Chapter 60 – Cabe Putih Misterius? (Bagian 2)
Setelah melewati Stasiun Kaihin-Makuhari dan outlet mall, aku dan gadis itu menuju Taman Kaihin-Makuhari.
Kami berdua berpencar untuk mencari bangku yang dia duduki dan rute yang dia lewati sebelumnya.
Taman Kaihin Makuhari cukup luas.
Sehingga, merupakan hal yang sulit hanya dengan menyusuri rute yang sebelumnya dia lewati.
Kami mencari-cari ponselnya selama lebih dari tiga puluh menit.
…Mungkinkah seseorang telah mengambilnya…
Aku mulai berpikir seperti itu.
“…Gak ada…”
Dia bergumam.
“Apakah telah diambil orang…”
Dia mengatakan itu dengan suara yang terdengar seperti hendak menangis.
Aku tidak tahu jenis ponsel apa yang dia punya, tapi jika seseorang melihat casing dan gantungannya, seseorang mungkin dapat mengetahui bahwa itu milik seorang gadis.
Kalau sampai ponsel tersebut jatuh ke tangan orang aneh, itu jelas-jelas sangat menggelisahkan.
Dan dia gadis yang cukup cantik.
Akan ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan, misalnya diikuti oleh orang mesum.
“Begini saja, bagaimana kalau kita pergi ke kantor polisi sekarang? Ada pos polisi di depan stasiun, jadi mungkin ponselmu ada di sana. Dan aku akan membayar ongkos pulangmu hari ini…”
Saat aku mengatakan itu…
Dia mencengkeram dadanya, terlihat kesakitan.
“Hei, kamu baik-baik saja?”
Ketika aku menanyakan itu padanya.
“Aku punya alergi… dan ketika aku gelisah, aku jadi kesulitan bernapas dan merasa mual… Di mana toilet…”
Aku melihat sekeliling.
Aku cukup yakin ada toilet yang layak dipakai di depan sana.
“Seharusnya ada toilet di depan sana. Jika tidak ada, kita bisa pergi ke kawasan mall.”
Aku menopangnya, saat dia membungkuk mengcengkeram dadanya kesakitan, dan menuju toilet di taman.
Toiletnya langsung ketemu.
Ada tiga jenis toilet: toilet pria, wanita, dan serbaguna.
Dia berjalan ke toilet wanita, dengan wajah kesakitan.
Tapi, tak lama kemudian, dia segera keluar.
“Gak bisa, aku gak bisa muntah kalau seperti ini. Tolong, gosok punggungku…”
“Hah?”
Aku tidak bisa menahan keterkejutanku.
“Aku ingin Onii-san menepuk dan mengusap punggungku. Aku selalu dibegitukan. Kalau tidak, aku tidak bisa muntah. Aku tidak bisa menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan ini…”
“Tapi, tidak mungkin aku bisa masuk ke toilet wanita…”
Aku mendongak, dan melihat toilet serba guna tepat di sebelahku.
Aku merasa seperti terjebak oleh sesuatu, tapi dalam kasus seperti ini, kurasa aku tidak punya pilihan lain.
“Baiklah. Kita akan pakai toilet serba guna ini saja.” kataku, dan berjalan ke toilet serba guna bersamanya.
Aku terus menepuk dan menggosok punggung gadis, yang kesakitan itu, di depan wastafel.
Tapi, dia tampaknya tidak muntah sama sekali.
Kemudian, dengan mata berkaca-kaca dan kesakitan, dia berusaha untuk muntah berulang kali.
…Apakah gadis ini baik-baik saja? Jika benar dia punya alergi, dia harus pergi ke dokter…
Tepat ketika aku memikirkan itu, dia berbalik menatapku.
“Onii-san, maaf, tapi bisakah kamu menggosok punggungku secara langsung?”
“Eh? Secara langsung?”
Saat aku mengatakan itu, dia melepas blazer seragamnya dan mulai membuka kancing blusnya.
“Hei, tunggu dulu.”
Tapi, dia mengabaikan kata-kataku, memperlihatkan lebih dari setengah bagian punggung telanjangnya.
“Kumohon, aku sangat kesakitan.”
…Yang benar saja? Jika orang lain melihat kami seperti ini…
Tapi, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian setelah sampai sejauh ini.
Dengan takut-takut, aku mengulurkan tangan kananku ke punggung putihnya.
Dari atas punggungnya, aku bisa melihat payudaranya yang besar.
Aku terus menggosok punggungnya, sambil berusaha untuk tidak menatap langsung ke arahnya sebisa mungkin.
Aku berhati-hati agar tidak melepaskan tali bra-nya.
Saat aku menggerakkan tanganku di sepanjang tulang punggungnya, aku bisa merasakan kelembutan kulitnya di telapak tanganku.
…A-Aku merasa seperti sedang melakukan sesuatu yang sangat buruk…
Aku memanggilnya untuk menghilangkan kecanggungan.
“Bagaimana? Apakah kamu masih belum baikan?”
Lalu, dia menarik tangan kiriku dengan sentakan kuat.
“Apa yang…”
Sebelum aku bisa menyelesaikan kata-kataku, dia berbalik dan melompat ke arahku, mendekatkan mulutnya ke mulutku.
Dan seperti itulah, bibir kami bersentuhan!
Pada saat yang hampir bersamaan, sebuah cahaya bersinar terang sesaat dari sisi kananku.
Aku berteriak sambil dengan cepat mendorong tubuhnya menjauh.
“O-Oi. Apa-apaan yang kau lakukan tiba-tiba begitu!?”
Kemudian dia tersenyum jahat sambil memegang bagian depan blusnya.
Dia perlahan berdiri dan mengancingkan blusnya yang terbuka.
“Ah~, kamu telah melakukan sesuatu yang buruk. Onii-san!”
“Apa-apaan yang kau lakukan itu…?”
“Ah, tidak ada gunanya merebut ponsel ini dariku. Aku sudah mengunggah semua fotonya ke cloud.”
Dia tidak menjawab pertanyaanku, tapi malah menyeringai saat dia mengoperasikan ponselnya dengan satu tangan.
“Semua fotonya?”
“Yah, ada beberapa foto Onii-san yang meletakkan tangannya di punggung telanjangku, dan beberapa foto Onii-san yang membalikkan tubuhku.”
Apa maksudnya?
Aku tidak sadar kalau dia telah mengambil beberapa gambar sebelum itu.
Selain itu, tidak ada suara kamera.
Tapi, ketika dia melihat wajahku yang tidak mengerti akan situasi ini, dia semakin tersenyum dengan penuh kemenangan.
“Aku memiliki aplikasi ponsel yang mencegah suara kamera terdengar. Itulah sebabnya, berapa pun banyaknya gambar yang aku ambil, orang lain tidak akan menyadarinya. Onii-san, apakah kamu memotret orang lain sembunyi-sembunyi tanpa mengetahui hal itu?”
“Apa maksudmu?”
Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
“Jadi, bagaimana pun kamu melihat foto-foto ini, ini terlihat seperti Onii-san memaksaku untuk melepas baju. Selain itu, di foto terakhir ini, dia membalikkan tubuhku dan menyambar bibirku.”
“Oi, apa-apaan yang kau bicarakan itu?!” kataku dengan marah.
Apakah cewek ini mencoba memerasku dengan cara merekayasa kasus pelecehan seksual?
“Kamu harus sedikit lebih berhati-hati terhadap perempuan, Yuu Isshiki-san!”
Aku tersentak kaget.
Bagaimana dia bisa tahu namaku?
Aku tidak pernah menyebutkan namaku sebelumnya.
Jadi, apakah itu artinya dia sebenarnya tidak mengincar orang sembarangan, misalnya karena dia kebetulan melihatku dan memanfaatkanku sebagai mangsa?
Apakah sensasi familiar yang aku rasakan ketika melihat cewek ini sebelumnya bukan hanya perasaanku saja?
“Siapa kau sebenarnya?”
Lalu dia terkekeh dan berkata, ‘Hmmm.’
“Masih belum paham, ya? Kamu sangat lemot, Isshiki-san.”
Setelah mengatakan itu, dia berpose dengan meletakkan tangan di pinggulnya dan mengibaskan poni, yang menyembunyikan mata kanannya.
Pinggulnya lebar dan kakinya ramping.
Selain itu, payudaranya sangat menonjol melimpah.
Terlebih lagi, dia memiliki wajah yang cantik bersih, yang memberikan kesan sedikit bermartabat.
Jika dilihat baik-baik, aku yakin seperti pernah melihat wajahnya.
“T-Tidak mungkin. Kau…”
“Kamu akhirnya ngerti juga, ya?”
Dia semakin tersenyum jahat.
“Namaku Honoka Sakurajima. Adik Touko Sakurajima.”