Chapter 66: Inikah Saatnya?
Setelah beberapa menit menggeledah ruangan, kami pun menemukan kotak bento.
Namun begitu kami menemukannya, kami juga melihat beberapa kotak bento yang besar yang biasa digunakan untuk kegiatan outdoor.
Dia mungkin tidak membutuhkan kotak bento sebesar itu.
Dan aku tidak yakin apakah Yuuichi bisa makan sekotak besar makanan sendirian.
“Sementara itu, ayo kita ambil beberapa kotak makan siang kecil di sana.”
“Y-Yeah…”
Sejak beberapa waktu lalu, reaksi Sei-chan agak lambat karena dia sepertinya mengkhawatirkan sesuatu.
Aku bertanya-tanya apa yang mengganggunya, dan apakah aku harus menanyakannya soal hal itu.
Jika dia bilang kalau dia terganggu dengan aku yang mengusap kepalanya sebelumnya. Aku mungkin akan mati begitu saja.
Aku penasaran… tapi aku lebih memilih tidak menanyakannya.
Aku ingin tahu segalanya tentang Sei-chan, tapi aku juga tahu kalau ada beberapa hal yang tidak ingin dia bicarakan juga.
Hanya karena kalian pacaran bukan berarti kalian harus berbagi segalanya satu sama lain.
Dengan pemikiran begitu, aku mengambil beberapa kotak bento.
“N-Ne, Tsukasa…”
“Hmm?”
“Yah, a-aku akan mengatakan sesuatu yang memalukan, tapi maukah kamu berjanji untuk tidak tertawa?”
Sei-chan berkata begitu sembari wajahnya memerah
“Kurasa, itu tergantung pada isinya, sih. Selama itu bukan sesuatu untuk ditertawakan.”
“Eh? Itu… tergantung bagaimana kamu melihatnya.”
Entahlah, meski suasananya tidak seberat sebelumnya sih
“Yah…”
“Un, yeah ..”
“Usap kepalaku lagi…”
“…!”
Kami berduaan di ruangan besar ini, dan Sei-chan berada dalam jarak sentuh jika aku mengulurkan tangan padanya sedikit.
Setelah dia mengatakan itu, dia menatapku dengan cemas karena aku tidak mengatakan apa-apa untuk menjawabnya.
Aku tidak berpikir kalau dia sadar karena dia melihat ke atas ke arahku, tapi efeknya terlalu kuat dan jantungku berdetak sangat cepat.
Aku merasa seperti akan mimisan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tapi aku berhasil menahannya.
“A-Apakah tidak bisa?”
“T-Tentu saja tidak apa-apa.”
Untuk meyakinkan Sei-chan yang cemas, aku meletakkan tanganku di kepalanya dan mulai mengusapnya lagi
“Ahh…”
Ketika aku melihat wajahnya yang cemas menjadi cerah dan sudut mulutnya perlahan naik. Hidungku berdarah… GAWAT!
Hidungku mulai berdarah, tapi aku berhasil menahan semuanya.
Perlahan dan lembut, aku mengusap Sei-chan sambil menahan semuanya.
“Hmm…”
Sei-chan membuat suara yang aku tidak tahu apakah itu karena geli atau terasa enak, dan menggesekkan kepalanya naik padaku.
Kami sangat dekat, hanya beberapa saat yang lalu kami berada dalam jarak selengan, tapi sekarang, kami akan dapat menyentuh satu sama lain hanya dengan bergerak maju sedikit.
Hal itu membuat mengusapnya semakin lebih mudah, tapi itu juga membuatku semakin gugup.
Mungkin Sei-chan tidak sadar seberapa dekat kami karena dia berkonsentrasi pada sensasi kepalanya yang diusap dengan memejamkan matanya…
Sial, aku tidak percaya aku mengusap rambut indah dan lembut Sei-chan dari jarak ini.
Sungguh siksaan, aku ingin ini berlangsung selama sisa hidupku.
“Sei-chan, apakah kamu suka diusap di kepala?”
Aku merasa seperti akan mendapat banyak masalah jika aku terus mengusapnya dalam diam, jadi aku berhasil mengucapkan beberapa patah kata padanya.
Sei-chan menanggapi dengan tersenyum sambil memejamkan mata.
“Ahh, ya, aku pikir aku sangat menyukainya. Ini nyaman.”
“A-Aku senang mendengarnya, aku pikir ini sungguh mengejutkan bahwa kamu suka diusap.”
“I-Itulah sebabnya aku menyuruhmu untuk tidak tertawa.”
“Aku tidak tertawa. Tapi kamu harus memaafkanku jika aku sedikit tersenyum karena kamu sangat imut.”
“Y-Yah, jika itu alasannya, kamu tidak perlu memberitahuku.”
Saat kami melakukan percakapan ini, tanganku terus mengusap kepala Sei-chan.
Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa melakukan ini. Tidak, aku benar-benar bisa terus melakukan ini selamanya.
“Sei-chan, kita mungkin harus segera kembali membawa kotak bento ini, mereka mungkin sudah selesai memasak.”
“Mmm… Mungkin begitu.”
“Ya…”
“T-Tapi… Sedikit lagi saja.”
“Siap.”
Saat aku hendak melepaskan tanganku sejenak, Sei-chan menjawab dengan “Sedikit lagi saja.” dan mengusapkan kepalanya ke tanganku.
Kupikir dia terlihat seperti kucing manja meskipun aku tidak pernah memelihara kucing seumur hidupku.
Aku tidak berharap Sei-chan bertindak semanis ini.
Dan dia sudah sangat dekat denganku sejak beberapa waktu yang lalu.
Kami belum pernah sedekat ini sebelumnya.
Pertama kali aku datang ke dunia ini, ketika aku menembaknya dengan terbawa emosi bahwa itu semua adalah mimpi. Aku mulai membenturkan kepalaku ke dinding.
Aku terlalu malu setelah melakukan itu, meskipun itu sedikit di luar ingatanku.
Tapi, sekarang, setelah dia sudah menjadi pacarku, dia sangat sering memanjakanku.
Dia terlalu manis, terlalu rumit, terlalu berharga.
“Apakah kamu tidak kesulitan, menepuk kepalaku begitu lama?”
“Tidak, tenang saja, aku bisa melanjutkan ini sampai setengah hari lagi.”
“Fufu, itu terlalu lama, tapi itu ide yang bagus.”
“Kuu… Sei-chan, kenapa kamu tiba-tiba punya cara yang imut seperti ini untuk memanjakanku.”
“Uuu, J-Jangan katakan itu keras-keras.”
Sei-chan juga merasa malu dan melihat ke lantai.
“I-Itu karena Tsukasa mengatakan tidak apa-apa untuk sedikit memanjakanmu.”
“Eh?”
“K-Kamu lupa? Kamu bilang begitu padaku ketika aku memintamu menemaniku berlatih untuk turnamen.”
“Ah…”
Kalau dipikir-pikir, kurasa aku memang mengatakan sesuatu seperti itu setelah aku menurunkan Sei-chan di rumahnya naik sepedaku.
Aku tidak mengira dia akan mengingat peristiwa itu sampai sekarang.
“Apakah itu hanya basa-basi?”
“Tidak, tentu saja tidak. Aku senang dimanjakan olehmu, Sei-chan, dan aku juga bahagia untukmu.”
“T-Terima kasih… A-Aku juga senang.”
Sei-chan berterima kasih padaku, dan menatapkan matanya ke atas.
Kemudian wajah Sei-chan seketika menjadi merah padam, seolah-olah dia tidak sadar seberapa dekat dia denganku selama ini.
Sei-chan yang biasanya hanya akan melangkah mundur dan berkata, “A-aku minta maaf,” lalu mencoba untuk tenang.
Tapi… Entah kenapa, dia tidak menjauh.
Aku akan terus melihatmu Sei-chan. Tanpa menahan diri.
Matanya besar dan sedikit tertunduk, dan dia memiliki kecantikan yang tampak menyedot tatapan matamu ke dalamnya.
Sei-chan lebih tinggi dari kebanyakan wanita tapi aku masih 10 sentimeter lebih tinggi darinya.
Jarak antara kami hampir seperti tubuh kami saling menempel, dan jarak antara wajah kami hanya beberapa puluh sentimeter.
Aku meletakkan tangan kananku di belakang kepalanya, dan tanpa aku sadari, dia meletakkan tangan kanannya di dadaku.
Aku bertanya-tanya apakah suara jantungku tersalurkan ke tangan kanan Sei-chan, jantungku pasti membuat suara yang sangat keras.
Aku bertanya-tanya apakah Sei-chan juga gugup. Aku bisa melihat wajahnya sangat merah dan matanya yang indah sedikit lembab.
Tapi tetap saja, pada jarak ini, tak satu pun dari kami berpaling.
Aku tidak akan mengatakan sepatah kata pun.
Apakah ini saatnya?
Aku tidak tahu, ini pertama kalinya untukku.
Akal sehatku menyuruhku untuk berhenti, tapi instingku berteriak padaku untuk melakukannya.
Aku mendekatkan wajahku sedikit ke wajahnya.
“……!”
Melalui tangan yang bertumpu di belakang kepala dan leher Sei, aku merasakan tubuhnya sedikit berkedut.
Kurasa dia tahu apa yang akan aku lakukan dan apa yang ingin aku lakukan.
Aku akan berhenti begitu dia menunjukkan sedikit pun tanda ketidaksenangan, sebenarnya aku akan berhenti setelah reaksinya saat ini.
Namun, Sei-chan malah menutup matanya.
Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, seolah-olah Sei-chan tumbuh sedikit lebih tinggi.
Jantungku berdetak kencang.
Aku memejamkan mata dan menyiapkan tangan kananku di lehernya dan menariknya sedikit lebih dekat.
“Hnng.”
Mungkin aku terlalu kuat, namun aku mendengar suara seksi Sei-chan keluar dari mulutnya dan…
Kemudian…