang itu menyakitkan.”

Aku tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu mengalihkan perhatianku ke sandal kayu yang dia kenakan, geta.

Ah…!” erang Kana saat aku menyentuhnya.

“Jangan bersuara aneh.”

“Tapi… ini geli,” katanya sambil tersipu malu.

“Kelihatannya bengkak, ya…”

Aku yakin inilah alasan dia terlihat sangat murung selama ini.

“Ini sakit, kan?”

Dia mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Jadi aku mengeluarkan dua plester dari saku dan dengan hati-hati menempelkannya pada bagian-bagian di mana tali sandal bergesekan dengan kulitnya.

“Daaan… selesai.”

“…Ini terlihat bagus.”

Untunglah aku membawa ini kalau-kalau Touka atau Kana bermasalah dengan sendal mereka. Aku sudah mencari tahunya sebelum festival, dan aku mengetahui bahwa perempuan cenderung sedikit terluka ketika memakai geta untuk pertama kalinya.

“Ini untuk Touka-chan, kan?”

“Ya. Tapi Touka memakai sendal yang biasa dia pakai, jadi aku tidak membutuhkan ini untuknya.”

Mudah-mudahan dia coba memahami bahwa aku membawa ini untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada yang terluka, tapi…

“Aku pikir Touka juga merasakan hal yang sama, tapi dia mungkin menahannya untukmu, itulah salah satu alasan aku menganggapnya sangat menggemaskan. Aku memaksakan diri untuk memakai ini karena aku ingin kamu melihatku dan berpikir aku terlihat imut memakainya, meskipun setelah semua kerepotan yang aku sebabkan untukmu, aku pikir itu tidak sepadan lagi.”

Aku perlu mencari cara untuk menghiburnya. Aku tidak ingin melihatnya terpuruk seperti ini.

Aku duduk di bangku, “Aku senang mengetahui bahwa seseorang sepertimu mau berusaha keras untukku. Selain itu, kita adalah teman. Kamu tidak akan pernah merepotkanku untuk hal seperti ini.”

“Yuuji-kun…”

Tatapan kami bertemu, dan tiba-tiba dia meletakkan tangannya di rambutku, mengacak-acaknya sedikit.

“Aku tahu kamu mengatakan itu untuk membuatku semakin menyukaimu… aku menghargainya. Terima kasih,” katanya sambil terkikik.

Meskipun itu bukan niatku sebenarnya, aku hanya diam dan mengangguk sebagai gantinya.

“Aku mungkin belum bisa mengalahkan Touka. Tapi suatu hari nanti, aku pasti akan membuatnya sadar bahwa aku adalah kekuatan yang harus dia perhitungkan,” katanya, sambil meletakkan kedua tangannya di pipiku dan menatap mataku.

“Aku harap kamu siap menghadapi apa yang akan terjadi, Yuuji-kun,” katanya dengan nada paling percaya diri yang pernah kudengar keluar dari mulutnya sebelumnya.

Mau tidak mau aku terpikat oleh tatapannya. Itu sungguh memesona.




Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

Yuujin-chara no Ore ga Motemakuru Wakenaidarou? Bahasa Indonesia [LN]

There’s no way a side character like me could be popular, right?
Score 9.1
Status: Ongoing Type: Author: Artist: , Released: 2018 Native Language: Jepang
“Karena aku sangat mencintaimu, Senpai!” Namaku Tomoki Yuuji, siswa SMA kelas dua. Aku bisa mengatakan bahwa aku adalah seorang siswa yang cukup normal, kecuali fakta bahwa semua orang menghindariku seperti wabah karena aku terlihat seperti haus darah. Ike Haruma adalah satu-satunya yang tidak menjauhiku. Dia tipikal ‘pria sempurna’ dalam segala hal; protagonis tanpa cacat yang biasa kau lihat di setiap cerita. Kehidupan di sekolah terus berjalan seperti biasa… sampai suatu hari, adik perempuan Haruma yang super populer itu menyatakan cinta padaku tiba-tiba?! Meskipun dia kemudian mengklarifikasi bahwa perasaannya terhadapku sama sekali tidak romantis dan dia memiliki motif tersembunyi, au akhirnya menerima peran baruku sebagai ‘pacar palsu’ sebagai bantuan untuk Haruma. Percaya atau tidak, saat aku mulai berkencan dengannya, teman masa kecil Haruma yang seperti idol dan guruku yang super cantik ikut terlibat denganku juga! Tunggu sebentar. Ini tidak mungkin skenario rom-com impian yang diatur sendiri untukku, kan?! Maksudku, tidak mungkin karakter sampingan sepertiku bisa menjadi populer, kan?  

Comment

Options

not work with dark mode
Reset