[LN] Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Volume 1 Chapter 5.2 Bahasa Indonesia

Siapa Bilang kalau Aku Tidak Bisa Melakukan Komedi Romantis dalam Kenyataan? (Bagian 2)

Chapter 5: Siapa Bilang Kalau Aku Tidak Bisa Membuat Komedi Romantis dalam Kenyataan?

2


“Pagi, semuanya!”

Minggu berikutnya.

Begitu aku tiba di sekolah, aku menyapa seisi kelas.

Untuk sesaat, mata semua orang tertuju padaku. Kemudian, aku menerima beberapa respon, satu per satu.

Waktunya tepat sebelum bel pertama hari ini. Aku telah menyelesaikan sentuhan akhir rencana dengan sungguh-sungguh, dan tanpa aku sadari, hari sudah pagi. Karena aku langsung datang ke sekolah setelah begadang semalaman, aku masih bisa merasakan energi misterius tengah malam.

Sekarang, hampir semua orang di kelas telah datang ke sekolah dan saling mengobrol.

“Omong-omong soal Nagasaka… bukankah ada seorang cewek yang mampir bertanya baru-baru ini?”

“Ah, iya, ada. Dia bertanya padaku apa pendapatku soal ketua kelas.”

“Bukankah dia cewek yang digosipkan main-main sama cowok?”

“Huh? Tapi, aku cewek dan dia datang padaku juga, lho?”

“Sekarang setelah kau menyebutkannya, aku juga sama…”

Jadi, topik pertanda bercampur di sana-sini di antara obrolan.

Aku menduga bahwa semuanya berjalan baik dari unggahan data investigasi yang cepat, tapi tampaknya dia dapat sepenuhnya memenuhi kuotanya. Itu seharusnya permintaan yang agak tidak masuk akal, tapi seperti yang diharapkan dari Uenohara.

Aku berjalan ke tempat dudukku, meletakkan ranselku di atas meja, dan memanggil Kiyosato-san.

“Pagi, Kiyosato-san.”

“Yup. Selamat pagi, Nagasaka-kun.”

Kiyosato-san, yang sedang bersiap menghadapi pelajaran, balas tersenyum padaku dengan senyumnya yang biasa.

“Kamu benar-benar agak mepet hari ini. Apakah kamu kesiangan?”

Saat aku sedang mengatur posisi ranselku sambil memikirkan sudut mana yang bagus, Kiyosato-san bertanya padaku.

“Ah, yah, aku agak sibuk. Aku belum tidur sih.”

“Huh, benarkah? Apa kamu belajar?”

“Yah, semacam itulah.”

Belajar dalam arti kata yang lebih luas, sih. Seperti cara mengoperasikan aplikasi pengolah gambar.

“Oh? Kamu benar-benar bekerja keras. Ini bahkan belum ujian.”

Kiyosato-san bergumam penasaran dan memiringkan kepalanya. Tahi lalatnya mengintip dari celah di antara poninya yang bergoyang mulus.

“Pagi, Tokiwa. Maaf soal tempo hari.”

“Ah, pagi, ketua kelas…”

Balasan yang diberikan Tokiwa agak canggung.

Mungkin saja begitu, tapi kurasa terjadi sesuatu yang melibatkan Uenohara…

“Ketua kelas, um…”

“Hei, ketua kelas.”

Sesosok tubuh dengan cepat bergerak di antara kami, memotong Tokiwa.

Aku mendongak dan dengan acuh tak acuh memanggil orang yang sudah bisa kutebak.

“Hei, Katsunuma. Apa kabar?”

“Jangan main-main denganku. Seriusan, apa yang sedang kau rencanakan di sini?”

Dia mengetukkan jari pada lengannya yang disilangkan dengan erat sambil melotot ke arahku dengan cara biasa. Sepertinya tingkat galaknya pagi ini sudah maksimal.

“Apa maksudmu?”

“Tentu saja, sobatmu itu. Tiba-tiba ngajak ngobrol sama orang… dia sangat menyebalkan.”

Apa? Uenohara bahkan melawan Katsunuma? Gadis itu tentu punya nyali…

“Kau terlibat di sini, kan? Apa yang sedang kau rencanakan, huh?”

── Tetap saja, Katsunuma terlibat pada waktu yang tepat.

Sebagian besar perhatian kelas terfokus pada kami, jadi aku memutuskan untuk mengikuti arus.

Aku mengetuk shortcut yang sudah disiapkan di ponselku dan memastikan bahwa tablet yang aku masukkan ke dalam ransel berfungsi sebagaimana mestinya.

Lalu, aku tiba-tiba berdiri dan langsung menuju ke podium guru.

“Semuanya, dengar!”

Aku memanggil dengan suara yang cukup keras untuk menarik perhatian seisi kelas.

Ruang kelas menjadi sunyi, dan mata teman-teman sekelasku secara bersamaan diarahkan kepadaku.

Tatapan ragu-ragu, penasaran, dan jijik. Merasakan segala macam tatapan tertuju padaku, aku menelan ludah.

── Jangan takut.

Informasi telah dikumpulkan. Berdasarkan investigasi Uenohara terhadap kesan yang dimiliki orang-orang tentangku, kemungkinan keberhasilannya diperkirakan lebih dari 60%.

Selain itu… ini adalah sesuatu yang harus aku lakukan cepat atau lambat.

Malahan, fakta bahwa aku menyembunyikannya sampai saat ini jelas bukan hal yang baik.

Fokuslah, Nagasaka Kouhei.

Aku dengan erat mengepalkan tangan di belakang meja.

Lalu, aku menarik napas dalam-dalam.

“Ini mungkin membutuhkan sedikit waktu pelajaran pagi kalian, tapi…”

Selain itu.

Ini adalah waktu yang tepat untuk melakukannya.

Ini adalah kesempatan untuk membuat “Event Mengenang” yang paling efektif (dramatis).

“Aku ingin menggunakan kesempatan ini untuk memberi tahu kalian sesuatu tentang diriku.”

── Dan begitulah pertempuran dengan masa laluku.

Aku mengakuinya. Rasa malu yang selama ini aku sembunyikan.

Angin bulan Mei sedikit hangat.

Selangkah demi selangkah, aku sengaja menaiki tangga luar gedung sekolah.

Setelah melewati bordes tangga kesekian kalinya, yang muncul di hadapanku adalah pintu besi seperti pagar setinggi hampir dua meter. Kenop pintunya memiliki lubang kunci.

Aku menelan ludah, lalu memasukkan kunci ke kenop pintu dan membuka pintu.

Yang terhampar di depan mataku adalah atap yang sepi.

Ada juga matahari terbenam merah menyala, yang mengambil setengah dari bidang penglihatanku.

“…Ya. Masih merupakan ‘lokasi masa muda’ yang indah, seperti biasa.”

Lima belas menit tersisa sampai waktu yang ditentukan.

Mulai merasa sedikit gelisah, aku memainkan kunci di tanganku sambil berjalan tanpa tujuan.

“Tetap saja, itu mungkin pengorbanan yang mahal… tapi ada keuntungan dari penggunaan gratis di masa depan… sekali lagi, memikirkan apa yang akan terjadi nanti membuat kepalaku sakit, tapi…”

Saat aku bergumam pada diri sendiri dan menikmati diri sebagai protagonis romcom-ku, aku mendengar suara pintu di belakangku terbuka.

…Dia disiplin seperti biasanya. Masih ada lebih dari 10 menit lagi, lho?

Aku tersenyum kecut, lalu menarik napas dalam-dalam.

“Jadi kau sudah datang. Uenohara.”

Oke, kami sudah siap untuk berangkat.

Di sinilah aku, akan memulihkan semua pertanda.

Mari kita mulai “Prolog” kita, oke?

“Hei, bagaimana kabarmu?”

“…Baik.”

Wajah Uenohara sedikit muram.

Yah, kurasa itu seperti yang diharapkan dari mengganggu begitu banyak orang… Katsunuma, misalnya, pasti telah memberinya kesulitan.

Uenohara menghela nafas lalu menyilangkan tangannya.

“Jadi? Kau bilang kau akan menjelaskan hasilnya setelah kita bertemu, tapi… kau sudah menyelesaikan semuanya dengan benar, kan?”

Aku berdehem, lalu membuka mulutku dengan ekspresi tenang.

“…Sebelum itu. Ada sesuatu yang perlu aku minta maaf padamu.”

“Minta maaf?”

Uenohara memiringkan kepalanya dengan penasaran.

“Ya. Aku menyembunyikan sesuatu darimu selama ini. Biarkan aku memberi tahumu semua tentang itu sekarang.”

Aku berbalik menghadap Uenohara… dan mengulangi pengakuan yang telah aku buat kepada semua orang di kelasku.

“Sebenarnya… aku seorang rōnin*.”

TLN: Di Jepang modern, ‘rōnin’ (浪人) adalah siswa yang telah lulus dari SMP atau SMA tapi gagal masuk ke sekolah level berikutnya, dan akibatnya sedang belajar di luar sistem sekolah untuk masuk di tahun yang akan datang. Istilah ini berasal dari mereka yang tidak memiliki sekolah untuk dihadiri, seperti rōnin, seorang samurai tak bertuan, tidak memiliki pemimpin untuk dilayani.

“…”

Mata Uenohara agak melebar.

Reaksi itu lebih lembut dari yang aku duga, dan diam-diam aku merasa lega.

“Di kelas tiga SMP. Sama seperti sekarang, aku mencoba mewujudkan komedi romantis… dan gagal sekali. Karena kegagalan itulah, aku gagal dalam ujian masuk SMP.”

Sambil mengingat kejadian saat itu, aku melihat ke langit.

“…Kupikir aku pernah menyebutkan ini secara singkat sebelumnya. Tapi dulu, ada pemicu yang membuatku sadar bahwa aku bisa mengalami komedi romantis bahkan di kehidupan nyata.”

Itu terjadi tepat setelah liburan musim panas kelas tiga SMP.

“Kami sedang merencanakan study tour. Semuanya dimulai ketika aku membagikan beberapa informasi tentang tujuan yang telah aku teliti pada kelompokku, dan salah satu anak cewek bereaksi terhadap hal itu.”

Dia adalah seorang gadis yang hampir tidak pernah aku ajak bicara sebelumnya, tapi dia terkesan bahwa aku telah mengumpulkan data sampai ke tingkat buku panduan, dan memiliki keinginan untuk mencari tahu lebih banyak.

Aku jarang dipuji tentang hobiku sebelumnya. Dengan gembira, aku terus berbicara sepulang sekolah, memamerkan pengetahuan yang telah aku teliti.

Kemudian, ketika aku selesai menjelaskan lokasi terakhir, dia berbisik, “Mau pergi bareng?” ke telingaku.

“Aku bisa menghasilkan pengembangan seperti romcom karena hobi sepeleku. Tidak ada hal seperti itu yang pernah terjadi sebelumnya, tapi aku dapat membuat ‘event’ hanya dengan menjadi diri sendiri.”

Mungkin aku bisa membuat komedi romantis juga…

Ketika aku menyadari kemungkinan itu, aku sangat gembira, dan dari sanalah aku menjadi sangat aktif.

“Dari sana, aku bertanya kepada semua orang dalam kelompok tentang kesukaan mereka, saran rekomendasi restoran dan aktivitas kelompok, menemukan tempat rahasia dan membagikannya, dan seterusnya. Aku bahkan menggabungkan semua pengetahuanku soal komedi romantis untuk menghasilkan rencana ‘Event’ dan membagikannya pada mereka.”

Misalnya, event di mana kalian menyelinap keluar dari hotel di malam hari untuk camilan tengah malam.

Ini adalah adegan umum dalam komedi romantis, tapi aku memperoleh denah hotel dari Internet dan, setelah memprediksi rute patroli guru dan rute pelarian potensial, bahkan sampai memilih warung mie terdekat. Proses pengembangan ini termasuk dalam lingkup event, jadi aku menyusun rencana bersama orang-orang di ruangan yang sama, duduk mengelilingi tablet dan bersenang-senang.

Misalnya, “Event Kencan” di tempat tujuan kami.

Salah satu teman cowokku naksir seorang cewek di kelompok yang sama, jadi aku mencari tempat tersembunyi dengan suasana yang baik dan memberinya rencana yang dramatis. Secara alami, aku juga menyiapkan rencana aksi agar kami tiba-tiba menghilang di tengah jalan dan meninggalkan mereka berduaan.

Semua orang senang dan setuju bahwa itu pasti akan menjadi perjalanan sekolah yang menarik.

Aku juga cukup yakin akan hal itu.

“Lalu, pada hari itu… pada hari perjalanan sekolah. Aku melakukan ‘Rencana’-nya.”

Kegiatan kelompok pada hari pertama sangat cocok. Semua tempat yang kami periksa sangat bagus. Kami memiliki lebih banyak kegembiraan dan kenangan tak tergantikan dari yang diharapkan.

Adapun malam hari, “Event Makan Malam” sukses besar. Sensasi yang aku rasakan saat itu dan rasa ramen yang kami makan bersama meninggalkan kesan yang luar biasa untukku.

Aku sangat senang dengan hal itu, dan begitu juga semua “Karakter” pada saat itu.

“Rencana (Proyek)”-nya telah berhasil.

── Setidaknya sampai taraf setengah jalan.

“Tapi tahukah kau? Karena serangan dari luar yang sama sekali tidak aku sadari, semuanya hancur berantakan.”

Tentu saja, aku telah dengan cermat menyelidiki semua informasi tentang tujuan dan menyusun rencana yang sempurna. Aku telah memikirkan peristiwa dramatis selayaknya romcom.

Tapi, aku telah lalai untuk menyelidiki hubungan antar “Karakter.”

Sambil menggertakkan gigi, aku berbicara dengan normal, berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengeluarkan emosi apa pun.

“Teman cowok yang aku siapkan event kencannya memiliki gadis lain yang mengincarnya. Gadis itu adalah tipe pemimpin geng yang berkemauan keras di kelas, dan dia sangat kesal soal hal itu sehingga dia mulai mem-bully cewek yang cowok itu sukai.”

Seperti yang sering terjadi pada cewek-cewek sekitaran SMP, ketika menyangkut masalah yang berhubungan dengan cinta, serangan lebih mudah diarahkan pada jenis kelamin yang sama daripada lawan jenis. Dan karena cewek itu adalah tipe yang polos, mungkin lebih mudah baginya untuk menjadi orang yang menanggung beban itu.

“Adapun gadis yang berbisik ke telingaku, dia sudah punya cowok di kelas lain yang diam-diam dia pacari. Si pacar itu mengetahui soal rencana kami dan menuduhnya berselingkuh.”

Dari awal aku tidak tahu kalau dia sudah punya pacar. Adapun si cewek, dia juga tidak memiliki motif tersembunyi mengenai hal-hal yang dia lakukan denganku dan hanya menganggapnya sebagai bergaul dengan orang yang satu frekuensi.

“Rencana” yang telah berjalan dengan baik sampai setengah jalan dan yang kupikir akan berhasil dengan sempurna sampai akhir. Pada saat itulah ia kandas.

“Pada akhirnya… semuanya adalah salahku karena sudah mengatur semuanya, dan aku dikeroyok oleh orang-orang di luar.”

Bahkan sekarang, aku tidak bisa melupakan bagaimana perasaanku pada saat itu ketika aku tiba-tiba disalahkan dari semua sisi.

Pikiranku menjadi kosong dan aku tidak bisa berpikir apa-apa, jadi aku hanya berdiri di sana dengan linglung.

“Untungnya, aku tidak disalahkan oleh orang-orang dalam kelompokku, tapi… tidak mungkin kami bisa bersenang-senang dalam situasi itu. Kami menghabiskan sisa perjalanan sekolah dalam suasana yang canggung, dan itulah akhirnya.”

Aku menghela napas. Telapak tanganku basah oleh keringat.

“Aku belum pernah mengalami ada orang yang menyerangku seperti itu sebelumnya, dan merusak perjalanan sekolah yang seharusnya menyenangkan ternyata menyulitkan bagiku…”

Karena akulah, semuanya hancur.

Karena upaya setengah hati untuk mewujudkan komedi romantis, pada akhirnya, semuanya jatuh ke keadaan yang lebih buruk dari aslinya.

Itu adalah komedi romantis yang dimaksudkan akan memiliki akhir bahagia untuk semua orang. Tapi aku bahkan telah menodai utopia (komedi romantis) itu.

Setelah itu, aku mulai sering bolos sekolah.

Tidak ada serangan terang-terangan seperti bully atau diabaikan… tapi aku tidak tahan dengan suasana canggung yang konstan atau perasaan menyesal, jadi aku lari dari sana.

Begitu periode “bebas hadir” dimulai, aku mengurung diri di rumah.

TLN: Maksudnya periode bebas hadir adalah, kalo kayak di Indonesia libur panjang setelah UN, yang bebas mau datang ke sekolah atau tidak.

Aku berhenti menggunakan layanan jejaring sosial, menghapus kontak, dan menghabiskan setiap hariku dalam keadaan benar-benar terputus dari hubungan antar manusia.

Tentu saja, aku tidak bisa cukup berkonsentrasi untuk belajar dan hanya menghabiskan waktuku tanpa melakukan apa-apa, sambil berpura-pura kepada keluargaku yang khawatir kalau aku baik-baik saja.

“Jadi, aku akhirnya gagal masuk di sekolah pilihanku. Hasilnya sangat buruk.”

Bukan berarti nilaiku itu bagus, jadi tidak mungkin aku bisa lulus ujian tanpa melakukan apa pun selama masa-masa yang begitu penting.

“Kenyataan tidaklah semudah itu. Itulah yang aku pikirkan… dan untuk sementara, aku menyerah pada segalanya.”

Di sanalah, rencanaku terhenti.

Pada kenyataannya, tidak mungkin kalian bisa mengalami komedi romantis.

Dalam kenyataanku ini, tidak mungkin untuk memiliki akhir yang bahagia.

“Namun.”

── Di bagian paling akhir.

Pada hari upacara kelulusan yang aku lewatkan.

“Gadis yang berbisik di telingaku itu datang mengunjungi rumahku. Aku tidak tahu wajah seperti apa yang harus ditunjukkan padanya, jadi aku bersembunyi…”

Namun, tidak ada yang menghalangi suara yang datang dari luar.

“Saat itu, kata-kata yang aku dengar adalah, ‘Tidak ada yang mempermasalahkannya kok, jadi Nagasaka juga, lakukanlah yang terbaik.’”

── Kata-kata yang diucapkannya saat itu.

Entah kenapa, itu sangat bergema di diriku.

“Setelah itu, aku menerima surat darinya. Di dalamnya, dia memberi tahuku soal apa yang terjadi dengan semua orang dalam kelompok.”

Menurut apa yang tertulis di dalamnya, semua orang kecuali aku bergerak maju tanpa terpengaruh.

Teman cowok yang aku siapkan rencana kencannya dapat melindungi orang yang dicintainya dari banyak niat jahat, dan mereka berakhir bersama dengan aman.

Gadis yang berbisik ke telingaku, meskipun terlihat kalau hubungan itu akan hancur, tetap bertahan, membicarakan dengan pacarnya, dan mendapatkan pengertiannya.

Tidak ada anggota lain yang menyerah pada suasana canggung serta fitnah tanpa pikir, dan berjuang untuk melewatinya.

“Mereka tidak pernah menyerah. Mereka tetap jujur pada diri mereka sendiri… dan mereka mendapatkan akhir yang bahagia.”

Dan pada akhirnya, mereka semua lulus dengan senyuman di wajah mereka.

Dalam kenyataan ini, mereka mencapai akhir yang bahagia.

“Di akhir surat, ada pesan yang mengatakan, ‘Rencana perjalanannya menyenangkan. Terima kasih.’”

Dan begitulah, akhirnya…

Aku sadar.

── Komedi romantis berakhir dengan akhir yang bahagia.

Adapun alasan kenapa rencanaku tidak memiliki akhir yang bahagia…

Itu karena aku menyerah di tengah jalan dan melarikan diri.

Itu karena aku tidak menyelesaikan hal-hal yang bisa aku lakukan sampai selesai.

Dengan kata lain…

“Aku tidak jujur pada diriku sendiri. Itulah sebabnya aku tidak bisa membuat komedi romantis dalam kenyataan.”

Itulah yang seharusnya merupakan satu-satunya persyaratan untuk menjadi “Protagonis”, namun aku mengabaikannya.

Itulah sebabnya aku adalah satu-satunya orang yang tidak mendapatkan akhir bahagia.

Begitulah kisah Nagasaka Kouhei saat dia menjadi “Siswa SMP A.”

“Episode Nol” dari komedi romantis-ku.


Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Bahasa Indonesia [LN]

Genjitsu de Love Comedy Dekinai to Dare ga Kimeta? Bahasa Indonesia [LN]

Who Decided That I Can’t Do Romantic Comedy in Reality?, RabuDame
Score 9.9
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2020 Native Language: Jepang
Utopia tertinggi (romcom) yang dibuat menggunakan data! “Aku ingin memiliki pengalaman hidup seperti romcom.” Bukankah semua pecinta novel ringan romcom pernah memikirkan hal ini sebelumnya? Bermesraan dengan heroine, dan menjalani kehidupan SMA yang memuaskan dengan teman-teman terbaik. Namun, tidak mungkin sesuatu yang begitu menarik bisa terjadi dalam kenyataan. Aku tidak memiliki adik tiri perempuan, teman masa kecil, teman sekelas seorang idol, senpai yang misterius, dan bahkan karakter sahabat pria. Karena itu, apa yang dapat aku lakukan? Jelas, aku harus membuatnya sendiri! Untuk komedi romantis, yang kalian perlukan adalah analisis data dan latihan terus-menerus! Sebaik… Aku, yang menyukai light novel — Aku, Nagasaki Kouhei, akan mewarnai kenyataan yang tidak menyenangkan ini dengan warna dari romcom! https://poll.fm/11222326

Comment

Options

not work with dark mode
Reset