[LN] Psycho Love Comedy Volume 4 Chapter 1 Bahasa Indonesia

Sangkar Berlumuran Darah / "Blood Stain Cage"

Adegan 1 – Sangkar Berlumuran Darah / “Blood Stain Cage”


12 Agustus (Senin) Hujan

Hari ini, aku bangun pagi untuk mengantarkan kepergian semua orang. Sangat menakutkan dan kesepian ditinggal sendirian.

Tapi aku akan tersenyum dengan berani…

Aku akan sendirian untuk sementara waktu mulai hari ini.

Bukan hanya itu, yang bisa aku lihat hanyalah orang-orang menakutkan di sekitar sini.

Aku tidak tahu hal menakutkan apa yang akan terjadi padaku.

Sangat takut.

Jadi aku mengunci diri di kamar sepanjang hari, mengerjakan PR.

Pergi keluar itu menakutkan. Aku tidak berani mengunjungi kantin atau warung.

Aku meminum air yang rasanya tidak enak saat lapar.

Mengisi perutku seperti ini.

Andai saja hasil ujianku masuk tiga besar…

Air mataku jatuh setiap kali pikiranku mencapai titik ini.

Bagaimana kabar semua orang sekarang?

Kuharap mereka menikmati waktu mereka, demi diriku juga.



Liburan musim panas di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium berlangsung seminggu mulai dari tanggal 12 hingga 19 Agustus.

Karena tanggal 10 dan 11 Agustus adalah akhir pekan, maka itu sama saja dengan liburan sembilan hari.

Kyousuke dan yang lainnya mengikuti kelas sampai hari Jumat. Kemudian setelah menghabiskan waktu di wilayah sekolah pada hari Sabtu dan Minggu, mereka meninggalkan sekolah pada Senin pagi. Setelah naik kendaraan angkut tahanan ke pinggir pulau, mereka kemudian menempuh perjalanan yang sangat jauh menggunkan perahu.

Perjalanan bergoncang menggunakan kapal feri kecil memakan waktu lebih dari setengah hari. Sesampainya di tanah Jepang setelah satu malam, mereka kemudian menaiki kembali kendaraan pengangkut tahanan. Di dalam kendaraan sekarang–

“………..Haaaah.”

Eiri menghela nafas. Ini telah terjadi terlalu sering untuk dihitung, Kyousuke merasa itu sudah mendekati tiga digit.

Apalagi setelah meninggalkan sekolah, Eiri terlihat sangat depresi.

“Hei, apakah kau tidak mau pulang?”

“Aku tidak ingin pulang. Itu sudah jelas…. Matilah sana.”

Dia bersandar di sandaran dengan lemas.

“…Ini yang terburuk. Dalam segala hal.”

“Segala hal?”

“Ya. Pulang saja sudah cukup menyebalkan, tapi ada hal-hal tidak berguna yang ikut juga.”

“Menyebut kami ti-tidak berguna.”

“Sangat jahat, kami ikut karena kami cuma mengkhawatirkanmu, Eiri! Shuko!”

“Itu benar, terlalu jahat! Kami membatalkan rencana kami demi datang ke sini, lho!? Kau seharusnya berterima kasih pada kami. Tsundere sekali?”

Orang-orang yang memprotes Eiri adalah Renko dan Ayaka yang awalnya sangat bersemangat dan gembira dengan rencana kencan mereka. Menghadap Kyousuke dan Eiri, mereka duduk di baris kursi yang berlawanan.

Eiri menghela nafas dan menekan dahi dengan telapak tangannya.

“Setelah banyak mengeluh, kalian berdua bersikeras untuk ikut hanya karena kalian tidak tahan membayangkan Kyousuke pergi sendirian denganku. Apa yang kalian berdua pikirkan itu cukup jelas.”

“Ah… Tidak mungkin, apakah itu tertulis di wajahku?”

“Sheesh, kamu harus tenang, Renko-san. Bukankah kamu menunjukkan wajah aslimu (niat sebenarnya) sekarang?”

“Tidak, kamu tidak bisa mengetahuinya sama sekali karena ada masker gas.”

–Ayolah, kamu harus melakukan tsukkomi sekarang, wahai adik.

Sejak insiden terakhir kali itu, rasanya Ayaka telah menempel pada Renko sampai tingkat yang berlebihan.

Rumah para assassin–Meskipun kami jelas pergi ke tempat yang sangat tidak normal, Ayaka dan Renko sangat bersemangat, bergembira sepanjang waktu.

Menggunakan pembebasan bersyarat mereka, kesempatan untuk liburan di luar sekolah, mereka bersikeras datang tanpa diundang ke rumah Eiri. Tidak ingin Ayaka terluka, Kyousuke telah menolak keras tapi …

‘Apakah kamu meninggalkan Ayaka, Onii-chan?’

Permohonan penuh air mata seperti ini memaksanya menyerah dengan enggan.

Selain itu–

“Murid-murid, kita akan sampai di sana dalam dua atau tiga jam, oke? Kita akan mampir di toserba sebelum itu, jadi katakan saja apa yang kalian ingin titip. Ini waktunya makan siang.”

Duduk di luar kurungan di kursi pengemudi, seorang pria berbicara kepada mereka. Dia adalah wali kelas 1-B di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium, bertugas sebagai pengawas kustodian untuk kelompok Kyousuke. Ditemani oleh “Pengguna Racun”, pembunuh super elit seperti Kurumiya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Setelah mendengar Busujima, Ayaka berkata dengan mata berbinar: “Toserba!”

“Kami akhirnya dibebaskan dari memakan makanan sisa setiap hari!?”

Makan siang kemarin, makan malam, dan bahkan sarapan hari ini semuanya adalah “bento sisa” (kedaluwarsa). Kyousuke dan teman-temannya biasanya tidak bisa makan makanan yang layak. Bahkan bento toko swalayan tampak seperti makanan lezat bagi mereka.

Seketika penuh dengan energi dan kegembiraan di dalam kendaraan, setiap orang memberikan pesanan mereka.

“Aku ingin bento iga asin!”

“Ayaka ingin bento termahal!”

“Aku ingin sesuatu yang akan mengisiku dalam sepuluh detik dan bertahan selama dua jam!”

TL Note: Referensi untuk slogan iklan Weider in, minuman jelly energi terlaris di Jepang.

“…Bukankah itu seperti biasa?”

“Hmm? Oh benar. Kalau begitu aku akan pesan roti melon!”

“Itu tidak akan muat di sedotan.”

“Shuko …”

“Kamiya-kun ingin iga bento, Kamiya-san ingin bento termahal, Hikawa-san ingin minuman jelly, benar? Mengerti. Apa yang kamu mau, Akabane-san?”

“Terserah. Aku tak masalah memakan apapun.”

“Begitu. Oke, kalau begitu aku akan memilih sesuai dengan seleraku.”

“Selera B-Busujima-sensei…”

Ayaka menatap Busujima dengan ekspresi tajam di wajahnya.

Busujima mengenakan pakaian santai, bukan setelan lama dan usang seperti biasanya–Kemeja Hawaii yang warnanya tampak cukup beracun. Dia juga memakai kacamata hitam dengan topi jerami di kepalanya.

Menyadari tatapan Ayaka, Busujima bertanya padanya dengan bingung.

“Apakah ada yang aneh tentang seleraku? Oh… Apakah kau mau bilang bahwa pakaian yang kupilih tidak terlihat bagus untukmu?”

“…Hmm.”

Ayaka tidak tahu bagaimana menjawabnya. Dia mengenakan gaun terusan bermotif bunga dengan tema ungu muda. Dia juga memakai kardigan putih transparan dan sandal gladiator berwarna camel.

“Sejujurnya, bukan berarti ini tidak terlihat bagus, tapi–”

“Tepatnya ini menyeramkan karena terlihat bagus.”

Ayaka tergagap dan Eiri menyelesaikan kalimat itu untuknya.

“…Dan juga, apa-apaan ini? Pelecehan seksual jenis baru?”

Eiri mengambil ujung pakaiannya dan merengut. Seperti Ayaka, dia mengenakan pakaian santai: kaos tanpa lengan dengan hot pants super pendek.

Busujma berkata “oh–” dan menyentuh janggutnya.

“Tidak, kau salah paham. Bukan itu maksudku. Akabane-san, kau memiliki sepasang kaki yang bagus, kan? Aku hanya ingin memilih pakaian yang memancarkan kelebihan itu. Tapi jika kamu memamerkan banyak kulit di bagian bawah, kamu perlu bagian atasnya sedikit terbuka agar seimbang secara keseluruhan! Adapun Kamiya-san, karena namamu memiliki karakter ‘ka’ yang berarti bunga, itulah kenapa aku memilih motif semacam itu–”

“ “Sungguh mengerikan.” ”



Eiri dan Ayaka sepakat sepenuhnya.

“Kalian menyebutku menyeramkan!?”

Selain kata-kata pukulan yang menghancurkan itu, Busujima menerima tatapan tajam dari kedua gadis itu…

“Kenapa kau terlalu memikirkan hal itu, sangat menyeramkan… Kau hanya seorang pria paruh baya yang culun. Apa yang kau inginkan? Kau pikir kau seorang konsultan mode? Setelan biasamu juga payah. Menjijikkan!”

“Diam-diam membayangkan pakaian apa yang akan terlihat bagus untuk kita sambil menatap penduan mode, itu benar-benar menjijikkan. Sangat menyeramkan… Ini bahkan lebih menjijikkan bahwa pakaian Ayaka dan Eiri-san sangat cocok. Berapa banyak waktu yang kau tuangkan untuk memikirkan ini, dasar bajingan!”

“Ehhhhh…”

Disebut bajingan terus menerus, Busujima hendak menangis.

Reaksi ini semakin meningkatkan faktor menyeramkannya beberapa kali lipat.

“Kalian tidak perlu menggunakan deskripsi yang begitu jahat kan? Aku menghabiskan waktu seharian untuk memikirkan itu, ini sangat kejam… Pada dasarnya, tak masalah selama itu terlihat bagus, kan? Para gadis harus berdandan agar terlihat bagus. imut dan cantik! Kamiya-kun, bukankah kamu setuju?”

“Huh? Oh, uh…”

Tiba-tiba ditanyai, Kyousuke merasa sulit untuk langsung menjawab. Dia mengenakan kemeja polo biasa dengan jeans.

Pakaiannya yang sederhana sangat kontras dengan pakaian para gadis. Busujima pernah berkata “anak laki-laki hanya perlu berpakaian seperti ini” dan memberinya sembarang pakaian. Kyousuke mengerti dengan sangat baik, tapi–

“Ya. Secara pribadi, aku pikir itu bagus, Busujima-sensei!”

“…Kyousuke?”

“…Onii-chan?”

Menatap balik tatapan jijik Eiri dan Ayaka, Kyousuke berkata:

“Pikirkan baik-baik. Pakaianmu sangat bagus, bukan? Eiri terlihat sangat cantik dan Ayaka sangat imut. Pakaiannya sangat serasi. Pemandangan yang indah.”

Begitu dia selesai bilang begitu, kedua gadis itu memerah.

“Apa… Omong kosong bodoh apa yang kau bicarakan? Cantik? Berhenti melirik, dasar mesum! Kau juga bajingan! Omong kosong apa yang kau katakan!?”

Eiri dengan panik mencoba menutupi kulitnya yang terekspos. Sementara itu–

“Ehehe. Terima kasih atas pujiannya, Onii-chan! Ayaka merasa jauh lebih baik sekarang karena Onii-chan memuji Ayaka!”

Sambil tersenyum cerah, Ayaka tenggelam dalam kebahagiaan.

“…Aku tidak percaya betapa berbedanya kalian berdua memperlakukanku. Meski aku sudah terbiasa sih.”

Busujima dengan muram fokus mengemudi.

Pada saat ini, awalnya menonton dalam diam, Renko langsung berdiri dan berkata “giliranku giliranku giliranku–Aku!”

“Hei hei! Bagaimana penampilanku, Kyousuke?”

“Hah? Oh–”

Didorong oleh pertanyaannya, Kyousuke melihat ke arah Renko.

Tidak seperti yang lainnya, Renko mengenakan pakaian kasualnya sendiri daripada pakaian pilihan Busujima.

Dia mengenakan tank top, tapi lengannya tertutup tato tribal. Ada kalung sabuk kulit di lehernya. Dikombinasikan dengan payudaranya yang sangat besar, pemandangan itu sangat berdampak.

Di bagian bawah, Renko sengaja mengenakan jeans robek-robek. Sebuah jaket parka diikatkan di pinggangnya.

“Hmm. Lumayan, kelihatannya cukup bagus, menurutku?”

“Itu saja?”

“Ya.”

“………..”

Renko berhenti membuat pose model.

Dia duduk diam dan menarik ujung pakaian Ayaka.

“Hei, Kyousuke bertingkah sangat dingin.”

“Y-Ya. Ada apa denganmu, Onii-chan?”

Merasakan tatapan ditujukan pada wajahnya yang berpaling, Kyousuke masih memilih untuk mengabaikan mereka

Di dalam hatinya, perasaan tertentu mengalir.

(Arghh, sial… Tai, aku tidak bisa tetap tenang. Bagaimana bisa ini terjadi…..?)

Dia menggigit bibir dan berpikir kembali.

Beberapa hari yang lalu, insiden tertentu telah terjadi di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium.

Merasa sangat cemburu pada Renko, Eiri dan Maina, Ayaka bahkan pergi mencuri dari ruang guru, mengambil shotgun, berniat membunuh mereka–Itu adalah rencana awalnya.

Pada saat itu, Renko-lah yang menahan Ayaka.

Setelah itu, Ayaka mencintai Renko dan mencoba membantu Renko meningkatkan hubungannya dengan Kyousuke.

–Semuanya sampai saat ini baik-baik saja. Akhir yang bahagia, tapi…

(Kenapa aku merasa sangat gugup… setiap kali aku melihatnya?)

Sejak kejadian itu, Kyousuke merasakan perubahan tertentu dalam cara dia memandang Renko.

Meskipun dia tidak tahu secara spesifik jenis emosi apa itu, dia tidak bisa tenang.

Kata-kata, tindakan, penampilan–Dia merasa lebih menyadari setiap detail Renko. Dia mulai tidak bisa bertingkah biasa. Ini terasa sangat tidak menyenangkan. Tapi meski terasa tidak menyenangkan, dia juga merasa bahagia.

Perasaan kontradiktif ini betarung di dalam dirinya…

(Aku akan terbunuh begitu perasaan kami menjadi sama. Kau harus mengendalikan dirimu, Kamiya Kyousuke!)

Nyatanya, dia sudah bisa merasakannya secara samar. Dia mulai jatuh cinta pada “Pembunuh Buatan”–Hikawa Renko.

Mencoba sekuat tenaga untuk menolak perasaan itu, Kyousuke menampar pipinya sendiri.

× × ×


“Kita sudah sampai, semuanya. Ayo turun.”

Setelah berhenti di pertengahan jalan di sebuah toko serba ada, mereka melakukan perjalanan selama dua jam lagi. Kemudian dengan suara keras terbukanya kunci, pintu belakang kendaraan pengangkut tahanan terbuka.

Kami disambut oleh gelombang sinar matahari yang menyilaukan dan suara jangkrik dan daun-daun yang bergemerisik.

“Wow? Ini dunia luar!”

“Udara kebebasan baunya sangat menyegarkan!”

Begitu pintu terbuka, Ayaka dan Renko bergegas keluar. Kyousuke mengikuti mereka dan keluar dari kendaraan. Angin sejuk dan lembut bertiup, mendinginkan kulit terik mereka.

Menatap langit musim panas yang cerah sambil melakukan peregangan, Kyousuke melihat daun bambu berkilauan di bawah matahari.

“Dimana ini…?”

Karena jendela kendaraan pengangkut tahanan dicat dan dijeruji, tidak ada cara untuk mengetahui rute mana yang telah mereka ambil dan mustahil untuk mengetahui di mana mereka berada.

“…Ada gunung?”

Dia pertama-tama melihat sekelilingnya.

Sesuatu segera memasuki pandangannya.

“Apa ini?”

“Terlihat seperti gerbang kuil…”

“Terasa… Besar.”

Di samping Renko dan Ayaka yang berdiri berdampingan dengan kagum, Kyousuke juga melihat ke arah “benda itu.”

Di tengah hutan bambu yang hijau, terdapat gerbang tinggi beratapkan genteng yang terlihat agak janggal.

Sepasang pintu terbuat dari kayu dan ukurannya mencapai sepuluh meter. Bagian logamnya memiliki detail ornamen dengan jejak korosi dan lumut serta noda tua, memberikan kesan sejarah kuno.

Semuanya berwarna merah.

Ubin di atap, kerajinan logam yang indah, pintunya, yang rusak seiring berjalannya waktu, semuanya berwarna merah. Hampir terlihat seperti berlumuran darah…

“…Hmph, pintu masuknya tetap vulgar seperti biasa.”

Rombongan itu sudah tidak bisa berkata-kata. Eiri mengejek dari belakang. Kyousuke bertanya dengan tidak percaya:

“Hei Eiri. Jangan bilang… ini rumahmu?”

“…Sayangnya, ya, meskipun tidak ada pelat nama, begitulah. Lihat, lambang keluarga di sana itu.”

Eiri mengangkat tangannya dan menunjuk ke suatu tempat. Di setiap sisi pintu kiri dan kanan ada dekorasi melingkar. Pola sayap burung yang terlipat dengan setiap bulu dipoles halus, setajam bilahnya.

Renko dan Ayaka berteriak kegirangan setelah mendengar penjelasan acuh tak acuh Eiri.

“Luar biasa, sangat mengagumkan! Kau sebenarnya adalah putri dari keluarga kaya, Eiri!?”

“Siapa yang tahu seperti apa bagian dalamnya, tapi seluruh tanah ini!? Ini telah melewati tingkatan sebuah rumah!”

“…Tidak juga. Kalian lebay.”

“Foosh—Kerendahan hatimu muncul lagi?”

“Lagi? Jika kau ingin rendah hati, cukup untuk dadamu saja.”

“Ahhh, cukup, diamlah!”

Eiri menganggap mereka mengganggu sedangkan Renko dan Ayaka dalam keadaan gembira. Pada saat ini, Busujima berjalan menuju para gadis.

Melepas kacamata hitamnya, dia menggantungnya di depan dadanya.

“Wow, gerbang ini sangat megah… Bagaimana cara kita masuk?”

Dia menoleh dan mengamati sekeliling.

Pintu ditutup rapat serta dinding batu menjulang yang membentang ke kiri dan ke kanan tampak tak berujung, menjangkau jauh ke dalam hutan bambu. Tidak ada interkom atau apapun seperti itu yang terlihat.

“Akabane-san, apa kau tahu caranya masuk?”

Mendengar pertanyaan itu, Eiri mendecakkan lidahnya dan berkata:

“Pintu akan terbuka dengan sendirinya jika kau menunggu. Lagi pula, kita sudah lama ditemukan… Tidak perlu ribut-ribut untuk masuk. Diam saja dan pintunya akan terbuka.”

Setelah mengatakan itu, Eiri menatap Busujima dengan jijik.

Busujima dengan takut-takut berkata “eh.”

“Kenapa kau bertingkah begitu kejam!? Ngomong-ngomong, meski agak terlambat untuk mengungkitnya, menurutku kau seharusnya menggunakan kata-kata yang sopan pada guru. Kau jelas menggunakan kata-kata sopan saat berbicara dengan Kurumiya-sensei, jadi apa-apaan perbedaan perlakuan ini? Penindasan? Aku mungkin murah hati, tapi aku bukanlah masokis. Jika kau terlalu angkuh, awaslah dengan disiplinku–”

KREEEEEEAAAAAAAA…

Saat Busujima memberikan tatapan membunuh, sesuatu terjadi. Pintu berderit dan mulai terbuka ke arah dalam.

Semua orang membeku, menatap tajam ke pintu yang perlahan terbuka.

Yang pertama kali memasuki pandangan mereka adalah jalan setapak dari batu. Sebuah jalan setapak yang landai mengarah ke anak tangga ekstra panjang yang tidak mungkin muncul di taman rumah. Hamparan luas tanaman hijau subur di dalam gedung di sisi anak tangga yang indah.

Selain itu…

Ada tembok merah panjang berupa orang-orang berbaris.

“ “ “ “……!?” ” ” ”

Jangankan Kyousuke dan yang lainnya, bahkan Eiri pun tersentak.

Berdiri di jalan batu di dua sisi anak tangga, puluhan pria dan wanita, tua dan muda, mengenakan kimono merah, dalam formasi untuk menyambut tamu yang datang. Mereka semua menunduk dan bibir mengerucut.

–Benar-benar hening.

Rombongan Kyousuke terkejut dan tidak bergerak. Di depan mata mereka…

“Selamat datang.”

Tiba-tiba, dari bayangan di balik pintu, topeng Noh putih muncul.

“Kyah!?” “Hyah!?” “Uwahhhhh!?”

Ayaka dan Renko melompat ketakutan. Kyousuke juga melompat.

Dilihat baik-baik, itu adalah seorang wanita yang memakai topeng Noh untuk menutupi wajahnya, berdiri di pintu masuk taman. Ia mengenakan pakaian kerja berwarna merah kecoklatan, yang dikenal dengan nama samue, yang warnanya menyerupai darah kering.

TL Note: Semacam pakaian kerja para biksu Buddha Zen Jepang, untuk lebih jelasnya bisa browsing sendiri

“Selamat datang di kediaman Akabane.”

Dengan suara singkat tanpa gejolak emosi, wanita itu menyambut Kyousuke dan teman-temannya.

Sebelum Kyousuke dan yang lainnya bisa bereaksi, Eiri menjawab “…ck” menggantikan reaksi mereka.

Menyelempangkan tas di bahunya, Eiri melewati pintu masuk dan berkata:

“…Hentikanlah acara penyambutan yang mengganggu ini. Cepat dan bawalah kami masuk.”

Eiri berbicara dengan tidak senang.

Wanita itu meletakkan tangan di depan dan membungkuk dengan hormat.

“Dimengerti. Selamat datang kembali, Eiri-sama.”

“Yeah yeah, aku pulang.”

Eiri dengan tidak sabar menjawab salam wanita itu dan melihat ke belakang. Kyousuke bisa melihat ketidaksenangan, yang belum pernah terjadi sebelumnya, di matanya–

“Kalian semua, untuk apa kalian melamun di sana?”

“…Oh, oke.”

Bergegas, Kyousuke dan yang lainnya dengan takut-takut memasuki gerbang kediaman Akabane.

“Terima kasih telah mengundang kami…”

“P-Permisi…”

“Makasiiiiiiiiih!”

“Hikawa-san. Tolong jangan menyinggung mereka.”

“…Hmph.”

Eiri mengejek dan melihat ke depan. Wanita itu pindah ke depan anak tangga dan mengulurkan tangannya seolah-olah untuk membimbing kelompok Kyousuke.

“Silakan lewat sini.”

Tidak ada seorang pun dari yang berdiri dalam formasi di kedua sisi anak tangga yang mendongakkan kepala sejak kelompok Kyousuke muncul. Mereka juga tidak berbicara. Mereka bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak.

Ini tetap sama bahkan setelah wanita itu menaiki tangga dengan kelompok Kyousuke yang mengikutinya.

Dengan barisan kimono merah tak berujung di kedua sisi tangga, Kyousuke naik dengan gemetar.

“Hei Onii-chan, apakah orang-orang ini hidup? Mungkinkah mereka boneka?”

“Jangan tanya, atau mereka akan mendengarmu! Jangan mengatakan hal-hal kasar seperti itu–”

“Coba kulihat… Oh? Kurasa mereka jelas-jelas hidup! Terasa lembut dan hangat juga. Cabe ini punya dada besar! Nih, Kyousuke, coba ini. Waktunya meraba-raba…”

“Apa yang kau lakukan, tolol!? Lepaskan tanganmu, sekarang!”

“Fufu. Ngomong-ngomong, mereka benar-benar tidak bereaksi sama sekali! Lihat? Sangat menyenangkan! Ini kesempatan langka. Ayaka, pilihlah siapa saja dan berikan pukulan di usus untuk menghilangkan stres–”

“HENTIKAN! Kalian berdua, apa kalian mau terbunuh!?”

“…Matilah saja sana.”

Komentar seseorang itu sama sekali tidak lucu.

× × ×


Sambil menghentikan Ayaka dan Renko dari berperilaku buruk, rombongan tersebut akhirnya mencapai puncak. Sebuah bangunan satu lantai dan megah bergaya Jepang menyambut kedatangan mereka. Seperti pintu sebelumnya, semuanya berwarna merah dari ubin hingga dinding. Di balik kediaman utama yang sangat masif, atap beberapa bangunan sekunder lainnya dapat dilihat sekilas.

Ada sebuah kolam di taman yang luas. Ikan mas merah sedang berenang hilir mudik. Bunga-bunga yang bermekaran di semua tempat juga berwarna merah. Meski semuanya berwarna merah, ada variasi corak dan bayangan. Bersama dengan tanaman hijau alami yang berfungsi sebagai latar, terdapat kesan kontras yang luar biasa.

“Silakan masuk.”

Diundang masuk oleh wanita bertopeng Noh, rombongan itu memasuki rumah.

Berjalan di sepanjang lorong beranda, mereka segera dibawa ke sebuah ruangan besar bergaya Jepang.

Ukurannya lima belas tikar tatami. Di ujung jauh ruangan bergaya Jepang, ada ceruk tempat gulungan dan pedang Jepang tergantung. Aroma tatami dan dupa bercampur, memenuhi ruangan dengan aroma yang sulit dideskripsikan.

“Mohon tunggu sebentar di ruangan ini.”

Wanita itu berlutut di lantai dan bersujud sebelum meninggalkan ruangan bergaya Jepang itu. Duduk berbaris di atas kursi bantal merah, Kyousuke dan rekan-rekannya mengagumi keanggunan ruang tamu ini. Di depannya ada bantal duduk merah, semuanya dengan gaya yang sama.

“M-Menakjubkan… Ini adalah pemandangan dari drama sejarah. Terasa sama sekali tidak nyata.”

“Pedang itu asli, kan? Ayaka benar-benar ingin menyentuhnya!”

“Aku tidak berpikir kamu harus melakukan itu, Ayaka-chan. Bagaimana jika itu pedang terkutuk?”

“Pedang itu mungkin pernah membunuh orang sebelumnya. Kelihatannya sangat berharga.”

“…………”

Setelah wanita itu pergi, rombongan itu mulai mengobrol tanpa tujuan, berbisik satu sama lain. Eiri tetap diam sepanjang waktu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Halaman bisa dilihat dengan melihat ke luar ruangan. Suara ketukan kering dari tabung bambu berputar shishi-odoshi bisa terdengar di sana.

Saat ini–

“Selamat datang di kediaman kami, para tamu terhormat.”

Suara anggun terdengar.

Setelah wanita sebelumnya pergi, seseorang muncul. Seorang wanita muda.

“……..?”

Seketika, tubuh Eiri menegang.

Kyousuke dan teman-temannya berhenti mengobrol dan semuanya menatap wanita itu.

Yang paling mencolok dari semuanya adalah rambut putih bersihnya. Diikat dengan jepit rambut, rambut putih itu tampak sangat tidak pada tempatnya, kontras dengan penampilan wanita muda itu, memberikan kesan penyakit kritis.

Lalu ada pakaiannya. Dengan haori merah panjang di atasnya, dia mengenakan pakaian pemakaman seputih rambutnya—kimono tipis tak bergaris seperti yang dikenakan oleh orang mati.

Wanita itu memasuki ruangan dengan perlahan. Setelah duduk di bantalan kursi, dia berbicara:

“Salam untuk pertama kalinya. Aku Akabane Fuyou, kepala keluarga ke-29 dari cabang utama keluarga Akabane. Senang berkenalan dengan kalian.”

Setelah mengatakan itu, dia membungkuk. Seolah hasil dari makeup, mata merah darahnya menatap kelompok Kyousuke.

Busujima dengan takut-takut membungkuk.

“Halo, senang bertemu denganmu! Aku Busujima Kirito, seorang guru dari Sekolah Rehabilitasi Purgatorium. Rencana awalnya adalah mengirim wali kelasnya sendiri datang kemari, bukannya aku…”

“Aku sudah mendengarnya. Kabarnya, ada seekor kuda liar di sekolah yang harus ditaklukkan oleh Kurumiya-sama apapun yang terjadi.”

“…Memang. Dia cukup sulit dikendalikan. Kamu benar.”

Kuda liar itu mungkin mengacu pada Mohican. Pada awalnya, Kurumiya dengan senang hati berkata “Sekarang aku tidak perlu mengajarkan pelajaran tambahan kepada para orang bodoh itu!” tapi tidak pernah menyangka Mohican akan mengamuk besar-besaran setelah mengetahui bahwa Kurumiya akan jalan-jalan.

Mohican jelas merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan, tapi konsekuensi menguntungkannya, pengawas kustodiannya dialihkan ke Busujima. Setelah pergantian tugas, giliran Kurumiya yang mengamuk, mengakibatkan banyak korban jiwa.

Secara khusus, gedung sekolah lama sekarang setengah rusak dengan tiga puluh orang terluka di antara siswa kelas satu.

“Fufu. Aku sangat bersyukur kalian semua bisa meluangkan waktu dari jadwal sibuk kalian untuk melakukan perjalanan jauh ini. Terimalah rasa terima kasihku atas nama keluarga Akabane. Selanjutnya…”

Fuyou mengalihkan pandangannya ke Eiri. Dengan suara lembut dan anggun, dia berkata:

“Selamat datang di rumah, Eiri. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama.”

“–”

Eiri mengatupkan bibirnya erat-erat, menatap halaman untuk beberapa saat…

“…Apa artinya ini? Kenapa mengatur pertunjukan sebesar itu?”

Dia bertanya dengan tenang.

Fuyou menjawab dengan senyuman setelah mendengar pertanyaan Eiri.

“Jadi itu yang ada di pikiranmu. Karena kau telah pergi selama setengah tahun, aku ingin semua orang menyambutmu. Aku memanggil semua orang dari keluarga cabang untuk menyambutmu.”

“…Tolong jangan melakukan sesuatu yang tidak perlu, Okaa-sama.”

“ “ “Okaa-samaaaaaa!?” ” ”

Kyousuke dan rekannya langsung berteriak karena terkejut.

Menjawab “benar,” Fuyou mengangguk dan melanjutkan.

“Terima kasih telah menjaga putriku setiap hari. Aku senang bisa bertemu dengan kalian semua. Hikawa Renko-san, Kamiya Ayaka-san… Kamiya Kyousuke-san.”

Fuyou mengalihkan pandangannya ke Kyousuke dan para gadis secara berurutan.

Mendengar namanya dipanggil sebelum memperkenalkan diri, Renko berkata “shuko!?” dan bersandar.

“Bagaimana kau bisa tahu nama kami… Apakah membaca pikiran!?”

“Tidak, aku hanya bertanya sebelumnya, Hikawa-san. Mengenai identitasmu, ketahuilah bahwa aku mengetahui rahasia berbagai kabar angin.”

“…Oh, oke.”

Mengabaikan lelucon bodoh Renko sepenuhnya, Fuyou kemudian melihat ke arah Ayaka.

“Aku pernah mendengar bahwa kau adalah adik yang sangat mengagumi kakaknya. Aku sangat berharap anak-anakku dapat belajar darimu. Hubungan harmonis antar saudara benar-benar sesuatu yang membahagiakan.”

“Ehehe. Benar sekali kan? Ayaka dan Onii-chan adalah kakak adik yang paling saling mencintai di seluruh dunia!”

Menanggapi jawaban menyeringai Ayaka dengan senyuman, selanjutnya Fuyou mengalihkan pandangannya ke arah Kyousuke.

Kepala keluarga Akabane—ibu Eiri—saling bertatapan dengannya, menyebabkan Kyousuke merasa gugup.

Mata merah darahnya yang cerah langsung menyipit.

“Selanjutnya, ini Kyousuke-san, kan? Fufufu. Begitu, aku mengerti sekarang–”

“…Okaa-sama, kenapa kau meminta Kyousuke kemari?”

Dengan dagu bertumpu di satu tangannya, Fuyou memeriksa Kyousuke dengan seksama. Eiri bertanya dengan nada serius yang biasanya tidak akan digunakan oleh seseorang kepada ibu kandungnya.

“Apa niatmu yang sebenarnya untuk mengundang orang luar seperti Kyousuke?”

“Apa yang kamu tanyakan itu, Eiri…? Bukankah jawabannya sudah jelas?”

Senyuman tidak lepas dari bibir merah indah Fuyou.

Menatap Kyousuke dari sudut matanya, dia berkata:

“Putriku tercinta telah mendapatkan teman laki-laki–Bagaimana mungkin ada ibu yang tidak khawatir mendengar berita seperti itu? Selain itu, kau adalah putri tertua dari keluarga utama Akabane. Menilai calon suamimu adalah hal yang sangat penting di dalam klan.”

“……….Hmm.”

Kata-kata Fuyou tidak mengizinkan adanya keberatan. Eiri mendapati dirinya tidak bisa berkata-kata.

“K-Kayak ada yang akan memilih pria itu sebagai suami saja–” “Ngomong-ngomong, bukankah kamu sudah memutuskan hubunganku dari keluarga?” “Ikut campur dalam urusanku sekarang setelah sekian lama…” Setelah banyak mengomel…

“Meskipun membuat alasan yang masuk akal, kau sebenarnya ingin melenyapkan Kyousuke, kan?”

Pertanyaannya dipenuhi dengan ketidakpercayaan.

Anak perempuan itu menatap ibunya, matanya penuh dengan kecurigaan.

Di sisi lain, Fuyou menatap putrinya dan berbicara dengan senyum masam: “Kamu…”

“Para tamu tidak diundang untuk dilenyapkan. Mereka seharusnya dijamu dengan baik. Mohon menahan diri untuk tidak mengatakan sesuatu seperti itu. Mendengar kata-kata seperti itu membuat ibumu sedih.”

“……”

Melihat ibunya mengangkat lengan bajunya ke sudut matanya dalam “kesedihan,” sikap Eiri terlihat semakin buruk.

Fuyou sepertinya tidak berbohong, tapi kata-katanya juga tidak terdengar tulus.

Bagaimanapun, dia adalah orang yang tak terduga, simpul Kyousuke dalam pikirannya.

Ujung bawah shishi-odoshi menghantam batu, menghasilkan ketukan yang garing dan menyegarkan.

“Kembali untuk menjamu tamu kita. Karena cuaca sangat panas, aku rasa kalian semua haus? Tolong sajikan teh barley segar–Kagura?”

“–Ya, Fuyou-sama.”

Seseorang menanggapi perintah Fuyou.

Seorang gadis muncul di depan rombongan dari balik pintu geser yang terbuka.

“Permisi.”

Mencocokkan dengan kesan suaranya, dia adalah seorang wanita muda cantik yang memancarkan rasa transparansi.

Mengenakan pakaian Jepang merah, dia memiliki rambut merah karat diikat di samping lehernya. Mata kecil yang berwarna merah karat, warna yang sama dengan rambutnya, bersinar dengan ketajaman yang tidak cocok dengan wajahnya yang seperti anak kecil.

Sikap galaknya sangat mirip dengan seseorang yang sangat familiar untuk Kyousuke dan para gadis.

“…Ah.”

Setelah tertunda setengah ketukan, Eiri mengeluarkan suara.

Gadis itu—Kagura—membawa nampan pernis merah dan meletakkannya di atas lantai tatami, lalu membungkuk kepada rombongan itu. Selanjutnya, dia menyajikan es teh barley dalam gelas kepada para tamu.

“Silakan dinikmati.” “Terima kasih banyak.”

“Silakan dinikmati.” “Oh makasih…”

“Silakan dinikmati.” “Terima kasih?”

“Silakan dinikmati.” “Wow,  makasih!”

Dia menyajikan teh untuk Busujima, Kyousuke, Ayaka dan Renko secara berurutan sebelum orang terakhir.

“…Silakan dinikmati.”

“Ya, makasih–”

Kagura mengulurkan gelas di depan Eiri.

Tepat saat Eiri hendak memegang gelas—

Mati.”

Dengan secepat kilat, Kagura mengayunkan lengannya, mengarah langsung ke tenggorokan Eiri.

× × ×


–Dentang. Suara tajam yang luar biasa.

Gelas Eiri diiris menjadi dua dari samping, menumpahkan teh barley akibat potongannya.

“…Ku!?”

Eiri dengan cepat mundur ke belakang, menghindari senjata pembunuh Kagura. Di saat yang sama, kaki kanan Eiri berkilau.

Lima bilah yang dipasang di kuku kakinya–pedang kuku “Scarlet Slicing”– diayunkan ke atas, mencegah Kagura untuk meneruskan serangan tersebut. Lepas dari tangan Eiri, gelas itu melayang di udara dan kali ini dipotong secara vertikal.

“Perlawanan yang sia-sia!”

 Kagura berteriak dan mengejarnya dengan keras kepala.

Mendapatkan kembali keseimbangan, Eiri melompat menjauh. Kagura menyerang dengan ganas.

Kagura memegang semacam senjata tersembunyi, kipas lipat logam. Kipas besar dengan panjang hampir tiga puluh sentimeter, rangka putih keperakannya bersinar dengan kilau metalik.

Seperti kuku Eiri, tepi kipas mungkin dilengkapi dengan bilah—

“Mati.”

–Slash!

Kagura mengayunkan kipas logam, memotong gulungan di belakang Eiri. Gulungan gantung itu terbagi menjadi dua cabang, bagian bawahnya jatuh ke ceruk dengan bunyi plop.

Sesaat sebelumnya, kepala Eiri masih dalam lintasan kipas. Jika dia menunduk lebih lambat, dia mungkin akan terpenggal.

“Ck… Kau sangat bersemangat untuk membunuh, Kagura!”

“Tentu saja, kan?”

Kagura menarik kipasnya balik dan memotong ke bawah di bagian atas kepala Eiri. Eiri meraih pedang Jepang yang tergantung di bawah gulungan dekoratif dan memblokir rangka kipas dengan sarung pedang tersebut.

Mendekati dengan mata yang meneriakkan niat membunuh, Kagura menyerang lebih kuat lagi.

“Melihatmu begitu tidak tahu malu, hidup sebagai aib, siapapun akan ingin membunuhmu. Siapa yang tahan dengan tampang pecundang begitu? Bisakah kau lenyap secepatnya?”

“…Hmph, aku menolak. Cobalah jika kau ingin aku lenyap. Tapi kau harus bisa membunuhku dulu, kan?”

“Diam, kau akan mati!”

Kagura melompat ke samping, menendang lantai, lalu mengangkat kipasnya untuk memotong secara diagonal dari atas. Menggunakan sarung pedang untuk memblokir serangan kipas logam, Eiri terus mengelak sementara Kagura mengejar tanpa henti.

Kipas melayang-layang seperti kepakkan kupu-kupu, menelusuri lengkungan cahaya yang anggun.

“Sialan! Serius! Kurang ajar! Bukankah begitu!?”

“Ku–”

Serangan beruntun Kagura sangat lancar. Sementara itu, Eiri menggerakkan sarung pedangnya dengan ahli, memblokir serangan beruntun dengan mudah. Terkadang, bilahnya secara tidak sengaja meluncur melewati Eiri, memotong pilar, tatami, dan furnitur. Sejumlah besar bekas sayatan memanjang dari ceruk ke dinding ruangan.

“………Huh?”

Kyousuke akhirnya berhasil membuat suara.

Banyak hal telah terjadi terlalu tiba-tiba, membuatnya benar-benar bingung. Tidak lama setelah Kagura menyajikan teh barley, kedua gadis itu mulai bertarung dalam tarian pedang yang ganas.

Benar-benar mengabaikan Kyousuke dan yang lainnya yang terkejut dengan bodoh, Kagura menebas lebih dan lebih keras. Ketika bergerak di koridor luar, bilah Kagura bahkan memotong poni Eiri beberapa sentimeter.

“Ada apa, apa yang kau lakukan!? Jika kau terus melarikan diri, berhati-hatilah atau kau akan terpojok, lho? Jangan bilang yang kau pegang itu tongkat kayu? Cepat, tariklah pedangnya dan serang balik!”

“………Tidak.”

“Kenapa tidak? Jangan bilang kau takut menyakitiku!?”

“………Tidak.”

“Ha, pembohong! Kau benar-benar pengecut yang bahkan tidak berani menghunuskan pedang, kan? Kau takut membunuhku, jadi kau bahkan tidak berani menyerang–”

“Kau salah.”

Merunduk, Eiri menghindari kipas logam Kagura. Saat berikutnya, Eiri mengambil tindakan.

Dengan memutar pinggangnya, dia menghunus pedangnya sedikit, mendorongnya keluar sedikit dengan ibu jarinya. Lalu dia berkata:

“Jika kau bertanya kenapa aku tidak menghunuskannya, itu karena aku akan merenggutnyawamu sesaat setelah aku menghunuskan pedang.

“……!?”

–Eiri menghunus pedangnya. Itu sangat cepat, mata telanjang tidak bisa mengikutinya.

Pada saat sinar mentari di luar dipantulkan objek tertentu, pedang itu sudah terhunus dengan cepat dan menekan tenggorokan Kagura.

Jarak antara bilah itu dan kulitnya hanya setipis kertas. Kemungkinan besar dalam proses menghindari tebasan cepat, Kagura membeku dengan canggung dalam postur yang tak sempurna. Eiri mengejek.

One-hit kill adalah bagian dari dasar-dasar assassin, bukan? Menentukan kematian dalam satu serangan setelah menghunus pedang… Gagal melakukan itu sama saja dengan kegagalan. Sepertinya jalanmu masih panjang, Kagura.”

Mengatakan itu, Eiri menyeringai.

Kagura berkata “…guh” dan mengertakkan gigi, menatap tajam ke arah Eiri.

Namun, dia langsung berkata “ha!” dan mengangkat dagunya.

“Lihat siapa yang bicara! Kau… one-hit kill? Menentukan kematian dalam satu serangan? Keluar dari mulut Kuku Berkarat yang tidak bisa melakukan satu pun dari itu, itu sama sekali tidak meyakinkan. Karena kau tidak bisa membunuh orang, aku bisa begitu saja mengabaikan bilahnya dan mengirimmu ke neraka, bagaimana?”

Suasana tegang melayang di udara saat kedua gadis itu saling berhadapan.

Suara ketukan lincah dari shishi-odoshi terdengar. Fuyou menghela nafas dalam-dalam.

“Apa yang kalian berdua lakukan? …Baik Eiri dan Kagura, tolong singkirkan bilah kalian.”

“ “—-” ”

Mereka melihat Fuyou terlebih dahulu lalu mereka saling tatap sebelum meletakkan senjata mereka.

Eiri menyarungkan kembali pedangnya sementara Kagura menutup kipasnya. Mencapai efek yang sama seperti “Scarlet Slicing” melalui cara alternatif, senjata tersembunyi yang dilengkapi dengan bilah Jepang dimasukkan ke dalam ikat pinggang kimononya. Kagura mendecakkan lidahnya.

“…Matilah saja sana.” Dengan ucapan jahat itu, Kagura meninggalkan sisi Eiri. Eiri mengangkat bahu tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan mengembalikan pedang Jepang ke ceruk sebelum kembali ke lokasi Kyousuke.

“U-Umm…”

Kyousuke tidak tahu harus berkata apa. Eiri hanya menanggapi dengan acuh tak acuh.

“Jangan pedulikan itu. Hal semacam ini terjadi sepanjang hari.”

Kyousuke berkata “huh?” dengan keterkejutan terlukis di seluruh wajahnya.

Gelas berguling di samping bantalan kursi. Bersama dengan es di dalamnya, gelas itu telah diiris rapi menjadi dua. Diserang oleh bilah seperti itu, bahkan serangan sekilas pun akan sangat efektif.

…Untuk berpikir bahwa perkelahian seperti itu terjadi “sepanjang hari”?

Kyousuke dan teman-temannya sudah ketakutan konyol. Fuyou meminta maaf kepada mereka: “Aku sangat menyesal.”

“Untuk berpikir kalau ketidakpantasan seperti itu akan disaksikan oleh tamu yang hadir… Aku sudah meminta Kagura untuk mengendalikan diri sebanyak mungkin. Emosinya mungkin bergolak setelah berjumpa lagi setelah sekian lama. Bagaimanapun, Kagura adalah seorang gadis di usia berdarah panas.”

“……Maafkan saya.”

Kagura datang dan duduk secara resmi di seiza di belakang Fuyou, menundukkan kepalanya untuk meminta maaf. Kemudian dia menegakkan kepalanya dan membuka kelopak mata yang tertutup rapat itu, mengurangi ketegangan pada tatapan tajamnya.

“Mungkin agak terlambat untuk perkenalan saat ini, tapi namanya adalah Akabane Kagura. Putri kedua keluarga Akabane, adik perempuan Eiri yang dua tahun lebih muda.”

“…Halo semuanya.”

Setelah Fuyou memperkenalkannya, Kagura menyapa dengan suara pelan.

“Meskipun agresif, dia tidak akan pernah membunuh untuk bersenang-senang, jadi tenanglah.”

Tersenyum Fuyou melanjutkan penjelasannya.

“Klan Akabane berjanji setia kepada kepala keluarga, dan anggota hanya menjalankan misi pembunuhan setelah menerima perintah kepala keluarga. Anggota keluarga utama berada di bawah kendali kepala keluarga utama sementara anggota keluarga cabang mematuhi kepala keluarga mereka masing-masing. Selain itu, kepala keluarga cabang berjanji setia kepada kepala keluarga utama. Assassin dari Akabane hanyalah bilah yang diayunkan sesuai dengan keinginan kepala keluarga utama.”

Kepala keluarga utama Akabane saat ini, Fuyou, berbicara.

Sama seperti pedang yang tidak akan melukai pemiliknya sendiri, para assassin ini tidak akan terlibat dalam pembantaian sembarangan. Hanya ketika “pendekar” yang dikenal sebagai kepala keluarga mengayunkan pedangnya-lah, mereka akan melukai dan membunuh orang–

Dengan kata lain, kekuatan kepala keluarga utama adalah mutlak di klan Akabane. Eksistensi unik yang dipatuhi oleh semuanya.

Tapi kalau begitu, Kagura yang mencoba membunuh Eiri mungkin berada di bawah perintah Fuyou daripada kemauannya sendiri. Seorang ibu yang terlihat sangat baik di permukaan, namun secara pribadi…

“Fufu. Ngomong-ngomong, tahukah kau kalau kau benar-benar bertarung dengan spektakuler, Eiri?”

Di depan Kyousuke dan lainnya yang gelisah, Fuyou tersenyum senang.

“Awalnya mengira kalau keterampilanmu akan menurun setelah jauh dari rumah selama setengah tahun, aku sangat khawatir sepanjang waktu… Sepertinya itu adalah paranoid yang tidak berdasar. Seperti yang diharapkan dari bilah tajam utama generasi sekarang, kurasa? Jika kau mau mewarisi keluarga Akabane, aku akan bisa pensiun dalam damai tanpa khawatir–”

“Fuyou-sama!”

Seketika, Kagura berteriak secara emosional.

“Nee-san bukanlah bilah tajam! Dia adalah bilah berkarat dan tumpul atau pedang tiruan berkualitas buruk. Pedang yang tidak bisa membunuh itu tidak ada gunanya. Aku yang akan mewarisi keluarga Akabane… Setelah membunuh Nee-san yang tidak berguna, akulah yang akan jadi sang penerus!”

“…Hmm.”

Kagura memelototi dengan mata penuh permusuhan, tapi Eiri menghindari kontak mata. Dengan tangan di atas kakinya dalam postur seiza, dia mencengkeram lututnya dengan erat.

Fuyou berkata “ya ampun” dan meletakkan tangan ke pipinya.

“Sungguh agresifnya dirimu. Kemiripan seperti itu… Begitu agresif. Kalau begitu, cepatlah menjadi pedang yang melampaui kakakmu. Eiri juga, jika kau ingin menjadi seorang assassin sejati, kau harus benar-benar membunuh seseorang.”

“…Dimengerti, Fuyou-sama.”

“A-Aku tahu… Okaa-sama.”

Ekspresi Kagura dipenuhi dengan amarah kebencian sementara Eiri menunjukkan ekspresi sedih.

Melihat dua kakak beradik ini dengan kepala menunduk, Fuyou menghela nafas.

“Mereka dalam hubungan yang buruk, tapi jujur, mereka dulunya sangat dekat.”

“…………”

Setelah mendengar Fuyou, ekspresi Kagura berubah.

Ekspresinya yang rumit tampak sangat tidak senang.

“……”

Melihat adiknya menunjukkan tatapan seperti itu, Eiri hanya bisa menatapnya dengan sedih.

Suasana gelap yang melayang di aula resepsi tersapu oleh suara ceria Fuyou.

“–Dengarkan, biarkan amukan antara kakak adik ini berakhir di sini. Silakan nikmati teh barley kalian, semuanya. Esnya akan mencair.”

“T-Tentu.”

“Umm? ….T-Terima kasih.”

“Terima kasih untuk minumannya.”

“Tidak ada racun di dalamnya, kan?”

Komentar Renko yang sembarangan saat mengambil sedotannya menyebabkan Kyousuke dan yang lainnya, yang akan minum dengan patuh, membeku.

“Tentu saja tidak ada,” kata Fuyou sambil menutupi sisi mulutnya dengan tangan.

“Semua generasi keluarga Akabane kami telah menggunakan bilah sebagai senjata mereka. Kami tidak pernah menggunakan cara-cara pembunuhan vulgar seperti racun.”

Terhina secara tidak langsung, Busujima membuat wajah pahit, tapi Fuyou sepertinya tidak menyadarinya.

“Maaf karena sudah vulgar…” Setelah menggerutu pelan, Busujima menghabiskan segelas teh barley dalam satu tarikan nafas.

“…E-Enak sekali! Aku belum pernah mencicipi teh barley seenak ini.”

“Ini hanya kantong teh yang dijual seharga 400 yen per bungkus isi lima puluh, tahu?”

“Eh!? Oh, begitu ya…”

“Diamlah, Kagura! Tolong jangan membicarakan hal seperti itu di depan para tamu!”

“Fufu. Busujima-sensei, kau sangat payah!”

“Hmm, sepertinya tidak ada racun. Mau setengah punyaku, Eiri?”

“…….Tidak.”

Meski ada pertarungan sengit sebelumnya, suasananya kembali harmonis dan ramah.

Apakah hanya aku satu-satunya yang masih ketakutan? Kyousuke bertanya-tanya dengan gelisah sambil menyeruput teh barley. Fuyou tersenyum padanya.

“Mohon maafkan tindakan memalukan kami sebelumnya, bagaimanapun juga….. Selamat datang di kediaman Akabane, tamu terhormat dari Sekolah Rehabilitasi Purgatorium. Rencananya kalian akan tinggal di sini selama empat hari tiga malam, bukankah begitu? Seperti yang kalian lihat, tempat ini berada di pedesaan, tapi aku dengan tulus menyambut kunjungan kalian.”

× × ×


“Silakan lewat sini.”

Fuyou telah memanggil wanita bertopeng Noh, tampaknya dayang keluarga Akabane. Dipandu olehnya, Kyousuke dan rekan-rekannya bergerak di sepanjang kediaman yang luas. Mereka sudah berpamitan dari Kagura dan Fuyou di aula resepsi.

“–Kalian pasti kelelahan setelah perjalanan panjang, bukan? Harap santai dan beristirahatlah. Aku akan mengirim seseorang untuk memberi tahukan kalian ketika makan malam siap. Jangan ragu untuk memberi tahu kami jika ada yang kalian butuhkan.”

“……”

Sang ibu, Fuyou, terus tersenyum. Lalu ada adiknya yang diam dan tidak tersenyum, Kagura. Hanya keluarga di mana semua anggota keluarganya membunuh sebagai pekerjaan mereka-lah, seperti yang dijelaskan sebelumnya, yang akan menghasilkan hubungan yang aneh.

Selain Kagura, Eiri ternyata memiliki saudara kandung lain.

Seorang kakak laki-laki, dua adik laki-laki dan satu adik perempuan. Ada empat anggota keluarga lagi yang berpotensi akan menyerang pada pandangan pertama…

Tampaknya semua kerabat berkumpul. Pikiran itu membuat kepala Kyousuke sakit.

Mood Eiri juga sepertinya tidak bagus. Sejak meninggalkan aula resepsi, dia mengerutkan kening sepanjang waktu.

Suasana yang berat. Di tengah suasana yang suram ini–

“Uwah, ini hebat! Aku tidak percaya ada halaman lain di sini.”

“Sudah yang ke berapa? Yang ketiga? Seberapa besar rumah mereka!?”

Obrolan Renko dan Ayaka yang berisik dan bersemangat telah memecah keheningan.

Berjalan di belakang dayang tapi di depan Kyousuke dan yang lainnya, kedua gadis itu terus melihat sekeliling–

“Rumah ini sangat besar. Tidak setiap hari kita mendapatkan kesempatan seperti ini. Mau menjelajahinya nanti?”

“Ajak Ayaka! Ayo kita cari ruang rahasia!”

“Ya! Kedengarannya hebat, kan? Bukankah ini seperti sarang ninja?”

“Benar sekali benar sekali! Seperti pintu putar dan lorong rahasia.”

“Atau pintu masuk tersembunyi dan jebakan berduri? Sepertinya bermain petak umpet akan sangat menyenangkan!”

“ “……” ”

Renko dan Ayaka sama sekali mengabaikan dayang di sampingnya. Kyousuke dan Eiri bertukar pandangan karena tingkah laku mereka.

Eiri menghela nafas dan menekan pelipisnya dengan tangan.

“Keduanya tidak tahu tentang ketegangan saraf, ya?”

“Serius, seperti mereka sedang jalan-jalan, mereka berdua itu.”

Abaikan Renko, tapi apakah Ayaka sama sekali tidak takut?

Ini adalah rumah dari para assissin terkenal dimana apapun bisa terjadi disini…

“Jangan terlalu serius. Bukankah ini hebat?”

Saat ini, Kyousuke mendengar suara dari belakang.

Berjalan santai di belakang, Busujima menyesuaikan pinggiran topi jeraminya.

“Orang-orang dari klan Akabane tidak akan melakukan tindakan tanpa perintah dari kepala keluarga kan? Anggap saja ini sebagai perjalanan liburan dan bersenang-senanglah. Tentu saja berhati-hati itu hal yang bagus, tapi janganlah terlalu tegang. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku telah mengawasi sepanjang waktu.”

Di saat yang sama, wujud merah muda meluncur keluar dari kaki celana Busujima.

Ular dengan mata bulat dan kepala segitiga.

“ “…Oh.” ”

Tubuh ular berbisa itu ditutupi dengan pola geometris. Merangkak melintasi beranda, ia bergerak menuju halaman, memasuki lentera batu setelah merayap di atas pasir halus untuk beberapa saat, menghilang dari pandangan.

“Aku melepaskan beberapa ‘teman’-ku di daerah ini. Mereka akan melapor kepadaku jika ada sesuatu yang tidak biasa. Opera Racun diam-diam diputar.”

“Ssst…” Busujima mengangkat jari telunjuk dan mengedipkan mata.

Meskipun penampilannya menyeramkan, dia terlihat sangat bisa diandalkan.

Menyimpan semua jenis makhluk beracun pada dirinya, mengendalikan mereka dengan bebas–Dengan kehadiran sang ahli racun, mengawasi seluruh rumah seharusnya hal yang mudah.

“Busujima-sensei… Untuk pertama kalinya, kau benar-benar terlihat agak keren.”

“…Ya. Cukup bagus, sepertinya satu-satunya hal yang payah adalah penampilanmu.”

“Pujian ini terdengar sangat tidak sopan… Baik, terserahlah. Tidak setiap hari kalian mendapatkan liburan musim panas. Nikmatilah liburan ini sepenuhnya, semuanya.”

Satu lagi. Busujima melepaskan ngengat beracun berwarna kuning cerah dari barang bawaannya sambil tersenyum.

“Kurasa kau benar,” kata Kyousuke dan mengendurkan bahunya. Namun, sikap Eiri tidak membaik. Menatap jaring laba-laba di plafon di atas kepalanya, dia berkata:

“…Trik kecil sembunyi-sembunyi ini, Okaa-sama seharusnya sudah mengetahui semua itu–”

“Dua kamar di sini adalah kamar tamu yang disiapkan untuk kalian.”

Ketika Eiri bergumam pada diri sendiri, dayang, yang berjalan di depan, berhenti dan membuka pintu geser kamar bergaya Jepang.

Renko dan Ayaka bergegas masuk dan berteriak kegirangan.

“Wow, cantik sekali! Bukankah menurutmu ruangan ini bagus? Foosh–”

“Seperti hotel mewah!? Ada TV juga, keren!”

Beberapa saat kemudian, Kyousuke dan yang lainnya menyusul dan memeriksa ruangan.

Ruangan itu kira-kira berukuran delapan tikar tatami, dengan meja minimalis bergaya Jepang di tengahnya. Dengan sangat hati-hati, teko dan cangkir teh telah disiapkan bahkan bersama daun teh dan makanan ringan.

Ceruk hias di ruangan itu didekorasi dengan bunga segar dan gulungan gantung. Televisinya disimpan di kabinet.

Melewati pintu geser yang terbuka, Renko dan Ayaka berlari berkeliling secara sembarangan.

“Ahh, kurasa kopernya tidak bisa ditempatkan di ceruk…”

“Busujima-sensei! Bagaimana kita akan membagi kamar?”

Busujima sedang menata kembali barang bawaan yang dilempar secara sembarangan dan bergumam saat Renko menanyakan pertanyaan itu.

Ayaka berkata “Ayaka tau!” dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

“Ayaka akan sekamar dengan Onii-chan!”

“Aku juga, aku ingin sekamar dengan Kyousuke!”

“ “Sekamar dengan Sensei, tidak, terima kasih.” ” 

“…..”

Ditolak oleh suara serentak, Busujima langsung menjadi murung.

Melepas topi jeraminya, dia menjawab:

“Tidak, anak laki-laki dan perempuan harus terpisah, kan? Kamiya-kun akan sekamar denganku.”

“Eh, bahkan Busujima-sensei juga ingin mendekati Kyousuke!? T-Tidak mungkin….”

“Sensei, kau tidak boleh melakukan itu! Onii-chan gak belok ke arah situ. Dan juga, dengan pria paruh baya sepertimu… Ayaka tidak akan pernah menerima orang sepertimu!”

“Apakah kalian berdua terkena serangan panas?”

“…Sejak awal mereka sudah tidak tertolong lagi.”

“Maafkan saya karena harus menyela, Hikawa Renko-sama.”

Saat kami cekcok, dayang itu menyela.

“Anda disiapkan kamar terpisah.” 

“…Huh?”

Renko terkejut, tidak pernah menyangka akan diberitahu hal seperti itu.

“Maksudmu dengan disiapkan kamar terpisah, apa?”

“Anda akan tidur di gudang di dalam bangunan itu.”

“…Gudang?”

“Benar. Gudang.”

“Gudaaaaaaaaaaang!?”

Renko sangat terkejut hingga dia jatuh ke belakang dari apa yang dikatakan dayang tersebut.

“Kenapa hanya aku yang harus tidur di gudang!? Bagaimana pun penampilanku, aku tetaplah manusia, lho!?”

“Ya. Saya tahu itu.”

“Jika kau tahu itu, jangan jobloskan aku ke tempat seperti itu, kan!?”

“Tidak. Jelas tidak ada kesalahan kalau tempat yang Anda dapatkan adalah gudang.”

“Kenapa!? Kau sendiri sudah mengakui kalau aku bukanlah benda!”

“Saya sangat menyesal. Saya hanya mengikuti perintah kepala keluarga. Meski begitu, saya tahu sedikit tentang identitas spesial Anda. Mungkin itu menjelaskan kenapa Anda perlu diisolasi…”

“………….Gununu.”

Tidak dapat membantah, Renko terdiam. Begitu pembatasnya dilepas, dia akan berubah menjadi pembunuh psiko yang setiap emosinya akan berubah menjadi perilaku membunuh. Seseorang seperti itu tidak boleh dibiarkan berkeliaran tanpa diawasi. Kyousuke dan yang lainnya juga tidak diizinkan untuk tidur bersamanya.

Setiap kali dia melepaskan topengnya, isolasi total akan lebih tepat untuk dilakukan.

“Shuko –…”

“Tidak ada dendam.”

Eiri menepuk bahu Renko.

Kemudian dia menoleh ke dayang yang sedang berdiri di pintu masuk kamar—

“–Ngomong-ngomong, bagaimana denganku? Bisakah aku menggunakan kamarku sendiri?”

“Silakan pilih sesuka Anda, Nona.”

“…Begitu. Aku mengerti.”

“Kamar Eiri?”

Awalnya depresi, Renko langsung bersemangat.

“Aku sangat penasaran seperti apa kamarnya! Dimana itu? Dimana kamarmu!?”

“… Huh? Kayak itu penting saja.”

“Ayaka juga ingin lihat! Cepat tunjukkan pada kami.”

“Tidak.”

Tanggapan Eiri sangat dingin.

“Eh…”

“Kenapa tidak…?”

“Tidak kenapa-kenapa.”

“Karena sangat berantakan?”

“Karena ada sesuatu yang memalukan di kamar?”

“Bukan keduanya. Aku hanya tidak mau.”

“Ayolah ayolah?”

“Tidak.”

“Kau tidak bisa menunjukkan kamarnya pada kami?”

“Sama sekali tidak.”

“ “……” ”

Renko dan Ayaka saling pandang lalu mengangguk.

Saat berikutnya…

“Kalau begitu kita akan mulai menjelajaaaaaaaaah!”

“Ayo kita temukan kamar Eiri-saaaaaaaaaaaaaan!”

“Hei kalian berdua…!?”

Renko dan Ayaka bergegas melewati Eiri dan berlari keluar kamar.

Renko berlari ke kanan sementara Ayaka pergi ke kiri. Kedua gadis itu berlari ke arah berlawanan di koridor.

“Sangat menyebalkan, kedua idiot itu–Kyousuke!”

Eiri akan segera mengejar ketika dia tiba-tiba berhenti dan menunjuk ke sisi kiri koridor.

“Aku serahkan adikmu padamu! Aku akan menangkap Renko!”

“Ya, diimengerti!”

Setelah menetapkan tugas, Eiri berlari. Setelah dia lari, Kyousuke ikut meninggalkan ruangan.

Dengan suara kacau balau langkah empat orang, mereka langsung lari menjauh.

“ “……..” ”

Hanya dayang dan Busujima yang tersisa di tempat kejadian.

Sesaat kemudian, dayang tersebut membungkuk dan pergi dengan santai.

Jadi, Busujima ditinggal sendirian–

“…Haaah. Mari kita minum teh.”

Mengambil teko dan daun teh, dia mulai menyeduh teh.

× × ×


“Hei tunggu! Berhenti sebentar, Ayaka!”

“Oh, rupanya kau, Onii-chan.”

Di koridor yang membentang lurus ini, Ayaka berhenti berlari dan melihat ke belakang.

Berbalik ke Kyousuke yang terengah-engah mengejarnya, dia berkata:

“Ada apa?”

“Sungguh berani kau untuk bertanya ada apa…”

Ayaka memiringkan kepalanya. Kyousuke terkejut dengan tanggapannya.

Memberikan sabetan tangan ke kepala Ayaka dengan ringan, Kyousuke mulai memarahinya.

“Kau lepas kendali, idiot. Jangan tiba-tiba lari, oke…?”

“Ahaha, maaf maaf. Karena rumah Eiri-san terlalu spektakuler, Ayaka menjadi terlalu bersemangat.”

Memegang kepalanya setelah dipukul, Ayaka menjulurkan lidah kecilnya dan melihat sekeliling.

Sehubungan dengan kamar tamu tempat mereka berada sebelumnya, beranda saat ini seharusnya tidak terlalu jauh. Di sebelah kiri ada tirai untuk menghalangi matahari. Di sebelah kanan ada sederet pintu kertas ke kamar bergaya Jepang.

“Bukannya aku tidak mengerti perasaanmu.. Tapi bagaimanapun juga ini adalah rumah orang lain. Jangan terlalu berisik. Atau kau akan mengganggu, kan?”

“…Maaf.”

Ayaka menundukkan kepalanya dengan murung.

Rambut twintail, diikat dengan pita kotak-kotak ungu, menjuntai tanpa daya.

Kyousuke berkata “ah…”, menggaruk kepalanya dan berkata:

“Dan juga, sebagai kakakmu, aku sangat khawatir. Akan lebih baik jika ini adalah keluarga biasa tapi setiap penghuni di rumah ini adalah seorang assassin. Keluarga ini sama sekali tidak normal. Mereka bahkan lebih mematikan daripada narapidana pembunuhan, tahu? Bahkan dengan Busujima-sensei yang berjaga, siapa yang tahu apa yang mungkin akan terjadi jika kau menjelajah dengan sembrono–”

“Maaf karena memiliki keluarga yang tidak normal.”

Suara tanpa emosi dan sedingin es terdengar. Rasanya seperti ditusuk dari belakang dengan tiba-tiba.

“Woah!?” Kyousuke melompat menjauh dan melihat ke belakangnya.

Sepasang mata tajam, merah karat, dengan warna putih terlihat di antara iris dan kelopak mata bawahnya, menatap lurus ke arah Kyousuke.

Akabane Kagura. Putri kedua keluarga utama Akabane, adik perempuan Eiri. Mengenakan kimono merah tua, dia dengan kasar menunjukkan permusuhan kepada orang luar.

“K-Kapan kau…”

Ngomong-ngomong, Kyousuke dan Ayaka kebetulan sedang berdiri di tengah beranda.

Sampai beberapa saat sebelumnya, mereka tidak mendengar suara langkah kaki atau pun suara nafas. Ayaka mungkin tidak menyadarinya karena dia menundukkan kepalanya. Setengah detik kemudian, dia berkata “ah!”

“Kau adalah gadis yang tiba-tiba menyerang Eiri-san tapi akhirnya ditundukkan!”

“………..Huh?”

Tatapan Kagura berubah menjadi lebih tajam. Dia mengalihkan pandangannya dari Kyousuke ke Ayaka.

Kyousuke berkata “Eh!?” dan berbalik untuk melihat Ayaka.

“Ayolah, omong kosong apa yang kau–”

“Omong kosong? Onii-chan, kau baru saja melihatnya, kan? Gadis ini menggunakan senjata seperti kipas untuk memburu Eiri-san, tapi langsung dipermalukan. Fufu. Ayaka sangat terkejut! Eiri-san benar-benar luar biasa, tahu? Meskipun diserang mendadak, dia menang dengan mudah–”

“Ayaka!”

Kyousuke menutupi mulut Ayaka, yang polos dan tidak bijaksana, dengan tangannya.

“Kau terlalu tidak sopan! Kau mungkin benar, tapi jangan bilang ‘langsung dipermalukan’ di depan orangnya! Apa yang akan kau lakukan jika dia bergegas untuk memotongmu?”

“Kalau begitu kau akan melindungi Ayaka, kan, Onii-chan?” 

“Y-Ya…”

“Maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pukuli dia sampai babak belur!”

“…Siapa yang akan mengalahkan siapa?”

Diiringi dengan suara yang sangat pelan, Kagura menatap tajam ke arah Ayaka.

Tapi Ayaka tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Sambil berkata “hmph”, dia membusungkan dadanya yang rata dan berkata:

“Kau yang akan dihajar habis-habisan! Onii-chan-ku tidak pernah kalah dari siapa pun. Kau bahkan tidak bisa mengalahkan Eiri-san, seratus tahun terlalu cepat bagimu untuk mengalahkan Onii-chan.”

“–Apa?”

Ayaka mengejek Kagura, menyebabkan dia mengerutkan kening.

Melirik Kyousuke yang dengan canggung berkata “Huhhhh!?”, Kagura mencemooh dengan jijik dan berkata “Mengatakan aku akan kalah dari orang ini… Hmph. Lelucon yang luar biasa. Nee-san sebagai lawan akan menjadi masalah berbeda, tapi orang yang bukan siapa-siapa seperti dia? Tak perlu seratus tahun, aku akan memenggal kepalanya dalam dua detik.”

“Memenggal kepalanya dalam dua detik? Kedengarannya begitu payah. Wow. Benar-benar sesuatu yang tidak akan dikatakan siapa pun.”

“…Aku tidak perlu sedetik pun untuk menebasmu.”

“Mau dicoba?”

“Dengan senang hati–”

“Tunggu!”

Kyousuke melangkah di antara kedua gadis itu.

“Berhentilah berdebat begitu kalian bertemu! Pokoknya, tenanglah dulu!”

“Aku sangat tenang, kan?”

“Ayaka sangat tenang, Onii-chan?”

“…Tidak sepenuhnya tenang.”

Mata Kagura sangat cerah sementara mata Ayaka kehilangan kilauannya.

Mereka berdua tampak mencurigakan seperti mereka akan langsung saling bunuh.

Kagura bahkan sudah meraih kipas logam di pinggangnya. Tapi bagaimanapun juga, Ayaka adalah orang yang memulai perkelahian, oleh karena itu, Kyousuke meminta maaf terlebih dahulu sebagai kakaknya.

“Maaf karena adikku sudah menyinggungmu. Dia mengatakan hal yang sangat kasar padamu–”

“Tidak, gadis inilah yang kasar!”

Ayaka menunjuk Kagura dan menyangkal.

“Ayaka hanya mengatakan yang sebenarnya! Selain itu, wanita jalang ini bahkan memperlakukan Onii-chan sebagai idiot… Menghina Onii-chan karena bukan siapa-siapa dan bahkan mengatakan itu hanya akan memakan waktu dua detik, dan bilang kalau Onii-chan itu seorang Gigolo, seorang hidung belang tanpa kesetiaan.”

“Dia tidak mengatakan dua hal terakhir itu.”

Itu bukan bagaimana Ayaka melihat Kyousuke, kan?

Melihat Kyousuke menjadi sedih karena sesuatu yang aneh, Kagura berkata “…hmph” dengan tidak setuju.

“Apa kau begitu yakin kalau aku akan kalah melawan orang ini? Daripada lelucon, itu malah sepenuhnya delusi… Aku benar-benar terkejut. Kau jelas-jelas orang bodoh yang bahkan tidak bisa menilai level lawanmu.”

“Kau tidak berhak menyebut Ayaka bodoh. Ayaka sangat pintar!”

“Ya ampun, berdelusi lagi? Atas dasar apa kau dapat bil–”

“Karena ada seseorang yang sangat bodoh. Aku sedang membicarakan Eiri-san.”

“………..Apa?”

Seketika, ekspresi Kagura berubah drastis.

“Kau menyebut Nee-san….. bodoh?”

“Iya. Saat hasil ujian akhir keluar, dia menduduki peringkat kedua dari belakang lho? Jika Eiri-san saja begitu bodoh, Ayaka tidak berpikir kalau adiknya bisa lebih baik. Fufu. Oh, ngomong-ngomong, Ayaka peringkat tiga, dari depan.”

Akhirnya mengubah ekspresi masa bodohnya, Kagura mendecakkan lidah.

“Jangan samakan aku dengan orang tidak berguna itu.”

“Bagaimana bisa kau memanggilnya tidak berguna–”

“Sejak awal dia sudah tidak berguna, kan? Tidak dapat membunuh siapa pun meskipun seorang assassin. Dalam satu hal ini, kalian para pembunuh bahkan mungkin lebih profesional daripada dia. Harusnya ada batasan untuk mempermalukan nama keluarga. Sheesh… Andai saja dia tidak pernah kembali.”

Bergumam pada diri sendiri, keluhannya dipenuhi dengan kebencian yang mendalam.

Kemudian menarik kipas dari pinggangnya, dia berkata:

“Aku berbeda dari Nee-san… Aku bisa membunuh dengan mudah. Faktanya, aku sudah membunuh berkali-kali. Ini hanya akan masalah sepele bagiku untuk menodai kipas ini–bilah kipas besi ‘Red Bird’–dengan darah segar kalian. Bagaimanapun, aku sangat profesional dalam hal ini sebagai assassin Akabane.”

Dengan alunan tangannya, Kagura membuka kipas lipatnya.

“ “……!?” ”

Ayaka mundur dengan takut-takut sementara Kyousuke menjadi tegang.

Ekspresi di wajah Kagura menghilang.

Dibalut kaus kaki tradisional putih, kakinya kemudian digerakkan untuk berpindah–

“…Namun, kalian bisa santai. Saat ini tidak ada perintah membunuh yang dikeluarkan dari atas. Nikmatilah hidup, kalian berdua. Aku sudah selesai jadi biarkan aku pergi.”

Tersenyum tanpa keceriaan, Kagura berjalan melewati Kyousuke dan Ayaka. Dengan angin dari saat membuka kipasnya, dia dengan santai mengeluarkan kata-kata itu.

“ “—-” ”

Saat dia melewati mereka, matanya yang merah karat bertatapan dengan pandangan mereka. Kata-katanya menyiratkan seperti ini:

Setelah aku mendapatkan perintah, aku akan langsung membunuh kalian semua.

Bilah, yang dilekatkan di kipas, berkilauan di bawah sinar matahari musim panas.

Seperti bilah dingin yang terbuka dari sarungnya, niat membunuh sedikit keluar. Di bawah tekanan itu, Kamiya bersaudara tetap terlalu takut untuk bergerak dalam waktu yang cukup lama.

× × ×


“Uwahhhhhhhhhhhhhhh, lepaskan akuuuuuuu! Lepaskan akuuuuuuuu~!”

“…Nguap.”

Kamiya bersaudara berjalan menuju kamar tamu sebelumnya setelah berpisah dengan Kagura. Begitu mereka mendekat, mereka mendengar teriakan Renko.

Bingung dan cemas, mereka bergegas ke tempat kejadian untuk melihat Renko ditundukkan oleh Eiri dengan kuncian lengan silang di punggung, meronta keras di lantai.

Sementara itu, Eiri terlihat sangat santai saat menahan Renko dengan menguap karena bosan.

“…Oh, Kyousuke. Sepertinya kau berhasil menangkap mangsamu juga.”

“Ya. Hei, umm… Apa yang sedang kau lakukan?”

“Tidak ada. Aku menundukkannya karena dia ingin melarikan diri—Begitulah!”

“Hikyahhhhhh!? Ini akan patah, ini akan patah, jika kau menariknya begitu keras, sendinya akan pataaaaaah! Berhenti menariknya, maafkan aku! Aku tidak akan lari lagi, aku tidak akan lariiiii!”

“…Yeah yeah.”

Eiri menghembuskan napas dan berhenti melakukan grappling hold.

Memegang bahunya, Renko berkata “shuko…” dan meregangkan tubuhnya. Kemudian Ayaka berlari ke sisinya, memeluk kepala Renko–

“Apa kamu baik-baik saja, Renko-san!?”

“Oh Ayaka-chan… Aku tidak, berhasil… Meski sendiri, kamu harus lari… Ack.”

“Renko-saaaaaaaaaaaaaaaan!? Hiks… Ayaka mengerti. Biarpun hanya Ayaka yang tersisa, Ayaka akan tetap menggeledah rumah ini. Kamar Eiri-san harus ditemukan–”

“Hei. Waktunya pergi, Ayaka.”

“–Oh oke.”

“Aduh!?”

Ayaka melemparkan kepala Renko dan berdiri.

Kehilangan sandaran, kepala Renko membentur lantai dengan keras.

“Shuko– …Sungguh jahat. Yang aku inginkan cuma melihat-lihat kamarmu. Kenapa kau begitu menentangnya? Itu terlalu aneh.”

“…Tentu saja tidak. Kau pasti akan menggeledah tempat itu meskipun bilangnya ‘cuma melihat-lihat.’”

“Kau punya sesuatu yang tidak ingin ditemukan? Foosh–”

“Huh? Tidak juga. Bagaimana mungkin ada yang seperti itu…”

Kedua gadis itu berdebat saat semua orang berjalan menuju kamar tamu bersama.

Namun, di sepanjang jalan, Renko berkata “sekarang setelah kita disini, ayo ajak kami berkeliling untuk membiasakan diri dengan lingkungan! Hal-hal seperti di mana toiletnya.” Oleh karena itu, rombongan tersebut mulai berkeliling.

Saat berkeliling di mansion, Kyousuke mengajukan pertanyaan yang telah mengganggunya sepanjang waktu.

“Eiri. Apakah kau… memiliki hubungan buruk dengan adikmu?”

“–Kenapa kau menanyakan itu?”

“Yah, kami bertemu dengannya sebelumnya dan–”

“Apakah dia mengatakan sesuatu tentangku?”

“…Yeah.”

Kyousuke tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya.

“Tidak berguna”, “mempermalukan keluarga”, “andai saja dia tidak pernah kembali”—Tepat saat Kyousuke bertanya-tanya apakah akan memberitahukan pelecehan verbal Kagura atau tidak…

“Aib Akabane, tidak berguna, pengecut, idiot, mempermalukan keluarga, tidak tahu malu, autis, tidak kompeten, tidak dapat diandalkan… Apa lagi? Biar kupikir dulu, andai saja dia tidak pernah kembali. Kurang lebih seperti itu, kan?”

Eiri dengan mudah membuat tebakan yang sempurna.

“Huh!?” Kyousuke bereaksi karena terkejut, memunculkan senyum masam di wajah Eiri.

“…Aku mendengar dia menghinaku setiap hari, sepanjang hari. Gadis-gadis itu menganggapku sebagai perusak pemandangan. Aku sudah tahu hal ini dengan baik. Keluarga Akabane adalah matriarki.”

“Matriarki? Apakah itu berarti lahirnya anak perempuan lebih diharapkan?”

“Ya. Merah melambangkan darah, darah melambangkan kelahiran, dan kelahiran disamakan dengan perempuan… Meskipun itu tidak sepenuhnya benar, keluargaku selalu melahirkan pewaris perempuan dengan mudah. Kepala keluarga di setiap generasi adalah perempuan. Pewaris garis keturunan dimulai dari putri tertua, putri kedua, putri ketiga… akhirnya putri bungsu sebelum putra sulung. Sedangkan untuk kepala keluarga utama selama bertahun-tahun, ada lima putri kedua dan satu putri ketiga… Sisanya semuanya adalah putri tertua. Satu hal lagi, Okaa-sama juga seorang putri tertua.”

Sambil melihat bunga merah yang bermekaran di halaman, Eiri berjalan di sepanjang beranda.

Suaranya terdengar sangat tenang saat dia menceritakan hal itu, nampak acuh tak acuh.

“…Tapi entah itu beruntung atau sial, aku tidak dapat membunuh meskipun seorang putri tertua keluarga utama. Namun, bakat alami yang diberkati padaku menjadi sia-sia, memberi semua orang harapan yang tidak perlu, mencegah mereka menyerah sepenuhnya… Putri kedua, Kagura, tidak dapat menerima kalau seseorang sepertiku lahir di dalam klan. Dulu sekali, sebelum dia tahu aku tidak bisa membunuh, dia sangat mengagumiku.”

Eiri terlihat sangat sedih saat membicarakan tentang adik perempuannya.

Kagura membenci Eiri tapi Eiri tidak menunjukkan tanda-tanda membenci Kagura. sebaliknya, dia sepertinya merasa bersalah kepada saudara perempuannya.

“…Apakah tidak ada cara untuk berbaikan?”

“Aku ragu akan hal itu. Selama aku tetap tidak bisa membunuh.”

“Hmm–”

Memalingkan muka dari Kyousuke yang berpikir keras, Eiri melihat ke halaman.

Memang, Eiri mungkin benar. Begitu Eiri menjadi pembunuh, Fuyou akan menjadikannya penerus bisnis keluarga tanpa basa-basi.

Alasan Kagura untuk membenci Eiri akan lenyap. Hubungan antar saudara perempuan akan meningkat.

Penyesalan, kesedihan, dilema, semua yang ada di hati Eiri akan tersapu.

“Tapi Eiri, apakah kamu sendiri benar-benar ingin–”

Seketika itu juga, Eiri berkata “oh” dan berhenti berjalan.

Dia rupanya menemukan sesuatu. Dia mulai menatap sudut tertentu di halaman.

“…Oh, ada apa?”

“Apakah kalian menyadari sesuatu yang menarik?”

Berjalan di belakang kami, Renko dan Ayaka berhenti juga dan mengikuti arah tatapan Eiri.

Halaman yang luas memiliki bebatuan besar dan lentera batu serta lanskap buatan dengan meletakkan kerikil putih. Di sudut halaman, di depan tanaman hijau yang terawat dengan baik, ada bercak merah yang lebih jelas daripada warna bunga.

Kimono Merah Terang. Dua sosok sedang berjongkok di sana dengan tubuh membelakangi rombongan Kyousuke. Dilihat dari ukurannya, mereka sepertinya anak-anak.

Kedua anak itu sedang fokus bermain dengan sesuatu di depan petak bunga.

Kres! Suara aneh bisa terdengar.

Kres, kres, kres, kres.

“ “……?” ”

Mungkin merasakan orang-orang memperhatikan mereka, kedua anak itu tiba-tiba menghentikan apa yang mereka lakukan dan menoleh ke belakang.

Ayaka berteriak “Kyah!?” Renko berkata “Uhyahhhhhhhh!?” Kyousuke tersentak refleks.

Wajah anak-anak itu kotor seolah-olah berlumuran darah segar.

“ “… Ah.” ”

Kedua anak itu bereaksi setengah detik kemudian. Mata coklat-merah mereka melebar.

“ “Eiri-oneechan!” ”

Bersorak-sorai, mereka bergegas lurus ke arahnya.

Tangan kecil mereka berayun saat mereka berjalan melewati halaman, memegang gunting besar. Satu hitam, satu putih. Dicat dengan warna berbeda, bilahnya meneteskan cairan menyerupai darah segar, berceceran ke samping.

Mengayunkan senjata berbahaya di tangan mereka, anak-anak itu berlari ke arah mereka.

“ “Itu Eiri-oneechan, itu Eiri-oneechan!” ”

“H-Hei… Sepertinya mereka sedang menuju kita!?” 

“Kita perlu melakukan serangan balik bersama!?”

“Tidak, tidak! Lari, Ayaka-chan! Cepat!”

“Itu Eiri-oneechan, itu Eiri-oneechan! Itu Eiri-oneechan, itu Eiri-oneechan, itu Eiri-oneechaaaaaaaaaaaaaaaaaan, woooooooooooooww!”

Saat Kyousuke, Renko dan Ayaka benar-benar panik, kedua anak itu sudah berlari menghampiri mereka.

Menendang bakiak kayu mereka dan naik ke beranda, mereka kemudian berputar-putar mengelilingi Eiri–

“Eiri-oneechan, selamat datang kembali!”

“Selamat datang kembali, Eiri-oneechan!”

Berceloteh keras, kedua anak itu membuat banyak suara. Rasanya seperti mereka akan menerkam. Untungnya, gunting besar dan darah yang berceceran di pakaian mereka menghalangi. Rambut dan pakaian anak-anak itu semuanya kotor dengan sejenis cairan.

Eiri sepertinya sudah terbiasa dengan hal itu. Tidak terpengaruh, dia berkata “Ya, aku pulang” dan tersenyum.

“Bagaimana kabarmu, Ryou?”

“Baik!”

Anak kecil bernama Ryou mengangkat tinggi gunting hitam.

“Kau tidak masuk angin, kan, Ran?”

“Gak!”

Anak bernama Ran itu mencengkeram gunting putih itu erat-erat.

Rambut merah kecoklatan kedua anak itu dipotong sebahu. Mereka memiliki wajah yang identik. Tak perlu dikatakan lagi, hal yang sama juga berlaku untuk bentuk tubuh mereka, bahkan sampai suara mereka pun sama. Selain gunting, tidak ada cara untuk membedakan mereka.

Mengabaikan Kyousuke dan yang lainnya, si kembar itu langsung merepet dengan cepat.

Sambil bermain dengan gunting di tangan mereka, melakukan kres kres–

“Eiri-oneechan, Eiri-oneechan.” “Dengarkan ini, dengarkan ini!” “Ada sesuatu yang bersembunyi di sana barusan.” “Sesuatu yang aneh!”

“…Sesuatu yang aneh?”

“ “Ya!” ”

Ryou dan Ran menjawab serempak.

Bahkan nafas mereka tersinkronisasi dengan sempurna.



“Yang merah, yang kuning.” “Yang ungu, yang hijau.” “Laba-laba dan lipan, yang belum pernah terlihat sebelumnya.” “Ular dan katak, yang belum pernah terlihat sebelumnya.” “Begitu banyak makhluk aneh.” “Sungguh banyaaaaaaak, banyak sekali yang muncul!”

“……….Oh.”

Kerutan muncul di alis Eiri.

Si kembar saling memandang dan berkata:

“Ular yang kami temukan tadi sangat tidak biasa.” “Ya, sangat cantik, warnanya!” “Seperti usus yang baru mengeluarkan isi perut.” “Seperti usus kecil, warnanya pink!”

“…!?”

Seekor ular pink. Itu adalah ular berbisa yang dilepaskan Busujima di tengah jalan saat menuju kamar tamu.

Dengan kata lain, noda darah pada si kembar itu adalah–

“Tapi, ular itu hampir menggigit kami…” “Jadi kami membunuhnya!” “Aku memotong kepalanya.” “Mengguntingnya!” “Tapi dia masih hidup.” “Masih menggeliat.” “Kelihatan sangat menjijikkan…” “Jadi kami memotongnya menjadi beberapa bagian.” “Menggunakan gunting Ryou, ‘Gunting Salib Hitam’!” “Dan gunting Ran, ‘Gunting Salib Putih’!” “Kami mulai memotong dari kepala dan ekornya.” “Kres, kres!”

Kedua anak itu tertawa polos, gunting mereka melakukan kres kres.

Dua potong gunting dan darah serta cairan tubuh yang berceceran di pakaian mereka pasti berasal dari makhluk beracun yang Busujima lepaskan untuk mengintai mansion.

“…Haaah, dia terbunuh.”

Eiri menghela nafas. Kyousuke dan yang lainnya tidak bisa berkata-kata.

Pada saat ini, si kembar akhirnya menyadari mereka dan berkata “ah!” secara serempak–

“Orang-orang ini, jangan bilang kalau mereka.”

“Ya, itu pasti mereka, tidak salah lagi!”

Pssst pssst psssst. Menempelkan wajah mereka, mereka mulai berdiskusi dengan berbisik. Kyousuke, Renko dan Ayaka sudah menatap dengan melongo. Eiri mulai memperkenalkan si kembar.

“Keduanya adalah adik laki-laki dan perempuanku. Seperti yang kalian lihat, mereka kembar. Sembilan tahun. Kakak laki-laki, Ryou, yang membawa gunting hitam. Yang memegang gunting putih adalah si adik perempuan, Ran.”

“Senang bertemu denganmu, Onii-chan!”

“Senang bertemu denganmu, Onee-chan!”

Si kembar menundukkan kepala kecil mereka dan menyapa setelah mengakhiri diskusi bisik-bisik mereka.

“H-Halo…”

“Senang bertemu dengan kalian.”

“Senang bertemu dengan kalian!”

Masih bingung apa yang harus dilakukan, ketiganya menyapa sebagai balasan. Si kembar mengamati wajah mereka dengan penuh minat. Mata mereka yang jernih dan wajah mereka yang berlumuran darah sangat kontras, terlihat sangat aneh, hingga itu menakutkan.

“Hei Onii-chan!” “Hei Onee-chan!” “Ryou sudah tahu.” “Ran juga tahu!” “Onii-chan, kamu pembunuh kan?” “Onee-chan, kalian semua pembunuh, kan?”

Mengeluarkan bau darah yang kuat, si kembar mendekat.

Dengan mata berkilau, mereka menatap Kyousuke, Renko dan Ayaka…

“Senjata apa yang kalian pakai membunuh?” “Bagaimana cara kalian membunuh?” “Kenapa kalian membunuh?” “Super penasaran, Ran-chan!” “Super penasaran, Ryou-chan!” “Tolong tolong tolong tolong tolong tolong tolong tolong tolong tolong tolong beritahu aku.” “Ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu ingin tahu!”

Kres-kres. Kres-kres.

Si kembar membuka dan menutup gunting itu, semakin dekat dan kian mendekat. Kyousuke dan teman-temannya membeku ketakutan–

“…Kalian berdua, pergilah mencuci kotor-kotoran itu. Kembalilah ketika kalian sudah berganti pakaian.”

Eiri mengetok kepala si kembar.

Memegang kepala mereka dengan “wah!?”, si kembar saling memandang.

Kemudian seolah-olah mereka menemukan sesuatu yang lucu, mereka tertawa.

“ “Dimengertiiiiiiiiiii!” ”

Kemudian mereka menjawab dengan penuh semangat pada Eiri. Saling berpegangan tangan yang berlumuran darah, mereka lari dengan langkah kaki yang berisik. Tetap di tempat, Kyousuke dan yang lainnya tidak bisa berkata-kata, menatap kaget pada si kembar yang pergi.

“…Apa-apaan dengan dua orang itu?”

“Mereka terlalu bersemangat! Tidak mungkin bisa mengikuti mereka.”

“Itu terjadi sepanjang waktu. Ngomong-ngomong, haruskah kita melaporkan makhluk-makhluk itu?”

Eiri menunjuk genangan darah di sudut halaman.

Beberapa detik kemudian…

“Apa yang terjadi!? Teman-temanku mendatangiku, melaporkan keadaan darurat…”

Busujima kebetulan tiba di tempat kejadian saat ini. Dia ambruk begitu dia melihat mayat hewan peliharaannya dan mulai menangis meskipun berusia segitu.

“Hieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee, Kobiyan!? Kobiyaaaaaaaaaaaaaaan! Hiks hiks… Kenapa, kenapa ini bisa terjadi… Hiks… Hiks… Wahhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!”

× × ×


“Saya sangat menyesal atas kejadian ini.”

“ “Sangat menyesal!” ”

Fuyou telah datang ke kamar Kyousuke dan yang lain untuk berlutut meminta maaf. Si kembar juga meniru ibu mereka dan berlutut, bersujud dengan kepala menempel di lantai.

Busujima sedang duduk bersila di depan ketiganya dengan tangan disilangkan di depan dadanya, wajahnya menoleh ke samping.

Dia terlihat sangat marah karena hewan kesayangannya dibantai tanpa ampun.

Setelah insiden tersebut. Menurut hasil penyelidikan dayang, ada total enam mayat ditemukan di mansion. Seperti ular berbisa yang dimutilasi, yang lainnya juga tercabik-cabik oleh dua pasang gunting.

Fuyou mendongak dari lantai tatami dan berbicara dengan wajah sedih:

“Meskipun saya selalu mengajari mereka untuk menahan diri dari melakukan pembunuhan yang tidak perlu… Kedua anak ini memiliki sedikit kecenderungan untuk bersenang-senang dalam pembantaian. Mereka akan membunuh hewan kecil dalam sekejap saat seseorang menurunkan kewaspadaan mereka. Pemula yang belum bisa dengan bebas mengendalikan dorongan membunuh mereka. Kegagalan saya dalam mendidik mereka secara memadai adalah alasan untuk insiden yang sangat disesalkan ini. Saya benar-benar minta maaf.”

“ “Benar-benar minta maaf!” ”

Kyousuke dan yang lainnya sedang menyeruput teh di depan meja minimalis, mengamati seluruh proses dari samping. Meskipun anggota keluarganya berlutut meminta maaf dihadapannya, Eiri terus mengunyah roti kukus tanpa ekspresi.

Momen keheningan. Setelah beberapa saat, Busujima akhirnya berbicara.

“…Aku tidak peduli lagi. Angkat kepala kalian. Mereka tidak akan hidup kembali tidak peduli seberapa banyak kalian meminta maaf. Ini kelalaianku karena melepaskan hewan berbahaya dan beracun. Ya, kelalaianku… Seandainya aku tahu, seharusnya aku melepaskan teman-teman yang lebih cocok dalam pertempuran. Dengan begitu, setidaknya mereka bisa menyerang balik… (bergumam).”

Meskipun mengatakan kalau itu kelalaiannya, Busujima menggerutu dengan panjang lebar.

Kematian hewan peliharaannya mungkin merupakan kejutan besar baginya. Kepala Busujima terkulai serendah mungkin. Mencondongkan tubuh ke depan, Fuyou mengulurkan tangan, membelai pipi Busujima dan berkata:

“Saya kira Anda tidak sepenuhnya tenang? Dalam hal ini, saya akan terpaksa… Izinkan saya untuk meminta maaf secara pribadi kepada Anda. Agar Anda dapat memaafkan perilaku bodoh anak-anak saya yang memalukan, saya akan mengizinkan Anda melakukan apa pun yang Anda mau denganku. Fufu. Ayo, nikmati dirimu sepuasnya malam ini.”

Fuyou mengusap jarinya dengan cara menggoda di kulit Busujima dan berbisik di telinganya.

Busujima bergumam “…Apa?” dengan curiga dan mendongak–

“—Kalau begitu aku tidak akan menolak tawaran baikmu.”

Dia menerimanya tanpa berpikir dua kali. Di bawah hidungnya, filtrumnya terentang dengan cara yang cabul.

Dia tampak seperti telah sepenuhnya melupakan hewan peliharaannya yang mati. Menargetkan Fuyou yang muda nan seksi dan tidak terlihat seperti ibu Eiri, Busujima memandangi seluruh tubuhnya dengan tatapan penuh nafsu.

“Matilah saja sana!”

“Gah!?”

Eiri melempar roti kukus ke Busujima.

“Okaa-sama!? Apa sih yang kau pikirkan!? Mengusulkan istilah seperti itu pada pria semacam ini… Apa kau sudah gila!? Meski dengan asumsi kalau Okaa-sama tak masalah dengan itu, langkahi dulu mayatku, oke!?”

Eiri mengomel dengan wajah memerah sementara Fuyou mengucapkan “ara ara” sambil tersenyum.

Menarik tangannya yang terulur, dia menutup mulutnya dan berkata:

“Tentu saja aku bercanda, Eiri. Kamu lucu sekali~”

“…Okaa-sama.”

“Jadi itu hanya bercanda. Ck…”

“–Sensei?”

Eiri awalnya memelototi Fuyou dengan jengkel. Sekarang dia menyipitkan matanya pada Busujima.

Busujima tadi sedang berkubang dalam kekecewaan ketika dia langsung mengayunkan tangannya dengan panik.

“Kau salah dengar, aku juga hanya bercanda, oke? Sudah jelas! Hahaha… Bagaimanapun juga aku adalah seorang guru. Tidak peduli seberapa cantiknya seseorang, aku tidak mungkin melakukan perselingkuhan dengan orang tua mu–”

“Tidak ada perselingkuhan di sini, Sensei.”

“Hah?”

“Suamiku sudah lama meninggal.”

“ “……!?” ”

Seketika, bahu Eiri bergetar

Ekspresi Busujima mengatakan “Sial, Aku menginjak ranjau.”

“Ayah Eiri… sudah meninggal? Maafkan aku karena meneruskannya, tapi kedengarannya seperti–”

“Benar, enam tahun yang lalu, dia tiba-tiba kehilangan nyawanya saat bekerja. Dia berusia tiga puluh dua tahun saat itu.”

Fuyou menunduk dan menjawab.

“Resiko mati dalam pekerjaan selalu ada dalam pekerjaan sebagai assassin. Harapan hidup kami dalam karir ini sangat pendek… Meninggal pada usia tiga puluh dua, itulah kehidupan yang telah dia pilih . Namun, mendiang suamiku adalah seorang assassin yang luar biasa, jadi itu mungkin karena nasib buruk… Pada saat itu, putri sulungku Eiri berusia sepuluh tahun sementara Ryou dan Ran baru tiga tahun.”

“ “ “—-” ” ”

Untuk sesaat, Kyousuke dan yang lainnya bingung bagaimana harus merespon dan hanya bisa menundukkan kepala mereka dalam diam.

Si kembar bersuara dengan wajah sedih.

Keheningan yang mencekik turun.

Sesuatu datang menyapu suasana ini. Itu adalah tepukan tangan Fuyou.

“Maaf. Aku telah mempermalukan diri sendiri, sampai membuat tamuku khawatir… Tolong jangan biarkan kematian mendiang suamiku membebani pikiran kalian. Aku dan anak-anak sudah mengatasinya. Sudah enam tahun berlalu, benarkan, Eiri?”

Dihadapkan dengan pertanyaan Fuyou, Eiri tidak menjawab. Dia menggigit bibirnya begitu keras hingga hampir memutih. Wajahnya mengarah ke tanah. Duduk di sampingnya, Kyousuke sangat khawatir dan menatap ke sisi wajahnya.

“…Eiri?”

“Ya ampun. Eiri adalah anak yang sangat mencintai dan menghormati ayahnya.”

Senyuman masam muncul di wajah Fuyou saat dia menyipitkan mata merah darah miliknya.

“…Namun, aku yakin ayahmu akan sedih jika kau membuat ekspresi seperti itu. Festival Bon dimulai hari ini. Nenek moyang kita yang telah tiada akan kembali ke dunia manusia selama kesempatan ini–Dengarkan aku, Eiri. Saat ayahmu kembali, kita akan menyambutnya dengan wajah tersenyum, oke?”

× × ×


Makanan dihidangkan di atas meja melalui tangan dayang yang mengenakan topeng Noh.

Hidangan rebus, hidangan tumis, hidangan goreng, makanan pembuka dingin, salad, sup, acar… Sarat dengan pernis merah adalah jamuan dalam jumlah besar.

Meja minimalis itu sangat panjang dan terisi oleh hidangan-hidangan ini sekaligus.

“Wow, luar biasa .. Makanan ini sangat mewah.”

“Bahkan makanannya mengalahkan makanan hotel? Terlihat sangat enak!”

“Apa ini? Penyiksaan perlahan? Aku satu-satunya yang tidak bisa memakan hidangan ini!?”

“…Bagaimana kalau makan di gudang?”

“Eh!? Tidak mau, makan sendiri tidak menyenangkan. Poin utama dari makan bukanlah tentang makanannya tapi dengan siapa kau makan! Itu sebabnya, aku tidak kecewa sama sekali… A… ku tidak kecewa.”

“Cup cup. Cepatlah hapus air mata itu.”

“Aku tidak bisa menghapusnya karena ada topeng, wahhhhhhhhhhhhhh!”

Beberapa dari mereka mengobrol dengan ribut sambil duduk di kursi bantal yang telah disiapkan sebelumnya.

Duduk secara berurutan dari ujung meja adalah Busujima, Kyousuke, Renko dan Ayaka.

Lalu ada Eiri—

“…………Ck.”

Dia duduk di seberang Busujima, di sebelah kiri Kagura.

Kagura sengaja mendecakkan lidahnya dengan keras tapi Eiri tetap tidak terpengaruh.

Setelah kejadian sebelumnya, Kyousuke dan yang lainnya telah menguburkan hewan peliharaan Busujima yang sudah mati di belakang mansion dan bahkan mendirikan batu nisan. Kemudian mereka menonton televisi sampai makan malam, kemewahan yang tidak tersedia di sekolah, mengobrol santai dan bahkan mendiskusikan rencana perjalanan mereka yang akan datang, menghabiskan waktu dengan santai di kamar mereka.

Tidak ada yang mengungkit mendiang ayah Eiri yang telah meninggal enam tahun lalu. Ketika Eiri kembali ke kamar, dia terlihat sama seperti biasanya tanpa ada rasa penderitaan di wajahnya.

Saat ini, dengan kelopak mata setengah diturunkan, dia dengan malas menguap seperti biasanya.

“Sangat lapar, Ryou-kun!”

“Mau segera makan, Ran-chan!”

Si kembar duduk di sebelah kanan Kagura, mengobrol dan bermain-main. Terakhir muncul, Fuyou datang ke sisi meja panjang dan duduk di mana semua orang berada dalam pandangannya.

“Terima kasih atas kesabaran kalian, semuanya. Aku sudah meminta keluarga cabang untuk kembali. Jadi, semua anggota keluarga utama Akabane hadir. Mari kita mulai tanpa basa-basi.”

Mengikuti tindakan Fuyou, Kyousuke dan yang lainnya menyatukan tangan mereka.

“ “ “Terima kasih untuk makanannya!” ” ” Mereka semua berbicara serempak lalu mengambil sumpit pernis merah mereka.

Saat itu pukul enam sore. Lokasinya adalah aula perjamuan di kediaman utama Akabane. Maka, jamuan makan yang harmonis untuk sembilan orang dimulai.

Fuyou menuangkan anggur lokal yang bagus untuk Busujima. Eiri bertanya padanya:

“…Okaa-sama, apakah Nii-san dan Muramasa sedang pergi?”

“Ya, mereka sedang bekerja. Basara diperkirakan akan pulang besok pagi jika semuanya berjalan sesuai rencana. Muramasa saat ini di luar negeri dan mungkin tidak akan kembali tepat waktu untuk ikut serta dalam Festival Bon.”

“Begitu ya… Jadi sama seperti biasanya, selalu sibuk.”

Tentu saja, Fuyou menyebut “kerja” berarti pembunuhan. Sebagai satu-satunya anggota keluarga yang tidak bisa membunuh, Eiri membuat ekspresi yang rumit.

“Dan di sisi lain, kau selalu santai,” ejek Kagura.

Begitu dia mengatakan itu, Fuyou lanjut bicara dengan pernyataan yang mengejutkan.

“Awalnya, Kagura seharusnya sibuk bekerja sampai malam ini… Tapi dia rupanya ingin bertemu Eiri lebih awal dan menyelesaikan pekerjaan dengan bersih dan cepat. Fufu, aku tidak menyangka. Sejak pulang pagi ini, dia sudah gelisah sepanjang hari bahkan tanpa tidur sebentar pun, lho?”

“—Pfffft!”

Mendengar itu, Kagura meludahkan tahu goreng bersama dengan saus yang dia makan.

“Fuyou-sama!? Tolong jangan mengatakan hal-hal yang akan menyebabkan kesalahpahaman! Mengurus pekerjaan dengan cepat, itu karena kebetulan kondisinya memadai. Adapun tidak tidur dan merasa gelisah, itu karena aku ingin menebasnya dengan ayunan bilah di atas kepala pada momen pertama! B-Bukan seperti karena aku ingin melihatnya–”

“Ada sedikit tahu di bibirmu, Kagura?”

“Jangan menyentuhku!”

Kagura menepis tangan Eiri yang memegang sapu tangan, bertingkah agak kasar. Setelah menyeka sudut mulutnya dengan keras, dia menjauhkan diri dari Eiri. Memerah karena tidak senang, Kagura mulai membersihkan meja.

Fuyou menuangkan anggur ke dalam cangkirnya sendiri dan tersenyum kecut dengan “ya ampun.”

Menghadap ke sisi dimana rombongan Kyousuke duduk, dia bertanya:

“Bagaimana rasa makanan kami, semuanya? Kuharap ini sesuai dengan selera kalian.”

“Ya, ini sangat enak!”

Pipi Ayaka penuh dengan sup labu, wajahnya tersenyum.

Kyousuke mengambil sedikit jeli tomat dengan sumpitnya dan terus mengangguk dengan “makanan enak” tidak peduli hidangan mana yang dia coba. Semuanya memiliki standar di atas masakan keluarga biasa. Kemungkinan besar, mereka telah mempekerjakan seorang koki profesional.

Berbicara tentang katering di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium, semuanya terasa seperti limbah dapur, jadi sebaliknya, makanan di sini terasa lebih nikmat untuk dimakan.

Menikmati daging kuda mentah bersama dengan anggur lokal yang enak, Busujima berkomentar:

“Ya ampun, anggur dan makanannya sangat enak. Apakah sebenarnya Anda secara pribadi menyiapkan semua masakannya sendiri…?”

“Ya. Namun, karena jumlah makanan yang lebih besar malam ini, aku meminta bantuan Kagura.”

“ “ “Eh !?” ” ”

Kyousuke, Renko dan Ayaka semua melihat ke arah Kagura pada saat yang bersamaan.

“……Apa kalian ada urusan denganku?”

“Tidak, tapi bagaimana bilangnya yah, pada dasarnya–”

“Sungguh mengejutkan. Sulit dipercaya bahwa kau bisa memasak kelas atas.”

“Hmm~ Yah, siapa yang tahu? Mungkin kita kebetulan melewatkan hidangan yang dia buat. Di antara semua makanan lezat ini, mungkin ada bencana yang sangat menjijikkan tercampur di–”

“Tidak ada sama sekali. Memasak hanyalah mengikuti langkah-langkah secara berurutan. Aku tidak tahu apa yang terlintas dalam pikiran orang yang gagal dalam memasak. Di mana kalian menemukan orang bodoh seperti itu?”

Rombongan Kyousuke dalam diam menunjuk ke kursi sebelah Kagura.

“…A-Apa?”

Eiri cemberut, di tengah memakan tempura.

“Kau tidak tahu caranya memasak?”

“______”

Eiri membeku sesaat, kemudian mengalihkan kontak mata dan menjawab:

“Sedikit, dengan sedikit hidangan… lebih serius dari yang lain?”

Sumpit Kagura jatuh ke lantai dengan suara gemeretak.

“N-Nee-san… Kau pasti bercanda kan? Kau tidak bisa memasak, tidak bisa belajar, tidak bisa membunuh. Kalau begitu katakan padaku, apa yang sebenarnya bisa kau lakukan?”

“…Bernapas, kurasa.”

“Bernapas!? Itu sesuatu yang bahkan bisa dilakukan serangga. Harusnya ada batasan untuk ketidakmampuan! Para leluhur akan tertawa, untuk mengira kalau putri tertua keluarga utama Akabane adalah keberadaan yang menyedihkan. Itu membuat malu semua keturunan yang masih hidup. Bisakah kau segera berhenti bernafas dan mati sedikit… Jika kau tidak keberatan, bagaimana kalau aku membantumu melakukannya?”

“Mustahil. Kau gagal bahkan ketika kau menyergapku sebelumnya.”

“Ap… B-Baiklah! Aku akan memotongmu sampai mati–”

“Hentikan, Kagura! Tidak boleh menarik bilah di meja makan!”

“……Dimengerti. Maafkan saya, Fuyou-sama.”

Kagura kembali ke kursinya dengan ekspresi menderita setelah dimarahi oleh Fuyou. Eiri dengan acuh tak acuh menyesap supnya meski nyaris akan diserang dengan bilah.

Cara dua bersaudara ini berinteraksi benar-benar tidak normal.

Cuacanya jelas sangat panas tapi situasinya membuat Kyousuke berkeringat dingin. Pada saat ini, Renko menarik lengan baju Kyousuke.

“Hei, hei, Kyousuke. Ingin aku menyuapimu dengan cara ‘katakan ah’?”

“…Cara ‘katakan ah’? Tidak, terima kasih, aku bisa makan sendiri.”

“Hmm? Tidak ada salahnya, kan, Kyousuke? Sebenarnya kau anggap apa hubungan kita ini?”

“Diam. Jangan berisik dan minumlah jelimu.”

“Ayolah, katakan ah? …”

“Sudah kubilang tidak! Dan juga, kenapa malah jeli, bukannya makanan!?”

“Ya. Ciuman tidak langsung, hmm? Malu-malu malu-malu.”

“Itu bukan ciuman tidak langsung jika kau menggunakan sedotan, kan?”

“Sekarang setelah kau bilang begitu, bagaimana dengan ciuman langsung? Muuuach–”

“Masker gas-nya menghalangi! Menjauhlah, itu menakutkan!”

“ “ “—-” ” ”

Melihat Kyousuke dan Renko membuat keributan, mata merah karat menatap kuat mereka.

Kagura ikut bergabung dengan tatapan mencemooh Eiri, menatap tajam ke arah Kyousuke.

“U-Umm… Ada apa?”

“Bukankah kau pacarnya Nee-san?”

“Huh!?”

“Ehhhh!?”

“–Pffft!?”

Kyousuke dan Renko benar-benar terkejut, sementara Eiri menyemburkan semua sup yang dia minum.

“…Aneh?” Wajah Kagura dipenuhi keterkejutan.

“Kupikir kalian memiliki hubungan semacam itu. Berpacaran dengan Nee-san sambil bermain-main dengan gadis lain, sungguh pria tak tahu malu yang pantas mati… Itulah yang dulu kupikirkan. Tapi sepertinya aku salah. Sebenarnya pacarmu adalah gadis dengan topeng gas?”

“Ya, itu benar. Foosh–”

“Jangan katakan ‘itu benar’ padaku! Aku tidak berpacaran dengan siapa pun, oke!?”

“…Apakah itu benar, Nee-san?”

Kagura melihat ke sampingnya. Eiri sedang menyeka meja dengan saputangan. Dia sudah tersipu malu, berbicara dengan suara yang gemeretuk:

“Bukankah itu sudah jelas!? S-S-S-S-S-Siapa yang mau pacaran dengan pria tak berguna seperti ini… Mustahil. Berhentilah mengatakan omong kosong, Kagura! Apa kau idiot!?”

“M-Maaf…”

Tanpa diduga, Kagura meminta maaf.

“Memang, tidak mungkin kau akan jatuh cinta pada pria yang tidak mengesankan ini. Meski padamu, aku mungkin sudah mengatakan sesuatu yang kelewatan.”

“…Haaah. Baguslah kau sadar. Pikirkan kata-katamu dengan baik, Kagura.”

“Ya… Aku sangat menyesal.”

“Apakah kalian berdua sebegitunya membenciku?”

Untuk Kagura, yang terus bertingkah kasar sepanjang waktu, untuk mengakui bahwa dia telah bertindak terlalu kelewatan…

Kyousuke merasa sangat tertekan tentang penghinaan tidak langsung itu—

“Minta Maaf.”

–Woosh!

Sebuah benda merah terbang melintas.

“…Hmm!?”

Kagura memiringkan kepalanya untuk menghindar tepat pada waktunya. Senjata tipis dan berbahaya akan menusuk di posisi bola matanya sedetik yang lalu. Percikan terdengar di kolam halaman yang tidak jauh dari beranda.

“Apa–”

Dia berbalik menuju tempat benda yang terbang itu datang…

“Minta maaf pada Onii-chan. Kau mau mati atau minta maaf?”

Ayaka bangkit dengan berlutut, tangan kanannya di depan setelah melempar sesuatu, saat ini menatap Kagura dengan mata yang telah kehilangan kilaunya. Sumpit berpernis merah di tangannya telah menghilang.

Ayaka telah melemparkan sumpitnya, mengincar bola mata Kagura.

Kyousuke merasakan lapisan keringat dingin di dahinya.

“H-Hei… Ayaka, tenanglah–”

–Woosh!

Kyousuke baru saja mencondongkan tubuh ke depan ketika kali ini kilatan putih yang terbang melintas.

Kilatan ini merobek udara dan terbang lurus, memotong beberapa milimeter dari salah satu twintail Ayaka, yang akhirnya tertancap di pintu geser. Itu adalah kipas logam yang dilengkapi dengan bilah.

Kagura bangkit tanpa buru-buru dengan satu mata menyipit dengan niat membunuh.

“…Kuanggap kau sudah siap untuk mati, mengingat kau berani menyergapku dengan serangan diam-diam? Untuk memunculkan niat membunuh terhadap Akabane, hidupmu akan diajarkan rasanya penyesalan.”

“Kau juga. Menghina Onii-chan adalah kejahatan. Kau sudah melakukan yang terbaik untuk pergi ke neraka, jangan pernah mengharapkan keselamatan.”

“Ayaka! Kenapa kau tiba-tiba melakukan ini!? Hentikan sekarang juga!”

Kyousuke dengan panik memutari dan menahan Ayaka. Selain itu–

“Kagura! Singkirkan bilahmu! Kenapa kau menganggap serius seorang amatiran!?”

Menghalangi di depan Kagura, Eiri membujuk adiknya.

Tatapan Ayaka dan Kagura bentrok dengan percikan api yang meletus.

“Gadis ini sangat menyebalkan. Biar aku gorok lehermu, yang sangat mahir membuat suara itu, oke?”

“Fufu. Sepertinya kita sedang memikirkan hal yang sama? Ayaka juga membencimu. Jadi, matilah!”

“Makan malam malam ini sangat menyenangkan, Ryou-kun! Ayo, katakan ah?”

“Ini menyenangkan selama kamu ada di sini, Ran-chan. Ayo, katakan ah?”

Tidak peduli tentang hinaan dan senjata berbahaya yang dilemparkan bolak-balik di meja makan, si kembar saling menyuapi.

Untuk Busujima, dia bertanya pada Fuyou yang sedang menuangkan anggur:

“…Bukankah kau sebaiknya menghentikan mereka?”

“Tidak perlu. Itu akan berakhir dengan sendirinya tanpa campur tangan. Ngomong-ngomong, Sensei, mari kita mengobrol dengan baik karena tidak setiap hari sesama profesional dalam satu pekerjaan berkumpul.”

“T-Tentu…”

“Hei, hei. Bolehkah aku minta sedikit anggur di sana itu?”

“Tidak boleh! Kau masih di bawah umur.”

“Memang. Minum minuman keras itu melanggar hukum, benar? Namun, kau bertanya pada waktu yang tepat. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Rumor mengatakan kalau kau diciptakan murni untuk membunuh… Bisakah kau berbagi beberapa detailnya denganku untuk menghidupkan suasana minum-minum ini?”

“Berhenti! Aku juga tidak bisa membuat pengecualian untuk ini. Detail Hikawa-san adalah rahasia besar di pihak kami. Bagaimana bisa aku dengan mudah mengungkapkan–”

“Kau benar-benar… tidak bisa?”

“Woah!? K-Kukira? Mungkin jika hanya sedikit…”

“…Menunjukkan wajah mesum itu lagi. Sungguh memalukan.”

Wajah Busujima memerah saat Fuyou memegang tangannya. Renko menggelengkan kepalanya dan berkata “tak tertolong lagi.”

Sementara itu, Kyousuke dan Eiri masih menengahi kemarahan di antara adik mereka.

“Maaf, ini salah adikku! Aku akan memarahinya nanti, jadi bisakah kau melepaskannya?”

“Tidak, gadis itulah yang salah. Onii-chan, kau tidak perlu meminta maaf!”

“…Ya. Itu kesalahan adikku, jadi maaf, oke? Dan juga, aku tidak sengaja terbawa suasana barusan–”

“Nee-san, untuk apa kau meminta maaf pada mereka!? Jika kau mengalah di sini, itu akan mencemari kehormatan Akabane!”

Ayaka dan Kagura saling menatap di seberang meja.

Mereka telah menjadi musuh bebuyutan setelah bertemu baru-baru ini. Meskipun niat membunuh telah mereda, amarah mereka yang membara tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.

Puluhan menit berlalu–

Saat kedua gadis itu tenang, sebagian besar makanannya sudah dingin.

× × ×


“Foosh—Makan-makan yang menyenangkan, kan, Kyousuke?”

“…Kurasa.”

Setelah makan malam yang meriah itu berakhir, sekarang sudah lewat jam 8 malam.

Kyousuke sedang menonton variety show di televisi ketika Renko datang untuk berbicara dengannya.

Eiri dan Ayaka pergi mandi. Busujima ada di toilet. Meja minimalis digeser menjauh untuk meletakkan futon. Saat ini, Kyousuke dan Renko berduaan di dalam kamar.

Mereka sudah berganti pakaian ke piyama setelah mandi. Yukata-nya memiliki pola biru tua dengan latar putih, memberikan kesan seperti mereka menginap di penginapan.

Tapi topeng gas aneh itu benar-benar menghancurkan suasana yang bagus itu.

“Shuko– …Aku juga ingin mandi bersama dengan semua orang. Menatap makanan yang tidak bisa aku makan, tidur di tempat yang berbeda. Aku satu-satunya yang mendapatkan perlakuan tidak adil, kan? Hei, itu sangat tidak adil, kan?”

“…Kau benar.”

“Benar sekali, ini sangat tidak adil! Ngomong-ngomong, topeng gas ini sangat panas! Aku tidak bisa menyeka keringat, ini panas, pengap dan tidak nyaman, ahhhhhhhhhhhhhh, aku benci ini!”

Mengulurkan tangan, dia meraih topeng gasnya dan menariknya dengan keras sambil berkata “hngghhhhhh!”, Berguling-guling di kasur.

Namun, sabuk itu sudah dikunci sehingga tidak ada cara untuk melepaskannya dengan mudah. Pada akhirnya yang lepas bukanlah masker gasnya tapi yukata-nya.

Renko sedang berbaring terentang dengan dada naik turun, bagian depan yukatanya terbuka lebar.

“Shuko– Shuko– …Ooh. Aku lebih memilih memakai topeng, jadi bagaimana kalau membiarkanku tidur di sini? Tidur sendirian di gudang terlalu menyedihkan. Dengan memakai topeng, tidur bersama tidak apa-apa, kan?”

“…Kurasa kau benar.”

“Ya! Tapi rasa stresku langsung meningkat jika aku terus memakainya sepanjang waktu… Hmm? Apa yang harus aku lakukan? Mana yang lebih kau suka, Kyousuke?”

“…Kurasa kau benar.”

“_____”

Renko berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan menatap ke arah Kyousuke. Menonton variety show yang tidak bisa dia tonton di sekolah, Kyousuke tidak melihat ke arah Renko.

Dia akan tertawa sesekali dan bahkan membuat komentar sinis.

Saat ini, sebuah letusan terdengar dari pelipis di dekat masker gas Renko.

“Hahaha, ‘Manson Hearts’ sangat lucu… Eh, mereka akan menayangkan acara spesial dua jam minggu depan!? Tapi aku tidak akan bisa menontonnya… Sedihnya.”

“Akulah yang sediiiiiiiiiiiiiih!”

Kewarasan Renko tercabik-cabik dan dia menerkam Kyousuke.

“Nwahhhhh!?” Berteriak karena terkejut, Kyousuke terjepit di lantai, jatuh di futon, dikangkangi olehnya atas kemurahan hatinya. Yukata Renko berantakan dengan payudaranya hampir terlihat sepenuhnya.

Dengan tubuhnya duduk di atas perutnya, Kyousuke bisa mencium aroma sabun yang kuat.

“Aku atau TV, mana yang lebih penting!? Kita jarang mendapatkan waktu pribadi berdua seperti sekarang!”

“B-Bahkan jika kamu menanyakan itu padaku… Pokoknya, bisakah kau menyingkir dulu?”

“Tidak! Aku tidak akan menyingkir! Kecuali jika kau mengatakan kau mencintaiku, Kyousuke, aku menolak menyingkir!”



“…Huhu.”

“Berhenti menonton televisiiiiiiiiiiiiiiiii!”

Ditekan dengan kepala di tanah, Kyousuke masih asyik menonton televisi, membuat Renko semakin marah.

Dia meraih kerah yukata-nya, berniat untuk telanjang sepenuhnya.

“Hei.. Bodoh, hentikan! Apa yang kau lakukan!?”

“Foosh– Kau ceroboh sudah sendirian bersamaku, tahu? Karena kau tidak mau melihatku, aku harus melakukan sesuatu untuk membuatmu menatapku. Ayolah, ayo, Kyousuke, lihatlah baik-baik… Aku mengizinkanmu melakukan apa pun yang kamu inginkan pada tubuh ini. Bagaimanapun juga, kamu adalah laki-laki, jadi kamu pasti akan tunduk kesenangan, bukan?”

“……?”

Untuk sekejap, Kyousuke merasa dirinya sendiri goyah. Tatapannya tertuju padanya.

Bukan hanya payudara itu. Untaian rambut perak yang sedikit lembab, kulit merah muda, tulang selangka yang menggoda, bahu yang ramping, lalu akhirnya, topeng gas, serta ingatannya tentang wajah di balik topengnya, Kyousuke tidak bisa melepaskan pandangannya dari dirinya.

Untuk dibunuh saat perasaannya terbalaskan, Kyousuke seharusnya tahu akan hal itu dengan sangat baik…

“Ya ampun? Kamu tidak menolak sekuat yang kubayangkan.”

Renko mengulurkan tangan ke arah wajah Kyousuke, jari-jari rampingnya mengelus pipinya–

“Kamu benar-benar ingin melakukannya juga, kan? Sangat menginginkannya? Baiklah… Kau bisa lihat kalau aku tidak bisa menggunakan mulutku, jadi aku akan menggunakan bagian lain untuk memuaskanmu–”

“Ayaka kembali, Onii-chan!”

Saat Kyousuke berada dalam krisis, Ayaka kebetulan kembali.

Setelah selesai mandi, twintail-nya diuraikan dan dia mengenakan yukata–

“Rumah Eiri-san memiliki kamar mandi yang megah juga? Rumah orangtuanya memiliki pemandian terbuka, sangat mengejutkan. Bak mandinya juga terbuat dari kayu cemara! Sangat bagus sehingga Ayaka tidak sengaja berdiam terlalu lama–”

Saat Ayaka melihat Kyousuke dan gaya Renko, dia tiba-tiba membeku.

Tersenyum selagi melihat adegan itu, waktu terus berlalu, satu detik, dua detik, tiga detik, empat detik…

“Maaf mengganggu.”

–Braaak! Ayaka menutup pintu geser dan melarikan diri.

Kyousuke dengan tergesa-gesa mendorong Renko menjauh dan berlari ke koridor.

“Jangan pergi, jangan pergi, tunggu! Bukan seperti itu, kau salah paham!”

“…Hmm, salah paham tentang apa? Ayaka tidak melihat apa-apa, lho?”

Ayaka melihat ke belakang. Matanya sangat masa bodo. Suaranya sangat tenang.

Itu 100% salah paham. Ayaka terkekeh dan berkata:

“Hei, kamu sebaiknya kembali ke kamar secepatnya. Jangan khawatir, Onii-chan. Tidak ada yang akan datang kemari untuk saat ini. Ayaka akan berjaga di depan pintu, jadi nikmati saja dirimu sepenuhnya.”

“Seperti yang kubilang, kau salah paham, oke!? Hentikan omong kosongmu dan kemarilah!”

“Ehhhh!? TTTTTThreesome!? Tiba-tiba meminta itu pada Ayaka, itu terlalu sulit, levelnya terlalu tinggi! Tolong, beri Ayaka waktu dulu! Setidaknya biarkan Ayaka mempersiapkan~~~~~~!”

“Berhenti salah paham! Kami benar-benar tidak melakukan apa-apa!”

“…Apa yang kalian lakukan?”

Saat kamiya bersaudara membuat keributan di koridor, seseorang memanggil mereka dengan terkejut

Kyousuke menatap baik-baik untuk melihat Eiri, yang cemberut, baru keluar dari bak mandi seperti Ayaka.

“…Aku tidak peduli, karena itu bukan urusanku sama sekali. Aku membawa es loli untuk kalian, jadi berhentilah berdiri di sana dan masuklah ke dalam. Ini akan meleleh.”

“Oh, oke…?”

Eiri mengangkat sekantong es loli. Dia mengenakan yukata berpola stroberi dan hati dengan latar putih. Selempang diikat dalam bentuk pita kupu-kupu di depannya dengan desain kotak-kotak dari kain tartan merah.

Tidak seperti yukata tamu yang Kyousuke dan yang lainnya kenakan, milik Eiri adalah yukata miliknya sendiri.

Mengenakan pakaian kasual kekanak-kanakan dengan kuncir kudanya diturunkan dan make up-nya benar-benar dihapus, Eiri memberikan kesan yang jauh lebih muda dari biasanya.

Kyousuke tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap erat padanya. Eiri balas melotot.

“Apa yang kau lihat?”

“T-Tidak ada…”

“Maaf karena berjalan-jalan tanpa memakai makeup! Aku baru saja mandi, jadi menunjukkan wajah polos itu hal yang sangat normal… B-Bisakah kau berhenti menatapku? Itu sangat memalukan… T-Tidak, sangat menyebalkan!”

Memalingkan wajahnya ke samping, Eiri mengomel dengan kasar.

Wajahnya memerah samar setelah mandi. Sikapnya yang kasar tidak terasa mengancam. Apakah karena dia tidak memakai makeup?

“Eiri, kau sebenarnya–”

“…A-aku apa?”

“Lebih manis tanpa makeup, kan?”

“………..!?”

Mata Eiri terbelalak. Dia tampak sangat terkejut.

Dia berdiri membeku di tempat beberapa saat sebelum berkata “…hmph” lewat hidungnya–

“…Hah? Omong kosong apa yang kau bicarakan? Hentikan itu. Kata-kata yang menyeramkan untuk diucapkan itu!? Tutuplah mulutmu. Niat jahatmu terlalu mencolok. Tidak mungkin. Tidak mungkin oke? Apakah menurutmu kau bisa memenangkanku hanya dengan beberapa pujian? A-Apa kau idiot!?”

Eiri mengibaskan rambutnya sembari memarahinya.

Kyousuke berkata “tidak, tidak, tidak” dan menyangkal.

“Aku tidak merayumu, oke? Kau terlihat sangat cantik dengan makeup, Eiri, tapi sekarang, kau terkesan imut. Matamu terlihat lebih lembut dan sedikit kurang dewasa. Ini yang sebenarnya. Malahan, kau tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan kesan dewasa, lho?”

Kyousuke menyuarakan pikirannya yang sebenarnya tapi Eiri memilih untuk melihat ke bawah.

Apakah dia mengatakan sesuatu yang salah hingga membuat Eiri tidak senang? Kyousuke merasa sangat cemas.

“M-Maksudku adalah… Eiri, kau juga biasanya cukup imut? Seperti ketika ada celah antara penampilanmu dan apa yang ada di dalam dirimu, atau ketika kamu secara tidak sadar tersenyum. Hanya saja karena kau sangat imut meski kau tidak merias wajahmu, menurutku kamu tidak perlu berusaha keras untuk tampil cantik… Lupakan itu, pakaian kasualmu juga sangat lucu! Pola apa itu? Stroberi? Hati? Juga bunga dan kue-kue! Itu sangat cocok. Kau yang imut dipadukan dengan yukata imut, itu keimutan yang sempurna!?”

“……….lah.”

Suara Eiri keluar dengan volume yang jauh lebih rendah.

Mencoba untuk meredakan suasana, memujinya tanpa henti, Kyousuke merasa benar-benar bingung.

“U-Umm… Eiri? Kenapa kau terlihat sangat kesal–”

“DIAMLAH, idiot!”

Eiri berteriak dan tiba-tiba mendongak.

Dengan wajah semerah stroberi, dia berbicara dengan marah:

“Mengatakan imut imut imut imut tanpa henti… Apa yang kau pikirkan? Tidak bisakah kau menemukan kata yang lebih baik untuk digunakan? Kedengarannya sangat menjengkelkan, menyebalkan dan mengganggu. Diamlah, dasar idiot–!”

“Hgoh!?”

Eiri mengincar mulut Kyousuke dan memasukkan es loli yang masih dibungkus.

Meninggalkan Kyousuke yang tersedak di samping, dia berkata “hmph!” dan pergi.

“Uhuk, uhuk, urgh… Apa-apaan itu!?”

“Ya ampun. Jangan pedulikan dia, Onii-chan.”

Kyousuke mengeluarkan es loli “gorigori-kun” (rasa pisang) dari mulutnya, yang semuanya lengket dengan air liur, dan terus batuk. Melihat sesuatu dari samping, Ayaka membantunya dengan mengusap punggungnya.

“Eiri-san sangat tidak berpengalaman… Kusukusu.”

“…Apa yang kau tertawai? Apakah lucu melihat es loli dimasukkan ke dalam mulut kakakmu?”

“Tidak, bukan begitu, Ayaka hanya bicara sendiri! Jadi begini situasinya… Keluarga yang sangat kaya, Eiri-san mungkin saja kandidat yang cukup baik? Ngomong-ngomong, mengurangi poin karena nilai yang jelek dan tidak tahu cara memasak, posisi teratas Renko-san masih belum terancam. Menurut penglihatan Ayaka, dia hampir tidak lulus…?”

Ayaka mengeluarkan buku catatan dan pena dari suatu tempat dan mulai menulis.

Dia bergumam pada diri sendiri sambil berjalan menuju kamar. Dia tampak seperti sedang menghitung semacam peringkat(?) yang melibatkan Renko dan Eiri, tapi Kyousuke tidak bisa memastikannya.

Ditinggalkan, Kyousuke menggaruk kepalanya dan berkata:

“Eh!? Ini sudah mulai meleleh…”

Membuka bungkusnya dan menarik es loli keluar, dia mengisapnya sambil kembali ke kamar.

× × ×


“Ambil itu, revolusi! Kemenangan ada di tanganku!”

“Sayang sekali, inilah balasan revolusi! Tidak semudah itu, Renko-san?”

“Revolusi ganda kukembalikan padamu!”

“A-A-A-A-A-Apa yang kau bicarakan– !?”

“Foosh–Sepertinya aku masih unggul, Ayaka-chan?”

“…Revolusi tiga kali lipat kukembalikan padamu.”

“Tidak mungkin!? Itu terlalu tangguh! Tidak bagus, aku tidak bisa mengembalikannya… Shuko–Dengan kartu-kartu ini, ini benar-benar jalan buntu.”

Renko membuang dua kartu tersisa dan jatuh di kasur.

Kedua kartu itu masing-masing adalah tiga hati dan empat sekop.

“…Baiklah, sudah berakhir. Keluarlah dari ibukota.”

Eiri melemparkan kartu dengan acuh tak acuh dan mencibir puas.

“Nngugugugug…” Renko bangkit, menggertakkan giginya karena frustrasi.

“Apa-apaan ini? Kau jelas-jelas dada rata yang besar!”

“Apanya dada rata yang besar–Apakah itu besar atau kecil, yang jelas!”

“Kau bisa tahu hanya dengan melihat…”

“…I-Itu jelas benar.”

“Kalian berdua bisa pergi ke neraka sana.”

Eiri memelototi mereka dan meraih cemilan.

Sekarang jam 10 malam. Kyousuke dan teman-temannya berkumpul di dalam ruangan, bermain kartu.

Old MaidSevensConcentrationPig’s TailExtreme Needy… Saat memainkan berbagai permainan kartu, mereka minum jus dan makan cemilan yang dibawa Eiri.

Kemewahan seperti itu sama sekali tidak diperbolehkan di Sekolah Rehabilitasi Purgatorium. Bermaksud untuk menikmati kebebasan mereka demi Maina yang tidak bisa ikut, kelompok Kyousuke bersenang-senang sebanyak mungkin.

Saat mereka bersemangat, sebagai pengawas kustodian, Busujima–

‘Ahaha! Ahahaha! Ahahahahahaha! Kau sungguh anak kecil yang alem dan manja?’

–Di kamar sebelah, bermain-main dengan makhluk beracun. Karena itu pemandangan yang menjijikkan, mereka menutup pintu geser sehingga yang bisa mereka dengar hanyalah suaranya.

Karena Eiri akan tidur di kamarnya sendiri, pada akhirnya, kamar-kamar itu dipisahkan dengan Kamiya bersaudara berbagi satu kamar dan Busujima mendapatkan kamar yang lain. Tidak perlu berbagi kamar dengan pria seperti itu, Kyousuke menghela nafas lega dari lubuk hatinya.

Renko mengocok kartu dengan cekatan dan bertanya kepada rombongan itu:

“Ngomong-ngomong, kapan rencananya kalian mau tidur malam ini?”

“…Kapan saja bisa? Tidur saja saat kita sudah cukup bermain.”

“Bermain terus sampai tengah malam… Mungkin tidak. Renko-san mungkin perlu pergi ke gudang untuk melepas topeng gasnya.”

“Nah, jika hanya satu malam, aku bisa menahannya…”

“Aku tidak ingin begadang, oke? Begadang buruk untuk kulit.”

“Eh? Itu perawatan yang cukup intens. Karena wajah Eiri-san adalah satu-satunya bagian yang bagus untuk dilihat.”

“Ya, Eiri sangat imut. Sangat imut tanpa makeup!”

“…!? I-Imut–”

Camilan Eiri jatuh dari tangannya saat wajahnya memerah.

“Sangat imut sangat imut, Eiri-san sangat imut! Mengenakan yukata, keimutannya menjadi tiga kali lipat!”

“Yo, yukatanya cantik! Yukatanya cocok denganmu! Karena kau berdada rata, keimutannya menjadi empat kali lipat!”

“Huh!? B-Berhenti mengatakan itu … Apa-apaan!? Kalian menganggapku bodoh, kan!? Memanggilku imut, itu—”

“Aku akan ke WC.”

“ “ “______” ” ”

Kyousuke baru saja akan berdiri ketika ketiga gadis itu menatapnya dengan dingin.

Dia berkata “eh!?” dengan canggung, membeku dalam pose setengah jongkok. Karena gadis-gadis itu mengabaikannya dan berisik dengan sendirinya, Kyousuke pikir ini adalah waktu yang tepat untuk pergi ke toilet…

“A-Apa? Ada apa? Kenapa kalian memelototiku seperti itu?”

“……..Tidak ada.”

“Oh? Oh Kyousuke… Ini kesempatan langka untuk membuat Eiri malu.”

“Akan sangat menyenangkan jika kita bisa memberikan pukulan fatal di sini. Tidak disangka kau begitu tidak peka pada saat kritis, Onii-chan.”

“…? Aku tidak mengerti. Bolehkah aku pergi ke toilet sekarang?”

“Jangan meminta izin untuk hal semacam itu, oke!? Akan menjijikkan jika kau basah di sini, jadi cepatlah pergi, pengompol!”

“…Pengompol? Jika kau benar-benar ingin mengkategorikannya, dia akan lebih condong ke ejakulasi dini, kan?”

“Yah tentang itu? Tunggu, berdasarkan apa yang Ayaka lihat secara pribadi tentang anu Onii-chan–”

“Tutuplah mulut kalian! Berhentilah membicarakan topik aneh, oke…?”

Merasa sakit kepala dari semua pembicaraan para gadis yang menjurus ke arah seksual, Kyousuke meninggalkan ruangan. Tujuannya adalah kamar kecil di ujung lorong. Jadi dia berjalan di sepanjang koridor yang sepi.

Krit, krit… Papan lantai kayu mengeluarkan suara saat dia berjalan, bergema di tenangnya kegelapan. Bertahun-tahun telah berlalu sejak papan lantai ini selesai dibuat. Hal itu terlihat dari keausan dan noda pada kayunya.

Selain itu, ada gambaran kaku bahwa ini adalah keluarga berlumur darah dan perasaan bahwa sesuatu mungkin akan muncul kapan saja. Ada kemungkinan lain. Tidak ada yang bisa mengatakan dengan pasti bahwa keluarga Akabane tidak akan memanfaatkan momen untuk menyerang begitu salah satu dari mereka sendirian.

Berpikir seperti itu, Kyousuke merasa takut dan gelisah.

Dia secara alami berjalan lebih cepat dan semakin cepat, melihat sekeliling tanpa alasan. Aku seharusnya meminta seseorang untuk menemaniku–pikir Kyousuke dan mulai menyesal.

Dia baru saja melihat lurus ke depan ketika sosok merah muncul di hadapannya.

“Uwahhhhhhhhhh!?”

Kyousuke berteriak dan mundur tapi tiba-tiba tersandung. Dia jatuh terduduk sementara sepasang mata merah karat menatapnya dari atas.

“……Apa artinya ini? Reaksi yang berlebihan.”

Nada suara sosok itu tanpa ampun seperti tatapannya, adik perempuan Eiri–Kagura–mungkin saat Kyousuke sedang memeriksa situasi di belakangnya, dia telah muncul dari belokan di tikungan.

Kagura mengenakan yukata merah dan sengaja mendecakkan lidahnya dengan keras.

“Menjerit hanya karena melihat wajah seseorang… Kau adalah orang yang kurang ajar. Dan tidak hanya itu, sangat pengecut. Aku tidak tertarik untuk menyerang orang lemah, jadi tidak perlu terlalu takut , oke?”

Kagura mengejeknya lalu hendak berbalik dan pergi.

“Hei Kagura! Tunggu–”

“Ada apa?”

Dia berhenti dan melihat ke belakang. Matanya setengah menyipit, melirik ke belakang, dia melihat ke arah Kyousuke.

“Tolong jangan langsung memanggil nama orang lain begitu. Itu sangat tidak menyenangkan.”

“Umm. M-Maaf… Lalu bagaimana dengan ini? Akabane.”

“Jangan menyebut nama keluargaku. Kau tidak pantas.”

“Y-Yah… Maaf, Kagura-chan.”

“Jangan panggil aku begitu. Pikiran mengenaimu yang memanggilku menggunakan ‘-chan’ membuatku merinding.”

“……Adik Eiri.”

“Ditolak. Jangan sebutkan nama orang gagal itu.”

“Lalu aku harus memanggilmu bagaimana…?”

“Tidak diizinkan untuk memanggilku.”

“Tidak, tidak, tidak…”

–Seberapa besar dia membenciku? Sejak konflik panas meletus antara dia dan Ayaka saat makan malam, dia sepertinya memperlakukan kakak Ayaka, Kyousuke, lebih kasar dan semakin keras. Apalagi Kagura dan Ayaka masih belum berdamai.

Kyousuke benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Kagura menatapnya dan menghela nafas.

“Apanya yang bagus dari orang ini…?”

Dia bergumam pelan lalu mulai berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Kagura bermaksud untuk pergi dengan cara yang sama saat dia tiba.

“…Ngomong-ngomong? Kenapa kau datang ke sini?”

Kediaman kedua dimana Kyousuke dan yang lainnya tinggal seharusnya tidak menjadi bagian dari aktivitas harian Kagura. Jika dia datang ke sini untuk melakukan sesuatu, kenapa dia kembali begitu dia bertemu dengan Kyousuke?

Pertanyaan itu muncul di benak Kyousuke. Kagura mendecakkan lidah padanya. Rangkaian gerakan itu sangat mirip dengan kakaknya, Eiri.

“…Tidak ada yang penting. Kalau pun ada, itu bukan urusanmu, kan?”

“Benar, tapi wajar untuk merasa penasaran, kan?”

Bagaimana pun juga, pekerjaannya adalah seorang assassin. Seseorang yang tidak boleh diremehkan. Kyousuke mulai menebak secara acak tentang niat rahasia apa yang mungkin mereka miliki.

“…Sifat yang curigaan. Aku sudah memberitahumu dengan jelas bahwa ini bukan urusanmu. Kau tidak perlu khawatir tentang itu. Pergi dan mainlah adu bantal dengan tenang.”

–Adu bantal. Apa dia mengira mereka sedang piknik sekolah?

Kyousuke merasa sangat sedih karena dia tidak bisa langsung menyangkalnya.

“Tidak, sebenarnya, kami tidak melakukan adu bantal… Semua orang bermain kartu bersama-sama. Jika kau mau, ingin bergabung dengan kami? Eiri juga ada di sana.”

“Tidak, makasih.”

Dia menjawab dengan cepat. Kyousuke menanyakan itu, mengetahui bahwa kemungkinannya kecil. Kagura menjawab dengan sangat dingin.

“Apa alasannya aku harus bermain bersama kalian…? Adikmu, gadis kecil yang sombong itu juga ada di sana, kan? Aku mungkin akan membunuhnya jika aku bertemu dengannya lagi kali ini.”

“Gadis kecil… Bukankah kau seumuran dengan Ayaka? Dan bukankah kau bilang kalau kau tidak tertarik untuk menyerang yang lemah?”

“Kau benar-benar menjengkelkan.”

Kagura menatap Kyousuke dengan hina.

“…Dalam hal usia mental, aku lebih dewasa daripada dia. Meskipun aku tidak berniat menyerang yang lemah, itu masalah berbeda jika dia yang memulai perkelahian. Jika itu terjadi, aku akan membalasnya tanpa ampun, mengerti?”

“Tolong, bisakah kau memaafkannya? Aku akan meminta maaf atas kekasaran adikku.”

“…Hmph. Mendengarkan permintaan maafmu sangat menyebalkan untukku.”

Kagura mengibaskan rambutnya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.

“Berbicara denganmu hanya akan menambah stres untukku. Aku permisi. Sampaikan pada Nee-san untukku, ‘jika kau punya waktu untuk mengocok kartu, sebaiknya kau menggunakan waktumu untuk belajar bagaimana caranya membunuh.’ Hanya itu–”

“Jika Eiri membunuh seseorang, apakah kau akan mengubah sikapmu?”

Saat dia akan pergi, Kyousuke mengajukan pertanyaan dari belakangnya.

Kagura memikirkan ini dalam diam lalu berkata “…mengenai itu” dan menundukkan kepalanya:

“Kalau itu terjadi, aku bisa mengakuinya. Meski menurutku, kemungkinannya sangat kecil… Sampah seperti dia tidak mungkin membunuh siapa pun.”

“Itu benar.”

“………..Apa?”

Kagura melihat ke arah Kyousuke dengan bingung.

Melihat tatapan tajamnya, Kyousuke tersenyum.

“Lagipula, Eiri adalah gadis yang sangat baik. Sulit membayangkan dia akan menyakiti dan membunuh orang. Apakah aku benar, Kagura?”

“____”

Kagura terdiam mendengar pertanyaan itu.

Matanya sedikit melebar lalu dia membuang muka.

Akhirnya, dia melontarkan kata-kata ini dengan kesal.

“…Jangan sok akrab. Aku sudah memperingatkanmu.”

Selamat tinggal–Kagura memalingkan wajahnya dan pergi tanpa melihat ke belakang.

Melihatnya pergi, Kyousuke mau tidak mau mulai berspekulasi tanpa dasar.

Mungkin Kagura mengunjungi kediaman kedua karena dia penasaran bagaimana Eiri bergaul dengan mereka.

Awalnya berencana untuk mengamati dari luar secara rahasia, dia tidak mengira akan bertemu dengan Kyousuke, yang membuatnya tidak punya pilihan lain selain berbalik… Mungkin itulah yang terjadi. Kyousuke membayangkan spekulasi itu dalam pikirannya.

Saat dia menyebut Eiri sebagai “gadis yang baik”, untuk sesaat, Kagura hampir membuat ekspresi gembira.

Itu mungkin saja hanya perasaan Kyousuke, tapi setidaknya Kagura tidak menyangkalnya.

Dalam hal itu, Kyousuke memutuskan untuk percaya padanya.

“Bagaimanapun juga… Mereka adalah saudara kandung.”

Sebagai adik Eiri, dia seharusnya tidak jahat.

Sambil berdoa kalau Kagura tidak jahat, Kyousuke kembali berjalan.



Psycho Love Comedy Bahasa Indonesia [LN]

Psycho Love Comedy Bahasa Indonesia [LN]

Psycome
Score 8.9
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2013 Native Language: Jepang
Dihukum dengan tuduhan palsu, Kamiya Kyousuke dipaksa untuk mendaftar di “Sekolah Rehabilitasi Purgatorium” di mana para narapidana remaja dikumpulkan. Di sekililingnya termasuk gadis-gadis cantik dengan kaki yang indah atau rambut yang berkibar … Tapi mereka sebenarnya adalah pembunuh. Mendapatkan perhatian ekstra di sekolah sebagai ‘Pembunuh Massal Dua Belas Orang’ yang istimewa, Kyousuke juga menarik perhatian si cantik ber-masker gas, Hikawa Renko. Untuk lulus dengan selamat, akankah Kyousuke dapat menahan godaan yang dicampur dengan kematian!? Setiap teman sekelasnya adalah pembunuh. CINTA=Bunuh! Semakin dalam cinta, semakin besar risiko kematian, komedi romantis hardcore !! Mari kita mulai pelajarannya!

Comment

Options

not work with dark mode
Reset