[LN] Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Volume 2 Chapter 3 (2/2) Bahasa Indonesia

Merayakan Ulang Tahun Istri Game Online Adik Perempuanku (2/2)

Babak Tiga: Merayakan Ulang Tahun Istri Game Online Adik Perempuanku

(2/2)


Minggu, 2 Juli.

Akhirnya tibalah hari ulang tahun Momoi. Setelah makan siang lebih awal, aku dan Kotomi meninggalkan rumah 30 menit sebelum waktu pertemuan.

Cuaca saat ini cerah. Memang lebih baik daripada hujan, tapi perbedaan suhu terasa ekstrem setelah berada di ruangan ber-AC. Ditambah lagi, hari ini adalah hari terpanas di tahun ini. Sinar matahari yang terik membuat kepala terasa seperti direbus…

Saat aku menunduk untuk menghindari sinar matahari yang terik, Kotomi juga terlihat menunduk. Berbahaya jika kami berdua terus menunduk…

Mengetahui hal itu, aku terpaksa mengangkat wajah. Sambil menyeka keringat yang mengalir ke dagu dan mengipas-ngipas bagian dada kemeja, terdengar keluhan seperti “Aduh, bagaimana ini,” dan “Uh, pasti bisa…” Aku mulai khawatir kami bisa pingsan.

“Mau pulang lagi untuk ambil topi?”

Meski merepotkan untuk pulang, jika Kotomi mengangguk, aku akan ikut pulang. Meskipun topi dari SMP mungkin akan terasa sempit, masih lebih baik daripada terus terkena sinar matahari langsung.

“Tidak usah. Karena itu tidak cocok untukku.”

“Mana ada orang yang tidak cocok memakai topi, lho.”

“Ada kok, di sini. Kalau aku pakai topi, aku pasti akan terlihat aneh.”

“Itu hanya karena kamu tidak terbiasa memakainya. Kalau tidak punya, pinjam saja punya ibu.”

“Tidak perlu. Sebenarnya aku punya. Topi dengan emblem Rin-chan.”

“Aku tidak tahu karakter apa itu, tapi kalau kamu punya, pakailah. Kalau tidak, kamu bisa pingsan sebelum sampai ke kafe.”

Perjalanan ke kafe sekitar 15 menit berjalan kaki. Aku mungkin baik-baik saja, tapi bagi Kotomi yang cenderung mengurung diri di kamar, ini adalah perjalanan yang berat.

Pesta dimulai pukul 13:00. Masih ada waktu jika kami kembali sekarang. Bahkan memanggil taksi ke rumah pun masih memungkinkan.

“Aku bisa tahan sinar mataharinya… tapi, mungkin lebih baik kita pulang untuk ganti baju…”

“Memangnya kamu berkeringat sebanyak itu?”

“Bukan itu,” kata Kotomi sambil menatapku dengan ragu. “Bukankah penampilanku ini tidak sopan untuk Momoi-san…?”

Dia mengenakan kaus putih dan rok lipit putih yang lembut. Dia memakai sandal dan menggendong ransel yang terdapat pin karakter favoritnya.

“Itu penampilan yang bagus dan cocok untuk musim panas, kan?”

“Tapi aku sudah memakainya selama tiga tahun, jadi ini sudah usang… Mungkin sebaiknya aku meminta ibu untuk meminjamkanku gaun?”

“Kamu terlalu khawatir. Itu bukan pesta formal, jadi semua orang akan datang dengan pakaian biasa.”

“Benarkah?”

“Benar. Lagipula, coba pikir. Apakah menurutmu Momoi yang baik hati itu akan menganggapmu tidak sopan hanya karena pakaianmu sedikit usang?”

“…Tidak.”

“Nah, kan? Jadi rayakan saja ulang tahun Momoi dengan percaya diri. Dan gunakan kesempatan ini untuk berteman dengan Kotobuki dan Aoki juga.”

Dulu, Kotomi mungkin akan menolak dengan mengatakan “Tidak mungkin! Tidak mungkin!” sambil menggelengkan kepalanya, tapi pengalamannya berteman dengan Momoi dan Takase membuatnya menyadari bahwa sesuatu bisa berubah jika dia memberanikan diri. Meski masih terlihat tidak percaya diri, dia tidak menggelengkan kepalanya.

Namun, dia masih terlihat cemas,

“Tapi… aku tidak tahu harus bicara apa.”

“Kita semua adalah teman seangkatan di sekolah yang sama, jadi topik yang berkaitan dengan sekolah pasti cocok. Coba mulai dengan ‘Bagaimana persiapan ujianmu?’ atau ‘Berapa waktu renangmu?’ dan kembangkan percakapan dari situ.”

Setelah memberikan saran konkret, Kotomi terlihat bersemangat, mungkin karena dia bisa membayangkan percakapan yang mengalir dari itu.

“Aku akan berusaha untuk berbicaran dengan mereka.”

“Itu baru semangat. Kamu juga teman Momoi, jadi mereka pasti ingin berteman denganmu juga.”

Setelah memberinya semangat, mata Kotomi terlihat penuh harapan. Meski masih terlihat kepanasan, langkahnya menjadi lebih ringan, mungkin karena kecemasannya sudah menghilang.

Tak lama kemudian, stasiun Koigishi mulai terlihat. Kami berbelok ke belakang, menyusuri jalan perumahan, dan akhirnya tiba di kafe.

“Lho? Sepertinya tutup.”

“Hari Minggu memang hari libur mereka.”

“Jadi kita menyewa seluruh tempat?”

“Begitulah.”

Jendela pintu tertutup tirai dan ada tanda ‘Tutup’, tapi itu hanya untuk mencegah pelanggan masuk secara tidak sengaja. Saat aku memegang gagang pintu, pintu terbuka dengan mudah.

“Oh, Fujisaki bersaudara yang pertama datang!”

Kotobuki menyambut kami. Karena dia berada di balik meja konter, aku hanya bisa melihat bagian atasnya yang mengenakan kaus putih. Mungkin karena dia berpakaian santai, Kotomi menghela napas lega.

“Itu karena kami tinggal dekat sini. Ada yang bisa kami bantu?”

“Tidak ada. Santai saja. Oh, mejanya yang di sana.”

Ada meja untuk enam orang yang sudah disiapkan. Sepertinya tidak ada pengaturan untuk tempat duduk, jadi untuk meningkatkan kemungkinan duduk di sebelah Takase, aku duduk di tengah. Kotomi meletakkan ranselnya di bawah meja dan duduk di hadapanku.

“Hei Kotobuki, bagaimana dengan kuenya?”

“Aku sudah menyiapkan kue buah kesukaan Maho!”

“Oh begitu. Berapa yang harus kubayar?”

“Kami bertiga sudah membayarnya. Merepotkan untuk menghitung ulang sekarang, jadi tidak usah.”

“Aku tidak enak kalau makan gratis, lho.”

“Kamu ternyata serius juga ya, tidak sesuai penampilanmu. Bagaimana menurutmu, adik Fujisaki?”

“Aku… sebenarnya senang karena uang jajanku sedang tipis…”

“Haha, adikmu jujur ya. Betul, kita harus menerima kebaikan dengan senang hati. Kalau kamu masih merasa tidak enak, belilah biji kopi di sini saja.”

“Dengan senang hati. Soalnya kopi di sini enak sekali.”

“Senang mendengarnya. Teman-temanku yang sering nongkrong di sini tidak ada yang suka kopi. Bagaimana denganmu, adik Fujisaki?”

“A-Aku? Aku tidak suka kopi hitam… tapi aku bisa minum kalau ditambah susu…”

“Oh, jadi kamu bisa minum kopi!”

Mendengar suara gembira itu, ekspresi tegang Kotomi mulai mengendur.

Kotobuki memang pandai berkomunikasi, mungkin karena pengalamannya melayani pelanggan. Sepertinya dia bisa menyesuaikan percakapan dengan Kotomi.

“Ngomong-ngomong, kopi yang selalu diminum Kotomi itu berasal dari sini lho.”

“Benarkah?”

“Ibu selalu membelinya sebagai oleh-oleh saat menghadiri acara voli ibu-ibu.”

“Oh, ibu kalian ikut voli ibu-ibu ya. Mungkin aku pernah bertemu dengannya.”

“Kok bisa?”

“Waktu SMP kami pernah tanding persahabatan. Seperti apa ciri-ciri ibumu?”

“Kotomi, coba jelaskan.”

Saat kuminta, Kotomi mengangguk dan mulai menjelaskan,

“Tingginya sekitar segini, rambutnya cokelat sepanjang ini, dan ada tahi lalat di sini…”

Dia menjelaskan dengan gerakan tangan untuk menggambarkan penampilan ibu kami.

Kalau aku mungkin akan menjelaskan dengan, “Tingginya sekitar 172 cm, rambutnya pendek cokelat, dan ada tahi lalat di bawah bibir”, tapi kurasa penjelasan Kotomi sepertinya lebih mudah dibayangkan.

Sepertinya Kotobuki bisa membayangkannya, dia tersenyum kecil dan berkata, “Oh, orang itu ya.”

Spike-nya tajam sekali sampai adik kelasku ketakutan. Apakah ibu kalian mantan anggota ekskul voli?”

“Aku tidak tahu ibu ekskul apa, tapi katanya dia jago dalam semua olahraga.”

“Oh, jadi kalian juga punya bakat olahraga?”

“Haru-nii yang mewarisi bakatnya, tapi aku mirip ayah… Waktu renangku juga tidak membaik… Oh iya, berapa waktu renang Kotobuki-san?”

Dia menggunakan saranku di sini. Kotobuki sempat terkejut sesaat dengan pertanyaan mendadak itu, tapi segera tersenyum bangga dan menyebutkan waktu renangnya dalam jarak 25 meter.

Saat Kotomi terkejut mendengar waktu yang luar biasa itu, tiba-tiba…

Uuuh…”

Seorang gadis berambut hitam pendek datang sambil mengerang seperti zombie.

Itu adalah Aoki. Dia mengenakan gaun putih off-shoulder dengan tank top hitam di dalamnya.

Aoki berjalan gontai ke arah kami, duduk di sebelah Kotomi, dan langsung menelungkupkan kepalanya di meja. Dia mengangkat tangannya dan berkata dengan suara lemah.

“Aku ingin minum teh barley…”

“Oke. Kalian berdua mau es kopi?”

Setelah kami mengangguk, Kotobuki dengan cekatan menyiapkan minuman untuk semua orang. Dia meletakkan gelas-gelas itu di atas meja dan duduk di sebelah Kotomi.

Meski terlihat sedikit tegang karena diapit oleh mereka berdua, dia juga tampak senang karena mereka memilih duduk di sebelahnya.

Aku juga senang. Dengan begini, aku pasti akan duduk di sebelah Takase. Aku akan banyak mengobrol dengannya dan mempererat hubungan kami! ––Sementara aku bertekad seperti itu, Aoki sudah menghabiskan teh barley-nya.

“Minumnu banyak sekali.”

“Di luar kayak neraka. Aku terus belajar untuk ujian di kamar yang nyaman, jadi perbedaan suhu ini membuatku pusing.”

Kotomi, yang sedang mengaduk es kopinya dengan sedotan, tiba-tiba menoleh dan bertanya dengan ragu-ragu.

“Aoki-san… bagaimana persiapan ujianmu?”

Dia benar-benar memanfaatkan saranku dengan baik.

“Sangat tidak lancar, aku merasa bisa gila bahkan di rumah.”

“Aku mengerti…”

“Kadang-kadang aku ingin menangis. Semuanya terlalu sulit…”

“Aku mengerti…”

“Aku paham. Cakupannya terlalu luas sehingga aku tidak tahu harus mulai dari mana…”

“Aku mengerti…”

“Aku paham banget…”

Sepertinya mereka bertiga kesulitan dalam belajar, dan wajah mereka menjadi muram.

“Maaf membuat kalian menunggu~!”

Kemudian terdengar suara ceria seolah memecah suasana suram yang menyelimuti kafe.

Itu adalah Takase. Dia mengenakan gaun yang bagian pingganngnya ketat dan membawa tas tote di tangannya.

“Ah, sejuknya…”

Entah kebetulan bertemu atau tidak, Momoi juga bersamanya.

Dia mengenakan blus dan rok panjang, membawa tas yang agak besar, mungkin untuk membawa pulang hadiah.

“Wah, hari ini panas sekali ya~! Benar-benar terasa seperti musim panas! Ran-chan, aku mau jus jeruk!”

“Aku mau es teh… bisakah aku minta dengan sedikit es?”

“Siap.”

Kotobuki pergi ke belakang konter. Sementara itu, Takase duduk di sebelah kananku, dan Momoi duduk di sebelah kiriku. Begitu diapit oleh dua gadis, aroma harum yang enak tercium. Meski mereka pasti berkeringat, tapi masih tercium wangi sampo dan sabun yang enak…

“Ini dia, jus jeruk dan es teh.”

“Yay,” “Terima kasih!” Keduanya mengambil gelas dan meminumnya dengan nikmat. Setelah menarik napas lega, Kotobuki membawa kue buah.

Ada lilin angka 1 dan 7 di atasnya, dan plakat cokelat putih bertuliskan “Happy Birthday Maho.”

“Wah, kelihatannya enak! Terima kasih untuk kue yang indah ini!”

“Sama-sama! Oh iya, ini!”

Takase seperti teringat sesuatu dan mengeluarkan selempang dari tas tote-nya. Selempang itu bertuliskan “Bintang Hari Ini.”

Momoi tersenyum, tampak bernostalgia.

“Terakhir kali aku melihatnya dua bulan yang lalu ya. Waktu berlalu begitu cepat. Ah, noda kopinya masih ada.”

“Aku ingat, insiden semburan kopi!”

“Aku sudah mencetak foto Ran yang menyemburkan kopi.”

“Jangan dicetak! Itu memalukan, tau. Lagipula, jangan buat wajah aneh saat orang sedang minum kopi…”

“Membuat objek foto tertawa adalah tugas fotografer juga.”

Itu adalah percakapan kenangan yang menunjukkan kedekatan mereka. Meski menghangatkan hati, aku merasa sedikit tersisih karena tidak bisa bergabung dalam pembicaraan. Tapi kemudian Takase tersenyum padaku dan mengajakku bicara.

“Fujisaki-kun juga mau pakai selempang?”

“Aku ingin mencobanya. Kalian akan merayakannya untukku?”

“Tentu! Kami akan merayakannya untuk kalian berdua!”

Yey! Aku bisa merayakan ulang tahun bersama Takase! Ini tidak akan terjadi jika hanya aku sendiri. Aku benar-benar senang Kotomi bisa berteman dengan Takase! Aku tidak sabar menunggu hari itu!

“Kapan ulang tahun kalian berdua?”

“3 Maret.”

“Wah, Hinamatsuri1 ya. Aku iri. Hmm, 3 Maret itu…”

“Hari Minggu.”

“Mahocchi langsung jawab!? Hebat, kamu seperti kamus kalender!”

“Bukan, dia pasti sudah mengingatnya. Soalnya Maho kan—”

Uhuk! Uhuk!”

Takase pura-pura batuk. Dia melirik Kotomi dan menggelengkan kepala. Mungkin dia ingin mengatakan bahwa hubunganku dengan Momoi masih dirahasiakan dari Kotomi.

“Maho kan dekat dengan Fujisaki bersaudara.”

Sepertinya Kotobuki mengerti dan mengubah kata-katanya.

“Pokoknya, kalau hari Minggu, kalian bisa menyewa tempat ini.”

“Kamu dengar itu, Kotomi. Kita harus mengosongkan jadwal.”

“Iya! Aku pasti akan mengosongkannya…!”

Kotomi tampak tidak sabar menunggu hari itu. Dia sangat senang sampai-sampai langsung memasukkan jadwalnya ke ponsel.

Sementara itu, Momoi mengenakan selempang, berpose peace di depan kue, dan Aoki mengambil fotonya.

“Aku juga mau ikut difoto!”

“Aku juga!”

“A-Aku juga ingin ikut difoto…!”

Mereka semua berkumpul di belakang Momoi, dan Aoki mengambil foto.

“Mau kufotokan kalian para gadis saja?”

“Kamu pengertian juga ya. Aku terima tawaranmu.”

“Kalau begitu, tolong ya.”

Aku menerima kamera dari Aoki dan mengambil foto mereka dari konter. “Nih,” kataku sambil mengembalikan kamera pada Aoki, yang langsung memeriksa hasilnya dan tersenyum puas. Sepertinya fotonya bagus.

“Aoi-chan, nanti kirim fotonya ya!”

“Akan kukirim setelah kupindahkan ke ponsel. Aku juga akan mengirimnya ke Fujisaki-san, bisa aku minta kontakmu?”

“I-Iya! Oke!”

“Sekalian tukar kontak denganku juga ya.”

“Iya, ayo tukar!”

Kotomi terlihat sangat senang. Setelah bertukar kontak dengan mereka berdua, dia tersenyum sambil melihat daftar kontaknya.

Yang penting adalah langkah awal seperti ini. Jika terlalu lama dibiarkan, akan sulit untuk mengirim pesan nantinya. Mungkin aku harus menyarankan Kotomi untuk “setidaknya mengirim pesan salam” nanti.

Sementara aku berpikir begitu, Kotobuki menyalakan lilin angka. Kami semua duduk di tempat masing-masing, dan Takase memutar musik dari ponselnya. Kami menyanyikan lagu ulang tahun mengikuti musik, lalu berseru “Selamat ulang tahun!” sambil bertepuk tangan. Momoi berkata “Terima kasih!” dengan suara gembira, lalu meniup lilin.



Kotobuki memotong kue dan memindahkannya ke piring.

Setelah semua orang mendapat bagian, mereka mulai makan kue dengan lahap, dan terdengar suara-suara bahagia seperti “Enak!” dan “Maknyus!” dari berbagai arah.


“Waktunya membuka hadiah!”


Kotobuki berteriak tak lama setelah kami selesai makan kue.

Takase berseru “Yeah!” untuk memeriahkan suasana, dan Momoi bertepuk tangan sambil berkata “Ini yang kutunggu-tunggu!” Aoki mengabadikan momen itu dengan kamera, sementara Kotomi juga mengangkat ponselnya untuk menyimpan kenangan tersebut.

Sementara itu, Kotobuki pergi ke meja konter untuk mengambil hadiah.

“Ini dariku!”

Itu adalah kotak berbentuk batang berwarna hitam. Mirip dengan kotak suling, tapi… sedikit lebih pendek. Apa isinya, ya?

“Ah, imutnya~!”

Ternyata isinya adalah sebuah kipas lipat.

Kipas sutra yang terlihat mewah dengan gambar kembang api di atasnya.

“Tahun lalu saat festival musim panas, kamu kelihatan sangat kepanasan, kan?”

“Ah, aku ingat. Baterai kipas genggamku kebetulan habis saat itu.”

“Kipas lipat tidak akan kehabisan baterai. Gunakan ini untuk mendinginkan dirimu tahun ini!”

“Terima kasih! Aku akan memanfaatkannya dengan baik!”

Dia berkata dengan riang, lalu memasukkan kipas ke dalam kotaknya dan menyimpannya dengan hati-hati di dalam tas.

“Ini dariku!”

“Ta—da!” seru Takase sambil mengeluarkan bungkusan yang cukup besar dari tasnya. Momoi membukanya dengan ekspresi penuh semangat, dan di dalamnya ada sebuah celemek.

“Wah, imut sekali!”

Itu adalah celemek dengan gambar anjing-anjing yang menyembul dari sakunya. Momoi berdiri dan langsung memakainya di tempat.

“Bagaimana?Apakah cocok?”

“Ya, cocok sekali untuk Momoi-san!”

“Maho memang selalu terlihat bagus memakai apa saja.”

“Itu enak dipotret.”

“Pilihanku memang bagus ya~ Mahocchi, sepertinya kamu sedang semangat memasak akhir-akhir ini!”

“Berkat celemek ini, aku jadi semakin bersemangat memasak!”

Dengan suara ceria, Momoi melepas celemek, melipatnya dengan rapi, memasukkannya ke dalam bungkusannya, lalu menyimpannya di dalam tasnya.

“Ini dariku. Aku memberikan dudukan ponsel.”

Hadiah dari Aoki adalah dudukan berbentuk kucing yang mengangkat kaki depannya.

“Terima kasih juga, Aoi-chan~ Aku akan mulai menggunakannya hari ini!”

“Omong-omong, ini sepasang dengan punyaku.”

“Aoi-chan memang pecinta kucing, ya. Aku ingin ke rumahmu lagi untuk mengelus kucingmu.”

“Kamu selalu boleh datang kapan saja.”

Dalam suasana yang hangat, mereka bertiga selesai memberikan hadiah mereka. Yang tersisa hanyalah kami dua bersaudara, tapi kami berdua memberikan barang-barang anime.

Dia sudah memutuskan untuk mengaku sebagai otaku, tapi bagaimana dengan tekadnya? Apakah tidak goyah?…Mungkin sebaiknya aku menyiapkan jalan kabur untuk berjaga-jaga.

“Selanjutnya giliranku. Kotomi, berikan tasnya.”

Kotomi mengeluarkan tas bungkus kecil dari ranselnya. Dia menggesernya di atas meja ke arahku.

“Ini, hadiah dariku.”

“Terima kasih juga, Haruto-kun. Aku penasaran apa isinya…”

Aku tidak memberitahu Momoi apa yang akan kuberikan, tapi sepertinya dia yakin itu barang anime karena wajahnya sedikit menegang.

“Mungkin aku mengikat talinya terlalu kencang, jadi kamu bisa membukanya nanti saja dengan santai.”

Tentu saja, aku tidak mengikatnya dengan kencang. Ini hanya alasan kalau-kalau Momoi ragu-ragu.

Namun sepertinya tekadnya tidak berubah, dan Momoi menyentuh tali dengan wajah tegang.

Saat dia melepas tali dengan mudah dan mengeluarkan korek api logam dan dudukannya, Aoki dan yang lainnya terlihat terkejut.

“Pilihan yang keren.”

“Apakah anak di bawah umur boleh membeli korek api minyak?”

“Ini mungkin untuk pajangan, kan? Lihat, lagian ada dudukannya juga.”

“Seperti yang Takase katakan, ini untuk pajangan. Ini adalah karakter MioMio dari anime Doriste. Aku otaku yang sangat suka anime itu.”

“Aku juga seorang otaku, jadi aku memutuskan untuk memberikan karakter anime sebagai hadiah!”

Mungkin berpikir lebih mudah mengaku jika dia punya lebih banyak teman, Kotomi mengeluarkan tasnya tanpa menunggu reaksi Momoi.

Momoi meletakkan korek api di atas meja dan membuka bungkusnya. Saat dia mengeluarkan boneka Nekketsu-chan dan Binetsu-chan, Kotobuki memiringkan kepalanya dan berkata “Eh?”

“Bukankah itu boneka yang dibuat Fujisaki tempo hari?”

“Ah, ya. Sebenarnya ini hadiah dari Kotomi untuk Momoi.”

“Aku belajar menjahit dari Haru-nii, jadi aku yakin hasilnya bagus…!”

Dengan ekspresi harap-harap cemas, Kotomi mengamati reaksi Momoi. Ketika tatapan mereka bertemu, ekspresi tegang Momoi melembut.

“Terima kasih Haruto-kun, Kotomi-san. Aku… sangat suka anime, jadi aku sangat senang.”

Meskipun suaranya masih terdengar tegang, dia mengaku dengan senyum di wajahnya.

“Eh, ternyata Mahocchi suka anime ya. Apa kalian semua sudah tahu?”

“Ini berita baru buatku. Bagaimana denganmu, Aoi?”

“Kalau aku tahu, aku pasti akan memberikan dudukan anime.”

“Benar juga. Padahal ada juga celemek motif anime kalau dicari.”

“Kipas juga. Dasar, kenapa kamu diam saja selama ini?”

Mendengar reaksi ketiganya, Momoi terlihat terkejut dengan mata terbelalak. Dengan ragu-ragu, dia bertanya,

“Kalian tidak berpikir apa-apa? Seperti terkejut, atau merasa tidak cocok… atau sebaiknya aku berhenti dengan hobi otaku?”

Momoi pernah bercerita bahwa dulu di SMP, perempuan sering mengejek laki-laki yang otaku. Itulah sebabnya dia menyembunyikannya sampai sekarang, tapi tidak ada tanda-tanda rasa jijik di wajah mereka bertiga. Mereka tidak terkejut atau bingung, tapi sepertinya langsung menerima begitu saja.

Yah, aku sudah tahu sih, bahwa tidak ada seorang pun di sini yang akan menghakimi hobi orang lain.

“Aku tidak berpikir begitu. Lagipula, aku juga nonton anime.”

Meski begitu, aku tidak menyangka ada penggemar anime lain di sini.

“Ran-chan juga nonton anime!?”

“A-Apa yang kamu tonton!?”

Diserang dengan antusias oleh keduanya, Kotobuki menjawab dengan ragu-ragu.

“Aku tidak begitu sering nonton anime sih… tapi baru-baru ini aku menonton anime yang direkomendasikan teman, judulnya Spike Girls.”

Tiba-tiba terdengar sorak-sorai.

“Aku tahu itu! Aku juga nonton! Itu adalah anime olahraga yang dibalut dengan anime moe!”

“Karya hebat yang menggabungkan tiga pilar: persahabatan, kerja keras, dan kemenangan! Aku sudah menontonnya tiga kali!”

“Aku memutar episode 8 berulang-ulang tanpa henti!”

“Malam sebelum pertandingan latihan, kan! Episode di mana Chiyo-chan dan Ichigo-chan yang selalu bertentangan akhirnya memperdalam persahabatan mereka! …Uh, aku jadi ingin menangis hanya dengan mengingatnya.”

“Ah, adegan jabat tangan itu, ya. Itu memang mengharukan.”

“Apakah kalian tahu tentang Shuumatsu Camera?”

Begitu Aoki bertanya, mata mereka berdua langsung berbinar.

“Aoki-san tahu Shuumatsu Camera!? Keren!”

“Itu memang mahakarya tapi tersembunyi, ya! Tertimbun oleh banyaknya sekuel dari karya populer, tapi pada masanya itu benar-benar hebat! Aku masih menyesal tidak bisa menontonnya saat itu ditayangkan!”

“Aku juga! Kalau bisa nonton saat ditayangkan, pasti asyik bisa berdiskusi setiap minggu!”

“Aku terkejut dengan foreshadowing di episode pertama.”

“Kamera rusak di reruntuhan itu, ya!”

“Aku merinding saat foreshadowing itu terkuak!”

“Iya! Aku jadi merinding lagi hanya dengan mengingatnya!”

Momoi dan yang lainnya semakin asyik membicarakan anime.

Omong-omong, aku tidak tahu judul-judul yang mereka sebutkan barusan. Aku akan kesulitan jika mereka menanyakan pendapatku tentang anime-anime itu.

Tapi kalau aku diam saja, itu juga akan mencolok. Mungkin sebaiknya aku membicarakan anime yang aku tahu untuk berbaur dengan mereka.

Saat aku berpikir begitu—tiba-tiba aku menyadari sesuatu. Suara Takase tidak terdengar. Jika Takase yang biasanya aktif diam saja, itu berarti dia tidak bisa mengikuti pembicaraan.

“Takase, apakah kamu menonton anime atau membaca manga?”

Ketika aku bertanya dengan hati-hati, Takase menurunkan alisnya dan tersenyum canggung.

“Sebenarnya aku tidak menonton anime… Keluargaku penggemar drama luar negeri, jadi sejak kecil aku lebih tertarik ke sana.”

“Drama apa yang kamu tonton?”

“Seperti Victoria’s Sisters atau Pretty Jessy.”

Nada suaranya terdengar tidak percaya diri, seolah-olah ingin mengatakan “Kamu pasti tidak tahu”, tapi aku kebetulan tahu kedua judul yang dia sebutkan.

“Jadi kamu suka cerita sukses yang berbau komedi, ya?”

Ketika aku menebak genrenya dengan tepat, Takase membelalakkan matanya dan berkata “Eh?”

Dia mungkin merasa terkucilkan karena tidak bisa mengikuti pembicaraan tentang anime. Wajahnya yang tadinya terlihat sedih menjadi lebih cerah.

“Fujisaki-kun juga menontonnya?”

“Saat SMP dulu. Aku tidak terlalu mendalami, tapi aku cukup sering menonton genre itu.”

“Misalnya?”

“Kamu tahu John & Jane?”

“Aku tahu! Itu drama favoritku!”

“Itu lucu sekali, ya.”

“Iya kan! Pasangan suami istri yang biasa-biasa saja tiba-tiba menjadi karismatik karena kesalahpahaman orang-orang di sekitar mereka! Hubungan mereka yang dingin juga membaik, dan menontonnya membuat perasaanku jadi cerah.”

“Benar. Kalau kamu suka John & Jane, kamu mungkin juga akan suka Instant Family.”

“Wah, selera kita sangat cocok, ya! Aku sampai menonton semua episodenya sekaligus karena penasaran dengan kelanjutannya!”

“Satu episode lagi, satu episode lagi—begitu terus sampai habis ya!”

Aku tidak menyangka akan datang hari di mana aku bisa mengobrol seasyik ini dengan Takase! Untunglah aku menonton drama luar negeri! Aku harus berterima kasih pada Ishiyama yang merekomendasikannya!

Sambil menikmati perasaan bahagia, aku teringat adikku dan melihat keadaannya. Dia sedang berbicara dengan wajah berseri-seri.

Kotobuki, meskipun sedikit terpojok dengan antusiasme mereka, berhasil menanggapi dengan baik. Aoki menunjukkan ponselnya pada Kotomi, dan mereka berbicara seperti, “Anime ini?” “Ya, yang itu!” “Sepertinya menarik. Aku akan menontonnya.” “Beritahu aku pendapatmu nanti ya.”

Dan Momoi… dia menatapku dengan alis berkerut.

“Ada apa?”

“Kamu terlihat sangat senang, jadi aku penasaran apa yang kalian bicarakan.”

“Kami membicarakan drama luar negeri.”

“Maaf ya, Mahocchi. Aku tidak tahu banyak tentang anime, jadi Fujisaki-kun menemaniku mengobrol.”

“Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan. Naru-chan memang suka drama luar negeri ya. …Haruto-kun, seberapa banyak yang kamu tahu? Sama banyaknya dengan anime…?”

“Aku lebih tahu banyak tentang anime.”

Aku hanya tahu sekitar delapan drama luar negeri, tapi aku tahu anime dua kali lebih banyak dari itu. Itu karena aku telah mempelajari karya-karya yang mungkin akan dibicarakan sebagai persiapan untuk aktivitas otaku.

Momoi adalah temanku. Dan aku suka mengobrol dengan teman-temanku. Selama aku bisa mengikutinya, pembicaraan tentang anime pun bisa menyenangkan.

Kebetulan Kotomi baru saja mulai membicarakan Doriste, dan tidak ada salahnya bergabung dengan percakapan Momoi dan yang lainnya, tapi—

“Karena ini kesempatan yang langka, hari ini aku akan mengobrol tentang drama luar negeri dengan Takase.”

Jika aku tidak menemaninya mengobrol, Takase akan sendirian.

“Jadi, kamu bisa menikmati pembicaraan tentang anime di sana.”

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan mengobrol tentang anime tanpa ragu-ragu.”

Setelah berkata begitu, Momoi ikut bergabung dengan pembicaraan anime Kotomi dan yang lain… tapi, sepertinya dia masih khawatir tentang keadaan Takase, karena dia sesekali bertanya dengan nada cemas.




  1. Hinamatsuri (雛祭り, ひなまつり) atau Hina Matsuri adalah perayaan setiap tanggal 3 Maret di Jepang yang diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak perempuan.  ↩︎


Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Bahasa Indonesia [LN]

Otaku Chishiki Zero No Ore Ga, Naze Ka Otokogiraina Gal to Ota Katsu Wo Tanoshimu Koto Ni Natta Ndaga Bahasa Indonesia [LN]

Aku, yang Tidak Memiliki Pengetahuan Apa Pun Soal Otaku, Entah Bagaimana Akhirnya Menikmati Kegiatan Otaku bersama Cabe-cabean Pembenci Pria
Score 9.1
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2023 Native Language: Jepang
Tiba-tiba aku naksir teman sekelasku, Narumi Takase. Skenario idealku adalah membuat dia berteman dengan adik perempuan kembarku yang pemalu dan tertutup, Kotomi, yang juga seorang penyendiri di kelas yang sama denganku, agar bersama-sama, kami kakak beradik, dapat menjalani masa muda yang indah dan cerah. Namun, yang menjadi masalah adalah keberadaan sahabat Takase, Maho Momoi. Dia adalah gadis setengah Jepang yang cantik, berambut pirang, seleb cabe-cabean, dan terkenal akan ketidaksukaannya terhadap pria. Dia juga bersikap dingin terhadapku. Tapi setidaknya, aku berharap dia bisa berteman dengan adikku... Dan suatu hari adikku meminta bantuanku. Tampaknya dia akan bertemu dengan istri game onlinenya di pertemuan luring, dan dia ingin aku menjadi penggantinya karena dia merasa gugup. Demi adikku, aku pun menerima permintaan itu. Tapi, begitu aku tiba di tempat pertemuan, yang menungguku adalah Maho Momoi—!?!

Comment

Options

not work with dark mode
Reset