[LN] Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Volume 1 Chapter 6 Bahasa Indonesia

Hantu "Alec"

6. HANTU “ALEC”


Rain gemetar kagum melihat taktik Air.

“Gyk, bersiaplah untuk pengeboman. Unit Taktis Tiga mendekatimu.”

“Meminta bantuan. Unit Luvain dan Elan ke titik N3.”

“Sergap mereka dengan serangan menjepit, nak. Oh, Orca dan Centonal, buat penyesuaian untuk sudut tembak yang lebih lebar. Setelah musuh berbalik, serang mereka. Mereka tidak akan lari.”

Suara Air datang melalui jalur komunikasi umum saat dia dengan cekatan mengarahkan enam Exelia yang mereka dapatkan.

“Hei, Rain. Sebentar lagi, kami akan bertemu dengan dua unit musuh yang saat ini berada tiga ratus tiga puluh kaki di arah selatan dari sini. Mereka akan berada di jarak tembakmu. Hancurkan mereka,” panggilnya dengan kasar.

Dia menginstruksikan Rain untuk menembak jatuh musuh yang bahkan belum datang… Biasanya, Rain akan mengabaikannya, tapi dia tahu untuk tidak meragukan Air.

“Dan… itu mereka.”

Rain memfokuskan energinya pada dua musuh yang muncul. Ketika diberi cukup waktu untuk bersiap, seorang penyihir memiliki kekuatan meriam tak bergerak. Mereka bisa melepaskan Peluru Sihir yang kuat di mana saja dalam jangkauan efektif mereka.

Satu ketuk keheningan.

Qualia Rain diaktifkan. Dan mengikuti perintah Air, dia melancarkan serangan untuk mengusir musuh yang mengganggu. Ledakan api besar meletus di dekat mereka. Musuh menghindarinya, menghindari serangan jarak dekat itu, tapi…

Sangat terbaca…

…tembakan kedua setelahnya, peluru Pharel milik Rain, menembus dan merusak mesin salah satu unit, sementara yang lain meledak terbakar dari peluru ketiga yang dia tembakkan pada waktu yang hampir bersamaan.

Air membuat mengalahkan unit strategis yang kuat seperti itu terlihat begitu mudah… Terlalu mudah.

Hantu ini… adalah monster!

“Kerja bagus. Tetap siaga sampai instruksi selanjutnya. Oh, dan jagalah River dan Garudo selagi bisa.”

Bahkan saat dia menginstruksikan mereka untuk tetap siaga, Rain takjub melihat betapa berbedanya dia. Sulit untuk tidak kagum. Setelah menjarah perlengkapan musuh, dia menyerahkan lima unit Exelia kepada para taruna. Kelima Exelia itu adalah mesin paling terbaru, tapi Exelia membutuhkan tim yang terdiri dari dua orang untuk beroperasi dengan benar, jadi musuh masih membuat mereka kalah jumlah. Namun, dia telah menggunakan sedikit sumber daya yang dimilikinya untuk membalikkan keadaan.

Dia sudah menguasai medan perang ini…

Kepemimpinan Air dengan segera telah menunjukkan hasil. Alec Thanda, komandan pasukan barat, telah menghentikan serangan ke kota untuk fokus menghadapi para taruna. Tapi itu tidak mengubah apa pun, karena Air telah mengalahkan gelombang demi gelombang musuh yang datang. Air telah membalikkan keadaan; para pemburu telah menjadi yang diburu.

Ini gila…

Kekuatan Hantu luar biasa. Itu melampaui semua pemahaman fana. Air bahkan tidak menggunakan taktik khusus apa pun; dia hanya membuat musuh kewalahan dengan pemikirannya yang tajam.

Air sangat menakutkan. Dia tidak memiliki Peluru Iblis atau jenis sihir khusus apa pun yang dapat dia gunakan, tapi itu bukanlah masalah. Hanya akal, bersama dengan Qualia-nya, memungkinkannya untuk mengendalikan pertempuran.

Namun, saat Rain berdiri di sana dengan kagum, mengagumi kemampuan Air…

“Rain, apa kau dengar?”

Suara Athly terdengar dari radio. Dia dikirim sebagai umpan untuk mengalihkan perhatian sebanyak mungkin unit musuh.

“Ada apa? Apakah ada yang salah?”

“Tidak ada, jikapun ada, semuanya berjalan begitu lancar sehingga agak menakutkan. Maksudku, tidak ada kerugian di pihak kita! Ngomong-ngomong, ada sesuatu yang aku tidak yakin harus kami laporkan kepada gadis itu… Air. Itu sebabnya aku ingin memeriksanya terlebih dahulu denganmu.”

“Apa itu?”

“Yah, semuanya kosong…”

“Apa maksudnya?” Rain tidak mengerti.

“Semua unit musuh yang kita lawan sejauh ini? Semuanya kosong. Tidak ada orang di dalamnya.”

Apa …?

“Apa maksudnya itu?”

“Persis seperti kedengarannya. Exelia kami mengalahkan tiga unit musuh yang merupakan bagian dari kelompok besar, tapi sebenarnya tidak ada satupun orang di dalam sana.”

“…Unit tak berawak?”

Itu tidak masuk akal. Tidak seperti Rain, yang menembak dari kejauhan, kelompok Athly berhadapan sangat dekat dan langsung dengan musuh. Mereka akan menyadari jika tidak ada orang di belakang kaca depan unit musuh. Tapi ketika mereka memeriksa unit setelah menjatuhkannya, mereka tidak menemukan jejak orang di dalam rongsokan itu.

“……”

Apakah Negara Barat telah menyelesaikan pembuatan Exelia tanpa awak? Konsep sistem tak berawak telah ada sejak ditemukannya Exelia, tapi hanya itu saja — sebuah konsep. Rain merenungkan laporan Athly, mencoba mencari penjelasan yang masuk akal.

“Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita memberitahunya tentang unit tak berawak?”

“Ya…”

Bahkan jika Rain dan Athly meragukan kebenaran informasi tersebut, atasan mereka harus diberikan laporan itu. Itu adalah aturan kuat dalam militer. Jadi, Rain memberi tahu Athly bahwa dia akan melaporkannya sendiri, lalu memutuskan komunikasi.

……

Exelia adalah mesin berkaki empat kompleks yang hanya bisa dioperasikan oleh penyihir. Tentu, penelitian dan pengembangan Negara Barat telah berkembang lebih jauh daripada Timur, tapi sulit untuk membayangkan bahwa hal itu telah menciptakan unit otonom.

Kalau begitu, apa kemungkinan lainnya?

Unit tak berawak, serangan mendadak dari Barat, dan… Hantu.

Ada sesuatu yang aneh…

Rasanya seperti segala hal akhirnya cocok, seperti dia akhirnya mendapatkan semua informasi yang dia butuhkan untuk membuat jawaban yang tepat. Rain merinding, seolah-olah dia baru saja disiram dengan air es.

Apakah aku… melewatkan sesuatu?

Rain yakin dia sudah memiliki semua potongan teka-teki itu, tapi dia belum tahu bagaimana itu semua bisa cocok.

Apa yang terjadi? Apa yang aku lewatkan di sini?

Dia mulai merasa sangat tidak sabaran. Naluri Rain berteriak padanya, menyuruhnya untuk segera memahami itu. Namun–

“Hei, Rain.”

Sebuah suara dari radio menariknya kembali dari kedalaman pikirannya, tapi kali ini bukan Athly.

“Aku sedang menuju ke posisimu sekarang, jadi berlindunglah.”

Itu adalah transmisi dari Air.

Dia mendatangiku?

Sebelum Rain berhasil memproses kata-katanya sepenuhnya, awan debu terbentuk di belakangnya. Bongkahan logam seberat beberapa ratus pon telah mendarat di sana dengan bunyi gedebuk.

Dan saat dia berbalik ke arah itu, matanya tertuju pada unit AT3. Unit Air.

“Kerja bagus, Rain.”

“…Ini adalah lantai tiga.”

Rain telah menembak musuh dari atas gedung yang bobrok, dan sudah jelas bahwa Exelia tidak memiliki fungsi terbang, jadi kedatangannya yang tiba-tiba di lantai itu sangat aneh.

“Apa sekarang kau akan bilang padaku bahwa sihir terbang itu ada?”

Itu terasa seperti pertanyaan bodoh di benaknya, tapi rasa ingin tahunya telah menguasai dirinya.

“Apa yang kau katakan? Tidak ada sihir yang bisa membuat Exelia terbang.”

“Tapi itu satu-satunya penjelasan yang memungkinkan…”

“Tentu tidak. Aku tidak membutuhkan sihir apa pun jika aku memiliki pijakan yang tepat.” Air dengan ringan menginjak tanah saat dia mengatakan itu untuk menekankan maksudnya.

“…Kau memanjat dinding.”

“Benar.”

Memanjat dinding secara vertikal dengan Exelia adalah perbuatan yang gila; penjelasannya hampir tidak bisa dipercaya.

“Apa kau benar-benar tidak tahu? Mustahil bagi seorang operator dengan kemampuan rata-rata, tapi kendaraan lapis baja ini memiliki banyak tenaga. Beberapa orang di luar sana dapat memanjat dinding tanpa peralatan, kan? Prinsipnya sama seperti itu.”

“……”

Rain memiliki banyak hal yang ingin dia katakan tentang itu, tapi dia menyadari bahwa ini bukanlah waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakan itu.

“Jadi, apa yang kau butuhkan dariku?”

“Aku menemukan Alec. Saatnya menjatuhkannya. Sekarang duduklah di kursi belakang.”

Mereka akan menyelesaikan pertempuran ini untuk selamanya. Yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki keadaan itu adalah menghapus orang di balik pembantaian tersebut, Alec Thanda.

“Bisakah kita benar-benar mengalahkan Alec?”

“Tentu saja kita bisa. Aku menghabiskan satu jam terakhir mencoba melacaknya. Entah itu bagus atau tidak, tapi Alec bukanlah orang bodoh. Dia menolak untuk menunjukkan wajahnya, tapi aku berhasil memperhitungkan posisinya dengan bekerja mundur (work backward).”

Rain mengikuti perintahnya dan duduk di kursi penembak.

Aku mungkin harus memberitahunya tentang unit tak berawak…

Rain ingin memperingatkannya, tapi sayangnya—

“Kita akan menuruni dinding.”

“Huh…? Whoa!”

Roda depan Exelia berputar, dan meluncur ke bawah dinding gedung. Guncangan akibat terjun mendadak membuat Rain melupakan pikirannya sebelumnya.

Orang gila ini… benar-benar meluncur ke bawah tembok…

Dia benar-benar ternganga oleh manuvernya yang hampir mustahil untuk dilakukan. Exelia mereka bergerak dan berputar seperti makhluk hidup, menghindari segala rintangan yang menghalangi jalannya. Dan di tengah perjalanan, Air mulai berbicara dengan Rain.

“Kau tahu, kau benar-benar sangat terampil.”

“Huh? Apa maksudmu?”

“Menurutku kau penembak yang hebat. Aku sudah memikirkan ini sebelumnya, tapi peristiwa ini baru saja menegaskannya. Kau memiliki bakat untuk itu… Bahkan, orang mungkin akan mengatakan kau memiliki mata yang baik untuk ini,” komentar Air. Jelas dia menyiratkan sesuatu.

“…Seberapa banyak yang kau ketahui?”

“Siapa? aku? Aku tidak tahu apa-apa. Bagiku, kau hanya mainan yang menyenangkan. Tidak lebih, tidak kurang.”

Rain tahu dia sedang berpura-pura bodoh.

“Hei…”

“Bisa dikatakan, sejujurnya kau terlalu luar biasa. Ketika aku sibuk mencoba mendapatkan lokasi Alec, aku menyadari bahwa jumlah musuh telah menurun drastis berkat usahamu. Tapi jarak tempatmu berada saat menembak mereka sungguh luar biasa.”

Rain telah menjatuhkan lima Exelia musuh sendirian, yang mana hal itu sangat tidak wajar.

“Jarak efektifmu adalah dua ratus dua puluh lima kaki. Itu jarak yang sulit untuk menembak menggunakan senapan, tapi kau berhasil melakukannya dengan Peluru Sihir yang sangat kuat. Dan itu jauh melampaui apa yang bisa dilakukan oleh taruna biasa. Kau adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Air menatap langsung ke mata Rain, tatapannya tajam dan menusuk. Sepertinya Air mengetahui ada sesuatu yang tidak biasa tentang matanya…

“…Jika kau terus menatapku seperti itu, aku harus mulai meminta bayaran karena melihatku.”

Rain berpaling darinya dalam upaya untuk menyembunyikan mata kanannya.

“Ha-ha-ha-ha, begitu… Aku mulai mengerti bagaimana caranya kau berhasil membunuh ratusan perwira dengan Peluru Iblis. Kau didorong oleh amarahmu, kebencianmu akan medan perang…  Di dalam hatimu…”

Air tidak salah — kemarahan dan kebencian memang memenuhi hatinya. Tapi kenapa?

“Baiklah, kurasa aku bisa bertanya tentang itu nanti. Sudah hampir waktunya.”

Segera setelah dia menyelesaikan kalimatnya, Air menyalakan komunikasi dan mulai meneriakkan perintah.

“Levis, bergeraklah enam ratus lima puluh kaki lagi ke arah timur laut, lalu tembak peluru ledakan di bangunan sipil berwarna biru.

“Unit Luvain dan Athly, lanjutkan melakukan pengalihan. Tahan unit musuh di posisi kalian.”

Tiga detik setelah instruksi itu, Rain melihat targetnya.

“Apakah itu…?”

“Ya.”

Rain telah melihat beberapa musuh.

“Unit yang mengelilingi Kapten Thanda terdiri dari dua Exelia yang berfungsi sebagai pengawalnya. Dia ada di yang ketiga, jadi kita memiliki total tiga musuh Exelia.”

Musuh mendekat dengan cepat, dengan hanya sekitar 325 kaki tersisa antara Rain dan pasukan utama musuh.

“Aku akan membawa kita sedekat mungkin, jadi bersiaplah untuk menembak Alec segera.”

Benar, Alec adalah target utamaku…

Rain menguatkan dirinya; saat ini, dia hanya dipersenjatai dengan Peluru Sihir biasa karena mereka belum cukup dekat untuk menggunakan Peluru Iblis. Air mempercepat laju unit mereka beberapa saat kemudian, menutup jarak dengan cepat. Mereka akhirnya memasuki jarak tembak satu sama lain, memulai pertempuran Exelia.

Namun, ledakan mendadak memenuhi bidang penglihatan Rain.

“Apa-apaan ini?!”

Sebuah unit musuh… telah meledak, menciptakan reaksi berantai yang menghancurkan semua unit di sekitar Alec. Dan Rain sama sekali bukanlah penyebab atas semua itu. Tembakan itu berasal dari sekutu musuh sendiri.

“Wow… Yah, itu rencana pelarian yang menarik!”

Komandan musuh, Alec, telah menembaki bawahannya sendiri. Dan pada saat asap dan debu dari ledakan telah hilang, dia tidak bisa ditemukan. Dia tanpa ampun menggunakan nyawa rekan-rekannya sebagai umpan.

Tidak, tunggu…

Rain menyadari sesuatu dari balik api tersebut. Unit-unit yang baru saja dihancurkan Alec semuanya tak berawak.

Semua unit musuh yang kita lawan sejauh ini? Semuanya kosong. Tidak ada orang di dalamnya.

Kata-kata Athly terngiang di telinganya. Tapi itu bukan lagi sekedar kata-kata, karena dia sudah melihatnya dengan kedua matanya sendiri. Dia terus mengamati tempat kejadian itu, dan saat dia melakukannya, dia melihat targetnya.

Itu dia!

Rain melihat Alec melintasi nyala api. Dia melarikan diri ke sebuah bangunan terbengkalai di dekatnya.

“Aku akan mengejarnya, Air.”

Sedetik kemudian, Rain melompat keluar dari Exelia dan pergi mengejar Alec berjalan kaki. Air terus meneriakkan sesuatu padanya saat dia berlari, tapi Rain mengabaikannya, memprioritaskan musuh.

Begitu Rain menginjakkan kaki di dalam gedung, dia dikelilingi oleh asap tebal. Alec jelas telah memasang jebakan sihir untuk melumpuhkan pengejarnya. Tapi Rain tetap berada di dalam gedung, terkena serangan asap racun, dan mengaktifkan Qualia-nya untuk memprediksi keberadaan Alec.

Tidak banyak tempat untuk bersembunyi di tempat sekecil itu, tapi itu masih membutuhkan waktu untuk dia menemukan Alec.

“Ketemu!”

Dia berdiri di tengah lantai dua.

“Kau Kapten Thanda, kan?”

“…Benar. Sepertinya kau tidak salah orang.”

Dari dekat, Rain menyadari bahwa pemuda itu jauh lebih kurus dari yang diperkirakannya.

“Katakan — siapa kau?”

Dia meninggalkan kesan aneh, karena rambutnya berwarna kusam dan tatapannya tanpa kehangatan. Pria itu agak kurus, terutama untuk seorang militer. Saat dia berdiri di sana dengan santai, dia tampak hampir kehabisan napas.

“Aku terkesan bahwa kau berhasil menyudutkanku. Qualia-mu benar-benar sesuatu,” kata Alec, dengan tenang. “Aku tidak mengira akan ada taruna… atau manusia mana pun, yang sungguh-sungguh, bisa membaca setiap tindakanku.”

“Kau…”

“Kau adalah seorang taruna, kan?”

Tidak ada gelora, tidak ada semangat, tidak ada rasa haus darah pada pria ini.

…Siapa sebenarnya orang ini?

Saat dia menghadapi Alec, Rain bisa merasakan perutnya menjadi mulas, bahwa Rain seharusnya tidak melibatkan dirinya dengan pria ini. Itu bukan hanya penolakan… Itu adalah kengerian. Dia sama sekali tidak bisa memahami perilaku pria itu.

Apakah dia… benar-benar tersudut?

Rasa permusuhan yang aneh menusuk kulit Rain. Berdiri berhadap-hadapan dengan Alec membuat Rain sangat yakin akan situasinya. Dia telah memburu Alec dan menjeratnya, tapi entah kenapa, Rain merasa seperti mangsa tak berdaya yang terjerat dalam jebakan.

Itu adalah perasaan yang sama seperti ketika dia menghadapi Air… Tidak, kali ini lebih buruk. Intuisi Rain menjerit, memperingatkannya tentang makhluk tidak manusiawi di depan matanya.

“Luar biasa.”

Alec mengarahkan pandangannya ke langit-langit, yang hanya membuat Rain semakin gugup.

“Untuk berpikir bahwa aku akan kalah dengan strategi yang begitu sempurna seperti ini. Bagaimana caramu melakukannya?”

“Aku tidak perlu menjawab pertanyaan itu.”

“Seluruh situasi ini tidak normal. Aku belum pernah menghadapi kekalahan yang begitu dalam.”

Alec tidak mengangkat senjatanya, tapi bukan berarti dia tidak berdaya. Lagipula, para penyihir selalu memakai Qualia setiap saat dalam pertempuran. Itu memungkinkan mereka untuk mendapatkan solusi optimal saat menghadapi bahaya, jadi itu adalah pertahanan terakhir. Ini adalah pertarungan antar penyihir, jadi Rain harus mengikuti alur sampai dia berada di atas angin.

“Siapa kau?”

Dia tahu bahwa dia harus melanjutkan percakapan dengan Alec, orang di balik pembantaian itu.

“Tidak, itu pertanyaan yang salah… Kau bukan pemimpinnya, kan? Aku bisa mengetahuinya.”

“Itu…”

“Kau tidak perlu menjawab itu.”

Alec menghentikan Rain, menyuruhnya untuk tidak usah repot-repot.

“…Begitu. Semuanya masuk akal sekarang. Semuanya berjalan sesuai prediksi… Yah, kalau begitu…”

“Apa maksudnya itu?”

“Kau adalah Belial, kan?”

Jeda yang lama dan berlarut-larut menyelimuti ruangan.

“Ya, aku tahu dari raut wajahmu bahwa aku telah gagal memperoleh hasil yang kuinginkan sepenuhnya. Yah, sial… Kurasa itu menunjukkan betapa rendahnya aku… Kupikir itu tidak mungkin, tapi ternyata itu benar.”

“Alec, apa yang kau…?”

“Apa? apakah aku salah?” tanya Alec.

“Kau memiliki salah satu dari ini, kan?” Dia menggulung lengan bajunya, memperlihatkan kulit lengan kirinya. “Tanda para Daemon, Belial. Ini seharusnya seperti tanda para Grankaiser milikku, Oud. ”

Sebuah segel terukir di lengan atas Alec.

Tanda Oud.

Itu sangat mirip dengan tanda pada kulit Rain, sigil kehendak Dewa.

“Kenapa kau memiliki itu…?”

Itu adalah tanda Divine Sentinel, rahasia yang hanya dimiliki oleh Rain dan Air…

TL Note: Sebelumnya Divine Sentinel sempat saya translate jadi Penjaga Ilahi, tapi tampaknya keren’an gak usah di translate

“Sungguh reaksi yang aneh. Jangan bilang gadis perak itu tidak memberitahumu apa-apa tentang semua ini?”

“…Perak? Kau kenal Air?”

“Kenal dia? Apa yang kau katakan?”

“Kami berdua adalah Hantu. Aku tidak pernah melupakan wajah musuh yang sudah aku lawan sejak lama.”

Pejuang dari Barat, Alec…

Oud…

Kami berdua adalah Hantu…

Lawan sejak lama…

Rain akhirnya mengerti apa yang mengganggunya tentang seluruh situasi ini.

Benar, kenapa Air secara khusus memerintahkanku untuk menghapus Alec?

Tentu, Alec adalah seorang prajurit dengan catatan jasa yang luar biasa, duri abadi untuk pihak Timur, tapi itu tidak cukup untuk menjadikannya target prioritas tinggi. Negara Barat memiliki banyak orang lain yang setara dengannya.

Jadi,dari semua orang, kenapa Air memilihnya?

Mereka berdua adalah Hantu… Itu yang barusan dia katakan, kan?

Rain telah menemukan kebenaran, tapi ilham tersebut datang terlambat.

Alec menundukkan kepalanya, dan ketika dia mengangkat wajahnya, matanya… berubah menjadi hitam dan merah.

Tidak mungkin…

Rain telah menyaksikan fenomena itu sebelumnya, jadi dia tahu itu dengan sangat baik — transformasi yang mengerikan ini, mata iblis yang bisa membekukan darah di pembuluh darah seseorang.

Setiap kali aku menggunakan kekuatanku, mataku menjadi berwarna seperti tawon, menjadi hitam dan merah.

Alec telah mengalami transformasi yang sama persis dengan Air.

“Kau sepenuhnya tanpa pertahanan,” kata Alec sambil bergerak menuju Rain. Kemudian dia menarik pistol dari sarung di pinggangnya dan menembakkan peluru ke luar gedung. Tampak seperti dia meleset dari sasarannya, tapi itu tidaklah benar. Dia sudah merencanakan tembakan itu selama ini. Dan beberapa detik kemudian, Qualia Rain diaktifkan, memberi tahu dia alasan tepatnya.

“Ah…!”

Rain merasakan gelombang kejut meletus di atas kepalanya, dan langit-langit runtuh. Beribu-ribu batu mulai jatuh menimpanya.

“Brengsek…”

Alec telah memutuskan untuk mengubur Rain hidup-hidup. Tumpukan besar batu jatuh ke dalam gedung, dan melalui lubang itu, Rain bisa melihat apa yang telah merusak langit-langit.

“…Apa-apaan itu?”

Exelia menghancurkan langit-langit, menghantam langsung ke lantai. Dan seperti sebelumnya, itu Exelia tak berawak. Tapi itu bahkan bukan bagian yang paling aneh… Mesin Exelia itu telah hancur saat terjadi tabrakan, namun entah bagaimana, Exelia itu masih bergerak.



“Sangat mengesankan. Seperti yang aku duga, kau memiliki intuisi yang bagus.”

Hawa dingin merambat di punggung Rain ketika dia mendengar kata-kata pujian yang acuh tak acuh itu.

“Sekarang mari kita lihat bagaimana kau akan menangani yang selanjutnya.”

Sesaat setelah Alec mengucapkan kata-kata yang tidak mengenakkan itu, lantai di bawah kaki Rain mulai bergemuruh. Sedetik kemudian, api dan gelombang kejut di kakinya membuatnya kehilangan keseimbangan.

“Urk, aaah!”

“Ha-ha-ha, kau bahkan tidak membutuhkan tangga lagi!”

Rain jatuh ke lantai bawah, mendarat tepat di sebelah seorang penyihir yang membawa senapan. Tampaknya penyihir itu telah menembak menembus langit-langit untuk menyerangnya.

Sialan…

Alec telah mempersiapkan penyergapan, Rain menyadari itu, dan dia secara refleks bersiap untuk melakukan serangan balik. Tapi begitu prajurit itu memasuki bidang penglihatannya…

“Huh?!”

…Rain kehilangan keinginannya untuk bertarung. Yang mana itu masuk akal, karena pria itu kehilangan separuh tubuhnya.

Apa-apaan itu?!

Rain meragukan apa yang dilihatnya. Prajurit itu memegang senapan di tangan kanannya, tapi tangan kirinya tidak ditemukan. Dan sebelum Rain berhasil memahami situasinya, pria itu jatuh terkapar dan berhenti bergerak.

A-apa…ini…?

Tidak ada yang salah dengan pemandangan itu. Sebuah mayat telah menembak ke arahnya. Rain dengan putus asa menahan dorongan untuk melompat ketakutan.

Dia menenangkan sarafnya, lalu fokus pada tubuh pria itu sekali lagi. Apakah tubuhnya meledak oleh tembakan penembak jitu itu atau terkoyak akibat ledakan? Apapun perkaranya, faktanya tetap kalau dia sudah mati. Tidak ada darah yang menetes dari lengannya yang robek itu, dan jantungnya hilang, jadi dia seharusnya tidak bisa bergerak.

Prajurit itu sudah lama mati. Namun, sampai beberapa detik yang lalu, dia terus bergerak.

Apa ini…? Apa yang sebenarnya terjadi?!

Exelias bergerak sendiri, mayat menembaki dia — semua hal itu seharusnya tidak bisa bergerak, namun mereka bisa.

Mustahil…

Tidak ada sihir maupun teknologi yang dapat menyebabkan semua itu. Tapi bagaimana jika… fenomena aneh itu adalah hasil dari kekuatan khusus?

“Sifat Oud disebut Memperbudak.”

“Ah…”

“Ini memungkinkanku untuk memaksakan perintah pada target apa pun yang ditembus peluruku.”

Dikejutkan oleh suara itu, Rain berbalik untuk melihat Alec berjalan santai ke arahnya dengan tenang, tenang dengan pistol di tangannya.

“Kemampuan ini juga tidak terbatas hanya pada orang. Mesin, hewan, mayat… Aku bisa memaksa target untuk melakukan apa saja, selama dia bisa menangani tugas itu secara fisik. Ini semacam mimpi… Meskipun harus kuakui, kemampuan ini lebih rendah dari mukjizat ilahi Belial.”

Alec mengeluarkan selongsong dari ruang peluru revolver-nya untuk mempersiapkan tembakan berikutnya. Peluru itu tampak mirip dengan peluru Air, kecuali warnanya abu-abu.

Itu…

Peluru abu-abu yang digunakan Alec, yang memiliki kekuatan khusus.

“Ini memungkinkanku untuk memaksakan perintah pada target apa pun yang ditembus peluruku.

Apa pun bisa dimanipulasi. Mesin tak berawak, manusia hidup, atau bahkan orang mati semuanya adalah objek kendali di matanya.

Apa-apaan orang ini sebenarnya?

Dia memiliki Peluru Sihir yang tidak biasa, mata hitam dan merah yang sama. Dan yang paling penting… dia menyebut dirinya Hantu. Rain ingin tahu lebih banyak tentang pria yang begitu mirip dengan Air. Namun, bertahan hidup adalah prioritas utamanya. Dia harus menghindar dari terperangkap seperti binatang.

“Aku akhirnya mengerti,” kata Rain saat dia menyingkirkan keraguannya, mengingat misi yang harus dia selesaikan. “Aku tidak bisa memenangkan pertarungan ini tanpa membunuhmu. Aku punya banyak pertanyaan di benakku, tapi aku harus mengesampingkan itu untuk saat ini.”

“Apa?”

Alec tidak mengerti kata-kata Rain.

“Hidupmu berakhir di sini, Alec Thanda. Kau telah membunuh terlalu banyak orang tak berdosa.”

“Hmm… Kau berniat menang ya? Sungguh mengagumkan. Jadi beritahukan padaku — trik apa yang kau miliki?”

Alec sama sekali tidak ketakutan. Dia tahu bahwa Rain memiliki mana dalam jumlah yang sangat kecil, jadi dia yakin akan kemenangannya.

Rain benci mengakuinya, tapi Alec jelas merupakan penyihir yang jauh lebih terampil. Jika Rain melawannya secara langsung, dia akan menjadi abu dalam sekejap. Namun, itu tidak terjadi, dan Rain juga memperhatikan keangkuhan yang ditunjukkan Alec pada saat itu.

Dia tidak…

Dia tidak akan memberikan serangan mematikan… Selama pertarungan mereka, ada banyak kesempatan untuk dia mengakhiri hidup Rain. Tapi sebaliknya, Alec hanya melihat dan tertawa saat Rain berjuang tak berdaya. Alec telah memutuskan untuk bermain-main dengan Rain, mengira dia punya pilihan untuk menghabisinya kapan pun dia mau. Tapi kecerobohan itu, keangkuhan itu, akan menjadi kehancurannya.

Rain mengarahkan pandangannya ke sasarannya, mengarahkan senjatanya ke sana, dan berkata, “Baik, aku akan menggunakannya.”

Kemudian, dia menembakkan peluru secara diagonal ke kanan.

“Ha-ha-ha-ha! Apa, apakah kau sudah buta sekarang?!”

Dia menembak ke arah yang tampaknya sembarangan, benar-benar meleset dari Alec. Dan karena dia berasumsi Rain telah melakukan kesalahan, Alec tidak bergeming sedikit pun.

Bagus… Tetaplah di sana!

Tembakan yang dia tembakkan ke samping adalah peluru perak. Peluru itu menghantam dinding belakang pada sudut tiga puluh empat derajat, lalu dinding yang berbatasan pada lima puluh lima derajat, bagian atas dinding pada tujuh puluh tujuh derajat, dan bagian bawah pada tujuh puluh lima derajat, memantul ke atap ubin, memantul, memantul, memantul, memantul… Itu terus berlanjut sampai dia melihatnya.

“Ada apa? Apa yang akan kau—? Gaaah!”

“Kau terlalu ceroboh, Alec.”

Dia melihat Alec tertembak. Peluru perak telah memantul berkali-kali untuk menghindari Qualia Alec sebelum menghantam bagian belakang tengkoraknya, yang menyemburkan darah segar.

“Jika kau berfokus pada Qualia-mu sepanjang waktu, kau akan dapat menghindarinya.”

Peluru Iblis mengakhiri hidup Alec. Dan saat itu terjadi…

“Ah…”

…dunia bergeser.

“Urk, aaah!”

Dunia telah mengalami Pemrograman Ulang karena kekuatan Peluru Iblis.

“Apakah aku… bergeser?”

Sedetik yang lalu, dia berada di gedung bobrok di bagian utara Leminus bersama Alec. Tapi ketika semuanya berubah, Rain mendapati dirinya di…

“Di mana… aku?”

…tempat yang benar-benar asing.

Sepertinya aku masih berada di Leminus…

Setelah melihat sekeliling, dia menyadari bahwa dia berada di ruang bawah tanah yang luas tanpa jendela. Ada sebuah tangga di sudut ruang, dan dia bisa melihat sosok teman sekelas yang dikenalnya. Kecuali…

…Ada apa dengan mereka?

Ada yang salah. Teman sekelasnya semuanya diam, memeluk lutut mereka. Tak satu pun dari mereka tampak terluka, tapi mereka tampak mati di dalam diri mereka.

Apa yang terjadi dengan mereka?

“……”

Rain bergerak untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Dan setelah mengeluarkan magasin dari senapannya, dia memastikan bahwa peluru itu memiliki nama Alec Thanda yang terukir di atasnya.

Apa yang terjadi…?

Selongsong itu adalah bukti bahwa dunia telah bergeser, menghapus semua perbuatan Alec. Tapi jika memang begitu, kenapa teman-teman sekolahnya memeluk lutut mereka di ruang bawah tanah? Komandan musuh telah dihapuskan dari catatan sejarah, dan itu seharusnya mencegah pembantaian tersebut. Leminus seharusnya menjadi damai, tapi…

“Hei… beritahu aku apa yang sedang terjadi sekarang!”

Rain mendekati Centonal, yang sedang berjongkok dengan kepala menunduk. Seperti Orca, dia menyukai Peluru Sihir api, dan dia adalah individu berkemauan keras dengan karakter tegas. Tapi bahkan dia menggigil seperti anak kucing ketakutan yang kehilangan induknya.

“A-apa maksudmu?”

“Katakan saja padaku, Centonal. Apa yang terjadi disini?”

“E-enyahlah! Sekarang bukan waktunya untuk menjawab pertanyaan bodohmu!”

Centonal tampak sangat gugup. Dia pasti tahu sesuatu, tapi Rain tidak berpikir dia berada dalam kondisi untuk menjawab pertanyaan. Jadi dia memeriksa yang lainnya, tapi tidak satupun dari mereka yang waras.

Ini tidak mungkin… Apa yang terjadi di sini?!

Sesuatu yang buruk jelas telah terjadi, tapi dia kehabisan petunjuk. Meninggalkan mereka, Rain bergegas menaiki tangga… dan melihat sesuatu yang sangat mengejutkannya.

“A-apa-apaan ini?!”

Api merah tua berkobar… Leminus telah dilahap oleh si jago merah.

“Kenapa…?! Aku telah menghapus Alec!”

Lautan api merah telah menyebar sejauh mata memandang. Leminus telah menjadi seperti neraka yang membara. Keberadaan Alec telah terhapus, tapi api  telah membakar kota dengan intensitas yang lebih besar dari kehancuran sebelumnya.

Namun, perbedaan terbesar dari semuanya adalah warna nyala api yang membakar kota.

Merah tua…

Itu bukanlah kepulan api biasa. Sebaliknya, itu adalah warna merah yang pekat, warna merah tua, warna merah tua yang meninggalkan kesan kuat pada semua orang yang melihatnya. Dan di tengah kobaran api itu, Exelia menyerang kota. Penyihir menembakkan Peluru Sihir yang menghancurkan rumah-rumah warga, membunuh setiap warga yang berbondong-bondong keluar dari rumah dengan panik.

Kota yang tadinya damai dan sepi ini telah berwarna merah akibat amukan api, serta darah dan daging dari para penghuninya.

Rain sama sekali tidak mengerti situasinya. Apa yang terjadi? Kenapa apinya bahkan lebih parah daripada sebelum dunia bergeser?

Saat pikiran seperti itu terlintas di benaknya…

“Halo.”

…seseorang memanggilnya.

“Huh…?”

“Apa kau…juga Hantu?”

 Saat Rain menoleh ke arah sumber suara tersebut, pandangannya tertuju pada seorang gadis. Dia berdiri membelakangi api, seperti perwujudan kehancuran itu sendiri.

“Tidak, kau bukan Hantu. Begitu ya… Kau milik Air…”

Gadis itu sangat merah, yang hampir tidak masuk akal. Matanya yang transparan bersinar dengan kilauan batu delima yang tidak manusiawi saat dia mengarahkan tatapan yang tampak hampa itu pada Rain.

Tapi saat berikutnya, mata itu…

“Yah, itu tidak masalah.”

…berubah menjadi hitam dan merah.

Dia adalah Hantu!

Rain meraih senapannya dan menembakkan Peluru Sihir ke arahnya. Dia melepaskan dua tembakan, tapi wanita itu dengan mudah menghindari keduanya. Namun, serangannya tidak berhenti sampai di situ…

Peluru itu akan memantul!

Peluru Pharel Rain menyerang gadis itu dari belakang, membuatnya terkejut—

“Oh.”

— atau begitulah yang dia pikirkan, tapi gadis itu dengan gesit menghindarinya. Dia membuatnya terlihat terlalu mudah, seolah dia memiliki mata di belakang kepalanya.

“Peluru Khayal, ya…? Ini pertama kalinya aku melihat seseorang menggunakannya dalam pertempuran.”

“Ugh…”

Suara dinginnya membuat punggung Rain menggigil. Dan kemudian gadis itu mengeluarkan pistol sebelum Qualia Rain bisa memprediksinya. Dia bahkan gagal menyadari niat jahatnya.

Klik!

“Selamat tinggal.”

Gadis berambut  merah tua itu menembak Rain menembus mata kanannya.

Craasss!

“Gaaah, aaaaaah!”

Bola mata kanannya pecah menjadi pecahan daging dan cairan dengan suara yang hampir menggelikan.

Kesadaran Rain mulai memudar, tapi dia masih bisa mendengar suara-suara di sekitarnya.

“Sungguh makhluk yang malang. Kau seharusnya tidak melibatkan dirimu dengan para Hantu.”

Dan suara yang luhur dan bermartabat itu membekukan darah yang mengalir di nadinya.



Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Bahasa Indonesia [LN]

Uchinukareta Senjou wa, Soko de Kieteiro Bahasa Indonesia [LN]

May These Leaden Battlegrounds Leave No Trace
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2019 Native Language: Jepang
Kekuatan untuk menulis ulang sejarah… dan biaya yang dibutuhkan adalah membuat kesepakatan dengan iblis. Selama seratus tahun, Negara Timur dan Negara Barat telah mengobarkan deruan api peperangan menggunakan segalanya mulai dari tank hingga sihir, tapi kemajuan teknologi Negara Barat mulai mengubah keseimbangan. Suatu hari itu semua berubah ketika Rain Lantz, seorang tentara muda dari Negara Timur, menemukan beberapa peluru perak misterius – dan mengetahui bahwa, siapa pun yang terkena tembakan dari peluru itu akan terhapus tidak hanya dari medan perang, tapi dari sejarah itu sendiri. Segera setelah itu, dia bertemu dengan pencipta peluru tersebut, Hantu yang menyebut dirinya Air, dan mengetahui bahwa jika dia ingin terus menggunakan kekuatan ini untuk mengakhiri perang dari muka bumi ini selama-lamanya, dia harus memberikan Hantu itu kebebasannya…

Comment

Options

not work with dark mode
Reset