2. Adik kembar Sepertinya Benar-Benar Ada
Lima menit berjalan kaki dari sekolah ke stasiun, dan enam stasiun naik kereta ke stasiun terdekat rumah.
Itu tidak bisa dibilang waktu perjalanan yang pendek, tapi juga tidak terlalu jauh.
Karena SMA kami berada di daerah metropolitan, kereta cukup ramai di pagi dan sore hari.
Kereta pulang juga, tergantung waktunya, bisa penuh dengan pelajar yang pulang sekolah.
Meskipun tidak sampai berdesak-desakan, tapi—ada ruang kosong yang aneh di sekitarku yang berpegangan pada pegangan di kereta.
Aku dulu sempat berpikir bahwa mungkin bau badanku menyengat.
Namun, aku segera menyadari bahwa aku salah paham.
Sederhananya, orang-orang takut padaku.
Tinggiku 183 cm, yang mana itu cukup tinggi, dan meskipun terlihat kurus sekilas, kalau diperhatikan baik-baik, otot-ototku terlihat jelas.
Meskipun tidak melakukan olahraga khusus, tubuhku mudah membentuk otot.
Yang paling utama—tatapan mataku tajam, dan wajahku yang kuat serta tajam membuatku terlihat menakutkan.
Karena aku menderita miopi ringan, aku sering tanpa sadar menyipitkan mata, yang membuatku terlihat semakin mengintimidasi orang-orang di sekitarku.
Tentu saja aku tidak bermaksud mengintimidasi.
“……”
Tiba-tiba, seorang pegawai kantoran yang duduk di kursi di dekatku terlihat terkejut melihatku.
Orang ini terlalu penakut.
Tapi, aku sudah terbiasa, jadi aku tidak merasa terluka lagi ketika orang-orang takut padaku.
Apalagi ada yang sedang kupikirkan hari ini, jadi aku semakin tidak peduli.
Tidak, bisa dibilang aku sedang galau.
Sambil terombang-ambing di kereta, aku semakin menyipitkan mataku yang tajam dan tenggelam dalam pikiran.
Tentu saja, itu tentang pengakuan cintaku sepulang sekolah hari ini.
Yuzuki Tsubasa adalah gadis ceria yang bersemangat tinggi. Tentu saja, dia suka bercanda dan menggoda orang.
Tapi, bahkan aku yang jarang berinteraksi dengan Yuzuki pun tahu bahwa dia tidak akan membuat lelucon seperti itu.
Seperti yang kukatakan padanya, dia bukan tipe orang yang senang mempermainkan orang yang baru saja menyatakan perasaan.
Yuzuki berada di puncak hierarki sekolah—bisa dibilang ratu sekolah.
Seorang ratu tidak bisa semena-mena.
Sekolah dulu mungkin pernah dikuasai oleh tiran, tapi sekarang berbeda.
Orang yang tidak bisa memahami dan peduli pada orang lain, yang tidak bisa membaca situasi, jangankan menjadi pemimpin, mereka bahkan tidak bisa berada dalam kelompok.
Baik di lapisan atas maupun bawah hierarki, hal itu tidak berubah.
Di sekolah modern, yang bisa menjadi pemimpin bukanlah diktator, melainkan pemimpin yang demokratis.
Yah, terlepas dari teori kepemimpinan modern, tidak mungkin Yuzuki bersikap tidak sensitif terhadap orang yang baru saja menyatakan perasaan padanya.
“Kalau begitu…”
Secara otomatis, itu berarti jawaban Yuzuki sebelumnya serius.
Tapi, aku sudah menjawab YA atas tawaran Yuzuki.
Dengan kata lain, threesome—bukan, maksudku, sungguh-sungguh pacaran sekali dua dengan adik Yuzuki.
Mungkin itu hal yang luar biasa—tidak, bukan itu juga.
Hmm, apakah aku sudah gila?
Penampilanku saja sudah sering disalahpahami, apalagi kalau pacaran dengan dua gadis, bisa-bisa aku dikira mengancam mereka.
Benar, aku adalah tipe pria yang sering disalahpahami dan ditakuti.
Tapi, Yuzuki sama sekali tidak takut padaku, dia berbicara ramah denganku, dan membiarkanku memanggilnya dengan nama depan.
Terlebih lagi, dia adalah gadis yang luar biasa cantik—
Meskipun alasannya mungkin sedikit dangkal, wajar saja kalau aku menyukainya, kan?
Aku tidak pernah menyangka orang sepertiku bisa menyukai seorang gadis dengan normal, tapi aku tidak dapat menahannya ketika aku jatuh cinta.
Karena itulah, aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaan, dan hasilnya seperti ini.
Tak lama setelah aku menjawab, gadis-gadis lain masuk ke kelas dan mulai berbicara dengan Yuzuki.
Tentu saja aku tidak bisa membicarakan soal pengakuan cinta, saudara kembar, atau pun threesome di depan beberapa gadis.
Jadi, hari ini aku pulang begitu saja, tapi—
“…Hm?”
Ketika kereta berhenti di stasiun, banyak penumpang bergerombol masuk.
Sepertinya itu kelompok mahasiswa, dan tiba-tiba gerbong menjadi sempit.
Beberapa dari mereka melihatku dan terkejut sejenak, tapi aku tidak peduli.
Sayangnya, aku sudah terbiasa ditakuti bahkan oleh orang yang lebih tua.
“……Uuu.”
Tiba-tiba—aku mendengar suara lembut.
Ketika aku melihat, ada seorang gadis tepat di sampingku.
Tidak, sepertinya dia terdorong sampai ke dekatku oleh mahasiswa yang masuk.
Seragam pelaut putih—sepertinya dia murid SMA Putri Shuuka yang tadi dibicarakan.
Dia memiliki rambut hitam panjang yang indah dengan topi beret, kacamata bingkai hitam besar, dan bahkan memakai masker sehingga wajahnya tidak terlihat.
Aku tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas, tapi dia tampak gelisah.
Kalau diperhatikan, sepertinya para mahasiswa itu mendorongnya memunggungi dia.
Mungkin mereka tidak sadar, tapi gadis sekolah yang kecil itu tidak bisa melawan.
Dia tidak bisa berpegangan pada pegangan kereta dan terhuyung-huyung.
Kalau dibiarkan, dia mungkin akan terjatuh ke kursi.
“……”
Dasar… asyik mengobrol sih boleh saja, tapi lihat sekitar juga, dong.
“Permisi sebentar.”
Aku langsung menyela di antara gadis itu dan para mahasiswa.
Aku menerima tekanan dari beberapa orang di punggungku, sambil mengarahkan gadis itu ke ruang kosong tempatku berada.
Tidak perlu disembunyikan, aku dulu adalah anggota ekskul basket saat SMP.
Sejak saat itu, aku memanfaatkan tinggi dan postur tubuhku yang menguntungkan, dan menjadi pemain reguler sejak kelas satu.
Aku sangat ahli dalam merebut bola di bawah ring dan mengambil posisi menguntungkan dengan menghalangi pemain lawan.
Bahkan melawan pemain yang lebih besar dan berat dariku, aku tidak pernah kalah saat beradu dorong.
Bahkan di kereta yang lebih penuh sesak pun, kalau aku mau, aku bisa mengambil posisi yang kuinginkan.
“Wah…?”
Para mahasiswa yang tidak menyadari keberadaan siswi SMA itu sepertinya menyadari keberadaanku yang besar dan mengganggu.
Meskipun bingung dengan posisiku yang secara paksa berubah, mereka tidak protes.
Akan merepotkan kalau menegur dengan suara keras dan membuat keributan, jadi lebih baik memberi tekanan dalam diam.
“M-Makasih…”
“Tidak apa…”
Gadis berseragam pelaut putih itu berterima kasih dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Agar tidak menakutinya, aku hanya menjawab seadanya dan memalingkan muka.
Kalau wajahku terlihat, dia mungkin akan semakin takut.
“Kyaa!”
“……!”
Saat itu, kereta berguncang keras, dan—gadis berseragam pelaut itu menabrakku dari depan.
Pyon—terdengar efek suara yang terkesan bodoh.
Dada gadis berseragam pelaut di depanku menekan dengan kuat.
Sungguh besar, kenyal, dan lembut—!
Meskipun terhalang seragam kami berdua, sensasinya bisa terasa sampai seperti ini…!
“M-Maaf…”
“Tidak… aku juga minta maaf…”
Dengan masih memalingkan wajah, aku hanya bisa menjawab dengan tidak ramah lagi.
Dua tonjolan yang hampir berbahaya itu semakin menekan dengan kuat—sampai-sampai aku curiga apa gadis ini sengaja melakukannya.
Sayangnya, aku setia, jadi hatiku tidak akan goyah meski diberi “layanan” seperti ini oleh orang selain Yuzuki.
Tubuhku memang sedikit bereaksi, tapi itu wajar untuk siswa SMA yang sehat, jadi mohon dimaklumi.
Sambil terus berguncang di kereta—
Ketika sampai di stasiun terdekat rumahku, kelompok mahasiswa itu mulai bergerak ke pintu dengan ribut.
Sambil berpikir “mereka turun di sini juga, ya,” aku keluar dari gerbong tanpa peduli.
Akhirnya aku terbebas dari dua tonjolan itu, tapi entah kenapa ada sedikit rasa sesal.
Dada siswi SMA, aku ingin menikmati sensasinya sedikit lebih lama…
Tidak, tunggu. Tenangkan dirimu.
Dada memang penting, tapi ada hal lain yang perlu dipikirkan.
Aku baru saja mendapat masalah yang belum pernah kualami seumur hidup.
Apa aku akan bisa tidur malam ini…?
“…………”
“……………………”
“………………”
“………………………………”
“…………………………”
“……………………………………………………”
“…Apa-apaan ini!?”
“Hyaa!”
Ketika aku berbalik, terdengar jeritan kecil.
“Hei, ada perlu apa denganku?”
Yang ada di sana adalah gadis berseragam pelaut tadi.
Bahkan setelah turun dari kereta dan keluar dari gerbang tiket, dia masih mengikutiku dari belakang.
“A-Apa aku tidak boleh mengikuti kalau tidak ada keperluan?”
“Biasanya memang harus perlu alasan, kan?”
Maksudku, kamu baru saja mengakui kalau sedang mengikutiku?
“Kalau soal yang tadi, jangan berpikir aku menolongmu atau semacamnya. Jadi, tidak perlu dipikirkan.”
“Itu juga benar, tapi… Eh, apa kamu belum dengar?”
“Apa maksudmu ‘belum dengar’?”
“Eh, umm… umm… Maaf! Sini!”
Dia menggenggam pergelangan tanganku dengan erat dan mulai berjalan.
Tidak sesuai dengan penampilannya yang terlihat pendiam, dia cukup agresif.
Gadis berseragam pelaut itu berpindah ke area di sudut stasiun di mana ada deretan loker koin.
“T-Tunggu sebentar!”
“…Haah.”
Di depanku yang hanya bisa mengangguk, gadis berseragam pelaut itu melepas topi baret dan kacamata bingkai hitamnya.
“Ini hanya untuk gaya.”
“B-Begitu, ya.”
Mengingat kalau itu kacamata yang dipakai siswi SMA hanya untuk gaya, itu terlihat payah dan tidak modis.
“Terus—ah, ini juga.”
Kemudian, dia melepas ikat rambut hitamnya yang diikat di belakang dan membiarkannya terurai.
Terakhir, dia melepas maskernya dan—
“Kalau tidak salah, namamu Fuuka atau semacamnya, kan? Kamu adik kembar Yuzuki Tsubasa.”
“Eh!? Kamu mengatakan itu sebelum aku melepas masker dan menunjukkan wajahku, kan!? Kamu sudah tahu!?”
“Yah, setelah semua ini, tentu saja aku tahu.”
Tidak mungkin seorang gadis tidak takut melihat penampilanku, apalagi membawaku ke tempat sepi seperti ini.
Memang sedih untuk dikatakan, tapi bisa dipastikan hal itu tidak mungkin terjadi.
Itu karena aku sudah hidup sebagai orang yang terlihat menakutkan selama 17 tahun.
Jika ada pengecualian, itu pasti—
“Adik Yuzuki” yang baru saja kudengar keberadaannya.
Aku bukanlah pria yang tidak peka.
“Aku tidak yakin, tapi tidak ada salahnya mencoba menebak.”
“B-Begitu ya… Berarti kamu sudah mendengar ceritanya dari kaka—Yuzu-nee?”
“Ya, aku sudah dengar…”
Meski begitu—memang benar mereka mirip sekali sehingga kalian akan langsung menyadarinya meski kalian tidak tahu sebelumnya.
Aku menyadari dia Fuuka dari tindakannya sebelum melihat wajahnya, tapi dengan ini siapa pun pasti tahu kalau mereka kembar.
Gaya rambut, seragam, dan auranya berbeda dengan Yuzuki, tapi wajah mereka seperti pinang dibelah dua.
Mereka begitu mirip sampai-sampai aku berpikir mungkin tidak ada perbedaan bahkan dalam skala milimeter.
“Jika kamu sudah mendengar dari kakak, maka kita bisa langsung ke intinya… Ayo pergi.”
“Hah? Pergi?”
Apa maksudnya ini…?
“Jika kamu pacaran dengan Yuzu-nee, aku akan ikut sebagai bonus.”
“Bonus? Kau ini…”
“Kita pergi untuk membuatmu memahami itu. Tidak, aku akan membuatmu paham dengan tindakan1!”
“Itu terdengar agak menakutkan!”
Cara bicaranya terlalu ambigu.
Padahal hari ini seharusnya hari biasa, tapi ternyata ada perkembangan yang luar biasa seperti ini, bahkan Tuhan pun mungkin tidak bisa memprediksinya.
Sebagai siswa SMA, aku jarang sekali naik taksi.
Aku mungkin belum pernah naik taksi dengan uangku sendiri seumur hidupku.
Namun, Fuuka Tsubasa dengan santainya naik taksi dari tempat pemberhentian di depan stasiun, dan juga dengan santainya mengajakku ikut.
Gadis ini, meski terlihat pendiam, ternyata suka hidup mewah.
Setelah naik taksi sekitar 10 menit.
Tempat yang kami masuki setelah turun dari taksi adalah—
“Ah, pemandangannya cukup bagus. Pasti akan lebih indah di malam hari.”
“……”
Sebuah hotel terkenal yang bahkan siswa SMA yang kurang berpengetahuan pun tahu.
Aku tahu kalau ini tidak terlalu jauh dari stasiun terdekat rumahku, tapi di sini adalah salah satu kamar hotel.
Meskipun sepertinya bukan kamar suite, ini adalah kamar yang pasti tidak bisa ditempati oleh siswa SMA dengan kemampuan ekonomi biasa.
“…Kenapa aku ada di tempat seperti ini?”
“Seperti yang kamu lihat, wajah dan bentuk tubuhku persis sama dengan Yuzu-nee.”
“Kenapa tiba-tiba begitu? Yah… memang benar kalian sangat mirip.”
Warna rambut Yuzuki cokelat sedangkan Fuuka hitam.
Jika bukan karena perbedaan itu dan seragam mereka, mereka mungkin tidak akan bisa dibedakan sama sekali.
Aku memang tidak lemot, tapi aku juga tidak terlalu jeli dalam mengamati.
“Jujur saja, seberapa pun aku berusaha, aku sama sekali tidak yakin bisa membedakan Yuzuki dan Fuuka. Kalau kamu ingin aku membedakan kalian, lebih baik kamu menyerah saja.”
“Kamu mengatakannya dengan blak-blakan, ya…”
Fuuka terlihat terkejut.
Meskipun dia berkata begitu, lebih baik menyatakannya dari awal daripada membuat harapan yang tidak perlu.
Lebih baik menjelaskan segalanya dengan terus terang.
“…Ketika bertemu kami, cukup banyak orang yang mencoba membedakan kami.”
“Itu sudah sewajarnya.”
Tidak bisa membedakan antara yang mana dengan yang mana tentu saja tidak sopan jika dipikirkan secara normal.
Tapi, bukankah sama tidak sopannya jika berpura-pura bisa membedakan sesuatu yang tidak bisa dibedakan?
“Jika kamu ingin aku membedakan kalian, tentu saja aku akan berusaha. Tapi, aku tidak yakin aku akan bisa.”
“Ahaha.”
Fuuka tertawa terbahak-bahak, tidak sesuai dengan penampilannya yang terlihat pendiam.
“Kami tidak keberatan jika tidak bisa dibedakan. Atau lebih tepatnya, kami tidak peduli.”
“Bukankah itu terlalu sembarangan?”
Percakapan yang kulakukan dengan Fuuka Tsubasa masih bisa dihitung dengan jari.
Namun, aku bisa mengerti—gadis ini adalah orang yang aneh.
Aku memang terlalu blak-blakan, tapi Fuuka jelas lebih eksentrik.
“Jika warna rambut kami sama, kami pasti akan benar-benar tidak bisa dibedakan ya.”
“…Apakah warna rambut yang berbeda itu untuk membedakan kalian?”
“Tidak, itu hanya untuk gaya. Di jaman sekarang ini, mewarnai rambut sudah hal yang biasa.”
“……”
Yuzuki sering membiarkan rambutnya terurai di sekolah, tapi kadang-kadang juga mengikat atau mengepangnya.
Memang benar, Yuzuki sepertinya tipe yang peduli dengan penampilan.
Jadi mewarnai rambut juga hanya bagian dari gaya, ya. Itu memang normal.
“Asal warnanya berbeda, tidak masalah siapa yang hitam dan siapa yang cokelat. Hanya saja, jika aku yang berambut cokelat, mungkin akan terlihat aneh. Seperti yang kamu lihat, aku tipe yang pendiam, jadi rambut hitam lebih cocok, kan?”
“Yah, itu perbedaan yang mudah dimengerti untuk anak kembar, bahkan aku bisa membedakan kalian dari situ.”
“Ah, begitu ya.”
Fuuka mengangguk entah karena apa, lalu mengambil telepon di dekatnya.
“Ah, apakah ini dengan resepsionis? Maaf, bisakah kamu membawakan pewarna rambut? Ya, tolong pilihkan beberapa warna cokelat terang.”
“Tunggu, tunggu! Kamu berniat mewarnai rambutmu menjadi sama dengan kakakmu di sini sekarang!?”
Maksudku, apakah resepsionis hotel akan membeli dan membawakan pewarna rambut!?
Tidak mungkin itu bisa dipesan melalui layanan kamar, kan…? Ataukah mungkin di hotel mewah hal seperti itu sudah biasa?
“Tidak, aku hanya ingin menunjukkan tekadku bahwa—tidak perlu untuk membedakan kami.”
“Kamu tidak perlu menunjukkan hal seperti itu. Ya, aku sangat mengerti bahwa kamu dan Yuzuki sangat mirip. Jika kamu tidak keberatan tidak bisa dibedakan, itu sudah cukup.”
“Kalau begitu, syukurlah. Ah, permisi—”
Fuuka mengatakan sesuatu ke resepsionis sebelum meletakkan kembali gagang telepon.
“Jadi, mohon bantuannya untukku dan Yuzu-nee mulai sekarang.”
“Itu dia!”
“A-Apanya yang ‘itu dia’?”
“Kamu sudah dengar, kan? Aku menyatakan perasaanku pada Yuzuki Tsubasa. Lalu, kenapa tiba-tiba ada pembicaraan tentang pacaran dengan adiknya juga?”
Kalau dipikir-pikir, aku memang mengiyakan pacaran sekali dua karena sangat ingin pacaran dengan Yuzuki, tapi… aku belum mendengar perasaan Fuuka, dan itulah yang penting.
“Meskipun dibilang pacaran sekali dua seperti tambahan, bukankah kamu akan merasa kesulitan?”
“Tidak, aku sama sekali tidak keberatan. Kamu bisa menganggapku sebagai bonus.”
Fuuka menggelengkan kepalanya.
Apa-apaan yang dia bicarakan itu…
“Mana bisa aku menganggap orang lain sebagai bonus. Seberapa arogannya diriku kalau begitu. Dengar, bukankah kamu akan kesulitan jika disuruh pacaran dengan pria yang baru kamu temui?”
“Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengan Masaki-san, loh?”
“…Hah?”
Tanpa sadar, aku menatap wajah Fuuka lekat-lekat.
Aku sama sekali tidak ingat pernah bertemu Fuuka sebelumnya.
“Aku tidak ingat pernah bertemu denganmu sebelumnya…”
“Apa yang kamu bicarakan? Nah, silakan lihat ini.”
“Ponsel? Aku boleh melihatnya?”
Aku menerima ponsel yang disodorkan Fuuka dan melihat layarnya.
Di sana, aplikasi foto sedang terbuka.
“…Hm? Ini aku, kan?”
Yang terpampang adalah sebuah wajah tampak samping, tapi tidak salah lagi itu adalah wajahku.
Dari latar belakangnya, sepertinya foto ini diambil di peron stasiun kereta.
“Aku tidak ingat pernah difoto seperti ini?”
“Tapi, aku ingat pernah mengambilnya.”
“Tentu saja kau ingat! Ada fotonya di sini… Tunggu, ini foto diam-diam kan!”
“M-Maafkan aku…! A-Aku benar-benar ingin mengambil fotomu… Aku tidak bisa menahan diri.”
“…Aku tidak keberatan difoto diam-diam, sih. Tapi, aku tidak mengerti maksud ‘tidak bisa menahan diri’.”
Fuuka tampak berkaca-kaca dan menyesal, membuatku merasa seolah akulah yang berbuat salah.
Yah, sebenarnya aku sudah terbiasa karena banyaknya orang bodoh yang ingin memotret wajah seramku.
“Habisnya… tidak cukup hanya mengikuti dari belakang, aku juga ingin melihat sosokmu saat pulang ke rumah.”
“Sosok… Tunggu dulu. Bukankah kamu baru saja mengatakan sesuatu yang aneh?”
“Aku hanya mengatakan bahwa aku menguntit Masaki-san, itu saja.”
“Jangan bilang ‘itu saja’! Menguntit!?”
“Adalah mengikuti seseorang secara diam-diam dan membuat mereka merasa tidak nyaman.”
“Aku tidak bertanya artinya! Kamu tahu itu membuat orang merasa tidak nyaman tapi kamu tetap melakukannya!?”
“Jika aku punya keberanian untuk berhadapan langsung denganmu, aku akan melakukannya. Tapi, aku hanya mampu memotret diam-diam dan menguntit…”
“……”
Baiklah, kali ini benar-benar tunggu dulu.
Aku bukan orang yang tidak peka, dan bukan juga karakter tsukkomi.
Jika aku merangkum dan menyimpulkan apa yang dikatakan Fuuka Tsubasa ini—
“Jangan-jangan, Fuuka, kamu sudah tertarik padaku sejak lama… ya?”
“Ah, iya…”
Wajah Fuuka memerah.
Sial, aku lengah. Aku malah berpikir dia imut.
Yah, wajar saja dia imut karena wajahnya sama persis dengan gadis yang kusukai.
“Maaf, aku akan menjelaskan dengan benar. Aku tidak punya rahasia apa pun, dan tidak bermaksud bertele-tele. Aku tidak akan membuatmu stres. Bebas stres adalah senjataku.”
“Senjata…?”
Yah, aku memang lebih suka dia jujur mengungkapkan fakta daripada bertele-tele.
“Itu terjadi pada bulan April, ketika angin musim semi yang segar bertiup—”
“April?”
Sekarang baru saja memasuki bulan Juni.
“Seperti biasa, aku sedang berada di kereta yang berguncang. Nging-ngung-nging-ngung.”
“Apa perlu menirukan suaranya?”
“Meskipun banyak nona muda dari keluarga terhormat di SMA Putri Shuuka, tapi pada dasarnya kami dilarang berangkat ke sekolah dengan mobil. Kecuali ada alasan khusus, seperti kemungkinan diculik untuk tebusan atau menjadi target teroris.”
“Dunia yang mengerikan…”
Di zaman sekarang ini, apakah penculikan untuk tebusan masih terjadi di negara ini?
Sepertinya dulu pernah terjadi beberapa kali di Jepang, tapi di era modern dengan sistem komunikasi yang maju dan kamera keamanan di mana-mana, akan mudah untuk melacaknya.
Selain itu, nona muda yang menjadi target teroris seharusnya tidak dalam kondisi bisa bersekolah.
“Meski sebagai nona muda kaya, kami tidak bisa bertahan hidup tanpa pengetahuan umum di zaman modern ini. Jika tidak tahu cara naik kereta, kami akan dianggap bodoh dan tidak akan ada yang mau menikahi kami.”
“Hmm, begitu ya.”
Cukup berani juga dia dengan bangga menyebut dirinya nona muda kaya.
Melihat dia naik taksi tanpa ragu, sepertinya dia memang tidak kekurangan uang.
“Aku juga berusaha keras untuk naik kereta ke sekolah sejak masuk SMA, tapi…”
“……”
Hmm, aku mulai bisa menebak kelanjutan cerita ini.
“Cukup sering ada orang aneh yang mendekatiku. Dua bulan yang lalu, seorang pria paruh baya dengan setelan jas yang bagus berdiri di sampingku di kereta, dan mulai mengendus-endus rambutku sambil terengah-engah.”
“Entah dia menahan diri atau tidak tahu malu, sudah jelas itu pelecehan.”
Yang mana pun itu, tetap saja itu pelecehan.
Semoga karirnya hancur.
“Tapi, hanya mengendus rambut sulit untuk dibuktikan sebagai tindak kriminal. Karena hidung tidak punya fungsi buka-tutup, bisa dibilang mencium bau adalah keadaan normal.”
“Memang benar, jarang terdengar kasus seperti itu.”
Sepertinya dalam kasus pelecehan, kesaksian korban sangat dipertimbangkan, tapi mungkin sulit untuk menuntut pelaku jika tidak ada kontak fisik.
“Tapi, pria paruh baya waktu itu jelas-jelas mendekatkan wajahnya ke rambutku dan mengendus-endus. Rasanya lebih menjijikkan daripada kalau pantatku yang disentuh.”
“Kurasa disentuh pantat tetap tidak lebih baik.”
Aku bisa mengerti betapa dia sangat tidak menyukai itu.
Bahkan dari sudut pandang laki-laki sepertiku, itu sangat menjijikkan.
“Saat itulah Masaki-san muncul.”
“……”
Aku sudah menduga ceritanya akan mengarah ke situ.
Syukurlah bukan plot twist di mana ternyata yang mengendus-endus itu bukanlah pria paruh baya, melainkan aku yang berdiri di sampingnya.
“Masaki-san menyela di antara aku dan pria itu, seperti yang kamu lakukan sebelumya, lalu menatap tajam pada pria itu. Kemudian kamu berkata, ‘Keluarkan kartu nama dan SIM-mu’.”
“……”
“Aku kagum melihat kamu memerintahkan hal yang paling dibenci oleh pelaku pelecehan. Meskipun penampilanmu terlihat garang, ternyata kamu cukup cerdas juga.”
“Apa kamu sedang menghinaku?”
“Tidak.”
Fuuka menggelengkan kepalanya.
Gadis ini, meskipun wajahnya terlihat pendiam, ternyata cukup sarkastis.
Tapi, ada kemungkinan besar aku memang mengatakan hal seperti itu.
Meskipun aku percaya diri dengan kekuatan fisikku, aku bukan orang barbar yang tidak beradab, dan menggunakan kekerasan bisa merugikan diriku sendiri.
Tentu saja, jika siswa SMA biasa memerintah pria paruh baya, itu mungkin tidak akan efektif.
Justru karena orang sepertiku yang terlihat menakutkan yang mengatakannya-lah maka ancaman itu menjadi berarti.
Penampilan yang hanya membawa kerugian ini, kadang-kadang bisa berguna juga.
“…Tunggu, jadi karena aku menolongmu dari pelecehan, kamu bilang kamu mau jadi bon—bersedia pacaran denganku sebagai tambahan?”
“Aku gadis belasan tahun, loh? Aku bukan pacaran dengan tujuan menikah, jadi aku tidak perlu terlalu berhati-hati dan bisa dengan mudah menyukai seseorang.”
“T-Tapi, tetap saja…”
Fuuka, dengan santainya mengatakan ‘suka’…
Meskipun terlihat pendiam, ternyata dia cukup blak-blakan juga.
Malah aku yang jadi malu…
“Aku mengerti ceritamu, tapi… tetap saja, sulit bagiku untuk langsung percaya bahwa kamu mau pacaran denganku. Maaf, tapi aku tidak bisa langsung mempercayainya.”
“Ya, kamu benar. Karena itulah aku membawamu ke sini, agar kamu bisa mengerti.”
“Aku masih belum mengerti alasan aku dibawa ke sini.”
Sepertinya pembicaraan ini berjalan sesuai tempo Fuuka dari tadi.
“Karena itu… di sini, kenalilah aku.”
“…?”
Tiba-tiba Fuuka ambruk ke atas tempat tidur yang berada di sebelahnya seperti boneka yang putus talinya.
Rambut hitamnya yang panjang dan rok panjangnya terbentang di atas tempat tidur.
“…Apa yang kamu lakukan?”
“Aku tidak akan bertele-tele. Karena itu, silakan kenali aku sesukamu. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, di mana pun itu.”
“Apa yang kamu ingin aku lakukan!?”
Jangan memasrahkan diri seperti itu!
Asal tahu saja, aku tidak serakus itu sampai mau berbuat sesukaku pada tubuh seorang gadis yang baru kutemui (menurut sudut pandangku)!
“Dengar, Fuuka… aku memanggilmu Fuuka agar tidak tertukar dengan kakakmu.”
“Hanya dengan dipanggil nama depan tanpa imbuhan saja sudah membuat jantungku berdebar-debar…’
Gadis ini, tanpa perlu dipikirkan baik-baik, mungkin hanya seorang gadis mesum?
“Singkatnya—hargailah dirimu sendiri, Fuuka.”
“Aku bukan sesuatu yang perlu dihargai.”
“……”
Dia menjawab dengan sangat cepat.
Sejujurnya, kamu adalah sesuatu yang seharusnya dihargai.
Wajahnya persis sama dengan Yuzuki yang terpilih sebagai model majalah, jadi dia adalah gadis cantik level tinggi.
Ditambah lagi, bentuk tubuhnya juga luar biasa, hanya dengan sedikit gerakan di atas tempat tidur, dadanya bergoyang lembut.
Jika menggunakan ini sebagai umpan, pasti banyak laki-laki bodoh yang akan terpancing.
Jika dia menghargai diri, berapa banyak keuntungan yang bisa didapat.
“Mungkinkah Masaki-san masih perjaka?”
“Aku tidak terlalu suka mendengar kata-kata seperti itu keluar dari mulut seorang perempuan.”
“Aku minta maaf. Tapi, jika Masaki-san sulit untuk mendekati, mungkin aku yang harus menunjukkannya lebih dulu…”
Fuuka melepas pita di bagian dada seragam pelautnya dengan lembut, sedikit membuka bagian depannya.
Lembah di antara bukit yang bahkan dari luar pakaian sudah terlihat ukurannya yang mengesankan—kulitnya yang benar-benar putih bersih terlihat!
Dia sengaja menggeliat di atas tempat tidur, mengambil pose menggoda yang semakin menekankan belahan dadanya.
“Hei, hentikan itu!”
“Aku terlihat luar biasa kalau telanjang, lho?”
“Justru karena itu lebih tidak boleh!”
“Tapi, aku terlalu malu untuk melepas rok… Masaki-san, tolong lepaskan untukku.”
“……”
Fuuka sedikit mengangkat rok lipit selututnya, memperlihatkan paha putihnya.
Tanpa sadar, aku hampir menelan ludah.
Apa-apaan ini?
Bagiku, ini adalah pertemuan pertama, tapi seorang gadis dengan wajah yang sama dengan orang yang selama ini aku idam-idamkan sedang memamerkan tubuhnya dalam posisi yang tidak senonoh di atas tempat tidur.
“Sekarang adalah kesempatanmu. Bukankah kamu tidak ingin melewatkan kesempatan jika ada seorang wanita—apalagi yang cukup cantik—mengatakan dia menyukaimu?”
“…Kamu mengatakan hal yang luar biasa.”
Ini, apakah tidak apa-apa kalau aku menyerangnya?
Aku tidak bodoh, dan juga bukan orang yang terlalu lugu.
Seorang laki-laki kelas 2 SMA yang tidak berbuat apa-apa dalam situasi seperti ini dan layar berakhir gelap, itu mungkin hanya ada di manga atau anime.
Ada orang yang kusukai.
Aku hanya ingin memandangnya.
Meski begitu, ada sesuatu yang muncul selain perasaan cinta.
Kalau begitu—
“Tunggu duluuuuu!”
“Y-Yuzuki!?”
“Yuzu-nee!?”
“Kenapa kalian terkejut begitu! Akulah yang terkejut!”
Tiba-tiba pintu terbuka, dan yang berlari masuk secepat cheetah mengejar mangsanya adalah Yuzuki Tsubasa.
Mungkin karena sangat terburu-buru, keringat mengalir di wajahnya dan dia terengah-engah.
“Fuuka! Apa yang sebenarnya kau lakukan!?”
“Aku membawa pria yang baru saja jadian denganku hari ini ke hotel.”
“…Kelihatannya memang begitu.”
Yuzuki langsung menyerah mendengar perkataan adiknya yang blak-blakan.
Mungkin Yuzuki yang biasanya berperan sebagai ratu di sekolah tidak bisa bersikap tegas pada adiknya.
“P-Pokoknya! Pakai bajumu dengan benar! Asal tahu saja, Masaki tidak akan tergoda olehmu semudah itu!”
“Begitukah? Padahal sepertinya dia sudah mulai tergoda…”
Fuuka yang masih berbaring di tempat tidur melirik ke arahku.
Cih, ternyata si adik kembar ini cukup jeli juga.
Maksudku, itu tadi berbahaya.
Jika aku tergoda satu detik lebih cepat, Yuzuki mungkin akan melihatku menyerang Fuuka.
Meskipun aku sudah setuju untuk pacaran dengan mereka berdua, mendorong gadis lain ke tempat tidur di hari pertama pasti akan menghancurkan cinta seratus tahun sekalipun.
“……”
“…Tunggu, Yuzuki. Apa yang kamu lakukan?”
Entah apa yang dipikirkannya, Yuzuki tanpa berkata apa-apa berbaring di tempat tidur.
Pemandangan dua gadis cantik berwajah sama sedang berbaring berdampingan di ranjang double cukup mengejutkan.
“Entah kenapa, aku merasa akan kalah dari adikku.”
“Bukankah kamu sudah kalah tepat saat kamu berbaring di tempat tidur ini?”
“Tapi, ini kesempatan untuk melakukan… t-threeso… aah, itu yang kamu inginkan, kan, Masaki?”
“……”
“Ah, Masaki-san sedang berpikir ya. Jika kamu menginginkan threesome, aku tidak keberatan, lho…”
“Kalau dikatakan terus terang begitu, malah jadi sulit.”
Nafsuku tidak sebesar itu sampai ingin menyerang mereka berdua dalam situasi seperti ini.
“…Ya, benar juga, sih.”
“Ngomong-ngomong, Yuzuki. Bagaimana kamu bisa tahu tempat ini?”
“Aku dapat pesan dari Fuuka. Katanya dia akan membawamu ke hotel ini.”
“Kapan dia…”
Ah, mungkin dia menghubungi Yuzuki saat di taksi dalam perjalanan ke sini.
“Tapi, bagaimana dengan kuncinya? Bagaimana kamu bisa masuk?”
“Kamu ternyata pria yang memperhatikan hal-hal kecil, ya.”
Yuzuki tiba-tiba bangkit dan duduk di ranjang dengan ringan.
“Hotel ini milik keluarga kami. Karena Fuuka yang memesan kamar, aku bisa minta kuncinya ke manajer.”
“Oh, hotel ini milik Yuzuki, ya—Apa!?”
“Itu bukan hal besar, jangan dipikirkan.”
“…Jangan bicara yang tidak-tidak.”
Hotel mewah ini milik keluarga Yuzuki?
Apakah keluarga Tsubasa memang sangat kaya?
“Yah, berkat Fuuka yang melompati beberapa langkah dan mendekatimu, pembicaraan jadi lebih mudah.”
“Aku masih belum mengerti.”
“Kamu akan segera paham. Aku tidak bermaksud bertele-tele.”
“Kamu bicara seperti adikmu ya.”
“Tentu saja, kami kan kakak adik. Nah, lebih baik melihat langsung daripada mendengar cerita. Ayo pergi.”
“Pergi? Lagi?”
“Ya. Nantikanlah.”
“……”
Entah ke mana aku akan dibawa kali ini.
Dengan pengakuan cinta, pertemuan dengan Fuuka, dan insiden di hotel ini saja sudah membuat kemampuan berpikirku mencapai batas.
Sampai sejauh mana mereka akan membuatku kebingungan…
Aku mulai sedikit menyesal telah menyatakan cinta.
- TLN: Kata yang digunakan di sini adalah 身を以て (miwomotte) yang bisa diterjamhkan “dengan tindakan” atau juga “dengan tubuh”. ↩︎