1. Pengakuan Cintaku Kepada si Kembar yang Lebih Tua Sepertinya Berhasil
“Aku punya adik kembar perempuan, lho.”
“Hah—?”
Sesaat, aku pikir aku salah dengar.
Perkataan gadis itu—Yuzuki Tsubasa—sangat mengejutkan.
Ia mengenakan jepit rambut berbentuk kelelawar di sisi kiri rambut panjangnya yang dicat coklat muda, dan juga anting-anting dengan bentuk yang sama.
Saat ini musim panas, tapi ia mengenakan blus lengan panjang, dengan lengan baju yang sedikit digulung, dan jam tangan elegan di pergelangan tangan kirinya.
Itu bukan untuk mencegah terbakar matahari, tapi mengenakan pakaian lengan panjang dan menggulung lengannya tampaknya adalah gaya fashion yang dia sukai.
Rok kotak-kotaknya sangat mini, memamerkan paha putihnya tanpa ragu.
Gaya rambut yang modis tapi tidak berlebihan, pakaian yang sangat cocok, wajah yang cantik dan elegan.
Yuzuki terkenal sebagai salah satu gadis tercantik di sekolah.
Sebelumnya, sepertinya ia pernah aktif sebagai model majalah.
Namun, meskipun langsung populer, ia pensiun kurang dari enam bulan—
Aku pernah mendengar bahwa para gadis ribut soal pensiun mendadak dan misterius itu.
Yuzuki sendiri dengan santai mengatakan “bosan,” dan tampaknya tidak terpengaruh oleh keributan di sekitarnya.
Yuzuki, yang santai namun tegas, selalu mengguncang orang-orang di sekitarnya.
Suatu hari di awal musim panas—aku berduaan dengan Yuzuki di kelas setelah sekolah usai.
Setelah menyelesaikan tugas piket membuang sampah dan kembali ke kelas, hanya ada Yuzuki di dekat jendela yang sedang bermain ponsel.
Yuzuki berada di puncak apa yang disebut hierarki sekolah.
Tidak hanya dia menarik para gadis tipe cabe-cabean sepertinya, tapi dia juga menarik siswa teladan dengan nilai terbaik dan ace ekskul wanita terbaik ke dalam kelompoknya.
Meski berada di puncak sekolah seperti itu, dia bersikap ramah kepada semua orang dan tidak pernah merendahkan siapa pun.
Meskipun berada di puncak hierarki, sepertinya dia sama sekali tidak peduli dengan hierarki itu.
Misalnya, dia bahkan membiarkan teman sekelas yang jarang berinteraksi dengannya sepertiku memanggil nama depannya “Yuzuki.”
Aku ingat dia tertawa santai dan berkata bahwa dipanggil dengan nama keluarga membuatnya geli.
Karena sikapnya yang seperti itu kepada semua orang, meski berada di puncak hierarki, dia jarang menerima kecemburuan atau iri hati dari orang lain.
Sangat jarang melihat Yuzuki, yang berada di posisi seperti itu, sendirian di sekolah tanpa pengikut di sekitarnya.
“Halo, Masaki!”
“Ah, ya.”
Aku—Nakaba Masaki—sedikit terkejut ketika dia menyapaku.
“Buang sampah lagi? Kamu selalu sukarela membuang sampah setiap kali piket, ya. Harusnya tentukan dengan suit saja.”
“Yah, menurutku siapa yang sadar duluan yang sebaiknya melakukannya.”
Aku meletakkan tempat sampah di sudut kelas dan kembali ke kursiku untuk mengambil tas.
Kemudian, aku berbalik ke arah Yuzuki dan berkata “Aku menyukaimu.”
Tanpa berpikir dan tanpa kusadari, kata-kata itu keluar begitu saja.
Alasan utamanya adalah karena ini kesempatan langka berdua saja dengan Yuzuki, tapi—
Di kepalaku, ada suara yang berkata, “Sekaranglah saatnya!”
Aku tidak meragukan suara itu, dan tanpa aku sadari, kata-kata itu telah keluar.
Sungguh, sampai sesaat sebelum kata-kata itu keluar dari mulutku, aku sama sekali tidak berpikir untuk menyatakan perasaanku.
Tapi, kata-kata yang sudah keluar dari mulut tidak bisa ditarik kembali.
Berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan kabur tidak sejalan dengan prinsipku.
Kejantanan—
Meskipun konsep ini mungkin sudah usang dan lapuk di zaman sekarang, bagiku ini adalah hal yang penting.
Tanpa diajarkan siapa pun, ini adalah sesuatu yang secara alami aku peroleh selama hidupku sampai menjadi siswa kelas 2 SMA hari ini.
Tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal kecil, menghadapi kesulitan, hidup dengan gagah—itulah yang kuputuskan.
Meskipun menunda-nunda pengakuan cinta seperti ini tidak jantan, tapi bagaimanapun juga, aku hanyalah seorang remaja SMA, jadi apa boleh buat.
Pokoknya, aku sudah mengungkapkannya.
Aku akan menerima hasilnya dengan jantan. Meskipun aku tahu aku akhirnya akan hancur total.
“……”
Yuzuki berhenti memainkan ponselnya dan mengerjapkan mata besarnya.
Kemudian, dia mendekat tepat di depanku dan menatapku dari bawah dengan tatapan mendongak.
Yuzuki membuka beberapa kancing blus-nya, sehingga belahan dadanya terlihat.
Bahkan, tepi bra hitamnya sedikit terlihat.
Pakaian dalam yang seksi, khas Yuzuki yang suka hal-hal mencolok.
Biasanya, itu akan terlalu merangsang dan aku akan berdebar-debar dan mengalihkan pandangan.
Tapi, saat ini, aku harus menatap mata Yuzuki.
Agar dia mengerti bahwa aku serius.
Yuzuki terdiam selama sekitar 30 detik penuh—
Dan kalimat berikutnya yang keluar adalah, “Aku punya adik kembar perempuan.”
Itu kata-kata yang terlalu tidak lazim sebagai jawaban atas pengakuan cinta.
“…Apa kamu mendengar apa yang kukatakan?”
“Aku dengar.”
“……”
Aku tidak bertanya tentang struktur keluarganya.
Aku baru tahu kalau Yuzuki punya adik kembar, tapi… meski dia melakukannya untuk mengalihkan pembicaraan, seharusnya ada topik lain yang lebih tepat.
Kesempatan berduaan dengan Yuzuki yang selalu dikelilingi teman-temannya sangat jarang terjadi.
Tidak, mungkin tidak akan ada kesempatan lagi sampai hari kelulusan.
Sekarang musim panas kelas dua SMA.
Aku masih memiliki lebih dari setengah kehidupan SMA yang tersisa, tapi aku tidak berpikir akan ada banyak kesempatan untuk menyatakan perasaan.
Karena itulah, aku mengumpulkan keberanian dan menyatakannya dengan santai, tapi—
Aku sama sekali tidak membayangkan akan mendapat jawaban yang begitu tidak masuk akal.
“Ups, maaf, maaf. Kamu pasti bingung mendapat jawaban seperti itu, ya. Aku tidak lemot, kok.”
“Ah, iya. Aku juga minta maaf karena sudah tiba-tiba. Tidak, kamu tidak perlu langsung memberikan jawab—”
“Aku sudah menjawabnya. Hanya saja kurang lengkap.”
“……?”
Kata-kata apa pun yang ditambahkan pada kalimat tadi, sepertinya tidak akan menjadi jawaban atas pengakuan cintaku, kan…?
“Aku tidak benar-benar memberitahu teman-temanku kalau aku punya adik kembar.”
“B-Begitu, ya.”
Kalau dipikir-pikir, ini aneh.
Yuzuki adalah gadis di puncak hierarki sekolah.
Bahkan murid dengan circle pertemanan yang sangat terbatas sepertiku juga mendengar berbagai rumor.
Cerita menarik seperti Yuzuki yang cantik punya adik kembar harusnya langsung tersebar ke seluruh sekolah.
Jika tidak ada yang tahu, itu berarti—
“Adikmu itu bukan murid sekolah kita?”
“Benar. Dia bersekolah di SMA Putri Shuuka.”
“SMA Shuuka, ya…”
Itu adalah sekolah khusus perempuan dengan sistem gabungan SMP-SMA di jalur kereta yang sama dengan sekolah kami.
Itu terkenal dengan banyaknya nona muda, dan katanya banyak gadis yang mengagumi seragam pelaut putih yang anggun itu.
Aku sering melihat mereka di kereta saat berangkat sekolah.
Meskipun nona muda, tidak semua diantar-jemput dengan mobil.
Karena dekat dengan sekolah ini, tidak aneh jika ada saudari murid di sini yang bersekolah di sana.
“Jangan-jangan… kamu mau bilang kalau kamu butuh izin adikmu untuk menjawab pengakuan cintaku?”
“Bukan, tapi itu mungkin agak mirip.”
Yuzuki memasukkan ponsel yang masih dipegangnya ke saku roknya.
“Nama adikku Fuuka.”
“Fuuka…”
“Ya. Masaki, kalau kamu mau pacaran sekali dua dengan aku dan Fuuka—aku bersedia pacaran denganmu.”
“……!?”
Sekali lagi, aku tidak mengerti apa yang dia katakan untuk sesaat.
Aku diterima kalau mau pacaran sekali dua…?
Dengan dua saudari kembar…?
“Yuzuki, candaan apa—”
“……”
Aku hendak bertanya lagi, tapi Yuzuki menunjukkan ekspresi serius yang belum pernah kulihat.
Kalau dia bisa berakting dengan wajah seserius itu, lebih baik dia jadi aktris saja.
Aku sudah terkejut hanya karena dia punya adik kembar, tapi dia akan menerimaku kalau aku mau pacaran dengan dia dan adiknya?
Sebagai jawaban atas pengakuan cinta, ini memang terlalu tidak lazim…
“…Ah, maaf ya!”
“Eh?”
“Itu aneh kan, ya! Maksudku, itu cuma bercanda!”
“Apa…? Bercanda…?”
“Ahaha, soal adik kembar juga bohong! Kamu kaget? Karena Masaki terlalu serius, aku jadi ingin menjahilimu. Maaf, maaf.”
Yuzuki mengatupkan kedua tangannya seperti berdoa dan menundukkan kepalanya.
“Aduh, jangan terlalu serius dong. Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Aku sungguh minta ma—“
“Tunggu.”
Aku menangkap pergelangan tangan Yuzuki yang hendak lewat di sampingku dan menahannya.
“M-Masaki?”
“Sudah kubilang, aku menyukaimu, Yuzuki.”
“H-Hah?”
“Aku memang bukan temanmu, tapi… aku sudah memperhatikanmu sedikit. Yuzuki imut, dan aku suka penampilanmu.”
“T-Tunggu, Masaki?”
“Aku tidak menyangkal itu, tapi aku menyukaimu bukan hanya karena penampilan. Aku tahu kamu bukan orang yang akan mempermainkan seseorang yang baru saja menyatakan perasaan.”
Benar, Yuzuki adalah teman sekelas yang ramah dan baik hati.
Tapi, tentu saja ada sisi dirinya yang tidak dia tunjukkan padaku yang bahkan bukan temannya.
Meskipun begitu, Yuzuki tidak akan mempermainkan pengakuan cinta yang serius.
Aku yakin akan hal itu.
“Kalau Yuzuki yang bilang, pasti benar kalau kamu punya adik kembar. Dan soal kamu yang mau pacaran kalau aku mendua itu juga serius, kan?”
“…Mana mungkin begitu. Masaki, apa yang kamu tahu tentangku?”
“Memang tidak banyak. Tapi, aku tahu diriku sendiri. Aku tidak mungkin menyukai gadis yang mempermainkan pengakuan cinta. Tidak akan pernah.”
“……”
Aku masih memegang pergelangan tangan Yuzuki, dan dia juga tidak berusaha melepaskan diri.
Sikapnya ini membuatku yakin. Jawaban Yuzuki adalah perasaannya yang sebenarnya.
Tidak, caranya menyembunyikan terlalu buruk.
Bahkan siswa SMA yang tidak peka sepertiku pun tidak akan tertipu.
Lalu, apa yang harus kulakukan?
Jawaban Yuzuki terlalu mengejutkan, tapi perkataannya pasti dari hati yang tulus.
Kalau begitu, bagaimana aku harus menjawab?
Aku sudah menyatakan perasaan, dan dia sudah menjawab dengan jujur, jadi aku tidak bisa bersikap ambigu, kan?
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang harus kulakukan?
Benar, jawabannya—sudah jelas.
Jika tidak ada kebohongan dalam kata-kata Yuzuki, tidak ada pilihan lain.
“Jika Yuzuki Tsubasa yang kusukai berkata begitu—aku akan pacaran dengan kalian berdua.”
“Eh!?”
Kau yang memintanya tapi kenapa kau malah terkejut, Yuzuki.
Yah, mungkin jawabanku juga tidak kalah aneh.
“Aku sama sepertimu, Yuzuki. Aku tidak akan berbohong atau bercanda tentang hal sepenting ini. Aku ingin pacaran denganmu. Jika ada yang perlu kulakukan untuk itu—aku akan melakukan apa saja.”
“Apa saja…? Kamu serius?”
Yuzuki terus menatapku seolah menilaiku.
Entah kenapa aku merasa merinding.
Matanya penuh dengan kecerdasan dan tekad, seperti orang yang berbeda dari dia yang selalu tertawa ceria di kelas.
Ini mungkin salah satu sisi dirinya yang tidak pernah dia tunjukkan padaku.
“Ya, bahkan threesome dengan Yuzuki dan adikmu pun—aku akan menerimanya!”
“Aku tidak bilang sampai harus segitunya, lho!?”
Sepertinya aku terlalu terburu-buru.
Tapi, sebagai laki-laki, sekali menerima, harus terus maju sampai akhir.
“…M-Meski bukan berarti aku bilang tidak boleh, sih.”
“K-Kamu tidak bilang tidak boleh!?”
Mungkin bukan hanya aku yang terbawa suasana.
Pengakuan cintaku, yang terbawa suasana, sedikit—tidak, tapi cukup banyak melenceng, namun sepertinya aku akan terus maju.
Tentu saja aku pun tidak berniat untuk berhenti.