Babak Dua: Membantu Isitri Game Online Adik Perempuanku
(2/3)
Keesokan harinya, tak lama setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku dan Kotomi meninggalkan lingkungan sekolah. Kami berjalan menyusuri jalan sekolah yang biasa kami lewati, dan ketika aku berbelok di tikungan, Kotomi menghentikanku.
“Apakah kita akan mengambil jalan memutar?”
“Ya, hanya untuk ganti suasana saja.”
“Bukankah rutenya jadi lebih panjang?”
“Tidak masalah. Kita akan tetap sampai tepat sesuai waktu janjian.”
Meski kami akan terlambat naik kereta, tapi aku sudah mendapat izin dari Momoi. Agar Kotomi bisa menikmati karaoke, aku perlu meredakan ketegangannya terlebih dahulu.
“Kalau begitu baguslah. Akan buruk kalau kita terlambat.”
“Jika kita bisa pergi bersama mereka berdua, kita tidak perlu khawatir akan terlambat.”
“Tapi, jika Haru-nii pergi bersama mereka, Momoi-san akan menjadi lebih populer.”
Kotomi tahu bahwa ketidaksukaan Momoi terhadap laki-laki adalah sebuah akting. Momoi memberitahunya di taman hiburan, “Aku bersikap dingin di sekolah, tapi aku tidak membenci kakakmu.”
“Yang lebih penting, aku menantikan karaoke-nya!”
Aku berbicara dengan riang. Emosi itu menular. Dengan mengungkapkan antuasiasmeku, aku berharap bisa membuat Kotomi juga ikut bersemangat.
“Aku juga menantikannya, tapi… apa kamu tidak gugup, Haru-nii?”
“Tidak sama sekali. Karena Momoi dan Takase adalah temanku.”
Aku tidak tahu apakah Takase menganggapku sebagai teman, tapi dia pernah mengajakku ke kamarnya untuk belajar. Paling tidak, dia seharusnya menganggapku lebih dari sekedar kenalan.
“Kotomi… Apakah kamu masih gugup?”
“Ya, benar. Aku suka karaoke, tapi biasanya aku pergi sendiri. Aku sangat gugup bernyanyi di depan orang lain…”
“Tapi, bukankah saat SMP kelas satu kita pernah karaoke-an sekeluarga?”
“Beda kalau dengan keluarga. Mereka tidak akan mengolok-olokku meskipun aku fals…”
Kotomi selalu khawatir dengan apa yang dipikirkan orang lain.
Dia bisa bersikap percaya diri saat di depan keluarganya, tapi saat bersama orang asing, dia takut dihakimi dan tidak bisa berbuat apa-apa.
“Memang ada orang di dunia ini yang akan mengolok-olokmu karena buta nada, tapi Momoi dan Takase bukanlah orang yang seperti itu. Mereka berdua baik hati dan tidak akan mengolok-olokmu. Jadi jangan berkecil hati hanya karena kamu tidak pandai menyanyi.”
Kotomi mengerutkan kening.
“A-Aku tidak seburuk itu, tahu. Jika aku menyanyikan lagu yang kukenal, aku bisa dengan mudah mendapatkan skor 90 poin.”
“Wow, luar biasa. Kalau begitu, ayo biarkan Takase mendengarnya.”
“T-Tapi itu adalah lagu anime… Aku rasa dia tidak akan senang jika itu adalah lagu yang tidak dia kenal… Aku penah membaca di internet bahwa ‘menyanyikan lagu yang tidak orang lain kenal akan membuat suasananya menjadi canggung’…”
Tampaknya Kotomi mencari tahu hal yang tidak boleh dilakukan saat karaoke setelah dia memutuskan untuk pergi karaoke bersama Takase.
“Jangan terlalu menganggap serius informasi di internet. Kalau bersama teman-teman, itu tetap saja akan seru meski lagunya tidak mereka kenal. Lihat, ada cowok bernama Yamada di kelas kita, kan?”
“Yamada-kun teman Haru-nii?”
“Ya, Yamada yang itu. Dia hanya menyanyikan lagu Barat yang tidak terkenal, tapi dia bernyanyi dengan penuh energi sehingga itu mencerahkan suasana, dan sungguh menyenangkan untuk pergi karaoke bersamanya.”
“Sepertinya aku tidak akan bisa bernyanyi dengan penuh semangat seperti itu… Aku pasti akan gugup.”
“Kalau begitu, aku akan memeriahkan suasananya untukmu, Kotomi. Kamu fokus saja menyanyikan satu lagu sampai selesai. Jadi, mari kita secara bertahap membiasakan diri bernyanyi sedikit demi sedikit.”
“Y-Ya. Aku akan fokus.”
“Dan pastikan untuk mendengarkan baik-baik saat Takase bernyanyi. Dia akan senang jika kamu mendengarkannya dengan serius.”
“Baiklah. Aku akan mendengarkannya baik-baik.”
“Selain itu, jika Takase berbicara padamu, cobalah untuk meresponsnya dengan lebih dari sekadar anggukan. Jika kamu merasa mandek, aku akan turun tangan dan membantu percakapan itu.”
“Aku akan mencoba yang terbaik untuk berbicara.”
“Itu baru semangat. Aku bersamamu, jadi kamu tidak perlu khawatir. Ayo kita nikmati karaoke bersama-sama!”
“Ya. Ayo!”
Saat Kotomi berbicara padaku, wajahnya menjadi cerah, seolah rasa gugupnya mulai hilang. Kami kemudian tiba di stasiun dan naik kereta.
Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sampai di Stasiun Kinjou.
Kawasan Kinjou adalah kawasan perkantoran. Meski ini adalah kawasan yang jarang dikunjungi oleh pelajar, namun bagi Kotomi, yang seorang otaku, kawasan ini seperti rumah kedua.
Kami berjalan menyusuri jalan yang ramai dan tiba di sebuah gedung multi-tenant. Itu adalah bangunan tujuh lantai yang berisi berbagai toko seperti toko anime, manga, kartu, warnet, dan karaoke. Kotomi menyebut tempat itu sebagai “surganya otaku”.
“Dengar, Kotomi, rileks saja.”
“Rileks, rileks…”
“…Apakah kamu siap?”
“Y-Ya. Aku siap.”
Aku dan Kotomi memasuki lift, menuju ke lantai tiga. Saat pintu lift terbuka ke kedua sisi, aku melihat ada dua orang gadis di depan tempat karaoke.
“Itu mereka datang! Hei, sebelah sini!”
Takase dengan antusias melambaikan tangannya pada kami.
“Maaf membuat kalian menunggu.”
“Kami juga baru sampai di sini.”
“Apakah kalian naik kereta yang sama dengan kami?”
“Tidak. Kami naik satu kereta lebih awal. Tapi kami dihentikan oleh buaya darat yang mencoba merayuku.”
“Kamu didekati saat kamu mengenakan seragam? Apakah pria itu murid SMA juga?”
“Dia terlihat seperti mahasiswa. Aku bisa maklum jika aku mengenakan pakaian biasa, tapi aku tidak menyangka akan tetap didekati saat aku jelas-jelas seorang anak SMA.”
Aku bisa mengerti kenapa ada orang yang ingin mendekati gadis SMA berambut pirang dan bermata biru, karena sangat jarang melihat gadis seperti itu, tapi aku tetap mengangguk setuju padanya.
“Apakah kamu tidak takut?”
Saat Kotomi bertanya padanya dengan cemas, Momoi tersenyum cerah.
“Aku tidak takut sama sekali. Aku sudah terbiasa sekarang.”
“Itu luar biasa. Kamu sangat dewasa…”
“Mahocchi selalu digoda cowok, lho. Terutama saat kami pergi ke pantai tahun lalu, itu sangat parah sekali.”
“Meskipun aku menolak, pria lain terus berdatangan… Padahal aku sudah susah payah membeli bikini baru, tapi aku akhirnya harus mengenakan rash guard karena itu.”
“Apa itu berfungsi?”
“Kurasa itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Tapi aku tidak bisa sepenuhnya menikmati pantai seperti yang kuinginkan.”
Kalau begitu lain kali, dia harus mempekerjakanku sebagai pengawalnya. Jika aku bisa melihat sekilas Takase mengenakan pakaian renangnya, aku akan dengan senang hati membawakan barang bawaan atau disuruh-suruh.
“Baiklah, ayo kita karaoke-an,” kata Momoi, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
Saat kami melewati pintu otomatis dan memasuki toko, seorang pegawai wanita menyambut kami dengan senyuman.
“Selamat datang. Apakah ruangan untuk empat orang?”
“Ya, benar,” jawab Momoi mewakili.
“Berapa lama waktu yang ingin kalian pesan?”
“Dua jam cukup, kan?”
Kami setuju, dan Momoi pun memesan waktu dua jam.
Kami mengambil mikrofon dan gelas, lalu menuju ke bar minuman terlebih dahulu. Saat aku hendak menuang jus jeruk ke gelasku, aku merasakan seseorang menarik ujung seragamku.
Itu adalah Takase.
“Aku ingin bicara denganmu berdua saja, jadi tetaplah di sini,” bisik Takase dengan berjinjit sebelum aku bisa berkata apa-apa. Napasnya menyentuh pipiku, dan aku menganggukkan kepalaku yang memerah.
“Apakah kalian berdua tidak mau ambil jus?”
“Maaf. Aku masih bingung mau pilih yang mana.”
“Aku juga. Sulit untuk memutuskan dengan banyaknya pilihan seperti ini. Kalian berdua silakan duluan saja.”
“Oke,” kata Momoi dan Kotomi sambil menuju ruangan.
Setelah memastikan bahwa mereka berdua telah memasuki ruangan, Takase pun berbicara dengan bisik-bisik.
“Apakah kamu belum memberitahu Fujisaki-san kalau kamu pacaran dengan Mahocchi?”
Jadi itu yang dia khawatirkan. Memang benar, Takase harus menyesuaikan perilakunya tergantung apakah Kotomi mengetahuinya atau tidak.
“Aku belum memberitahunya.”
Jika Kotomi tahu kami pacaran, dia mungkin akan menahan diri dari aktivitas otaku kami bersama, mengira kalau dia akan mengganggu kencan kami.
Tapi aku juga tidak bisa memberitahunya kalau kami hanya berpura-pura pacaran. Jika aku membocorkan situasi kami pada orang lain, aku akan mengkhianati kepercayaan Momoi.
“Kenapa kamu belum memberitahunya?”
“Karena itu memalukan. Takase, misalkan kamu juga punya pacar, apakah kamu bisa memberitahu keluargamu soal itu?”
“Hmmm… Setelah kamu menyebutkannya, kurasa itu memang agak memalukan.”
“Iya, kan? Itulah sebabnya aku merahasiakannya dari Kotomi. Kalau tidak ada lagi, ayo kita masuk.”
“Oh, tunggu. Aku ingin meminta sesuatu padamu, Fujisaki-kun.”
Mungkinkah itu yang sebenarnya ingin dia bicarakan? Takase menatapku dengan ekspresi serius.
“Silakan.”
“Makasih. Aku sangat menghargai bantuanmu.”
“Tentu. Jadi, ada apa?”
“Aku ingin kamu menjadi penengah antara aku dan Fujisaki-san. Ini pertama kalinya seseorang begitu waspada terhadapku, dan aku tidak tahu harus berbuat apa…”
“Takase, dia tidak waspada. Dia hanya pemalu, dan dia bahkan begitu saat berhadapan dengan anak TK.”
“Dia benar-benar sepemalu itu?”
“Ya. Saat dia masih kelas dua SMP, dia pergi ke TK untuk mencari pengalaman kerja, dan dia sangat gugup. Bukannya dia yang menjaga anak-anak, malah dia yang perlu dijaga. Jadi, Takase, kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
“Tapi, dia bisa berteman dengan Mahocchi. Jadi mungkin ada yang salah dengan sikapku…”
“Tidak, tidak ada yang salah denganmu. Kamu orang yang sangat baik, Takase. Selain itu… ngomong-ngomong, apakah kamu tahu bagaimana mereka berdua bisa berteman?”
Tadinya aku mau bilang, “Selain itu, mereka punya hobi yang sama,” tapi kemudian aku mengubah perkataanku ke hal lain.
Momoi dan Kotomi mulai berteman pada hari Minggu di awal bulan Juni—Lalu keesokan harinya, mereka bertiga, termasuk Takase, mulai makan siang bersama. Dan Takase menerimanya seolah-olah itu hal yang wajar.
Momoi pasti sudah memberitahu Takase terlebih dahulu dengan berkata, “Mulai besok, Kotomi-san akan makan bersama kita,” tapi aku tidak tahu apa yang dia jelaskan.
“Aku sudah tahu.”
Takase mengangguk.
“Mahocchi sedang direkam diam-diam saat berada di stasiun, dan Fujisaki-san, yang berada di dekatnya, memberitahukan itu padanya. Jadi ketika dia mengucapkan terima kasih, Fujisaki-san membuka diri padanya.”
Informasi tentang taman hiburan dan perbincangan otaku tidak disebutkan, tapi sebagian besar informasi yang disebutkan benar adanya. Dari kejadian itu, keduanya memulai persahabatan mereka di kehidupan nyata.
“Saat aku mendengar itu, aku merasa ingin berteman dengan Fujisaki-san juga. Sungguh menakutkan untuk memperingatkan seorang tukang intip, tapi dia memiliki kebaranian untuk melakukannya demi Mahocchi!”
“Kotomi pasti akan senang mendengar itu. Sejujurnya, dia juga ingin berteman denganmu, Takase.”
“Benarkah?”
“Iya. Tapi, sepertinya dia masih gugup. Jika aku tiba-tiba terlalu mendekatkan kalian, dia akan membeku… Jadi aku akan memediasi kalian secara alami, jadi bersikaplah seperti yang biasa kamu lakukan, Takase.”
“Baiklah. Aku serahkan padamu, Fujisaki-kun.”
Seolah-olah memercayaiku, Takase memberiku senyuman menyegarkan sambil menuangkan jus jeruk ke gelasnya. Aku menuangkan hal yang sama ke gelasku dan kami pun menuju ke ruangan.
“Maaf membuat kalian menunggu!”
Mereka tidak bernyanyi, tapi mereka sepertinya tampak asyik membicarakan anime. Untuk saat ini, aku duduk di sebelah Kotomi dan Takase duduk di sebelah Momoi.
“Kalau begitu, ayo kita nyanyi.”
“Ya. Siapa yang akan nyanyi duluan?”
“Mahocchi, kamu harus nyanyi duluan.”
“Aku belum memutuskan apa yang akan aku nyanyikan. Oh, dari ekspresi Haruto-kun, sepertinya kamu sudah memutuskan, ya.”
Memangnya ekspresiku macam apa, sih? Aku memang sudah memutuskan, tapi tetap saja…
Aku berharap Kotomi dan Takase bisa menjadi teman pada kesempatan kali ini, namun tujuan kami datang ke sini adalah untuk memastikan apakah Takase seorang otaku anime atau bukan. Kami tidak akan bisa tahu kecuali aku bernyanyi.
“Bolehkah aku bernyanyi?”
“Tentu saja. Nih, silakan.”
Takase menyerahkan tablet kepadaku.
Lagu yang akan aku nyanyikan merupakan lagu opening musim pertama Nekketsu Senki, “Passionate Princess”. Tak lama setelah aku memilih lagu itu, judulnya muncul di monitor.
Nah, mari kita lihat bagaimana reaksi Takase!
“Pashonate…”
Ah, itu adalah reaksi orang yang tidak tahu.
“Itu ‘Passionate Princess.’”
“Apakah itu lagu Barat?”
“Itu lagu Jepang.”
Dia jelas tidak bereaksi seperti orang yang pernah menonton anime-nya. Tampaknya tidak mungkin Takase adalah seorang otaku anime. Meski sudah pasrah, karena aku sudah memilih lagu, tidak mungkin aku bisa mundur sekarang.
Saat aku mengambil mikrofon, intro bertempo tinggi diputar, dan karakter anime ditampilkan di monitor.
Itu adalah Nekketsu-chan yang mengenakan pakaian biasa. Dia berlari menuju tebing dan melompat dengan merentangkan tangannya. Seluruh tubuhnya bersinar dan dia berubah menjadi Nekketsu Senki, membubung ke langit dan logo judul pun muncul di langit biru.
Pada saat yang sama, lagu dimulai dan aku menyanyikan opening itu dengan sepenuh hati. Saat aku melirik Takase, dia sedikit mengayunkan tubuhnya mengikuti irama.
Saat aku selesai bernyanyi, semua orang bertepuk tangan.
“Kamu hebat, Haruto-kun.”
“Haru-nii hebat!”
“Fujisaki-kun juga menyukai Nekketsu Senki, ya?”
Bukan aku satu-satunya yang terkejut mendengar kata itu. Kotomi dan Momoi juga menatap Takase dengan saksama. “Fujisaki-kun juga” itu artinya…
“Apakah Takase juga menyukai Nekketsu Senki?”
“Aku tidak tahu ceritanya, tapi menurutku itu imut.”
“Jadi, kamu tidak menonton anime-nya?”
“Begitulah.”
“Lalu, saat kamu bilang ‘Fujisaki-kun juga’, siapa lagi yang kamu maksud?”
“Maksudku Fujisaki-san. Bukankah tempo hari kamu menjahit kostum boneka Nekketsu-chan dan Binetsu-chan untuk Fujisaki-san? Kamu bilang itu untuk Fujisaki-san, tapi sepertinya Fujisaki-kun juga menyukai karakter itu, ya.”
Oh, jadi begitu rupanya.
“Tunggu, Haruto-kun, kamu melakukan hal seperti itu?”
Momoi tiba-tiba menyela.
Karena itu adalah hadiah dari Kotomi untuk Momoi, aku ingin menghindari mengungkapkan keterlibatanku, tapi karena itu telah terungkap, apa boleh buat.
“Yah, begitulah. Kotomi memintaku melakukannya.”
“Fujisaki-kun sungguh luar biasa, lho! Meskipun jarinya tertusuk jarum berkali-kali, dia terus berkata, ‘Aku ingin menyelesaikannya untuk Kotomi hari ini!’”
“Kamu benar-benar menyayangi adikmu, ya.”
Momoi tampak terkesan.
“Jadi, kalau Fujisaki-kun sampai berusaha sekeras itu, apakah itu berarti Fujisaki-san sangat menyukai karakter itu?”
“Y-Ya. Aku sangat suka…”
“Sudah kuduga. Itulah sebabnya aku mengambil clear file ini.”
Takase mengatakan itu sambil tersenyum dan mengeluarkan clear file dari dalam tasnya. Ini adalah clear file yang memiliki ilustrasi semua karakter Nekketsu Senki.
Kotomi terkejut saat itu diserahkan padanya.
“K-Kenapa aku?”
Bingung, Takase menggaruk pipinya malu-malu.
“Karena aku ingin berteman dengan Fujisaki-san. Aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu senang, tapi kupikir kamu mungkin akan senang dengan ini. Ayo, anggaplah ini sebagai tanda pertemanan kita.”
Takase menyerahkan clear file itu sambil tersenyum, dan Kotomi menerimanya dengan mata tertunduk.
Mendekap clear file itu di dadanya seolah-olah itu adalah sesuatu yang berharga, dia berkata dengan terbata-bata,
“T-Terima kasih… karena mau berteman dengan orang sepertiku, gadis pemurung yang tidak berbicara sama sekali…”
“Kalau begitu, mari kita bicara banyak mulai sekarang.”
“Y-Ya. Aku juga ingin ngobrol dengan Takase-san… Tapi aku tidak tahu harus bicara apa… kita tidak punya kesamaan apa pun…”
“Apa hobi Fujisaki-san?”
“Anime, manga, dan game. Kalau Takase-san?”
“Olahraga, fashion, dan drama luar negeri.”
Sepertinya mereka tidak punya hobi yang sama, tapi mereka ada kesamaan lain. Mereka berdua tampaknya belum sadar, dan jika aku ingin membantu mereka, maka sekaranglah saatnya.
“Kalian ada kesamaan, kok.”
“Apa itu?”
“Haru-nii, tolong beritahu kami.”
“Baik Kotomi dan Takase sama-sama buruk dalam belajar, kan?”
Takase, yang tampak terkejut, melirik ke arah Kotomi.
“Eh? Fujisaki-san, kamu buruk dalam belajar? Kukira kamu akan super pintar karena kamu adik Fujisaki-kun.”
“Aku tidak pintar sama sekali… Pada ujian terakhir, aku berada di peringkat ke-30.”
“Eh? Peringkat 30!? Aku peringkat 31!”
“B-Benarkah? Kamu satu peringkat di bawahku?”
“Ya! Kita saingan sekarang! Aku akan menang lain kali!”
“Aku ingin menyemangatimu, tapi aku juga tidak boleh kalah. Ada alasan kenapa aku tidak boleh kalah…!”
“Wow, itu kalimat yang keren! Apa alasannya?”
“Uang sakuku akan dipotong 10% untuk setiap sepuluh peringkat…”
“Potongan sampai sebesar 30% itu menyakitkan… Kalau begitu kamu harus bekerja keras!”
“Ya, tentu! Tapi karena kita di sini untuk karaoke, aku ingin melupakan soal belajar dulu.”
“Aku mengerti! Aku juga! Ayo kita nyanyi yang banyak hari ini!”
“Ya, ayo…! Tapi aku hanya tahu lagu anime…”
“Tidak apa. Biarkan aku mendengarnya!”
Diminta menyanyikan lagu anime, wajah Kotomi menjadi berseri-seri.
“Bolehkah aku yang bernyanyi selanjutnya?”
“Ya. Silakan.”
“Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.”
Kotomi mengambil panel sentuh dan segera mulai memilih lagu anime. Lalu, Momoi menatapku dengan penuh harap dan berkata,
“Haruto-kun, bukankah kamu harus segera berdiri?”
“Berdiri?”
“Yah, kamu tipe orang yang melakukan otagei ketika mendengarkan lagu anime, kan?”
Aku sudah lupa tentang setting itu!
“Eh, apa maksudnya itu?”
“Saat kami pergi karaoke tempo hari, sebuah lagu anime terdengar dari ruangan sebelah, dan Haruto-kun tiba-tiba mulai menari. Dia menari sangat tajam dan itu lucu sekali!”
“Aku ingin melihatnya!”
Memalukan sekali rasanya melakukan otagei di depan gadis yang kusuka, tapi aku tidak bisa tidak menari ketika dilihat dengan tatapan penuh harap seperti itu.
“Aku ingin menari, jadi cepat putar lagu anime-nya!”
Alasan aku harus memperlihatkan otagei-ku adalah karena Kotomi mengatakan sesuatu yang tidak perlu dalam chat. Aku mengatakan itu pada Kotomi yang ragu-ragu saat memilih lagu, mungkin karena dia merasa bersalah.
“Oke,” kata Kotomi, menyelesaikan pemilihan lagunya.
Lagu yang dia pilih adalah lagu opening musim kedua Nekketsu Senki. Saat intro dimulai dan Kotomi mulai bernyanyi, aku mengayunkan pinggulku dengan kuat dan memutar lenganku dengan kecepatan tinggi.
“Hahaha, kamu luar biasa!”
“Itu selalu lucu berapa kali pun aku melihatnya. Kontras antara penampilan dan gerakanmu itu lucu banget… hehehe.”
Takase dan Momoi tertawa riang, dan bahkan Kotomi pun tertawa terbahak-bahak. Ini sangat memalukan, tapi jika mereka menikmatinya, maka tak apalah.
Jadi, kami pun menikmati karaoke dalam suasana yang meriah dari awal hingga akhir.