Bab 3: Latihan Memasak
1
Hari ini adalah hari Sabtu di minggu kompetisi bola.
Hari Sabtu dan Minggu adalah hari dimana aku bisa bersantai dan tidur karena biasanya aku tidak ada urusan lain selama akhir pekan, tapi hari ini, aku bangun sedikit lebih awal dari biasanya.
Itu karena aku memiliki urusan yang penting.
Ini adalah urusan yang aku nantikan dan juga pada saat yang sama sedikit kutakuti.
Sekitar 80% kunantikan dan 20% menakutkan.
“Hua~, Selamat pagi, Rie.”
Ketika aku turun ke ruang tamu, aku melihat kalau Rie sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan.
Rambutnya diikat ke samping biasa dengan scrunchie yang sedikit sederhana dan lucu.
“Pagi, Onii-chan. Tumben kakak bangun pagi hari ini.”
“Aku ada urusan hari ini. Jadi, kamu tidak perlu menyiapkan makan siang untukku.”
Aku sudah memberitahunya tadi malam, tapi aku akan mengatakannya lagi untuk jaga-jaga.
“Ya, aku mengerti. Kalau begitu, aku mungkin akan makan di luar juga. Sudah lama aku tidak melakukannya.”
“Rie, apakah kamu punya rencana untuk hari ini?”
“Yah, tidak ada sih. Aku tidak punya rencana untuk jalan-jalan dengan teman, dan aku sudah menyelesaikan PR-ku.”
“Begitu… Nah, Rie, bagaimana kalau kamu ikut denganku hari ini?”
“Eh? Kenapa? Bukankah kakak akan berkencan dengan Sei-san hari ini?”
“Bukan, Sei-chan juga ada tapi itu bukan kencan.”
“Maksudmu itu hanya nongkrong dengan teman-teman? Kalau begitu, aku akan merasa lebih canggung jika aku ikut.”
“Itu juga bukan nongkrong.”
“…Kalau begitu, apa?”
“…Latihan memasak, mungkin?”
“Eh? Sei-san tidak bisa memasak? Itu mengejutkan. Kukira dia bisa.”
“Tidak, Sei-chan sangat pandai memasak. Masalahnya adalah teman Sei-chan. Kami berencana mengajarinya cara memasak. Bagaimana, Rie? Maukah kamu ikut juga?”
Saat aku memberitahunya, wajah Rie terlihat sedikit bingung.
“Bolehkah orang sepertiku ikut? Bukankah aku akan mengganggu kalian?”
“Kamu tidak akan mengganggu kok. Selain itu, Rie, kamu sangat hebat memasak, jadi menurutku kamu akan disambut di sana.”
“A-Aku tidak sehebat itu…”
“Tidak, tidak. Kamu selalu membuatkanku makanan yang begitu lezat setiap harinya.”
“S-Siapa pun bisa melakukan itu kok…”
“Jika siapa pun bisa melakukannya, orang bernama Fujise tidak akan ada di dunia ini…”
Dia adalah tipe orang, yang bahkan Sei-chan yang sangat peduli padanya pun, mau tak mau harus menyerah padanya.
“Jadi, bagaimana menurutmu? Tentu saja aku tidak memaksamu untuk ikut.”
“Hmm, kalau Sei-san dan temannya tak keberatan, kurasa aku akan ikut.”
“Ah, oke. Aku akan menghubungi mereka dulu kalau begitu. Dan juga, selain Sei-chan dan temannya yang tidak bisa memasak, ada juga satu orang lain yang akan ikut.”
“Siapa? Apakah Shigemoto-san, orang yang datang ke rumah kita sebelumnya?”
“Bukan, tapi seorang ojou-sama.”
“Ojou-sama?”
Satu-satunya kata yang muncul di benakku, yang sangat cocok untuknya adalah ‘Ojou-sama’
***
Setelah itu, aku menggunakan RINE untuk menanyakan apakah adikku, Rie, boleh ikut ke pelatihan hari ini.
Aku juga mengatakan kepada mereka kalau dia bisa membantu karena dia cukup hebat dalam memasak.
Sei-chan langsung memberikan OK karena dia sudah mengenal Rie. Sementara Fujise juga langsung setuju dengan mengatakan “Aku akan senang jika dia bisa mengajariku.”
Dan Ojou-sama juga tampaknya tak keberatan dengan itu.
Ketika aku memberi tahu Rie kalau mereka semua setuju, dia setengah senang dan setengah gelisah.
“Aku senang, tapi apakah tak masalah? Apakah aku tidak mengganggu?”
“Jangan khawatir, Rie adalah gadis yang baik dan sangat hebat memasak,” kataku dan menepuk kepalanya untuk meyakinkannya.
“O-Oi, Onii-chan, Kenapa kamu mengusap kepalaku?”
“Tidak, aku hanya berpikir kalau Rie sungguh imut saat terlihat cemas seperti ini.”
“I-Itu bukan alasan yang pantas!”
Rie menjauh dari tanganku, seolah ingin melarikan diri.
“J-Jadi, jam berapa kita berangkat?”
“Kurasa sekitar jam 11. Dia bilang dia akan menjemput kita sekitar jam itu.”
“Menjemput kita? Maksud kakak apa?”
“Yah, itu kejutan ketika saatnya tiba.”
Rie sepertinya tidak sepenuhnya mengerti apa yang aku katakan, tapi dia mulai bersiap untuk jam 11:00.
Tentu saja dia tidak mengenakan seragam atau pakaian formal apa pun, dia hanya mengenakan pakaian kasual.
Dia mengenakan kemeja merah ketat dengan kardigan putih yang indah, dan bawahannya ada rok hitam selutut.
Ini sangat sederhana namun imut, dan sangat cocok untuk Rie.
Dia juga mengenakan sepatu pump berwarna merah, yang serasi dengan warna kemejanya, dengan hak yang agak tinggi.
“Rie, kamu terlihat imut. Cocok sekali untukmu.”
“Ah, uh, m-makasih.”
Sedikit tersipu, Rie menyelipkan rambutnya ke belakang telinga seolah berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Rambutnya ditata ekor kuda samping seperti penampilannya yang biasa, tapi pakaiannya memberikan kesan yang berbeda dari biasanya.
Aku tentunya juga mengenakan pakaian kasual. Aku mengenakan celana jeans gelap, dan kaos putih dengan jaket bergaya di atasnya.
Aku merasa pakaianku mungkin sedikit berlebihan, tapi mengingat ke mana kami akan pergi, sepertinya ini cukup pas.
***
Lalu, begitu aku dan Rie meninggalkan rumah pada pukul 11:00 yang disepakati—
“Maaf sudah membuatmu menunggu. Hisamura-kun dan adiknya.”
“Tidak, kami tidak menunggu, kok.”
“Begitukah? Senang mendengarnya. Baiklah, silakan masuk.”
Yang berada di depan rumah kami adalah Ojou-sama, Kaori Toujoin, berdiri dengan limusin di belakangnya.
Berbeda dengan limusin hitam, Toujoin-san mengenakan gaun putih murni.
Dia mengenakan sabuk hitam besar di pinggangnya, yang memperlihatkan pinggulnya yang ramping dan membuat tubuh langsingnya terlihat semakin elok.
Rambut emasnya tergerai dengan anggun, dan tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kata “Ojou-sama” sangat cocok dengan penampilannya.
“E-Eh? A-Apakah itu limusin?”
Ya, itulah jenis reaksi yang wajar ketika kalian melihat sesuatu seperti ini untuk pertama kalinya.
Aku juga cukup terkejut ketika aku pertama kali melihatnya diparkir tepat di depan rumah saat aku mengajak Yuuichi kemari.
Namun, saat itu aku sudah tahu bahwa Toujoin adalah seorang ojou-sama sekaliber itu, dan dengan pengetahuanku tentang karya aslinya, aku mengetahui bahwa dia sering bepergian dengan limusin. Jadi, aku mungkin tidak terlalu terkejut seperti Rie.
“Adik Hisamura-kun, kalau tidak salah, namamu Rie-san, kan? Senang bertemu denganmu, namaku Kaori Toujoin.”
“To-Toujoin-san…!”
Rie melirikku dengan takut-takut.
Meskipun dia berada di angkatan yang lebih rendah, jika bersekolah di SMA yang sama, dia mungkin pernah mendengar nama Kaori Toujoin.
Dengan ekspresi gugup di wajahnya. Rie membalas salamnya.
“S-Senang bertemu denganmu. Aku Rie Hisamura. Kakakku berhutang budi padamu.”
“Tidak, akulah yang berhutang banyak padanya. Aku berhutang padanya lebih banyak daripada yang bisa aku bayarkan.”
“Eh…!?”
Mata Rie membelalak kaget mendengar perkataan Toujoin-san.
Dia pasti tidak pernah mengira kalau seorang Kaori Toujoin akan berhutang pada kakaknya.
Maksudku, aku juga terkejut.
Memangnya dia hutang apa? Apakah aku telah melakukan sesuatu?
“Kamu menunjukkan wajah yang mengatakan kalau kamu tidak ingat apa-apa, Hisamura-kun.”
“Ah, maaf. Tapi, apakah Toujoin-san benar-benar berhutang sesuatu padaku?”
“Ini tentang kejadian di taman hiburan itu. Kamu menjernihkan suasana di antara kami, kan?”
“…Ah! Itu toh!”
Pada kencan di taman hiburan tempo hari, Toujoin-san memutuskan untuk tidak mengganggu Yuuichi dan Fujise, tapi aku mendesaknya untuk mengganggu mereka.
Tentu saja, jika bukan karena aku, Toujoin-san tidak akan berbuat apa-apa dan Yuuichi akan diambil darinya.
Tapi, aku akui, aku mungkin terlalu ikut campur, atau, lebih tepatnya, itu konsekuensi karena aku memasuki dunia manga ini. Jadi, menyebutnya sebagai hutang sepertinya agak berlebihan…
“Tidak perlu dipikirkan. Itu hanya sesuatu yang aku lakukan dengan egois untuk diriku sendiri.”
“Berkat keegoisanmu, aku masih punya kesempatan untuk menikahi Yuuichi, dan hubunganku dengan ayahku juga membaik.”
Oh benar, aku sudah ikut campur dalam hubungan antara Toujoin-san dengan ayahnya.
…Sekarang, setelah kuingat-ingat lagi, aku melakukan sesuatu yang cukup berisiko hari itu.
“Fufu, masih ada lagi, tapi aku akan menahan diri untuk saat ini. Pertama-tama, kalian berdua masuklah ke dalam mobil.”
“Ah, ya, terima kasih.”
“P-Permisi…”
Aku dan Rie masuk ke dalam limusin yang mewah dan indah, tapi duduk di sana terasa sedikit tidak nyaman dalam berbagai hal.
***
Kursi di limusin jauh lebih lembut dan empuk daripada sofa mana pun, tapi entah bagaimana juga terasa tidak nyaman pada saat yang bersamaan.
Rie juga sepertinya merasakan hal yang sama; Meski ada sandaran di belakangnya, dia malah duduk tegak tanpa bersandar.
Toujoin-san, yang terkekeh melihat itu, berbicara kepada Rie.
“Santai saja. Setelah ini, kita akan mampir ke tempat Fujise-san dan Shimada-san dulu, jadi kamu akan lelah jika terus tegang seperti itu.”
“Ah, terima kasih banyak, Toujoin-senpai.”
“Fufu, kamu menggemaskan sekali. Aku tidak pernah memiliki siapa pun yang benar-benar dapat aku panggil kouhai, jadi aku senang kamu memanggilku senpai. Kamu bisa memanggilku dengan nama depanku, Kaori.”
“A-Apakah boleh?”
“Ya, bolehkah aku juga memanggilmu Rie-san?”
“Tentu saja, Kaori-senpai. Ini suatu kehormatan.”
“Senang bertemu denganmu, Rie-san.”
Oh, aku tidak menyangka Toujoin-san memiliki kesan yang baik terhadap Rie.
Aku sebenarnya agak khawatir membiarkan mereka berdua bertemu.
Itu karena, dalam cerita aslinya, mereka memiliki jenis hubungan seperti kucing dan anjing.
Dalam cerita aslinya, Rie bertemu Toujoin-san saat dia sedang jatuh cinta dengan Yuuichi. Jadi hubungan mereka dimulai dengan situasi yang salah.
Cara mereka memanggil satu sama lain dalam karya aslinya juga dengan nama belakang.
Sebagai orang yang mengetahui karya aslinya, rasanya agak aneh mendengar mereka saling memanggil dengan nama depan.
Yah, di dunia ini, Rie tidak mencintai Yuuichi untuk saat ini.
Tapi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan…
“Ara, Rie-san, kamu memasak setiap hari? Itu luar biasa.”
“T-Tidak juga, itu karena aku sudah terbiasa…”
“Meskipun kamu sudah terbiasa, aku yakin pasti membutuhkan banyak usaha untuk mencapai titik itu. Dan tidak dapat disangkal bahwa itu luar biasa.”
“T-Terima kasih banyak…”
Mereka mengobrol dengan sangat akrab sekarang, pemandangan yang tidak pernah aku saksikan di karya aslinya.
Masih belum jelas apa yang akan terjadi di masa depan, tapi berteman bukanlah hal yang buruk.
Sebagai kakak Rie, aku sangat senang melihatnya bergaul dengan banyak orang.
Ah, tapi bergaul dengan pria adalah hal yang buruk, terutama Yuuichi.
Jika Rie jatuh cinta pada Yuuichi, dia akan dipastikan menjadi heroine lain yang kalah. Jadi, dia jelas tidak boleh melakukan itu.
“Kamu sangat imut, Rie-san. Sayang sekali kamu adalah adik Hisamura-kun. Bagaimana kalau kamu menjadi adikku saja?”
“Tunggu dulu, Kenapa kamu malah merayu adikku?”
Itu sungguh tiba-tiba, Toujoin-san.
Apakah kamu sebegitunya menyukai Rie?
Aku terkejut. Bukankah kalian baru bertemu sepuluh menit yang lalu?
“Aku anak tunggal. Jadi aku selalu berharap ingin memiliki adik perempuan.”
“Begitu, ya.”
Ya, aku sudah tahu hal itu karena itu disebutkan dalam cerita aslinya.
“Jadi, jika Rie-san menjadi adikku, bukankah semuanya akan terselesaikan?”
“Gak gitu konsepnya.”
Memang benar kalau Rie adalah adik yang sangat imut dan memiliki kepribadian yang sangat baik. Tapi, Rie adalah adikku.
“Jadi bagaimana menurutmu, Rie-san?”
“Eh, kamu serius? Kamu tidak main-main?”
Saat aku menanyakan itu padanya, dia membalasku dengan senyuman.
Tunggu, jadi yang mana? Aku sama sekali tidak tahu.
Jika dia serius, tidak peduli apa pun yang akan dilakukan Toujoin-san, aku tidak akan pernah membiarkan dia merebut Rie dariku.
Saat aku berpikir begitu dan hendak menyela percakapan…
“Maaf, Kaori-senpai. Tapi aku adalah bagian dari keluarga Hisamura… dan satu-satunya adik Onii-chan.”
“Rie…”
Rie berkata sambil menunduk, tidak melakukan kontak mata denganku atau Toujoin-san.
Namun, aku bisa melihat pipinya memerah.
Rie, dia mengatakan sesuatu yang sangat mengharukan…!
“Itu karena Onii-chan tidak bisa hidup sendiri. Menurutku dia akan langsung mati jika aku tidak ada untuk mengurusnya.”
“Tidak, tidak, itu tidak benar. Tunggu, apakah itu alasannya?”
“T-Tentu saja.”
Tiba-tiba aku merasa sangat depresi… tapi, mengingat kepribadian Rie, mungkinkah itu hanya caranya untuk menutupi rasa malunya?
Ah, dia sangat menggemaskan.
Aku beruntung memiliki adik perempuan seperti dia.
“O-Onii-chan. Kenapa kamu cengar-cengir kayak gitu?”
“Bukan apa-apa kok. Aku hanya berpikir kalau Rie sangat imut.”
“Kamu mengolok-olokku, kan!?”
“Tidak, tidak. Tentu saja tidak. Mana mungkin Onii-chan mengolok-olok Rie.”
“Kamu cengar-cengir sekarang! Dasar Onii-chan bodoh!”
Mau bagaimana lagi, mulutku tersenyum sendiri menatapnya. Itu salah Rie karena sangat imut.
“Ara-ara, Rie-san ternyata cukup berani juga untuk bermesraan tepat di depanku.”
“A-Aku tidak bermesraan! Siapa pula yang mau bermesraan dengan kakak bodoh seperti ini!?”
“Fufu, sungguh menyenangkan melihat kalian berdua rukun. Kuharap aku punya adik seperti Rie-san. Aku iri padamu, Hisamura-kun.”
“Fiu~, Rie tidak akan bersikap seperti ini pada orang lain, bahkan padamu, Toujoin-san.”
Saat aku mengatakan itu, Toujoin-san menyeringai.
Hmm? Apa itu? Dia seperti sedang merencanakan sesuatu.
“Sepertinya kita akan segera sampai di rumah Shimada-san. Fujise-san tampaknya juga bersamanya. Jadi semuanya sudah lengkap.”
“Y-Ya, itu benar.”
Aku merasa agak takut… apakah dia berencana melakukan sesuatu?
Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan dan aku tidak punya cara untuk benar-benar menghentikannya.
Setelah itu, limusin pun berhenti—Itu berhenti dengan sangat mulus, seperti yang diharapkan dari pengemudi kelas atas.
Toujoin-san keluar dari limusin untuk menjemput Sei-chan dan Fujise.
Tak lama setelah itu, pintu limusin terbuka lagi, dan mereka bertiga masuk.
“Wahhh, limusin. Aku belum pernah naik limusin sebelumnya.”
“Yah, ini kali pertamaku juga, tapi seperti yang diharapkan dari Toujoin.”
Baik Fujise dan Sei-chan juga tampak terkesan dengan limusin tersebut.
“Ah, Rie-chan, kan?”
“Ya, aku Rie Hisamura. Senang bertemu denganmu.”
“Aku Shiho Fujise. Senang bertemu denganmu juga! Kamu bisa memanggilku Shiho, Rie-chan.”
“Baik, Shiho-senpai.”
Karena ini pertemuan pertama mereka, Rie dan Fujise saling bertukar sapa.
Fujise mengenakan blus biru dengan celana pendek putih, pakaian yang sangat menyegarkan dan imut yang mencerminkan musim semi.
Fujise orang yang ramah, jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk bisa akrab dengan orang lain.
“Selamat pagi Sei-ch… Shimada.”
“…Selamat pagi, Hisamura. Nah, kalau dengan rombongan ini, aku tidak keberatan kamu memanggilku seperti itu. Tapi, tolong untuk lebih hati-hati ke depannya.”
“Haha, maaf, Sei-chan. Aku akan berhati-hati lain kali.”
Sei-chan menatapku cemberut karena aku memanggilnya begitu di depan orang lain.
Dia sangat imut, tapi aku harus lebih berhati-hati.
Pakaian Sei-chan hari ini… sangat imut hingga menyilaukan untuk dilihat.
Bagian perutnya tidak terbuka seperti kencan di taman hiburan sebelumnya, tapi bahkan tanpa itu pun, Sei-chan masih sangat imut.
Dia mengenakan jeans berwarna gelap sepertiku, dan karena Sei-chan memiliki kaki yang panjang dan ramping, jeans tersebut terlihat sangat cantik untuknya.
…Aku ingin tahu apakah dia pernah memakai celana pendek atau rok.
Aku sangat ingin melihatnya memakai itu, tapi aku mungkin akan mati jika dia melakukannya.
Aku harus berhati-hati.
Dia mengenakan atasan sweater abu-abu muda sederhana yang sedikit kebesaran dan halus, memberikannya kesan yang menggemaskan.
Area lehernya agak longgar, jadi aku khawatir aku mungkin akan melihat sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat jika aku mengintip ke dalamnya.
Meski aku tidak berpikir akan begitu sih…
“Sei-chan, itu sangat cocok untukmu. Kamu terlihat sangat imut.”
Aku berkata dengan suara pelan di dekat telinga Sei-chan agar tidak ada orang lain yang bisa mendengarku.
“!! T-Terima kasih…”
Sei-chan tersipu dan menyembunyikan mulutnya dengan tangan saat dia mengucapkan terima kasih.
Bahkan gerakannya itu pun juga imut.
***
Ketika semua orang telah naik, limusin pun berangkat lagi.
Rie tampak kembali sedikit gugup saat bertemu Fujise, tapi dia segera merasa nyaman setelah berbincang singkat.
Seperti yang diharapkan dari Fujise, dia memiliki kepribadian yang bisa bergaul dengan siapa saja.
“Ngomong-ngomong, Hisamura-kun, aku tidak tahu kalau kamu punya adik perempuan yang imut.”
“A-Aku tidak imut, kok…”
“Itu karena aku tidak memberi tahumu, Fujise. Dia adalah adik perempuan yang kubanggakan, jadi aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya.”
“Aku tidak bilang kalau aku benar-benar mau mengambilnya. Tapi dia sangat imut, aku mungkin saja jadi mau mengambilnya.”
Mengatakan itu, Fujise kemudian memeluk Rie.
“Ah, um, itu…”
Rie membeku, mengalami kesulitan bereaksi terhadap situasi yang tiba-tiba ini.
“Shiho, Rie terlihat sangat tidak nyaman.”
“Ahh, maaf, Rie-chan.”
“T-Tidak, tidak apa-apa.”
“Rie, Shiho bukanlah orang jahat. Dia hanya menyukai gadis imut dan terkadang bisa menyusahkan, jadi tolong maafkan dia.”
“Sei-chan! Jangan memperkenalkanku seperti itu!”
“Fufu…”
Rie tertawa pelan saat dia melihat interaksi antara Sei-chan dan Fujise.
“Rie-san memang gadis yang sangat baik. Aku ingin dia menjadi adikku juga.”
“Aku setuju, Toujoin-san.”
“Tapi, saat aku memintanya untuk menjadi adikku sebelumnya, Rie-san menolakku.”
“Apa yang kamu lakukan, Toujoin…? Jangan terlalu mengganggu Rie.”
Mendengar kata-kata Toujoin-san, Sei-chan berkata begitu dengan cemas.
Lalu—Toujoin-san menyeringai.
Sama seperti sebelumnya, dia memasang wajah yang tampak seperti sedang merencanakan sesuatu.
“Karena itulah aku iri padamu, Hisamura-kun. Iya, kan, Fujise-san?”
“Itu benar, Toujoin-san. Aku juga anak tunggal. Sei-chan, kamu punya kakak laki-laki, kan?”
“Ya, begitulah. Tapi, aku juga menginginkan adik seperti Rie.”
“B-Bahkan Sei-san juga…!?”
Sepertinya Rie mendapatkan semacam harem.
Wajah Rie memerah karena malu. Dia terlihat sangat imut.
Semua orang sepertinya menyukai Rie, tapi dia adalah adikku.
“Ara, aku juga iri padamu, Shimada-san.”
“Hmm? Maksudmu karena aku punya kakak laki-laki?”
“Tidak, bukan itu. Itu karena──pada akhirnya, Rie-san akan menjadi adikmu juga, kan?”
“Hmm? Apa maksudmu…!?”
Begitu Sei-chan mencoba meminta penjelasan, dia tersipu seolah menyadari maksudnya.
Pada saat yang sama, aku menutupi wajahku dengan satu tangan untuk menyembunyikan rasa maluku.
Kuu… Apakah ini yang diincar Toujoin-san…?!
“Aku tidak tahu berapa tahun yang dibutuhkan, tapi paling cepat, mungkin satu tahun, ya?”
Kami adalah siswa kelas dua SMA, masih tujuh belas tahun.
Sei-chan akan bisa menjadi kakak Rie paling cepat ketika dia berusia 18 tahun… Sial, ini gawat, ini memberikanku banyak damage.
“Pasti menyenangkan memiliki adik perempuan yang imut seperti Rie-san.”
“Kuu… K-Kau…”
Sei-chan, dengan wajah merah cerah, melirik ke arahku dan Rie.
Hentikan, Sei-chan, kamu membuatku semakin gugup jika begini terus.
Sungguh strategi yang luar biasa, Toujoin-san.
Itu memberikan damage padaku dan Sei-chan. Dengan adanya Rie di sini, semakin sulit bagi dia untuk menyangkalnya.
Jika Sei-chan menyangkalnya, itu akan membuatnya terlihat seperti dia tidak menginginkan Rie sebagai adiknya.
“Iya, kan, Fujise-san? Itu jelas buat iri, kan?”
“Fufu, benar. Beruntungnya kamu, Sei-chan.”
“K-Kamu ngomong apa sih, Shiho?”
Ya, benar, Fujise cenderung mengambil sisi itu di saat seperti ini.
Sei-chan menatapku seolah dia memohon bantuan. Tapi aku memiliki firasat bahwa, jika aku mengatakan sesuatu, itu hanya akan memperburuk situasi.
“Rie-chan, apakah kamu senang jika Sei-chan menjadi Onee-chan-mu?”
“S-Shiho. Apa-apaan yang kamu tanyakan itu?!”
“…Fufu, ya. Itu akan membuatku sangat bahagia.”
Rie, kamu juga?
Rie, tentu saja, memahami arus pembicaraan, dan dia berganti pihak secepat mungkin.
Rie dibuat malu oleh kami sebelumnya dan dia mencoba membalas dendam dengan membuat aku dan Sei-chan merasa malu.
“Itu karena Sei-san sangat baik, cantik, imut, dan keren.”
“Y-Yah, sejujurnya aku senang mendengarmu mengatakan itu, tapi…”
“Hehe, Rie-chan, kamu mungkin harus berlatih dulu, kan? Misalnya, berlatih bagaimana caramu memanggilnya, lho.”
“S-Shiho, sudah cukup…!”
“…Sei Onee-chan.”
“――!”
“Fufu, aku sendiri jadi sedikit malu.”
Saat Rie mengatakan itu dengan pipi yang sedikit memerah, wajah Sei-chan menjadi semakin merah.
Aku tidak pernah menyangka kalau Rie-lah yang akan memberikan pukulan terakhir.
Dan cara Rie mengatakannya juga imut; kuharap aku punya onee-chan juga.
“Ara, Hisamura-kun. Pacarmu sedang dipermalukan tepat di depanmu. Apakah kamu tidak akan berbuat apa-apa?”
Tampaknya dia mencoba melakukan sesuatu padaku juga.
Sepertinya Toujoin-san tidak akan membiarkanku lolos begitu saja.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dalam situasi ini.
Tidak ada cara bagiku untuk benar-benar membantunya. Jika aku melakukannya, dia akan sangat malu tanpa akhir.
“…Tolong ampuni aku.”
“Ara? Ada apa? Hisamura-kun, sepertinya Rie-san juga ingin punya kakak perempuan. Tidak bisakah kamu setidaknya memberi tahu kapan hal itu akan terjadi?”
“Fufu, aku juga ingin mendengarnya, Hisamura-kun.”
“Jadi berapa lama, Onii-chan?”
“T-Tolong hentikan…!”
Setelah itu, aku dan Sei-chan terus dijahili sampai kami tiba di rumah Toujoin-san.
***
Untungnya, kami tiba di rumah Toujoin-san sekitar sepuluh menit setelah Fujise dan Sei-chan masuk ke dalam mobil.
Toujoin-san dan Fujise sepertinya belum puas menjahili kami, tapi…
Saat kami tiba di rumah Toujoin, setidaknya Fujise sudah kehilangan minat untuk menjahili kami.
“L-Luar biasa.”
Fujise hanya bisa menghela nafas kagum saat melihat mansion dari dalam limusin.
Selain Fujise, Rie dan Sei-chan juga terbelalak melihatnya.
Di luar jendela ada sebuah mansion dengan ukuran yang belum pernah aku lihat sebelumnya seumur hidupku.
Yah, aku mungkin pernah melihat mansion sebesar ini di manga atau semacamnya, tapi itu jelas bukan sesuatu yang aku lihat di kehidupan nyata.
…Tapi secara teknis, ini adalah dunia manga sih.
Aku sudah membaca cerita aslinya, jadi aku tahu kalau rumah Toujoin itu besar, tapi saat aku melihatnya langsung di kehidupan nyata, itu sungguh menakjubkan hingga membuatku tertawa.
“Mohon tunggu sebentar. Gerbangnya sedang dibuka sekarang.”
“G-Gerbang…”
Limusin saat ini sedang berhenti, menunggu gerbang dibuka untuk memasuki mansion.
Sepertinya mansion ini memiliki halaman yang cukup luas untuk limusin bisa masuk.
…Itu benar-benar menakjubkan.
Kemudian, sebuah gerbang, yang lebih besar dari gerbang sekolah, terbuka dan limusin memasuki pekarangan mansion.
Saat kami mendekati mansion, limusin akhirnya berhenti dan kami pun turun.
Mansion itu begitu besar sehingga mau tidak mau kami harus mendongak untuk melihatnya dari sudut ini, dan pintu masuknya sangat megah sehingga itu lebih cocok disebut gerbang.
“Toujoin-san benar-benar seorang ojou-sama, ya…”
Fujise bergumam tanpa sadar.
“Oh? Kalau begitu, menurutmu sebelumnya aku ini apa?”
“Tidak, aku memang berpikir kamu ojou-sama, tapi ini mengesankan…”
“Menurutku, rumah ini tidak terlalu besar. Tapi… kurasa ini mungkin sangat besar bagi orang normal.”
“EHH?! Kamu punya rumah yang lebih besar dari ini?”
“Aku punya vila di luar negeri yang ukurannya beberapa kali lipat dari rumah ini.”
“…Aku bahkan tidak bisa membayangkannya.”
Beberapa kali lipat dari ini… Seperti yang dikatakan Fujise, itu adalah dunia di luar imajinasi orang biasa.
“Apakah kalian sudah cukup melihat bagian luarnya? Ayo kita masuk.”
Toujoin-san berkata begitu, dan kami pun mengikuti di belakangnya saat dia berjalan menuju pintu.
Saat itulah aku berjalan di sebelah Sei-chan dan entah bagaimana tatapan mata kami bertemu saat itu.
“…!”
Wajah Sei-chan langsung memerah dan dia memalingkan muka dariku.
Dia telah dijahili berulang kali soal menikahiku, jadi tidak mengherankan jika dia bertingkah seperti ini tiba-tiba.
Aku juga sedikit malu sehingga aku ingin mengalihkan pandanganku juga.
Tapi wajah malu Sei-chan sangat imut.
***
Ketika kami memasuki mansion, aku mendapati bahwa bagian dalamnya memang luar biasa luas dan mewah.
Aku melihat pintu yang terlalu lebar, langit-langit yang juga terlalu tinggi dan bahkan lampu gantung yang tergantung di sana.
Toujoin-san, yang tampak terbiasa dengan semua itu, masuk ke dalam tanpa ragu-ragu.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika kamu ingin langsung berlatih memasak di dapur, aku akan memandumu ke sana.”
“Y-Ya… Mohon bantuannya.”
Tujuan hari ini adalah untuk melatih keterampilan memasak Fujise.
Fujise tidak bisa memasak sama sekali.
Dia sangat payah hingga bahkan Sei-chan pun menyerah padanya.
Saat Sei-chan memintaku untuk membantunya, sejujurnya aku berpikir, “Hukuman macam apa ini?”
Itu karena makanan yang akan aku cicipi rasanya kemungkinan besar akan sangat beracun. Ada kemungkinan besar aku akan langsung pingsan setelah mencobanya.
Jadi, ketika Sei-chan memberitahuku tentang permainan hukuman yang mereka buat, aku langsung mengusulkan agar dia menyuruh Toujoin-san membantu Fujise memasak.
Membantu Fujise memasak saja sudah cukup sebagai hukumannya, tapi bagi Toujoin-san, membantu saingan cintanya sendiri dalam hal seperti itu akan sangat merugikannya.
Jadi, aku pun menyarankan ide itu pada Sei-chan, dan dia langsung menerimanya.
Ketika dia menjelaskan hukumannya kepada Toujoin-san, dia bilang dia merasa sangat terhina, tapi dia tetap melakukannya.
Itulah sebabnya hari ini, di rumah Toujoin-san, kami akan mengajari Fujise memasak.
Toujoin-san memandu kami di mansion yang terlalu luas itu.
Sementara itu, kami, para tamu, hanya bisa melihat sekeliling.
Ke mana pun kami pergi, selalu ada kepala pelayan dan pelayan yang menundukkan kepala saat kami lewat.
Toujoin-san sepertinya sudah terbiasa dengan hal itu, tapi wajar saja jika kami merasa sedikit tidak nyaman oleh itu.
Saat kami berjalan menyusuri koridor, seorang pria mendekat dari depan.
Tunggu, bukankah pria itu…?
“Ayahanda!?”
Toujoin-san, yang sedang memimpin jalan, tiba-tiba berhenti dan berseru dengan keras.
“Eh, itu ayah Toujoin-san…?”
Fujise refleks bergumam, dan seperti yang diharapkan, pemikiran yang sama terlintas di benak semua orang.
Presiden sebuah perusahaan besar dengan aset melebihi seribu triliun yen… Kouki Toujoin.
Dia terlihat sangat muda sehingga sulit dipercaya bahwa dia berusia di atas 40 tahun, dan rambut hitamnya dipotong sangat pendek sehingga telinganya dapat terlihat dengan jelas.
Dia memiliki bentuk wajah yang bagus dan mata yang mirip dengan Toujoin-san.
Tidak, malah sebaliknya. Toujoin-san-lah yang mirip seperti Ayahanda-nya.
Saat ayahnya, yang mengenakan setelan jas, mendekati kami dengan wajah tanpa ekspresi, itu membuat kami, termasuk Toujoin-san, semakin gugup.
“Pagi, Kaori. Bagaimana kabarmu?”
“P-Pagi Ayahanda. Ya, aku baik-baik saja.”
Toujoin-san, yang terlihat tegang, tersenyum kaku.
Kami, yang berada di belakangnya, berdiri lebih tegap dari sebelumnya.
Untuk sesaat, ayahnya mengerutkan kening, lalu dengan cepat mengalihkan perhatiannya kepada kami.
“Apakah mereka temanmu, Kaori?”
“Y-Ya, mereka adalah teman-temanku, dan aku mengajak mereka ke rumah hari ini.”
“Begitu ya. Senang bertemu dengan kalian. Aku ayah Kaori, Kouki Toujoin.”
“S-Senang bertemu dengan Anda juga. Saya Shiho Fujise.”
Fujise berbicara lebih dulu, dan kami mengikutinya mengucapkan salam.
Rie dan Sei-chan, yang masih sedikit gugup, juga memberikan salam, dan aku yang terakhir.
“Saya Tsukasa Hisamura.”
“…Kamu Hisamura-kun?”
“Eh?”
Dia tahu namaku? Kok bisa?
“Terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan.”
“E-Eh? T-Tidak, memangnya apa yang saya lakukan…?”
“Aku dengar dari Kaori bahwa dia meneleponku beberapa hari yang lalu karena kata-katamu.”
“Ah, masalah itu, ya.”
Aku tidak menyangka Toujoin-san membicarakanku dengannya mengenai panggilan telepon itu.
Meski Toujoin-san memberitahuku bahwa dia berhutang banyak padaku. Tapi sejujurnya, aku tidak berpikir kalau aku melakukan banyak hal.
“Aku hanya ingin berterima kasih. Terima kasih.”
“T-Tidak. Saya tidak melakukan sesuatu yang besar.”
“Itu sesuatu yang besar bagi kami. Sebagai tanda terima kasih kami, mohon terimalah ini.”
Aku menerima dengan kedua tangan secarik kertas yang dia keluarkan dari sakunya.
Apa sebenarnya ini?
…Eh, cek?
“Aku sebenarnya mau bilang kalau kamu dapat menulis jumlah berapa pun yang kamu inginkan, tapi maaf, batas atasnya hanya sepuluh miliar.”
“Eh, eh… EHHH?!”
Aku tidak tahu apa yang dia bicarakan tiba-tiba.
Sepuluh miliar itu… SEPULUH MILIAR YEN?!
…TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK?!?!
“S-Saya tidak bisa menerima hal seperti ini! Lagipula, tidak mungkin saya bisa menulis sebanyak itu!”
“Begitukah? Yah, aku punya vila kecil di Karuizawa yang ukurannya kira-kira sekecil rumah ini. Apakah kamu ingin menerima itu saja?”
“Tidak, terima kasih!”
Sekecil rumah ini?
Ini adalah rumah besar!
“Begitu ya. Sepertinya aku tidak bisa memikirkan sesuatu yang kamu inginkan saat ini, tapi aku ingin memberikan hadiah untukmu suatu saat nanti.”
“Niatnya saja sudah lebih dari cukup untukku…”
“Tidak, itu jelas tidak cukup. Bagaimanapun juga, kamu sudah mencairkan suasana di antara keluarga kami.”
Setelah mengatakan itu, beliau kemudian melihat ke arah Toujoin-san dan tersenyum ramah.
Toujoin-san tampak agak canggung dan membuang muka dengan telinganya yang memerah padam.
“A-Ayahanda, kenapa Ayah datang ke sini hari ini?”
“Kaori, Ayah dengar kamu mengajak teman-temanmu ke rumah untuk pertama kalinya selain Yuuichi.”
“I-Ini memalukan, jadi tolong hentikan…”
“Maaf. Tapi Ayah sangat penasaran, jadi Ayah memutuskan meninggalkan pekerjaan dan datang ke sini.”
“APAKAH ITU TIDAK MASALAH?!”
Ahh, jadi itu sebabnya aku mendengar suara seperti bergetar dari saku dalamnya sejak tadi.
Itu mungkin panggilan yang berhubungan dengan pekerjaan… Apakah benar-benar tak masalah untuk mengabaikan itu?
“Ayah harus segera pergi. Kaori, untuk makan malam minggu depan, apakah kamu benar-benar akan memasak untuk Ayah?”
“Y-Ya, aku masih berlatih, tapi aku akan menggunakan keterampilanku dengan sebaik-baiknya.”
“Fakta bahwa Kaori memasak untuk Ayah membuat itu lebih berharga daripada makanan mewah mana pun yang pernah Ayah makan.”
“Kuu… T-Terima kasih.”
Kami menyaksikan pemandangan yang sangat tidak biasa.
Pemandangan di mana Kaori Toujoin menyusut ke belakang dan membuat suara sayu.
Toujoin-san, yang terlihat seperti ojou-sama di dalam limusin, kini telah berubah menjadi seorang gadis yang sangat menggemaskan.
“Selain itu, Kaori… maukah kamu memanggilku seperti itu lagi?”
“Eh? I-Itu…”
“…Begitu ya.”
Ayahnya menurunkan pandangannya, tampak agak sedih dan kesepian.
Saat Toujoin-san melihat ini, wajahnya langsung menjadi merah, dan memasang ekspresi bahwa dia sudah menguatkan tekad.
“…Papa, tolong semangat di tempat kerja.”
“Ah… Terima kasih, Kaori.”
Setelah mendengar kata-kata Kaori, ayahan—Papa-nya—tersenyum hangat.
“Kalian semua, anggap saja seperti rumah sendiri.”
“A-Ah, ya. Terima kasih.”
Dia mengatakan itu untuk yang terakhir kalinya dan kemudian pergi.
Terjadi keheningan selama beberapa detik setelah dia pergi.
“…Sepertinya kamu cukup dekat dengan Papa-mu, Toujoin.”
“!?”
Orang pertama yang mengucapkan kata-kata itu secara mengejutkannya adalah, Sei-chan.
Yah, mungkin itu tidak terlalu mengejutkan, mengingat dia sudah banyak diolok-olok di dalam limusin tadi.
“Shi-Shimda-san…?”
“Sungguh luar biasa melihat hubungan baik antara orang tua dan anak. Aku harap kamu bisa terus rukun dengan Papa-mu ke depannya.”
Sei-chan sepertinya mencoba untuk tersenyum lembut, tapi dia tidak bisa menahan seringainya.
Tapi, aku juga—Aku tidak bisa menghentikan sudut mulutku untuk terangkat.
“Benar, Sei-chan. Memiliki hubungan yang baik dengan Papa adalah hal yang bagus.”
“Benar, itu sangat indah.”
“Aku sangat senang bisa membantu Toujoin-san semakin dekat dengan Papa-nya.”
“Kamu melakukannya dengan baik, Hisamura. Berkatmu, Toujoin dan Papa-nya tampaknya menjadi semakin dekat.”
“……”
Setelah itu, Sei-chan dan aku terus mengolok-olok Toujoin-san sampai kami tiba di dapur. Wajah Toujoin-san memerah cerah saat kami tiba di sana.
***
Akhirnya kami sampai di dapur.
Dapurnya sangat indah dan luas seperti dapur di restoran kelas atas.
“Semua peralatan masak di sini adalah yang terbaik dan luar biasa. Namun, aku juga menyiapkan beberapa peralatan memasak biasa seperti yang dapat kamu temukan di rumahmu, Fujise-san, jadi mungkin akan lebih baik berlatih dengan peralatan tersebut dulu hari ini.”
“Y-Ya, makasih.”
“Meskipun ini adalah hukuman, aku akan melakukan yang terbaik.”
Sepertinya Toujoin-san benar-benar akan mengajari Fujise cara memasak dengan serius.
Meskipun mereka adalah saingan cinta, dia adalah orang yang sangat jujur dan baik hati.
“Seperti yang diharapkan dari Toujoin. Sepertinya kamu adalah orang yang baik hati seperti Papa-mu.”
“…Shimada-san? Bisakah kamu hentikan itu?”
Kurasa Sei-chan sangat menyimpan dendam atas apa yang terjadi di limusin, sehingga dia terus meledeknya seperti itu lagi dan lagi.
Toujoin-san tampaknya sudah sedikit tenang. Pipinya tidak lagi memerah karena dia sudah terbiasa diledek begitu sekarang, tapi kami masih bisa melihat telinganya sedikit merah.
“Hmm, aku sebenarnya masih belum puas, tapi baiklah. Karena kamu akan membantu Shiho memasak, kamu harus mencurahkan konsetrasi untuk itu, kalau tidak kamu bisa mati.”
“A-Apakah benar-benar seberbahaya itu?”
Rie, yang sama sekali tidak tahu soal kemampuan memasak Fujise, menanyakan itu dengan ekspresi tegang.
“Astaga, Sei-chan! Jangan menakuti Rie-chan seperti itu! Tidak apa-apa, Rie-chan. Aku tidak seberbahaya itu kok!”
“B-Baiklah. Mohon bantuannya hari ini.”
“Terima kasih, aku juga, mohon bantuannya hari ini.”
Rie juga datang untuk membantu Fujise memasak hari ini.
Aku yakin Rie, yang memasak setiap hari, akan dapat membantunya dalam situasi ini.
Saat Rie meminjam celemek dan hendak memakainya—
“Rie-san, kamu tidak perlu memakai itu.”
“Eh?”
Toujoin-san berkata sambil memakai celemek.
“Aku sendirian bisa meningkatkan kemampuan memasak Fujise-san hanya dalam hitungan menit. Tidak seperti seseorang yang tidak bisa melakukannya.”
Toujoin-san berkata begitu sambil melirik Sei-chan.
Itu mungkin untuk membalas Sei-chan atas semua ledekan konstan yang dia lakukan sebelumnya.
“…Begitu. Ya, semoga berhasil.”
“Hmph…”
Tapi, Sei-chan sama sekali tidak terprovokasi oleh hal itu, dan hanya tersenyum.
Toujoin-san cemberut, mungkin karena dia tidak mendapatkan hasil yang dia inginkan.
“Untuk saat ini, Rie-san, tolong perhatikan saja dulu. Aku senang kamu datang untuk membantu, tapi aku mungkin akan menyelesaikan ini tanpa membutuhkan bantuanmu.”
“Yah, aku tidak keberatan sih…”
Rie meletakkan celemeknya kembali ke atas meja dan berjalan ke arahku dan Sei-chan.
Untuk saat ini, kami bertiga akan mengamati Toujoin-san mengajari Fujise cara memasak.
Meski senyuman Sei-chan sebelumnya terlihat seperti senyuman yang dewasa dan tenang, namun kini itu terlihat berbeda.
Matanya tidak fokus, memandang jauh ke dapan, dan dia memasang senyum yang tampak pasrah.
Bahkan saat Sei-chan diprovokasi, dia membalasnya dengan senyuman seperti itu… Apakah masakan Fujise semengerikan itu?
“Nah, Fujise-san. Aku akan mengajarimu secara menyeluruh. Aku tidak tahu bagaimana kamu biasanya kalau dengan Shimada-san, tapi aku tidak akan bersikap lunak padamu.”
“Y-Ya, mohon bantuannya! Jadi, apa yang harus aku lakukan pertama kali!?”
Fujise mengenakan celemek dan mengangkat kepalan kedua tinjunya untuk menunjukkan motivasinya.
“Pertama-tama, hmm… Celemekmu terbalik.”
“Eh? Ah…”
Tentu saja, siapapun bisa tahu kalau celemeknya terbalik.
Bagaimana mungkin ada yang bisa salah mengira bagian depan dan belakang celemek?
Bagian belakang celemek hanya tali, jadi bagaimana bisa dia berpikir untuk menempatkannya di depan…?
“A-Ahaha, maaf. Aku selalu begini.”
“B-Benarkah?”
Seperti yang diduga, Toujoin-san tidak tahu kalau Fujise separah itu, dan dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
…Ini bukan pertanda baik.
***
Tiga puluh menit telah berlalu sejak Toujoin-san mulai mengajari Fujise cara memasak.
“Maaf, aku menyerah.”
Tampaknya Toujoin-san sudah mengibarkan bendera putih terlebih dahulu.
“Eh? Ada apa, Toujoin-san?” kata Fujise sambil menyajikan masakannya yang hitam legam di piring.
…Ini menakutkan.
Eh? A-Apa yang terjadi? Apakah ini keajaiban?
Aku benar-benar menyaksikan Toujoin-san, yang dengan sepenuh hati, mengajari Fujise tentang cara memasak yang benar.
Pertama, caranya memakai celemek terbalik, kedua, caranya memegang pisau salah.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat seseorang memegang pisau terbalik. Sungguh menakjubkan.
Tapi, Toujoin-san memperbaiki kesalahannya satu per satu dan terus mengajarinya dengan sabar.
Fujise membuat kesalahan berkali-kali lebih banyak daripada orang normal, tapi dia memperbaikinya satu per satu.
Dan pada akhirnya, apa yang kami dapatkan sebagai hasilnya adalah—materi gelap yang mengeluarkan asap hitam dari sebuah piring seperti di dalam manga.
Ini adalah dunia manga, tapi aku tidak pernah mengira aku akan benar-benar melihat materi gelap.
“Kenapa? Bagaimana bisa jadi seperti ini…?”
“Eh? Apanya?”
Fujise sepertinya tidak mengerti kenapa Toujoin-san begitu depresi, atau bahkan lelah.
“Kami seharusnya membuat steak hamburger biasa… Itu masih normal sampai aku menutup tutup penggorengannya, tapi kenapa yang muncul malah materi gelap setelah kami membuka tutupnya? Bahkan, punyaku pun…”
Mereka menggunakan dua panci terpisah, satu punya Toujoin-san dan satu lagi punya Fujise, tapi ketika dia membuka tutupnya, entah bagaimana kedua panci tersebut menjadi materi gelap.
Itu sudah masuk ke ranah sihir dan ilusi.
Namun pada kenyataannya, itu sama sekali bukan ilusi, dan bahkan tidak mengandung tipuan apa pun.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menciptakan materi gelap ketika mereka hanya membuat steak hamburger biasa…?
“…Shimada-san, Rie-san, bisakah kalian membantuku?”
Toujoin-san menarik kembali pernyataannya sebelumnya dan meminta bantuan mereka berdua.
Yah, mau bagaimana lagi, ada beberapa hal yang bahkan Toujoin-san pun tidak bisa lakukan.
Mengetahui hal ini, Sei-chan hanya membalas dengan senyuman Buddha.
“Bahkan jika kamu meminta bantuanku pun, aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara membantumu.”
Kemudian Rie menjawab sambil mengenakan celemek.
“Aku juga. Mungkin sebaiknya Shiho berhenti memasak saja…”
“Ehhhh? Ini buruk, ya? Kupikir aku sudah melakukannya dengan cukup baik, lho…”
Fujise memegang piring berisi materi gelap di kedua tangannya dan menghela nafas sedih.
Tidak, menurutku cukup berbahaya jika kamu berpikir telah melakukan pekerjaanmu dengan baik setelah melihat itu.
“Bolehkah aku mencicipinya sendiri?”
“Jangan, atau kamu akan mati.”
Toujoin-san langsung menjawab dengan ekspresi serius.
Ya, aku juga tidak ingin memakannya.
Maksudku, aku bahkan tidak tahu bagaimana Fujise bisa berpikir untuk memakan itu setelah melihatnya.
“Tapi, sayang sekali kalau tidak dimakan. Ah, Hisamura-kun, kamu mau mencobanya?”
“Haha, aku mungkin akan memakannya jika aku merasa putus asa dan ingin mati.”
Tapi selama aku berpacaran dengan Sei-chan, kurasa hari itu tidak akan pernah datang.
Fujise menyodorkan piring materi gelap itu ke arahku. Tapi, aku penasaran, kenapa bisa ini tidak berbau meskipun asap hitam mengepul dengan samar di sekitar ruangan.
Fakta bahwa ini tidak berbau membuatku sangat takut.
“Pertama-tama, apakah ada yang tahu kenapa hidangan kali ini gagal?”
“Dia membuat banyak kesalahan, tapi kurasa dia tidak membuat kesalahan yang cukup hingga dapat membuat sesuatu seburuk ini…”
“Rie-chan, apakah ini seburuk itu?”
“Aku belum pernah melihat makanan yang seperti ini seumur hidupku.”
“Eh? Apakah itu pujian?”
“ITU SAMA SEKALI BUKAN PUJIAN!”
Bagaimana bisa dia berpikir kalau itu pujian?!
“Mungkin ini jadi seperti itu karena kesalahan-kesalahan kecil. Saat aku mengajarinya sebelumnya, dia membuat kesalahan kecil satu demi satu dan menciptakan substansi itu.”
“Biarpun dia membuat sedikit kesalahan satu demi satu, sulit dipercaya bahwa hasilnya akan jadi seperti ini… Tapi, selain itu, tidak ada lagi yang perlu diperbaiki. Untuk saat ini, mari kita mulai lagi dari awal, Fujise-san.”
“Ya, aku akan melakukan yang terbaik.”
Fujise, tampak penuh motivasi, mengepalkan kedua tangannya lagi.
“Kalau begitu ayo kita potong bawangnya terlebih du—Fujise-san, kenapa kamu memegang pisaunya dengan terbalik lagi?”
“Ah, aku melakukannya lagi.”
“…Oh.”
Akhirnya, Toujoin-san juga memberikan senyuman Buddha seperti yang dilakukan Sei-chan sebelumnya.
Sekarang Rie akan memasuki medan perang juga, tapi aku bertanya-tanya apakah dia juga akan tersenyum seperti itu…
Kurasa aku harus mengatakan apa yang ada dipikiranku ketika melihatnya memasak.
“Bolehkah aku minta waktu sebentar? Bagaimana kalau kalian menuliskan langkah-langkah membuat hidangan yang akan kalian masak di atas kertas? Kalian juga dapat menuliskan hal-hal yang disarankan dan harus Fujise waspadai.”
“Itu ide yang bagus… Karena langkah-langkah memasaknya ada di kepalaku, aku tidak berpikir untuk menuliskannya, tapi kamu benar. Mungkin akan lebih baik jika ditulis sedemikian rupa sehingga Fujise-san juga bisa melihatnya.”
“Ya, akan menyenangkan bisa melihat apa yang perlu kamu lakukan tanpa perlu bertanya.”
“Kalau dipikir-pikir, saat aku mengajarinya memasak, aku hanya menjelaskan langkah-langkahnya secara lisan.”
“Ide bagus, Onii-chan.”
“Senang bisa membantu.”
Ketika aku bekerja paruh waktu di duniaku sebelumnya, aku biasa memasak hidangan sederhana di kafe.
Tentu saja awalnya aku tidak tahu cara memasak. Seperti Fujise… tidak, tidak separah Fujise, tapi aku membuat beberapa kesalahan saat memasak.
Jadi berdasarkan pengalaman itu, memiliki selembar kertas dengan instruksi dan langkah-langkah yang tepat tertulis di atasnya cukup membantu.
Agak sulit ketika diucapkan secara lisan karena kalian harus memahami semuanya sekaligus, tapi jika kalian memiliki kertas yang tertulis prosedur memasaknya, kalian dapat melihat di mana letak kesalahan kalin.
Toujoin-san, untuk saat ini, menuliskan semua langkah tentang cara membuat steak hamburger di selembar kertas.
“Itu saja. Oke, mari kita mulai lagi. Aku tidak akan membiarkanmu membuat kesalahan kali ini.”
“M-MOHON BANTUANNYA!”
“Kita juga, ayo lakukan yang terbaik, Rie.”
“Ya, Sei-san.”
Dan kali ini, dengan barisan terkuat Sei-chan, Rie, dan Toujoin-san, mereka akan berupaya untuk meningkatkan masakan Fujise.
…Sei-chan terlihat sangat imut memakai celemek.
***
Tiga puluh menit setelah barisan terkuat maju, hamburger akhirnya selesai lagi.
“…Ini nyaris seperti hamburger.”
“Ya, benar. Setidaknya ini adalah hamburger, meski tampilannya jelek.”
“Sungguh sebuah kemajuan…!”
“Hei, apakah itu pujian? Apakah aku saat ini sedang dipuji?”
Steak hamburger yang dibuat Fujise sedikit lebih cacat dan menghitam daripada hamburger biasa, tapi itu masih cukup bagus untuk disebut steak hamburger oleh siapa saja yang melihatnya.
Dibandingkan dengan percobaan pertamanya, kurasa ini bisa disebut sebagai kemajuan.
Toujoin-san dan Rie tampaknya kecewa, berpikir, “Bahkan dengan bantuan sempurna sebanyak ini, hanya begini hasilnya?”
Tapi, hanya Sei-chan yang terlihat benar-benar terkesan.
Sei-chan pernah membantu Fujise memasak sendirian sebelumnya, jadi dia tahu betapa sulitnya membuat kemajuan.
Terlebih lagi, dia memiliki pengalaman memakan materi gelap Fujise dengan berani dan langsung jatuh pingsan setelahnya.
Jadi, dia pasti benar-benar terharu karena Fujise bisa membuat makanan yang layak.
“Uuu, bentuknya masih agak buruk kalau dibandingkan dengan masakan yang lain.”
Seperti yang dikatakan Fujise, memang ada perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan masakan Sei-chan dan yang lainnya.
Bentuknya, warnanya, dan walaupun aku belum memakannya, rasanya mungkin berbeda juga.
“Fujise-san, kamu jelas sudah berkembang pesat jika dibandingkan awal sesi ini. Pada awalnya, daripada memasak, rasanya seolah-olah kamu sedang melakukan alkimia, mengubah makanan menjadi zat baru dan tidak dikenal. Kurasa kamu bisa menyebut itu entah bagaimana jadi membusuk.”
“Sejak awal, masih sebuah misteri bagaimana kamu bisa berhasil menciptakan zat semacam itu.”
“Kerja bagus, Shiho. Kamu berhasil membuat hidangan yang layak untuk dimakan.”
“Hei, jadi, apakah itu pujian?”
Selain Sei-chan, sepertinya tidak ada seorang pun yang benar-benar berniat memujinya.
Meski cara Sei-chan memujinya juga cukup kasar, sih.
Rasanya seperti memuji anak kecil yang bisa mencuci tangannya sendiri sambil berkata, “Wah, anak pintar.”
Yah… mungkin begitulah kenyataannya.
Namun, sungguh mengesankan dia bisa membuat hamburger yang layak setelah menciptakan materi gelap.
Bahkan dengan Sei-chan dan Rie yang membentuk barisan terkuat pun, sejujurnya aku masih berpikir bahwa itu mustahil.
Itu karena dalam cerita aslinya, Shiho selalu menjadi karakter yang sangat parah dalam memasak.
Dia adalah tipe karakter yang akan menciptakan materi gelap setiap kali dia mencoba membuat sesuatu, dan merupakan satu-satunya orang yang hanya diperbolehkan mengamati selama pelajaran tata boga di sekolah.
Itulah sebabnya aku sempat berpikir bahwa upaya mereka akan benar-benar gagal.
“Apakah ini bisa dimakan? Hisamura-kun, coba cicip!”
“…O-Oke.”
Fujise menyerahkan piring berisi Steak Hamburger-nya padaku.
Penampilannya seperti hamburger yang agak aneh, tapi harusnya tidak ada yang aneh di dalamnya.
Baunya juga sedikit gosong, tapi tetap saja aromanya seperti hamburger.
…Tapi, ini sangat menakutkan.
Mana mungkin aku bisa memakan hidangan yang disiapkan oleh seseorang, yang baru saja menciptakan materi gelap, tanpa waspada.
Aku melirik ke arah Sei-chan dan yang lainnya.
Sei-chan menatap steak hamburger yang akan aku makan dengan napas tertahan.
Rie dan Toujoin-san juga melihat ke arahku, mungkin penasaran dengan rasanya.
Aku menggunakan sumpit yang sudah disiapkan untuk memotongnya menjadi potongan-potongan kecil. Teksturnya biasa saja, tidak ada yang aneh.
Aku menguatkan diriku dan… menggigitnya!
“…Oh, enak.”
“Benarkah?”
Mata Fujise berbinar menanggapi kata-kata yang spontan kuucapkan.
“Ya, kupikir ini cukup enak. Ada beberapa bagian yang sedikit gosong, tapi masih bisa dimakan.”
“Syukurlah…!”
Aku memakan gigitan kedua untuk memberitahunya apa yang aku pikirkan tentang itu.
Ya, ini hamburger.
Seperti yang dapat dilihat, tampilannya sedikit gosong, tapi ini benar-benar masih bisa dimakan.
Setelah melihatku mencicipinya—tidak, setelah melihatku tidak keracunan, Sei-chan dan yang lainnya juga memakan hamburger yang dibuat Fujise.
“Benar, aku bisa memakannya dengan normal.”
“Ya, ini bisa dimakan. Rasanya juga cukup enak.”
“A-Aku tidak pingsan…! Kamu luar biasa, Shiho!”
“Rasanya aku mendapatkan lebih banyak pujian dari sebelumnya, tapi aku merasa ada yang aneh dari itu… Terutama kamu Sei-chan, kenapa kamu terkejut kalau kamu tidak pingsan?”
Di sisi lain, jika orang pingsan setelah memakannya, jenis racun macam apa yang dia gunakan hingga dapat melakukan itu?
Itu benar-benar semacam trik alkimia yang dapat membuat Sei-chan pingsan hanya dengan satu gigitan tanpa pernah memasukkan zat beracun apa pun ke dalamnya.
“Shiho, menurutmu apa yang paling berbeda kali ini? Saat terakhir kali kamu latihan bersamaku, tidak peduli berapa kali pun kamu mencobanya, kamu tidak bisa membuatnya terlihat atau terasa normal sama sekali.”
“Kata-katamu agak tajam, Sei-chan. Tapi ya, menurutku hal yang paling terasa beda adalah bahwa resepnya ditulis di atas kertas.”
“Maksudmu… ide yang disebutkan Hisamura?”
“Eh? Benarkah?”
Apakah ide yang aku usulkan paling cocok untuk Fujise? Dibandingkan dengan semua koki hebat yang mengajarinya bersama-sama ini?
“Ya, aku bisa membuat ini hanya dengan mengikuti apa yang tertulis di kertas. Aku senang Sei-chan dan Toujoin-san mengajariku, tapi aku mungkin agak sulit untuk memahaminya karena semuanya dilakukan secara lisan.”
“Padahal aku hanya menjelaskan apa yang tertulis di kertas itu secara lisan…”
“Aku juga sama.”
Toujoin-san dan Sei-chan hanya bisa tersenyum pahit.
Yah, kurasa itu tergantung orangnya; beberapa mungkin menganggap itu lebih mudah, sedangkan beberapa menganggapnya sulit.
“Tapi kalau begitu, bukankah kamu akan bisa memasak sebagian besar hidangan hanya dengan mengikuti resep mulai sekarang?”
“Oh, benarkah? Mungkinkah aku bisa memasak sendiri sekarang?!”
“Apakah sesederhana itu? Kalau begitu, lalu apa yang telah aku lakukan selama ini…?”
Sei-chan, yang telah berusaha keras mengajari Fujise cara memasak, tampak sedikit tertekan saat mengatakan itu.
Tapi, apakah memang sesederhana itu?
Fujise sangat payah dalam memasak, tapi apakah dia benar-benar bisa melakukannya hanya dengan mengikuti resep?
“Kalau begitu, Fujise-san, bagaimana kalau kamu membuat masakan lain sambil disaksikan oleh kami? Apakah ada yang ingin kamu buat?”
“Hmm, aku ingin membuat sesuatu yang bisa dimasukkan ke dalam bento. Aku ingin membuat bekal untuk Shigemoto-kun!”
“…Bisa berkata seperti itu sementara kamu juga diajari olehku. Kamu benar-benar mengagumkan.”
Fujise dan Toujoin-san adalah saingan cinta sepenuhnya.
Kali ini, Fujise menaburkan garam ke luka Toujoin-san, saingan cintanya.
Yah, itu bagian dari hukumannya, jadi mau bagaimana lagi, tapi… Apakah Fujise mengatakan itu untuk membuat saingannya sadar akan kehadirannya.
Fujise memiliki penampilan yang sangat lembut, tapi mengejutkannya, dia juga tipe orang yang mengungkapkan isi pikirannya dengan sangat jelas.
Aku pikir itulah satu-satunya cara agar dia bisa menghadapi wanita sekaliber Toujoin-san.
“Fufu, jangan khawatir. Meskipun aku dan Toujoin-san masing-masing membuatkannya bekal dan membawanya bersamaan, Shigemoto-kun akan tetap menghabiskan keduanya.”
“Ya, kamu benar. Aku yakin nafsu makan Yuuichi bisa mengatasinya, tapi jika kamu membawakannya materi gelap yang sebelumnya itu, aku pasti akan menghentikan Yuuichi meski dia mencoba untuk tetap memakannya sekalipun.”
“Ukh… A-Aku akan melakukan yang terbaik untuk memastikan hal itu tidak terjadi.”
“Ya, lakukanlah yang terbaik. Kalau soal bento… Nah, bagaimana kalau membuat kaarage? Cara membuatnya relatif gampang, dan mudah dikemas dalam kotak makan siang.”
“Itu ide yang bagus! Mohon bantuannya!”
Nah, selanjutnya diputuskan bahwa Fujise akan membuat kaarage tanpa bantuan yang lain.
Mereka mencari resep di ponsel Fujise, dan untuk lebih memperjelas, resep itu dicetak di selembar kertas dan diletakkan tepat di depannya agar mudah dilihat.
Meski aku tidak yakin kalau Fujise, yang biasa membuat materi gelap hanya beberapa menit sebelumnya, akan tiba-tiba mahir memasak jika dia hanya mengikuti resep, sih…
***
Lalu, dua puluh menit kemudian.
“Selesai! Bagaimana menurut kalian?”
“…Ini karaage biasa.”
“Ya, ini karaage.”
“I-Ini benar-benar jadi…”
Karaage yang sangat biasa telah selesai.
Kali ini, tentu saja, aku yang dipanggil sebagai penguji racun adalah orang pertama yang mencobanya.
“…Ya, ini enak.”
“HOREEE!”
Berbeda dengan hamburger sebelumnya, karaage ini tidak memiliki kelainan bentuk atau tanda-tanda gosong. Ini benar-benar karaage yang sederhana dan lezat.
Eh? Beneran?
Fujise, yang dalam cerita aslinya hanya bisa menciptakan materi gelap, benar-benar mampu memasak sendiri?
“Sungguh aneh dia bisa membuat materi gelap pada awalnya, tapi sekarang dia bisa membuat sesuatu yang normal.”
“Ya, benar. Aku masih tidak mengerti bagaimana dia bisa menciptakan sesuatu yang berbahaya seperti itu.”
Toujoin-san dan Rie, meski terkejut, tapi mereka memakannya dengan normal.
“I-Ini benar-benar jadi…”
“Sei-chan, apakah ini enak?”
“Ya, enak sekali, Shiho. Luar biasa.”
Sei-chan tersenyum saat mengatakan itu, tapi ekspresinya terlihat sedikit campur aduk.
Setelah Sei-chan memakan kaarage yang dibuat Fujise, dia menghela nafas.
“Kalau saja aku menulis resepnya di atas kertas… Kalau saja aku melakukan itu, aku tidak akan perlu bersusah payah.”
“…Kerja bagus, Sei-chan.”
Aku tahu betapa kerasnya Sei-chan berusaha dalam cerita aslinya.
“Ya… Yah, setidaknya aku senang Shiho bisa memasak sekarang.”
Sei-chan tidak mengungkapkan kesulitannya dengan murung kepada siapa pun. Dia hanya menunjukkan rasa senang atas sahabatnya, Fujise, yang kini bisa memasak.
Aku sangat menyukai Sei-chan yang seperti itu.
“Shiho, bagaimana kalau selanjutnya kamu membuat tamagoyaki? Itu adalah lauk yang umum di kotak bekal, dan menurutku itu akan enak.”
Sei-chan menyarankan.
“Ya, kamu benar. Tamagoyaki itu enak.”
“Bagaimana kalau membuat dashimaki tamago juga? Tapi, itu mungkin agak sulit.”
“Ya, Itu mungkin akan mudah jika ada penggorengan khusus tamagoyaki, tapi apakah Fujise-san punya satu di rumahnya?”
“Ya, aku mungkin pernah melihatnya di rumah.”
“Kalau begitu, kamu akan bisa membuatnya lebih mudah dengan itu. Ayo berlatih. Pertama-tama, kita perlu mencari resepnya dulu.”
Dan mereka mulai membuat hidangan lain.
Sei-chan mencoba mengawasi lagi dari dekat, tapi Toujoin-san kemudian berbicara seolah dia mendapatkan ide.
“Hisamura-kun, kalau tidak salah ada kotak bekal di ruang sebelah. Bisakah kamu mengambilkannya untukku? Karena kita sedang membuat lauk bekal hari ini, jadi akan lebih mudah jika kita memiliki kotak bekal.”
“Oke. Itu ruangan di sebelah dapur ini, kan?”
“Ya, benar. Itu adalah ruang persiapan, jadi, mungkin agak berantakan di sana.”
“Nah, aku bosan hanya menonton dan tidak melakukan apa-apa, jadi aku akan ikut membantu Hisamura.”
Tentu saja, jika Fujise sudah bisa memasak dengan normal sekarang, dia mungkin tidak membutuhkan tiga orang guru lagi.
“Baiklah, Sei-chan, ayo pergi.”
Aku dan Sei-chan pun meninggalkan dapur dengan menyerahkan pelatihan memasak Fujise kepada Toujoin-san dan Rie.
***
Kami meninggalkan dapur dan memasuki ruangan sebelah.
Sama seperti dapur, ruangannya cukup besar, namun di dalamnya terdapat berbagai macam barang sehingga ruangan ini tidak terasa seluas dapur.
Karena ini adalah ruang persiapan, ada berbagai peralatan masak dan peralatan besar ditempatkan di sini.
Barang-barang ini mungkin sesuatu yang sebenarnya ada di dapur, tapi dipindahkan ke sini untuk kegiatan kami.
Dia bilang ada kotak bekal di suatu tempat di ruangan ini, tapi… di manakah itu?
Aku merasa cukup mustahil untuk mencarinya di ruangan sebesar ini.
“Apakah kita harus mencari kotak bekal di antara semua ini…? Si Toujoin itu setidaknya memberi tahu kita di mana letaknya.”
“Ya, akan sulit menemukannya di sini.”
“Yah, kalau kita tidak bisa menemukannya setelah mencari sebentar, kurasa kita bisa bertanya pada Toujoin.”
“Ya, benar.”
Lalu Sei-chan dan aku mengobrol sambil mencari tanpa arah.
“Aku sangat senang Shiho akhirnya bisa memasak sekarang. Aku tidak bisa melakukannya sendirian, jadi aku senang aku meminta bantuan Toujoin sebagai hukuman.”
“Ahaha, benar. Bagi Toujoin, itu seperti membantu musuh yang dalam kesulitan.”
“Itu juga berkat Tsukasa yang memikirkan ide hukuman ini.”
“Aku senang bisa membantu. Hanya saja aku tidak pernah mengira kalau Fujise akan bisa memasak dengan normal jika dia hanya melihat resep dan mengikutinya.”
“Ya benar. Ketika aku pertama kali mengajari Shiho, kurasa aku mengajarinya sambil melihat resep. Tapi mungkin aku menjelaskannya secara lisan dan terlalu cepat saat itu.”
Sepertinya Sei-chan juga pernah mencoba menggunakan resep dengan Fujise sebelumnya, tapi sepertinya dia tidak terlalu menekankan hal itu.
“Pada awalnya… dia memegang pisau seolah-olah dia ingin membunuh seseorang, jadi aku berusaha sebaik mungkin untuk memperbaikinya.”
“B-Begitu, ya.”
Cara memegang pisau macam apa jika dia terlihat seperti ingin membunuh seseorang…?
Dia awalnya memegang pisau dengan terbalik hari ini, tapi apakah ada cara memegang pisau yang lebih buruk dari itu?
Apakah dia memegang sebuah psau di masing-masing tangannya dan satu pisau di mulutnya?
Kalau begitu, ini akan menjadi manga yang benar-benar berbeda.
“Karena itulah, aku tidak berpikir kalau dia akan bisa melakukannya hanya dengan resep. Seandainya aku menyadarinya lebih cepat.”
Sei-chan mengatakan itu sambil tersenyum masam.
“Tapi, jika Sei-chan tidak mengajari Fujise dasar-dasar memasak, menurutku memasak hari ini akan menjadi lebih sulit, dan itu mungkin akan menjadi masalah bahkan sebelum dia bisa membuatnya mengikuti resep.”
“…Ya, benar.”
Ah, dia mengakuinya secara normal.
Pasti Fujise sangat payah pada awalnya.
“Fujise sekarang bisa memasak karena Sei-chan mengajarinya dasar-dasarnya.”
“Ya, terima kasih… Itu benar-benar sulit.”
Sei-chan memandang ke kejauhan dan memasang senyum Buddha.
Ngomong-ngomong, Sei-chan pernah bilang kalau dia pingsan setelah mencicipi materi gelap itu…
Itu pasti kesulitan yang hanya bisa dimengerti oleh Sei-chan.
“Terima kasih atas kerja kerasmu, Sei-chan.”
“Hehehe… Ya, benar. Kurasa aku akhirnya bisa terbebas dari materi gelap itu sekarang.”
Mungkinkah Sei-chan trauma oleh itu?
…Aku sangat bersyukur aku tidak perlu memakan materi gelap itu.
***
Tak lama setelah itu, kami menemukan beberapa kotak bekal.
Ada kotak bekal kecil dan ada juga kotak bekal bertumpuk yang biasa orang-orang bawa saat festival olahraga.
Yah, kami mungkin tidak membutuhkan kotak bekal bertumpuk ini.
Tapi, mengingat itu bekal untuk Yuuichi, kotak bekal bertumpuk mungkin tidak jadi masalah untuknya.
“Untuk saat ini, ayo kita ambil yang kecil saja.”
“Ya, benar.”
Ketika aku menoleh ke arah Sei-chan, aku melihat ada debu yang menempel di rambutnya, mungkin karena kami berkeliaran mencari kotak bekal kesana kemari.
“Sei-chan, ada debu di rambutmu.”
“Eh, dimana?”
Sei-chan dengan panik menyentuh rambutnya, tapi karena debunya berada di belakang kepalanya, debunya masih menempel.
“Di Sini.”
“Di Sini?”
Aku menunjuk ke belakang kepalaku untuk memberitahukannya dan Sei-chan menepuk bagian yang agak melenceng.
Itu agak menggemaskan, lalu aku mengulurkan tanganku untuk menghilangkan debu dari rambut Sei-chan.
Aku mengulurkan tanganku ke rambut Sei-chan dan mengelusnya dengan lembut untuk menghilangkan debu.
Debunya sudah hilang, tapi rambut Sei-chan sedikit berantakan.
Aku secara refleks membelai rambut Sei-chan seolah ingin merapikannya.
Rambut Sei-chan sangat halus dan lembut… Itu sungguh menakjubkan hingga aku tak bisa berkata-kata.
“…T-Tsukasa? Berapa lama kamu akan terus mengelus kepalaku?”
“Ah…”
Aku begitu terpikat oleh kekuatan magis rambut Sei-chan hingga aku terus mengelusnya.
Gawat, orang bilang kalau rambut wanita adalah hal terpenting kedua setelah nyawa mereka sendiri.
Rambut Sei-chan adalah yang paling berharga setelah nyawanya, dan mungkin jauh lebih berharga daripada nyawaku.
Meski begitu, aku tetap membelainya tanpa meminta izin.
“M-Maaf, Sei-chan.”
“Ah… T-Tidak apa-apa.”
Saat aku menjauhkan tanganku, wajah Sei-chan memerah dan dia memasang ekspresi campur aduk… Mungkinkah dia marah?
Rambutnya sangat indah dan halus, dia pasti merawatnya dengan hati-hati.
Tidak heran dia kesal jika ada yang menyentuh rambutnya tanpa izin.
“Maafkan aku, Sei-chan. Aku tidak akan menyentuhnya lagi.”
“Eh? Tidak, um, aku sungguh tidak apa-apa.”
Sei-chan mengatakan itu karena dia orang yang baik hati, tapi aku harus menahan diri untuk tidak melakukannya lagi.
Aku ingin melakukan hal seperti itu agar kami terasa seperti sepasang kekasih, tapi jika aku memaksakan itu, dia mungkin akan membenciku.
Jika Sei-chan membenciku, aku akan hancur dan merasa lebih baik mati, jadi aku harus menghindari itu bagaimanapun caranya.
“Oke, karena kita sudah menemukan kotak bekalnya, ayo kembali.”
“……”
Saat aku mengatakan itu dan hendak keluar dari ruangan, aku merasakan sebuah tarikan dari belakangku.
Saat aku berbalik, aku melihat Sei-chan memegang ujung bajuku.
“Ada apa?”
“Um… Sebelumnya kamu pernah bilang kalau kamu akan memberiku hadiah, kan?”
“Hadiah? Maksudmu hadiah memenangkan kompetisi bola?”
Aku tidak mengerti kenapa dia mengungkit hal itu sekarang.
“Kamu bilang kalau kamu akan melakukan apa pun selama kamu bisa melakukannya, kan? Aku akan mengatakannya, tapi tolong jangan menertawakanku, oke?”
“Ya, tentu saja.”
“Kalau begitu… bisakah kamu mengelus kepalaku lagi?”
“Eh? Itu hadiahmu? Maksudku, apakah kamu yakin aku boleh mengelus kepalamu?”
Bukankah itu lebih seperti sebuah hadiah untukku?
“A-Aku bilang aku menginginkannya, jadi tidak apa-apa.”
Berduaan di ruangan besar ini, Sei-chan sangat dekat sehingga aku bisa menyentuhnya jika aku mengulurkan tangan sedikit saja. Dia tampak sangat malu, dan meski suaranya sangat kecil, tidak mungkin aku tidak bisa mendengarnya.
Setelah dia mengatakan itu, dia menatapku dengan cemas, mungkin karena aku tidak mengatakan apa-apa.
Dia mungkin tidak sadar bahwa dia menatapku dengan mata menghadap ke atas, tapi efeknya padaku terlalu kuat, dan jantungku berdebar sangat kencang.
Aku merasa seperti akan mimisan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tapi aku berhasil menahannya.
“A-Apakah tidak bisa?”
“…T-Tentu saja bisa.”
Untuk menenangkan Sei-chan yang terlihat cemas, aku meletakkan tangan kananku di kepala Sei-chan dan mulai mengelusnya.
“Ah…”
Ketika aku melihat wajahnya yang cemas menjadi cerah dan mulutnya tersenyum tipis, hidungku berdarah… GAWAT!
Hidungku mulai berdarah, tapi aku berhasil menahan semuanya.
Selagi menahan situasi yang tidak dapat dijelaskan ini, aku dengan lembut membelai rambut Sei-chan dari atas hingga ke belakang kepalanya.
“Hng…”
Sei-chan mengeluarkan suara yang aku tidak tahu apakah itu karena geli atau terasa enak, dan dia mencondongkan tubuhnya ke arahku.
Jarak diantara kami, yang tadinya hanya dalam jangkauan lengan, sekarang menjadi sangat dekat sehingga tubuh kami akan bersentuhan jika aku bergerak maju sedikit saja.
Hal itu membuatku mengusapnya menjadi lebih mudah, tapi itu juga membuatku semakin gugup.
Sei-chan mungkin tidak menyadari betapa dekatnya kami karena dia sepertinya berkonsentrasi pada sensasi kepalanya yang dielus dengan memejamkan matanya.
Ukh, membelai rambut indah dan lembut Sei-chan dalam jarak sedekat ini sambil menatap wajah imutnya itu…!
Ini sungguh menyiksa, tapi ini adalah sesuatu yang ingin aku rasakan seumur hidupku.
“Sei-chan, apakah kamu suka kalau kepalamu diusap?”
Aku merasa akan berbahaya jika aku terus mengelus kepalanya dalam diam, jadi aku berhasil membuka percakapan.
Sei-chan, yang masih memejamkan mata, menjawab sambil tersenyum lembut.
“Ya, kurasa aku mungkin menyukainya. Rasanya enak.”
“B-Baguslah kalau begitu. Tapi, sungguh mengejutkan mengetahui kalau kamu suka dielus, Sei-chan.”
“I-Itulah sebabnya aku menyuruhmu untuk jangan tertawa.”
“Aku tidak tertawa. Ah, tapi Sei-chan terlalu imut, jadi maafkan aku jika aku tersenyum sedikit.”
“Y-Yah, kalau itu alasannya, kamu tidak perlu memberitahuku.”
…Sambil melakukan percakapan seperti itu, tanganku terus membelai kepala dan rambut Sei-chan.
Aku tidak tahu berapa lama aku harus melakukan ini, tapi bagiku, aku bisa melakukannya seumur hidupku.
“Sei-chan, kita harus segera kembali membawa kotak bekal ini. Mereka mungkin sudah selesai memasak di sana.”
“Mmm… Mungkin begitu.”
“Ya, jadi…”
“Tapi, um… Sedikit lagi saja.”
“…Siap.”
Saat aku mencoba menarik tanganku menjauh sejenak, Sei-chan berkata, “Sedikit lagi,” dan mengusapkan kepalanya ke tanganku.
Kupikir dia terlihat seperti kucing manja, meskipun aku tidak pernah memelihara kucing seumur hidupku.
Aku tidak pernah menyangka Sei-chan akan bersikap semanja ini.
Dan dia sangat dekat denganku sejak beberapa saat lalu.
Kami belum pernah sedekat ini sebelumnya… tidak, itu tidak benar.
Kami pernah sedekat ini sebelumnya. Itu adalah saat aku pertama kali datang ke dunia ini dan menembaknya dengan melakukan kabedon karena terbawa suasana mengira itu hanyalah mimpi.
Itu sangat memalukan sampai-sampai aku melupakannya untuk sementara waktu.
Tapi sekarang, Sei-chan sudah menjadi pacarku, dan dia bertingkah manja seperti ini…
Dia terlalu imut, menyesakkan, dan berharga…
“Bukankah melelahkan terus mengelus kepalaku terlalu lama?”
“Tidak, tenang saja. Aku bisa terus melakukan ini sampai setengah hari lagi.”
“Fufu, itu kelamaan. Tapi… itu boleh juga.”
“Kuu… Sei-chan, kenapa kamu tiba-tiba bertingkah imut dan manja begini…!?”
“Uuu, J-Jangan katakan itu keras-keras…”
Sei-chan tampak sedikit malu dan sedikit menunduk…
“Soalnya… Tsukasa, kamu bilang tidak apa-apa kalau aku bersikap manja.”
“Eh?”
“A-Apa kamu lupa? Kamu mengatakan itu saat menemaniku latihan sebelum kompetisi bola.”
“Ah…”
Kalau kuingat-ingat lagi, sepertinya aku memang pernah mengatakan hal seperti itu ketika aku mengantar Sei-chan pulang dengan sepeda.
Aku tidak menyangka Sei-chan mengingat hal itu dengan jelas.
“Apakah itu hanya basa-basi?”
“Tidak, tentu saja tidak. Aku benar-benar senang dan bersyukur Sei-chan bersikap manja padaku.”
“…T-Terima kasih. Aku juga senang.”
Saat Sei-chan mengungkapkan rasa terima kasihnya, dia menatap wajahku.
Kemudian wajah Sei-chan seketika menjadi merah padam, seolah-olah dia baru sadar seberapa dekat dia denganku selama ini.
Biasanya, Sei-chan akan mundur dan berkata, “A-Aku minta maaf,” lalu mencoba menenangkan diri.
Tapi—entah kenapa, dia tidak menjauh kali ini.
Aku terus menatap mata Sei-chan.
Matanya besar dan sedikit tajam, dan dia memiliki kecantikan yang tampak menyedot tatapan matamu ke dalamnya.
Meskipun Sei-chan lebih tinggi dari kebanyakan wanita, tapi aku masih 10 sentimeter lebih tinggi darinya.
Jarak kami begitu dekat, hampir seperti tubuh kami bersentuhan, dan jarak antara wajah kami hanya beberapa puluh sentimeter.
Aku meletakkan tangan kananku di belakang kepala Sei-chan, dan tanpa aku sadari, Sei-chan dengan lembut meletakkan tangan kanannya di dadaku.
Aku bertanya-tanya apakah suara detak jantungku tersalurkan ke tangan kanan Sei-chan. Itu pasti menimbulkan suara yang cukup berisik.
Aku bertanya-tanya apakah jantung Sei-chan juga berdebar kencang. Aku bisa melihat wajahnya sangat merah dan matanya yang indah sedikit lembab.
Tapi, meski begitu—tak satu pun dari kami yang berpaling pada jarak ini.
Kami tidak mengatakan apa pun.
Apakah ini saatnya?
Aku tidak tahu, ini pertama kalinya untukku.
Akal sehatku menyuruhku untuk berhenti, tapi naluriku berteriak padaku untuk melakukannya.
Tapi… Kami baru pacaran kurang dari sebulan.
Bukankah masih terlalu dini untuk melakukan hal itu?
Aku menekan naluriku dan mempertahankan akal sehatku.
Aku menutup mataku erat-erat berusaha menahan diri dan mencoba menjauhkan diriku dari Sei-chan.
Namun──Sei-chan berbicara padaku selagi jarak kami masih dekat.
“Tsukasa… Aku ingin memberimu hadiah juga.”
“H-Hadiah?”
“Rasanya tidak adil jika hanya aku yang mendapat hadiah.”
“Itu tidak per…”
“Jadi──”
Dengan wajah memerah dan mata basah, Sei-chan menatap lurus ke mataku.
“Saat ini, melakukan apa pun yang Tsukasa ingin lakukan… apakah itu tak apa sebagai hadiahmu?”
“──!”
Kata-kata yang dia ucapkan itu seperti meluluhkan akal sehatku.
Dengan gugup, aku mendekatkan wajahku ke wajah Sei-chan.
“……”
Melalui tangan yang bertumpu di belakang kepala dan leher Sei-chan, aku merasakan tubuhnya sediki menggeliat.
Kurasa dia tahu apa yang akan dan ingin aku lakukan.
Aku telah memutuskan akan langsung berhenti jika dia menunjukkan sedikit tanda-tanda ketidaknyamanan. Faktanya, aku sudah mempertimbangkan untuk berhenti berdasarkan reaksinya saat ini.
Namun—Sei-chan malah menutup matanya.
Aku mendekatkan wajahku ke wajah Sei-chan saat dia sedikit meregangkan tubuhnya berjinjit.
──Dag dig dug, Jantungku berdetak sangat kencang.
Aku menutup mataku juga, menguatkan tekad… Dan aku memberikan sedikit kekuatan pada tangan kananku di sekitar leher Sei-chan, menariknya sedikit lebih dekat.
“Hng…”
Mungkin cengkeramanku agak kuat, karena aku dapat mendengar suara seksi keluar dari mulut Sei-chan…
Dan kemudian──