4. Di Bawah Cahaya Lampu Jalan
Tepat sebelum jam 8 malam. Aku berada di dalam minivan yang kusewa di dekat stasiun Kinshicho.
Aku memarkir mobil di gang dekat apartemen Kamokura dan terus mengawasi apartemen tersebut selama satu jam terakhir. Aku sedang melihat ke sebuah ruangan apartemen di lantai dua.
Lalu, terdengar dua kali ketukan kecil di jendela kursi penumpang.
Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat bahwa Touko-senpai sedang berdiri di sana, sambari berusaha bersembunyi. Aku pun membuka kunci pintu.
“Bagaimana? Apakah terjadi sesuatu di apartemennya?”
Touko-senpai menanyakan itu padaku begitu dia masuk ke mobil sewaan.
“Belum ada orang di dalam. Kita bisa mengetahuinya dari lampu di dalam ruangan yang tidak menyala meskipun sekarang sudah malam.”
Touko-senpai menganggukkan kepalanya.
“Benar. Jika Karen-san sudah ada di dalam, setidaknya dia akan menyalakan lampu pada jam segini. Terlebih lagi, kurasa Tetsuya juga tidak akan memberinya kunci duplikat.”
Tepat seperti yang Touko-senpai bilang. Itu artinya, baik Karen maupun Kamokura belum kembali ke apartemen.
Karena aku dan Karen berpisah di Shibuya saat jam enam, ada kemungkinan bahwa dia sudah sampai di apartemen sebelum aku.
Tapi seperti yang kami simpulkan, apartemen Kamokura tampaknya kosong.
Sedangkan Kamokura, dia bersama Touko-senpai sampai lewat jam tujuh.
Aku sudah berada di depan apartemen sebelum pukul tujuh, jadi aku yakin kalau Kamokura masih belum pulang.
“Saat kami akan berpisah, Tetsuya bilang kalau dia akan pergi ke toko elektronik di Yurakucho.”
Touko-senpai dan Kamokura berada di Stasiun Tokyo. Stasiun Yurakucho terletak di sebelah stasiun Tokyo dan memiliki toko elektronik besar.
“Kalau begitu, Kamokura-senpai pasti ketemuan dengan Karen di Ginza, kan?”
Yurakucho dan Ginza hampir satu wilayah.
“Itu jika mereka memang benar ketemuan. Kita masih belum bisa memastikannya.”
Touko-senpai menegurku, dan aku pun sedikit menundukkan kepala.
Kami sekarang berada di sebuah gang di depan apartemen Kamokura.
Apartemen itu adalah bangunan tiga lantai yang dibangun dari beton bertulang, tapi tampaknya apartemen tersebut sudah cukup tua.
Model apartemennya terlihat jadul dan hanya memiliki satu pintu masuk di lantai dasar. Terlebih lagi, pintu masuknya terlihat dari jalan.
Aku telah memarkir minivan sewaanku di jalan di depannya. Tidak ada cara lain untuk masuk ke apartemen Kamokura selain melalui jalan ini. Jadi jika Kamokura atau Karen datang, kami pasti akan tahu.
Minivan ini memiliki lapisan film hitam di jendela kursi belakang untuk melindunginya dari sinar UV.
Oleh karena itu, kami duduk di jok belakang agar tidak terlihat dari luar.
“Jika mereka berdua ketemuan setelah Komakura-senpai berpisah dengan Touko-senpai, mereka seharusnya sudah muncul dalam waktu kurang dari satu jam, kan?”
Tapi, Touko-senpai menggelengkan kepalanya.
“Entahlah. Jika mereka berselingkuh, mereka tidak akan memiliki banyak kesempatan untuk bersantai seperti ini. Jadi, kemungkinan besar mereka ingin sesekali berkencan layaknya sepasang kekasih. Karena malam ini mereka bisa menghabiskan sepanjang malam bersama, menurutku mereka tidak perlu terburu-buru untuk langsung ke apartemen.”
Benar juga sih. Meskipun bagi seorang pria, berkencan itu hanya menghabiskan uang, tapi bagi seorang wanita, itu lebih ke arah untuk membuat suasana. Tidak mungkin seseorang seperti Kamokura, yang mahir memperlakukan wanita, tidak mengetahui hal itu.
“Aku membeli ini di toserba dalam perjalanan kemari. Kamu belum makan malam, kan?”
“Terima kasih banyak atas makanannya.”
Aku menerima sandwich dan sebotol teh yang Touko-senpai tawarkan padaku.
“Jangan minum terlalu banyak agar kamu tidak tiba-tiba ingin pergi ke toilet.”
Aku tersenyum getir, tapi Touko-senpai tampaknya benar-benar serius.
Kami berdua makan sandwich kami dalam diam. Sementara itu, Touko-senpai masih menatap pintu masuk apartemen.
Aku bertanggung jawab memperhatikan jalan menuju stasiun. Jika mereka berdua datang, mereka pastinya akan datang dari arah sana.
Karena kami berada di gang yang tersembunyi dari jalan utama, di sini cukup gelap, meskipun ada lampu jalan di depan dan di belakang.
Seperti itulah, waktu terus berlalu dengan kami berdua yang tetap saling diam.
Baik Kamokura maupun Karen belum datang ke apartemen, dan ruangan masih gelap.
…Apakah aku terlalu parno dengan berpikir bahwa mereka akan ketemuan malam ini?…
…Jika mereka ketemuan, masih ada kemungkinan kalau mereka akan pergi ke hotel, kan? …
…Tidak, mungkin saja Karen dan Kamokura sebenarnya tidak berselingkuh….
Segala macam kemungkinan mulai berputar-putar di kepalaku.
Jika boleh jujur, aku cukup yakin kalau Karen berselingkuh dengan Kamokura.
Namun, karena apa yang Touko-senpai katakan, aku memutuskan untuk berharap pada kemungkinan satu banding sejuta bahwa mereka tidak selingkuh.
Mungkin lebih baik begitu.
Lagipula, aku sendiri ingin percaya pada Karen…
…Aku bertanya-tanya bagaimana perasaan Touko-senpai? …
Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada Touko-senpai, hal-hal yang ingin aku katakan padanya, dan hal-hal yang ingin aku ketahui soal dia dan Kamokura. Situasi ini, dimana hanya ada kami berdua, adalah kesempatan bagus untuk bertanya padanya, tapi aku tidak bisa memutuskan apa yang harus aku katakan padanya, hingga aku tidak bisa berkata-kata.
Aku melirik ke samping, ke arah Touko-senpai.
Dia sepertinya tidak memperhatikanku dan dengan seksama memperhatikan jalanan di luar.
Touko-senpai adalah orang yang sangat berkonsentrasi, atau lebih tepatnya, seseorang yang terfokus pada satu hal.
Bahkan sekarang pun, dia mungkin lebih fokus pada tujuan menangkap adegan perselingkuhan daripada kenyataan bahwa pacarnya berselingkuh.
Tapi, apa yang akan dia lakukan jika ini akhirnya akan menegaskan perselingkuhan Kamokura dan Karen?
…Aku tidak puas hanya balas dendam biasa. Aku harus membuat Tetsuya menyesali perbuatannya hingga dia merasa ingin mati.
…Aku akan membuatnya merasa sangat menyesal dan putus asa sehingga dia memohon pada orang-orang untuk membunuhnya.
…Aku tidak akan puas jika dia tidak sampai trauma selama sisa hidupnya… Jika aku akhirnya akan berselingkuh, itu akan terjadi setelah aku mendapatkan bukti perselingkuhan Tetsuya dan melabraknya dengan itu.
Ingatan tentang saat pertama kali aku memberi tahu Touko-senpai soal perselingkuhan Karen dan Kamokura terngiang kembali.
Balas dendam macam apa yang Touko-senpai ingin lakukan kepada Kamokura?
Tidak mudah untuk mencapai sesuatu seperti “menyesal sampai ingin mati” atau “trauma seumur hidup”.
Kemudian, aku teringat hal terakhir yang dia katakan padaku: “Jika aku akhirnya akan berselingkuh, itu akan terjadi setelah aku mendapatkan bukti perselingkuhan Tetsuya dan melabraknya dengan itu.”
Dan pada saat yang sama, pikiran lain pun melintas di benakku!
Memang benar, jika Touko-senpai melabrak Kamokura dengan bukti perselingkuhannya dan langsung memberitahunya bahwa dia mau putus dan menghabiskan malam dengan pria lain, bukankah itu akan menjadi pukulan besar untuk Kamokura?
Karena Kamokura sendiri yang berselingkuh, Kamokura tidak bisa protes jika dia diputusi.
Selain itu, setelah menyatakan akhir hubungan mereka, Touko-senpai bebas untuk bersama siapa pun yang diinginkannya. Dia tidak akan dapat berbuat apa pun soal hal itu. Itu akan memberikan syok yang luar biasa untuk Kamokura yang baru dicampakkan.
…Mungkinkah itu balas dendam yang Touko-senpai bicarakan?…
Tidak diragukan lagi bahwa itu dapat sangat traumatis. Jika aku yang diposisi itu, aku pasti akan merasa seperti ingin mati.
Touko-senpai menyangkalnya saat, tapi ada kemungkinan bahwa dia sudah berpikir sejauh itu…
Jika benar begitu, siapakah yang akan menjadi pasangannya saat itu…?
Itulah yang aku pikirkan.
“Itu mereka!”
Touko-senpai berteriak pelan.
Menanggapi kata-katanya, aku juga mengikuti arah tatapannya.
Di ujung sana, ada sesosok pasangan, pria dan wanita, berjalan bersebelahan sambil saling menempel.
Mereka masih agak jauh dari kami, tapi tidak diragukan lagi.
Itu Tetsuya Kamokura dan Karen Mitsumoto!
Kamokura merangkul punggung Karen sampai ke bawah ketiak kanannya, memeluknya erat-erat.
Karen juga tampaknya memeluk dada Kamokura dengan kedua tangannya.
Sesekali, tangan Kamokura memainkan area payudara Karen.
Karen tidak menolaknya, dia malah mendekatkan wajahnya ke Kamokura.
Matanya tertuju lekat pada wajah Kamokura. Karen tampaknya sedang mengatakan sesuatu dengan sangat bahagia.
Karen bahkan tidak tersenyum seperti itu padaku akhir-akhir ini.
Inilah yang dimaksud dengan “bermesraan serasa dunia milik berdua”.
Mereka berdua memancarkan aura panas yang kuat, yang seolah meneriakkan bahwa mereka akan ngewe setelah ini.
“Rekam mereka!”
Touko-senpai memerintahkanku dengan suara rendah namun tajam.
Aku buru-buru menyalakan fungsi kamera ponselku. Aku merekam mereka berdua dengan mode video.
Sementara itu, Touko-senpai memposisikan kamera digital yang dia pinjam dari kenalannya. Itu tampaknya kamera yang memiliki mode sensitivitas tinggi sehingga dapat mengambil gambar tanpa lampu kilat bahkan di dalam gelap.
Dengan bantuan aplikasi khusus, kalian bahkan dapat menangkap wajah subjek dengan lebih jelas.
Kamokura dan Karen sedang menuju apartemen.
Keduanya berpelukan erat dan menghilang ke dalam ruangan apartemen Kamokura. Mereka bahkan sempat-sempatnya berciuman sebelum memasuki kamar apartemen.
“Kenapa kalian tidak langsung masuk saja dan melakukannya di dalam!?”
Aku membentak begitu di dalam hati.
Dengan ini, sudah dipastikan bahwa mereka telah berselingkuh.
Aku terkejut mendapati diriku lebih tenang daripada yang aku kira.
Perselingkuhan pacarku sudah dipastikan. Belum lagi aku harus merasakan penghinaan melihat pacarku masuk ke apartemen selingkuhannya tepat di depan mata. Meskipun begitu, yang mendominasi dadaku adalah perasaan pasrah karena telah memastikan apa yang sudah aku curigai selama ini.
Ini pasti karena aku sudah mempersiapkan diri. Dan sekarang, setelah perselingkuhan mereka telah dipastikan, aku dapat merasakan hasrat balas dendam yang dingin dan gelap perlahan mengisi hatiku.
Karen, si pengkhianat, yang mengambil hadiah ulang tahunnya dariku saat kencan hari ini seperti biasa, tanpa perasaan berdosa.
Kamokura, pria yang bertingkah seperti senpai di depan kami, namun meniduri pacar kouhai-nya di belakang.
Jika aku adalah diktator negara ini, aku akan langsung mengeksekusi mereka berdua.
“Seperti yang kita pikirkan, mereka benar-benar berselingkuh. Ini sudah tidak dapat disangkal lagi.”
Aku mengatakan itu dengan nada yang dingin. Yang tersisa adalah memutuskan bagaimana kami akan menangani mereka.
“Belum! Kita belum bisa memastikan mereka berselingkuh hanya dari ini!”
Aku sangat terkejut mendengar kata-katanya, sehingga aku hanya diam terpaku menatapnya.
…Mereka berdua berjalan menuju sebuah kamar apartemen kosong. Perselingkuhan mereka sudah tidak perlu diragukan lagi, kan?
Kata-kata Touko-senpai berikutnya menjawab pertanyaanku itu.
“Kalau hanya segini, mereka akan beralasan kalau mereka hanya masuk apartemen, minum teh bareng, kemudian pulang. Mereka juga dapat bilang bahwa itu hanya terlihat seperti ciuman dari sudut itu. Untuk mencegah hal seperti itu terjadi, kita perlu memastikan waktu yang mereka habiskan berdua. Setidaknya, selama dua jam di dalam apartemen berdua untuk menjadikan itu sebagai ‘bukti perselingkuhan’.”
“Yang benar saja? Mereka masuk ke apartemen kosong, hanya berdua, sambil bertingkah seperti itu. Memangnya itu disebut apa lagi kalau bukan selingkuh? Apakah kau sebegitunya ingin mempercayai Kamokura-senpai?”.
Terbawa emosi dari rasa syokku, aku berbicara pada Touko-senpai dengan nada marah.
“Maksudku bukan begitu. Bahkan dalam pengadilan perselingkuhan pun, ciuman atau hanya pergi ke kamar berdua dengan orang lain tidak cukup untuk dianggap sebagai perselingkuhan. Mereka berdua harus setidaknya menghabiskan sejumlah waktu berdua di dalam sana dulu! Itulah sebabnya aku ingin melakukannya sendiri.”
“Ini bukan pengadilan. Kita tidak perlu mengawasi mereka selama berjam-jam seperti itu, kan?”
“Kamu boleh pulang sekarang. Karena sekarang mereka sudah berada di dalam apartemen, aku hanya perlu memastikan berapa lama sampai mereka keluar. Aku bisa melakukan sisanya sendiri, jadi mari kita berpisah di sini. Jangan khawatir, aku yang akan mengembalikan mobilnya.”
Setelah Touko-senpai mengatakan itu, dia memalingkan wajahnya dariku dan melihat ke arah apartemen.
Dengan cahaya dari lampu jalan yang menyinarinya dari belakang, yang bisa kulihat hanyalah siluet wajahnya.
Aku tidak bisa melihat ekspresinya. Tapi, atmosfir di sekelilingnya memberitahuku sesuatu.
Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian seperti ini.
“Tidak, aku akan tetap di sini dan mengawasinya sedikit lagi. Aku tidak ingin mereka bilang kalau mereka hanya sekedar minum teh, seperti yang Touko-senpai katakan.”
Setelah beberapa saat hening, Touko-senpai berkata dengan berbisik.
“Lakukanlah sesukamu.”
◇ ◇ ◇
Aku bertanya-tanya sudah berapa jam berlalu sejak saat itu.
Di dalam mobil yang gelap, aku dan Touko-senpai hanya menatap apartemen Tetsuya Kamokura dalam diam.
Lampu jalan yang bersinar dari depan dan belakang mobil memberikan cahaya redup di dalam mobil.
…Touko-senpai, apa yang kamu rasakan saat melihat ke jendela apartemen itu sekarang?…
Touko-senpai dan Kamokura telah berkencan selama setengah tahun.
Tentu saja, Touko-senpai juga pasti pernah berada di dalam apartemen itu paling tidak sekali.
Mungkin saat itu, mereka bersenang-senang bersama, merencanakan kencan sambil minum teh.
Mungkin juga Touko-senpai memasak makanan rumahan dan mereka membicarakan masa depan mereka.
Tapi sekarang, di ruangan yang sama, ada wanita lain bersama Kamokura.
…Pasti sulit bagimu, Touko-senpai, melihat adegan seperti itu berputar dengan sangat jelasnya…
Aku melirik ke samping ke arah Touko-senpai. Dia hampir tidak bergerak sejak mereka berdua memasuki ruangan.
Tentu saja, aku pun juga masih merasakan sakit, sedih, dan frustrasi.
Perasaan bersamangat ketika aku pertama kali bertemu Karen dan kami mulai akrab; Perasaan bahagia ketika kami memutuskan untuk pacaran; dan cara Karen tersenyum padaku selama kencan kami.
Dan terakhir… Mengenai kami yang merayakan ulang tahunnya beberapa jam lalu sebagai sepasang kekasih.
…Semua ingatan itu telah diinjak-injak saat dia mengkhianatiku…
Bahkan sampai sekarang pun, chatting-an antara Karen dan Kamokura itu masih membuatku trauma.
Namun, yang telah menyelamatkanku dari perasaan menyakitkan seperti itu sampai sekarang adalah Touko-senpai.
Hanya dengan mengingat bahwa Touko-senpai juga berada dalam situasi yang sama denganku, bahwa dia bertarung bersamaku, semua itu membantuku memulihkan kembali ketenanganku dan membuatku berpikir lebih positif.
Selain itu, ada saat-saat ketika aku mengalami depresi, atau sebaliknya, saat aku kehilangan ketenanganku dan hampir lepas kendali, tapi setiap kali aku melakukan itu, Touko-senpai selalu mendukungku, terkadang dengan menghiburku, terkadang juga dengan menegurku menggunakan kata-kata yang tegas.
Jika bukan karena Toko-senpai, aku akan sangat muak dengan segalanya, hingga berhenti kuliah dan mengurung diri di rumah. Aku mungkin juga akan memarahi dan mengumpat Karen, dan meskipun begitu, aku akan menangis dan bergelantung memohon padanya agar dia tidak meninggalkanku.
Meskipun semua hal itu akan membuat perasaan Karen semakin menjauh…
“Isshiku-kun, kamu bersama Karen saat siang tadi, kan?”
Tiba-tiba, Touko-senpai menanyakan itu.
“Eh? Ah, iya, benar.”
Karena dia bertanya saat aku sedang tidak siap, begitulah jawaban yang bisa aku berikan.
“Hari ini adalah hari ulang tahunnya, kan? Jadi, apa yang kamu lakukan untuknya?”
“Aku memesan tempat di sebuah restoran Italia di Shibuya. Kami memakan paket sajian lengkap makan siang di sana, dan kemudian kami berkeliling dan pergi ke arcade sebentar.”
“Restoran Italia di Shibuya? Apa nama restorannya?”
Ketika aku memberi tahu Touko-senpai nama restorannya, dia berkata, “Aah, itu restoran dengan cannoli-nya yang lezat, kan?”
“Kayaknya begitu. Karen sepertinya tahu tentang itu dan memesan cannoli. Apakah itu ada di artikel majalah wanita?”
Setelah aku menyebutkan itu, suasana jadi hening sejenak.
“Soal tempat itu, aku pernah ke restoran itu bersama Tetsuya. Hmm, kalau tidak salah, itu saat kami baru mulai pacaran. Dia memesan tempat karena di sana adalah restoran yang populer saat itu…”
Aku terkesiap. Tingkah Karen hari ini. Cara dia yang memastikan apakah benar itu restorannya saat kami sampai di sana. Dia yang tahu tentang cara menikmati anggur dan bahwa cannoli-nya enak.
Touko-senpai mendahuluiku mengatakan apa yang ada dalam pikiranku.
“Jangan-jangan? Mungkin Karen-san juga pergi ke sana bersama Tetsuya. Ke restoran itu…”
Dia mengatakan itu dengan suara yang lembut, tapi di dalamnya, ada kesedihan yang tidak bisa sepenuhnya dia tekan.
Dan aku pun sama… Perasaan pahit menyebar di dadaku.
Aku yakin bahwa sepanjang hari ini, selama dia berkencan denganku, Karen selalu memikirkan Kamokura.
Mungkin itulah sebabnya aku merasakan sensasi seperti dibandingkan dengan orang lain.
Aku mendongak lagi ke apartemen Kamokura.
Karen benar-benar wanita murahan.
Hari ini, wanita yang disukai Kamokura, Touko-senpai, tidak bisa datang, jadi Karen dipanggil hanya sebagai pengganti, namun, dia masih dengan senang hati menurutinya.
Meski aku tidak tahu apakah Kamokura bilang padanya kalau dia hanyalah pengganti, sih.
“Kamu dan Karen-san mulai pacaran pada bulan Juli, kan?”
Kata-kata Touko-senpai menarikku kembali ke kenyataan.
Untuk menghilangkan pikiran yang tidak menyenangkan itu, aku mengajukan pertanyaan balik.
“Touko-senpai, kalau tidak salah, kamu mulai pacaran dengan Kamokura-senpai setelah kamu masuk tahun kedua, kan?”
“Ya, begitulah.”
“Kenapa kamu pacaran dengan Kamokura-senpai, Touko-senpai?”
Itu adalah pertanyaan yang sudah lama ada di benakku.
Memang benar, Tetsuya Kamokura adalah pria yang keren. Dia tampan, mudah bergaul dan tipe orang yang menarik orang-orang di sekitarnya.
Entah itu di SMA atau universitas, terlepas dari tempatnya, dia selalu memiliki pengaruh yang kuat di kelompok mana pun dia berada dan populer di kalangan perempuan. Bahkan di festival SMA pun, ketika Kamokura tampil sebagai vokalis band, banyak dari gadis-gadis, mulai kelas satu hingga kelas tiga, berteriak kegirangan.
Tak perlu dikatakan lagi, dia juga sangat populer di universitas. Dikatakan bahwa sepertiga dari perempuan dalam perkumpulan diajak bergabung oleh Kamokura.
Namun, aku masih tidak mengerti bagaimana bisa seorang wanita yang rasional seperti Touko-senpai dapat terpikat oleh Kamokura hanya atas dasar itu saja. Masalah saat ini hanya semakin memperkuat keraguan itu.
Siluet Touko-senpai bergerak sedikit. Dia memalingkan wajahnya dari apartemen dan menatap ke depan.
Sisi samping wajahnya diterangi oleh lampu jalan yang redup.
“Tetsuya… adalah yang pertama bagiku…”
Setelah menggumamkan kata-kata itu, Touko-senpai diam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.
“Ketika aku di tahun kedua di universitas, semua temanku sudah punya pacar. Semua orang di sekelilingku terus menyuruhku untuk segera mendapatkan pacar, bahwa konyol kalau aku belum pernah punya pacar sampai sekarang… Diberitahu bahwa itu adalah hal paling wajar di dunia, aku mulai berpikir bahwa mungkin saja aku harus melakukan itu. Aku mengalami banyak hal saat itu sehingga aku terburu-buru membuat keputusan.”
Sisi samping wajah Touko-senpai, yang diterangi cahaya samar lampu jalan, terlihat seindah lukisan.
Hanya mulutnya yang bergerak sedikit.
“Tetsuya sudah mendekatiku sejak aku masuk SMA. Tetsuya adalah pria yang tampan, tidak bodoh, pandai olahraga dan dia adalah seseorang yang bisa menjadi pusat di kelompok mana pun dia berada. Selain itu, dia selalu memperlakukanku dengan baik. Semua itu membuatku berpikir bahwa mungkin saja dia akan menjadi pacar yang baik untukku. Aku sungguh naif, kan?”
Sebuah pikiran terlintas di benakku saat itu.
Bahkan wanita sekaliber Touko-senpai pun memiliki pikiran seperti itu.
Tentu saja, hal semacam itu adalah hal yang wajar.
“Bukankah mamang begitu cara wanita biasanya memilih pacar? Bukankah itulah sebabnya Touko-senpai bisa tetap tenang tentang kejadian ini?”
“Tenang? Apakah aku terlihat tenang di matamu?”
Di balik bayang-bayang lampu jalan, suara Touko-senpai bergema pelan.
“Ya, sangat tenang. Begitu tenang sehingga kamu tidak terlihat seperti wanita yang diselingkuhi pacarnya.”
Touko-senpai melihat ke luar jendela lagi setelah mendengar jawabanku.
“Aku sebelumnya bilang kalau Tetsuya selalu menjadi pusat kelompok mana pun, kan? Tapi kenyataannya, Tetsuya adalah orang yang kesepian. Meski tidak terlihat seperti itu karena dia selalu menjadi pusat kelompok dan memiliki banyak pengaruh. Aku pun baru mengetahuinya saat aku dekat dengannya. Tetsuya tidak memiliki seorang pun yang membantunya ketika dia benar-benar kesulitan.”
Touko-senpai mengatakan itu dengan acuh tak acuh, seolah-olah berusaha menyembunyikan emosinya.
“Itulah sebabnya aku ingin menjadi seseorang yang bisa mendukung Tetsuya di saat-saat seperti itu.”
Meskipun dia sudah bersuaha menahan emosinya, suaranya tetap dipenuhi kesedihan saat mengatakn itu.
…Kamokura idiot! Kenapa pula kau menyelingkuhi pacarmu ketika kau sudah memiliki pacar yang begitu luar biasa dan sangat memikirkanmu seperti ini!? …
Aku merasakan sesuatu selain kecemburuan muncul dari dalam diriku. Sesuatu yang semacam kesedihan, marah, dan frustasi.
Setelah itu, dia tertawa kecil. Semacam tawa yang mengejek diri sendiri.
“Apakah ada yang lucu?”
Namun dia tidak menjawab pertanyaanku, dia mengatakan sesuatu yang lain.
“Karen sangat imut, kan? Dia juga populer di perkumpulan.”
“Bukankah Touko-senpai juga cantik? Kamu terkenal sebagai gadis tercantik di kampus.”
Jika Karen adalah salah satu dari lima gadis terimut di perkumpulan, maka Touko-senpai adalah gadis tercantik di kampus.
Tidak perlu membandingkan itu. Namun, dia tetap berkata menentang.
“Cantik… Cantik… Cantik, ya? Ya, Benar. Sejak kecil, mereka selalu bilang kalau aku itu cantik.”
“Bukankah kamu sering menjadi objek kecemburuan wanita di sekelilingmu?”
“Mungkin memang ada yang begitu. Tapi, tahukah kamu, Isshiki-kun. Jika gadis cantik dan gadis imut bersaing dalam hal popularitas di kalangan pria, menurutmu siapakah yang akan menang?”
Aku bingung ketika dia menanyakan itu padaku.
Gadis cantik atau imut? Tidak ada perbedaan yang jelas antara keduanya, tapi manakah yang akan menang, ya?
“Aku tidak tahu.”
“Biasanya, gadis imutlah yang akan menang. Mungkin, daripada murni kacantikan fisik, apa yang pria inginkan adalah keimutan yang hanya ditujukan pada mereka.”
“Keimutan yang hanya ditujukan pada mereka?”
Tidak bisa mendapatkan gambaran konkret dari apa yang dia katakan, aku bertanya ulang.
“Ya. Pada akhirnya, apakah seseorang itu cantik atau tidak, bukankah itu subjektif? Tidak ada wajah yang disukai semua orang. Jadi, wajah yang paling rata-rata dan tanpa cacat adalah wajah yang cantik. Di sisi lain, ‘keimutan’ adalah sesuatu yang menarik hati seseorang. Yang memohon untuk disayangi. Aku yakin itu membuat laki-laki merasa ingin melindunginya. Bukankah benar begitu?”
Setelah dia menyebutkannya, aku jadi mengerti juga. Menyebut seseorang ‘cantik’ tergantung pada apakah penampilan luar seseorang itu proporsional atau tidak; dengan kata lain, itu adalah penilaian yang dibuat dari penampilan fisik orang tersebut.
Di sisi lain, ‘imut’ adalah respons emosional. Sesuatu yang menurutmu imut akan membuatmu merasa ingin melindunginya dan memilikinya.
Selanjutnya, kata-kata Touko-senpai pun berlanjut.
“Sejak SMP, orang-orang memberitahuku, ‘kamu cantik, kok’. Namun, aku yakin bagian ‘kok’ itulah yang penting.”
Saat dia mengatakan itu, tanpa kusadari, wajah Touko-senpai berpaling kembali untuk melihat ke luar jendela.
“Aku bertanya-tanya, apakah aku akan terus kalah dengan ‘gadis-gadis imut’ itu? Aku yakin bahwa aku akan menghabiskan sisa hidupku tanpa menjadi sesuatu yang ingin seseorang lindungi.”
“Touko-senpai, kamu tidak…”
…Kamu tidak kalah! …
Itulah yang ingin aku katakan. Tapi, sebelum aku sempat berkata begitu, Touko-senpai berbalik padaku.
“Aku juga ingin jadi imut! Tapi, aku punya kepribadian yang seperti ini! Sudah terlambat untuk mengubah diriku yang sekarang! Seperti inilah perilakuku satu-satunya!”
Seketika itu juga, air mata mengalir dari mata Touko-senpai. Touko-senpai menangis dan terisak, seolah sikap dewasanya yang biasa itu adalah kebohongan. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan seluruh tubuhnya gemetar.
Isak tangis keluar dari bibirnya meski dia sudah berusaha menahannya.
…Touko-senpai ingin mempercayai Tetsuya Kamokura. Itulah sebabnya dia melakukan sesuatu yang berputar-putar sampai sekarang.
…Baik harga diri dan kebanggaannya sekarang terguncang di ambang kehancuran.
…Touko-senpai telah menahan diri dalam waktu yang lama. Dia terus menyemangatiku sambil menahan keinginannya sendiri untuk menangis.
…Dia mencoba untuk bersikap tegar, tapi sebenarnya dia mungkin lebih terluka daripada aku.
“Touko-senpai…”
Aku berkata pelan, sepelan mungkin seolah-olah aku sedang berbicara dengan anak kecil yang ketakutan.
“Aku selalu diselamatkan oleh Touko-senpai. Aku telah dimanjakan oleh senpai-ku. Jadi…”
Aku meletakkan tanganku dengan lembut di bahunya.
“Tolong izinkan aku memanjakanmu kali ini…”
Perlahan tapi kuat, aku menariknya mendekat padaku.
Awalnya, dia menunjukkan sedikit tanda penolakan, tapi kemudian, dia perlahan-lahan membenamkan wajahnya di dadaku.
Dan seperti itulah, dia mencengkeram bajuku dan terus menangis.