[LN] Isekai Romcom Volume 2 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog

Epilog


Hari Senin, dua hari setelah latihan memasak Shiho di rumah Toujoin.

Sei Shimada meninggalkan rumah dan berjalan menuju sekolah.

Berjalan di rute yang biasa dia lalui ke sekolah, cuaca saat ini cerah, dan dia merasa sedikit hangat saat mengenakan blazer.

Sei lalu berhenti saat dia sudah setengah jalan dari rumahnya ke sekolah.

Kemudian, Sei menarik napas dalam-dalam.

Fiuuh…”

Sudah hampir sebulan sejak dia mulai pacaran dengan Tsukasa Hisamura.

Setiap hari Senin sejak mereka mulai pacaran, mereka memutuskan untuk ketemuan dan berangkat ke sekolah bersama.

Meski dia sudah sedikit terbiasa karena mereka sudah pergi ke sekolah bersama beberapa kali, dia masih merasa gugup.

Apalagi hari ini—adalah pertama kalinya dia bertemu Tsukasa sejak hari Sabtu kemarin.

Mengingat hari Sabtu itu masih membuat Sei merasa malu dan wajahnya memanas.

(Ukh, tenanglah… Aku akan bertemu Tsukasa, aku tidak boleh seperti ini bahkan sebelum bertemu dengannya…)

Dia menutup matanya sejenak dan menarik napas dalam-dalam.

Alasan kenapa dia begitu kepikiran dengan itu adalah karena panggilan telepon yang dia lakukan dengan Shiho kemarin.

Shiho menelepon mendadak, dan hal pertama yang dia katakan ketika Sei mengangkat telepon adalah,

Apa kamu mencium HIsamura-kun!?

Ketika Sei mendengar itu, dia refleks berseru di kamarnya, Hah!?

Rupanya, saat Sei dan Tsukasa pergi ke ruang persiapan, Shiho membicarakan hal itu dengan Toujoin dan Rie.

Apalagi saat mereka bertiga sampai di ruang persiapan, suasana di antara Tsukasa dan Sei terlihat sangat canggung, sehingga Shiho dan yang lainnya menyimpulkan bahwa mereka baru saja berciuman.

Ada CCTV di ruangan itu, jadi aku menontonnya, tapi aku tidak bisa melihat apakah kalian benar-benar melakukannya atau tidak dari sudut itu. Itulah sebabnya aku ingin bertanya langsung pada Sei-chan!

Tunggu sebentar, ada CCTV di ruangan itu?

“Iyalah, itu kan rumah Toujoin-san.”

Sungguh menakjubkan bagaimana kata-kata itu langsung berhasil meyakinkan Sei.

Dia tidak sadar ada CCTV, tapi dia merasa lega karena tidak terlihat apa pun dari sudut kameranya.

Saat dia memikirkan hal itu—

“Selamat pagi, Sei-chan.”

Kyaa!?”

Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang berbicara padanya dari belakang dan tubuhnya bereaksi dengan tersentak.

Dia menoleh ke samping dan melihat ada orang yang dia bayangkan dalam pikirannya beberapa saat lalu, Tsukasa Hisamura.

“Apa kamu baik-baik saja?”

“A-Aku baik-baik saja, kok. Selamat pagi, Tsukasa.”

Sei berbicara dengan cepat, mencoba menyamarkan teriakan memalukan yang keluar dari mulutnya.

“Ka-kamu datang lebih awal hari ini. Selain itu, di mana Rie?”

“Rie sepertinya ada piket hari ini, dan dia baru ingat tepat sebelum akan berangkat. Karena sudah hampir telat, Rie berangkat duluan dengan sepeda sendirian.”

“B-Begitukah? Sepertinya Rie agak kikuk juga, ya?”

“Sangat mudah untuk kelupaan hal-hal seperti itu setelah akhir pekan, sih.”

Dengan tidak adanya Rie, sepertinya hari ini dipastikan hanya mereka berdua yang akan berangkat ke sekolah bersama.

Hari ini, Sei sangat ingin pergi ke sekolah bersama Rie daripada hanya berduaan dengan Tsukasa.

Tentu saja, itu bukan karena dia tidak suka berduaan dengan Tsukasa… Hanya saja mengingat saat itu, dia tidak memiliki kepercayaan diri untuk dapat berbicara dengan normal.

Untuk sesaat, keheningan canggung menyelimuti mereka.

“B-Baiklah, ayo kita segera berangkat. Kalau tidak, kita juga akan terlambat ke sekolah.”

“Ya.”

Melihat respon normal Tsukasa, Sei merasa sedikit jengkel.

(Sepertinya hanya aku yang, um, kepikiran soal hal itu…)

Sei berpikir begitu, tapi dia tidak sanggup menyuarakan hal memalukan seperti itu.

Mereka berdua pun mulai berjalan di sepanjang rute biasa, namun sedikit berbeda, menuju sekolah.

***


Bahkan setelah berjalan sekitar lima menit dari tempat pertemuan, mereka hampir tidak melihat ada siswa lain.

Selama lima menit berjalan kaki ini, saat Rie tidak ada, biasanya mereka akan berpegangan tangan saat berangkat ke sekolah, tapi—

Hari ini, mereka belum berpegangan tangan.

“Apa pelajaran penjas hari ini, ya?”

“Kalau tidak salah, laki-laki bermain basket, sedangkan perempuan bermain tenis di luar.”

“Oh iya. Jika basket, itu mungkin akan jadi permainan satu sisi Yuuichi.”

Percakapan itu sendiri sama seperti biasanya, tapi Sei merasa sedikit tidak nyaman.

Dia merasa Tsukasa berbicara lebih banyak dari biasanya.

Mereka tidak berpegangan tangan, namun Tsukasa terus membuka percakapan.

(Mungkinkah Tsukasa juga kepikiran dengan apa yang terjadi tempo hari?)

Atau lebih tepatnya, justru akan aneh jika dia tidak kepikiran.

Setelah kejadian tempo hari, mereka tidak terlalu aktif di RINE.

Tak satu pun dari mereka mengungkit apa pun yang terjadi hari itu.

Sambil mengobrol dengan Tsukasa, Sei diam-diam melirik tangan Tsukasa yang ada di dekatnya.

Saat mereka pertama kali berpegangan tangan, dan bahkan saat berangkat ke sekolah, setiap kali mereka berpegangan tangan, Tsukasa-lah yang selalu memulainya duluan.

Dia masih menunggu Tsukasa yang memulainya duluan hari ini, tapi jika terus seperti ini, mereka akan segera mencapai tempat di mana ada lebih banyak siswa lain terlihat.

(…Aneh kalau aku tidak pernah memulainya duluan. Ya, untuk menjadi setara sebagai pasangan, aku tidak harus selalu menunggu Tsukasa yang melakukannya.)

Sambil menggumamkan kata-kata itu dalam pikirannya, Sei memutuskan untuk memegang tangannya.

“…! Eh…?”

“…Fufu, ada apa?”

“T-Tidak, aku hanya sedikit terkejut.”

“Apakah aneh kalau aku yang, um, memegang tanganmu?”

“Tidak aneh sama sekali kok. Sebenarnya aku sangat senang. Jika aku memiliki enam tangan, aku akan menggunakan semuanya untuk memegang tanganmu.”

“Apakah kamu berencana menjadi laba-laba?”

Tsukasa berbicara dengan gayanya yang biasa, tapi Sei tahu bahwa Tsukasa tampak sedikit malu.

Jika Tsukasa sebahagia ini hanya karena Sei yang memulai memegang tangannya, itu membuat Sei merasa ingin melakukannya lagi di kemudian hari.

(Yah… aku juga tidak keberatan berpegangan tangan.)

Sudut mulutnya terangkat saat memikirkan hal itu.

“…Sei-chan, um, soal Sabtu lalu.”

“…! K-Kenapa…?”

Tidak menyangka bahwa Tsukasa akan tiba-tiba membahas hari Sabtu lalu, Sei merasa kaget.

Tersipu malu, Sei menatap wajah Tsukasa di sebelahnya. Namun—Tsukasa tidak tersipu; sebaliknya, dia tampak agak khawatir.

“Um, tentang itu… Apakah kamu tidak membencinya?”

“Eh?”

“Saat itu agak terlalu mendadak, dan saat kamu bilang itu adalah hadiah, mau tak mau aku…”

“……”

Memang benar saat itu, suasananya tiba-tiba saja menjadi seperti itu, dan Sei sangat terkejut.

Sei merasa sangat nyaman saat kepalanya dielus, dan dia mencondongkan kepalanya ke arah Tsukasa seolah menyerahkan diri akibat terbawa suasana. Lalu, saat Sei membuka matanya dan melihat ke atas, wajah Tsukasa sudah sangat dekat dengannya.

Wajah Tsukasa, yang belum pernah dia lihat sedekat itu sebelumnya, ternyata sangat menarik, dan jantungnya mulai berdegup kencang.

Saat Tsukasa menatap lurus ke matanya, wajah mereka semakin dekat, dan—

(…! J-Jangan ingatkan aku tentang hal itu!)

Sei tiba-tiba teringat kejadian saat itu, dan wajahnya menjadi semakin merah.

“Oleh karena itu, aku minta maaf. Sampai tadi, aku khawatir bahwa Sei-chan mungkin saja membenciku sehingga aku tidak sanggup memegang tanganmu.”

“B-Begitu ya.”

“Itulah sebabnya aku sangat senang ketika Sei-chan memegang tanganku duluan.”

Melihat Tsukasa tersenyum polos, jantung Sei mulai berdebar kencang.

Tentu saja Tsukasa juga akan kepikiran atas apa yang terjadi saat itu dan merasa cemas.

Apa yang membuat Tsukasa merasa gelisah mungkin adalah fakta bahwa Sei akan terlalu malu untuk bertemu dengannya setelah itu dan meninggalkannya.

Meski merasa bersalah, Sei sedikit senang karena Tsukasa memikirkannya dengan caranya sendiri.

“Mana mungkin aku membenci Tsukasa karena hal seperti itu. Aku, um… pacaran dengan Tsukasa karena aku mencintaimu.”

Sei ragu-ragu untuk mengatakan hal yang memalukan seperti itu pagi-pagi begini, tapi karena dialah yang membuat Tsukasa merasa gelisah, Sei memutuskan untuk bertanggung jawab dan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.

“Sei-chan… Terima kasih. Aku juga mencintaimu.”

Uh… T-Terima kasih.”

Sei menerima kata-kata Tsukasa dengan sedikit malu.

Saat mereka terus berjalan, siswa lain mulai terlihat dan mereka harus melepaskan tangan satu sama lain.

“Sei-chan, sudah waktunya.”

“Ya, aku tahu.”

Saat mereka hendak melepaskan tangan satu sama lain, Sei menanyakan sesuatu yang menarik perhatiannya dalam perkataan Tsukasa sebelumnya.

“Tsukasa… Saat kamu membicarakan soal waktu itu, kamu bertanya padaku apakah aku tidak membencinya, kan?”

“Ehh…? Y-Ya, benar.”

Tsukasa menunjukkan reaksi yang seolah mempertanyakan kenapa Sei membahas topik itu lagi.

Tapi, ada satu hal yang ingin Sei sampaikan.

Itu adalah sesuatu yang sangat memalukan.

Jadi, dia melihat sekeliling dan memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka.

Dia mendekat ke telinga Tsukasa dan berkata dengan suara pelan.


“Ketika aku mengingat saat itu, aku… merasa amat sangat bahagia.”

Sei pun langsung menjauhkan wajahnya dan menjaga jarak dari Tsukasa.

Tsukasa sepertinya tidak mengerti apa yang dikatakan Sei untuk sesaat, tapi saat dia mengerti maksudnya, wajahnya mulai memerah.

“Eh? Ap…? EHH…?!”

“K-kamu ngerti maksudku! Lihat, kita akan terlambat ke sekolah, jadi ayo cepat!”

Tsukasa, yang masih bingung, berhenti sejenak, dan Sei mencoba meraih tangannya seolah ingin mendesaknya bergegas. Namun, menyadari ada siswa lain di dekatnya, Sei tidak jadi melakukannya.

Dia berlari kecil di depan Tsukasa dan berbalik.

“Ayo berangkat, Tsukasa.”

“…Fufu, aku memang tidak bisa menandingimu, Sei-chan. Aku rasa aku bahkan tidak akan pernah bisa mengalahkanmu.”

Sambil menggumamkan kata-kata itu, Tsukasa pun berdiri di samping Sei dan mulai berjalan bersama.

“Aku juga, sangat bahagia. Saat itu, dan bahkan sekarang.”

Uh… Ya, aku juga.”

Mereka berhenti sejenak karena tersipu malu dan kemudian perlahan mulai berjalan menyusuri rute menuju sekolah.



Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Isekai Romcom Bahasa Indonesia [LN]

Since I’ve Entered the World of Romantic Comedy Manga, I’ll Do My Best to Make the Heroine Who Doesn’t Stick With the Hero Happy, Rabu kome manga no sekai ni haitte shimattanode, shujinkō to kuttsukanai hiroin o zenryoku de shiawaseni suru
Score 9.7
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2022 Native Language: Jepang
Suatu hari aku tertabrak truk dan mendapati diriku menjadi sahabat dari protagonis dalam manga komedi romantis. Oh, ini mimpi, kan? Di depanku ada heroine yang kalah yang paling kusukai, Sei Shimada--Aku puas bisa menyatakan "Aku mencintaimu" padanya, tapi  aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.....!??

Comment

Options

not work with dark mode
Reset