Babak Tiga: Merayakan Ulang Tahun Istri Game Online Adik Perempuanku
(1/2)
Jumat, di akhir bulan Juni.
Malamnya aku sedang belajar untuk ujian.
Ujian akhir akan diadakan pada tanggal 6 dan 7 Juli, kemudian tanggal 10, 11, dan 12 Juli setelah akhir pekan. Tinggal kurang dari seminggu lagi menuju ujian, tapi aku dapat menyelesaikan kumpulan soal dengan mudah berkat ulasan harianku.
Tidak ada soal ujian yang tidak aku mengerti, dan Takase pun bahkan memujiku dengan berkata, “Aku pikir kamu pintar karena kamu adalah adik Fujisaki-kun,” sehingga motivasiku untuk belajar pun berkurang.
Tentu saja, belajar tidak akan sia-sia jika aku melihat ke depan, tapi awalnya aku adalah tipe orang yang memprioritaskan bermain-main dan kemudian belajar ujian dengan sistem kebut semalam. Jadi, aku mulai merasakan keinginan untuk istirahat dan bersenang-senang.
Karena itu, aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada teman-temanku.
[Ayo main besok.]
[Aku sangat ingin main! Tolong bagikan beberapa kemampuan akademismu padaku, Fujisaki!]
[Ini dia, terimalah kemampuan akademisku!]
[Gagal, aku tidak merasa lebih pintar! Ajak aku lagi kapan-kapan!]
Sepertinya Yamada tidak bisa.
[Bagaimana kalau kita main besok?]
[Jika aku main sekarang, aku bisa menerawang kalau nilai ujianku bakal merah]
Kobayashi juga tidak bisa, ya.
[Apakah ujian akhir di sekolahmu sudah selesai?]
[Masih sampai Senin depan. Aku sedang sekarat sekarang]
[Siap. Semoga sukses dengan studimu]
[Oke.]
Aku mencoba mengajak Ishiyama dari sekolah lain, tapi sepertinya dia sedang dalam masa ujian juga.
Sepertinya yang lain mungkin sibuk juga. Kalau begitu, kurasa aku tidak punya pilihan selain belajar.
Saat aku hendak mengganti persneling dan mulai belajar lagi, aku mendengar bunyi bip elektronik dari ponselku. Apakah salah satu orang yang aku hubungi sebelumnya berubah pikiran?
[Apakah kamu sedang belajar?]
Pengirimnya adalah Momoi.
Jarang sekali aku menerima pesan darinya. Apakah dia menghubungiku lewat ponsel karena ShikkokuYasha tidak login? Aku ingat kalau Momoi juga tipe orang yang tidak login sebelum ujian, tapi apakah ada sesuatu yang mendesak yang ingin dia bicarakan?
Atau… mungkinkah itu tentang anime musim panas?
Aku akan kesusahan jika itu berubah menjadi percakapan tentang anime, tapi aku akan tidak enak jika membiarkan pesannya sudah dibaca. Kurasa aku bisa menggunakan belajar sebagai alasan untuk melarikan diri kali ini.
[Aku belajar setiap hari, lho]
[Rajinnya. Apakah ada universitas yang ingin kamu tuju?]
[Pilihan pertamaku adalah universitas negeri setempat]
[Kalau begitu kita mungkin akan satu universitas.]
[Kamu juga, Momoi?]
Sekolah kami adalah sekolah persiapan kuliah. Meskipun beberapa siswa mungkin ingin mencari pekerjaan, tapi fokus utamanya adalah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Dan pilihan yang paling populer adalah universitas negeri setempat.
Keluargaku berkecukupan secara finansial, namun menyekolahkan dua anak di universitas swasta pada saat yang bersamaan akan terasa berat.
Kalau aku bisa kuliah di universitas negeri, Kotomi bisa saja kuliah di universitas swasta, tapi sejujurnya, aku ingin Kotomi kuliah di universitas yang sama denganku, meskipun ada alasan keuangan sih.
Bukannya aku kesepian. Tapi aku sudah mengawasinya mulai dari TK hingga SMA, jadi aku khawatir jika dia masuk ke universitas lain.
Jika bukan karena masalah akademis, Kotomi mungkin juga ingin kuliah di universitas yang sama denganku. Dan jika Momoi juga ada di sana, motivasinya akan meningkat.
[Bolehkah aku memberi tahu Kotomi soal itu?]
[Kenapa?]
[Karena dia mungkin akan termotivasi.]
Aku kehilangan motivasiku untuk belajar beberapa waktu yang lalu, tapi kalau ada Momoi, aku juga merasa akan termotivasi. Karena sejauh ini, aku belum punya teman yang tampaknya bisa masuk ke universitas negeri setempat.
Aku bisa saja mencari teman baru setelah masuk universitas, tapi aku akan lebih senang jika teman lamaku juga ada.
[Kamu bisa memberitahunya. Ngomong-ngomong, Haruto-kun, apa kamu berencana belajar di sepanjang hari libur?]
[Aku akan melakukan itu sambil istirahat secukupnya. Memang kenapa?]
[Aku berpikir untuk pergi ke game center untuk melepas penat.]
Game center? Kalau begitu, aku pun bisa menikmatinya. Aku tidak memainkan game yang membutuhkan pengetahuan anime, tapi aku pernah memainkan game gendang, mesin tinju, dan air hockey bersama teman-temanku.
Tapi…
[Kotomi tidak bisa pergi. Dia harus belajar]
Ayah sudah memberikannya larangan keluar rumah. Meski Ayah mengizinkan dia pergi merayakan pesta ulang tahun besok lusa, tapi pergi ke game center sudah lain cerita. Tidak mungkin Ayah akan memberikannya izin.
[Kalau begitu ayo kita pergi berdua saja.]
Mungkin karena awalnya kami melakukan aktivitas otaku berdua, dia sepertinya tidak keberatan jika hanya ada aku.
[Boleh. Tapi aku tidak bisa keluar terlalu lama]
[Aku juga tidak. Itu hanya untuk rekreasi saja.]
[Kemana kita harus pergi?]
[Bagaimana dengan game center di kawasan perbelanjaan dekat Stasiun Jiiku?]
Stasiun Jiiku berjarak satu pemberhentian sebelum Stasiun Kinjou. Dibutuhkan kurang dari 10 menit sekali jalan. Aku belum pernah pergi ke game center di sana, tapi aku pernah melihatnya ketika aku pergi karaoke di kawasan perbelanjaan.
[Oke. Jam berapa kamu ingin bermain?]
[Aku akan menyesuaikan dengan jadwalmu.]
[Bagaimana kalau kita bertemu di depan stasiun pada pukul 10:30 dan menyudahinya saat kita lapar?]
Saat aku mengirim pesan itu, aku mendapatkan balasan stiker Nekketsu-chan yang mengacungkan jempol. Setelah mengirimkan balik stiker yang sama yang telah aku beli sebelumnya, aku pun lanjut belajar.
Dan keesokan harinya, Sabtu.
Lima menit sebelum waktu janjian, aku tiba di Stasiun Jiiku. Aku melangkah keluar menuju udara lembab dan memicingkan mata terhadap pancaran sinar matahari yang cerah, mengamati sekelilingku.
Seorang gadis berambut pirang sedang duduk di bangku yang mengelilingi patung prajurit berkuda. Dia mengenakan blus putih lengan pendek yang dipadukan dengan rok pensil hitam dan kacamata hitam. Dia mengenakan pakaian yang menyegarkan, dan tas putihnya menambahkan kesan sejuk.
Itu adalah Momoi.
Melihatnya dari sudut ini, dia benar-benar cantik. Meskipun dia sedang duduk, lekuk tubuhnya yang bagus tetap menonjol. Meski semua bangku sudah terisi, tapi tidak ada wanita lain yang duduk di kedua sisi Momoi. Mungkin karena mereka tidak ingin dibandingkan dengannya.
“Maaf membuatmu menunggu.”
Aku berlari ke arahnya, dan Momoi, yang dengan bosan memainkan ponselnya, mendongak dan tersenyum padaku melalui lensa kacamatanya.
“Aku juga baru sampai. Aku tidak sabar ingin bersenang-senang.”
“Aku juga. Ayo.”
Aku dan Momoi pun berjalan berdampingan menuju kawasan perbelanjaan. Ada gedung-gedung tinggi di dekat stasiun, namun posisi matahari tepat di atas kepala. Karena tidak dapat menemukan tempat berteduh di bawah bayang-bayang bangunan, kami terkena sinar matahari langsung, dan keringat bercucuran tiada henti.
“Bagaimana dengan belajarmu?”
Saat aku menyeka keringat di bawah daguku, Momoi mulai berbicara.
“Itu berjalan dengan sangat baik. Aku yakin aku akan masuk peringkat tiga besar di kelas.”
“Wah, kamu sama sekali tidak merendah.”
“Karena aku yakin dengan yang kupelajari.”
“Sungguh menakjubkan kamu bisa mendapat nilai bagus meskipun kamu banyak menonton anime.”
“Y-Yah, mungkin aku hanya pandai mengatur waktu! Selain itu, bagaimana denganmu, Momoi?”
Untuk menghindari topik anime, aku segera mengubah topik pembicaraan.
“Aku fokus pada bahasa Jepang klasik, biologi, sejarah Jepang, dan matematika.”
“Mata pelajaran di tanggal 6 dan 7, ya.”
Bahasa Inggris juga diadakan pada hari yang sama dengan bahasa Jepang klasik, tapi Momoi berasal dari luar negeri. Dia mungkin tidak perlu belajar untuk mengatasi itu.
“Masih ada jeda sebelum mata pelajaran yang lain, jadi menurutku aku tidak perlu panik dulu. Tentu saja, aku tidak sepenuhnya mengabaikannya.”
“Aku rasa kamu beruntung karena bahasa Jepang klasik dan bahasa Inggris ada di hari yang sama.”
“Ya, benar. Berkat itu, aku bisa berkonsentrasi pada Sastra Jepang klasik, dan tidak harus bergantung pada Haruto-kun.”
“Aku tidak keberatan jika kita merencanakan sesi belajar lagi, lho? Kali ini, mari kita ajak Kotomi juga.”
“Jika kita melakukan itu, sepertinya kita hanya akan mengobrol saja. Naru-chan dan Kotomi-san juga sudah menjadi dekat.”
“Sepertinya mereja juga asyik mengobrol bahkan saat istirahat makan siang.”
“Iya, kan? Aku sudah lama mengkhawatirkan itu, tapi sekarang aku akhirnya bisa makan tanpa khawatir.”
“Aku juga.”
“Kamu sangat perhatian pada adikmu, ya. Itukah sebabnya kamu mulai makan di kelas? Karena kamu mengkhawatirkan Kotomi-san?”
“Salah satunya karena itu, tapi alasan lainnya karena kantin juga sangat ramai. Itulah sebabnya aku memilih membawa bekal untuk sementara waktu.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku membuatkanmu bekal?”
“EH!? BEKAL!?”
Bahu Momoi tersentak karena terkejut.
“Tidakkah reaksimu terlalu berlebihan?”
“Tentu saja aku terkejut. Bagaimana dengan setting-mu yang ‘membenci laki-laki’ itu? Jika kamu memberiku bekal, seluruh imej ‘Pembenci Laki-laki’ yang telah kamu bangun dengan susah payah akan runtuh.”
“Jika aku memberikannya padamu secara diam-diam, tidak akan ada yang mengetahuinya.”
“Tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan ketahuan! Aku senang, tapi niatmu saja sudah cukup!”
“Oh. Kalau begitu, aku akan membuatkanmu bekal selama liburan musim panas. Akhir-akhir ini aku mulai bisa memasak selain nasi goreng. Seperti Neapolitan dan yakisoba. Aku merasa masakanku semakin enak setiap hari!”
Momoi mengatakan itu dengan gembira.
Nasi gorengnya terasa tidak enak, tapi… bukan berarti dia tidak akan pandai memasak selamanya. Jika dia bekerja keras untuk mengatasi kelemahannya, mungkin kali berikutnya masakannya akan enak.
“Kalau kamu memakannya dengan lahap, itu akan membuatku lebih percaya diri…”
Semua bermula saat aku salah mengira kalau itu adalah masakan Takase, tapi aku tidak ingin melihat wajah temanku murung. Sekali aku memujinya, aku harus terus memujinya.
“Baiklah. Aku akan memakannya selama liburan musim panas.”
“Ya, nantikanlah!”
Meskipun kami tidak sedang membicarakan anime, Momoi tersenyum cerah. Selama hal tersebut dapat meningkatkan mood, topik apa pun boleh-boleh saja.
Saat kami terus mengobrol, kami dapat melihat gerbang lengkung kawasan perbelanjaan di kejauhan. Terdapat game center di kawasan perbelanjaan, tempat kalian dapat menikmati berbelanja meski di tengah hujan, dan sedang ramainya karena ini hari libur.
Sesaat setelah memasuki kawasan perbelanjaan, kami sampai di game center. Saat masuk, kami disambut dengan musik yang meriah dan udara yang menyegarkan. Aku terasa dihidupkan kembali…
“Jadi, Momoi, apa yang ingin kamu lakukan? Apakah kita akan bermain game tarung?”
“Aku sih tak masalah, tapi aku ingin memainkan sesuatu yang hanya bisa kita mainkan di game center.”
Saat dia mengatakan itu, Momoi memasukkan kacamata hitamnya ke dalam tas.
“Bagaimana kalau air hockey?”
“Kedengarannya bagus. Aku akan membalaskan dendamku untuk Ulbat saat itu.”
“Aku akan mengalahkanmu lagi.”
Kami pun menuju ke meja air hockey.
“Apakah kamu ingin aku yang membayarnya?”
“Aku yang akan membayarnya kalau hanya segini.”
“Oh. Terima kasih.”
Saat kami mengambil posisi dan memasukkan koin, hembusan angin bertiup dari atas papan. Ketika aku melihat slot ejeksi di bawah gawang, ada kepingan di dalamnya.
Aku mengambil perangkat yang berbentuk seperti stempel yang nama resminya tidak kuketahui, dan ketika aku melihat lurus ke depan, aku melihat Momoi mencondongkan tubuh ke depan, sambil memegang perangkat itu――
“Ayo maju!”
Aku dapat melihat belahan dadanya melalui celah di V-neck-nya!
Aku langsung membuang muka.
“Kamu lihat apa?”
“Bukan apa-apa.”
“Kalau gitu menghadaplah ke sini. Mari kita mulai… Hei, Haruto-kun?”
“…”
“Ada apa? Apakah itu strategimu? Karena kamu tidak bisa menang dalam pertarungan langsung, apakah kamu mencoba membuatku lengah?”
Momoi berkata dengan nada provokasi.
Ini sama sekali bukan seperti itu. Aku melihat ke arah Momoi lagi, dan… Belahan dadanya masih terlihat. Aku tahu di otakku kalau aku tidak seharusnya melihat ke arah situ, tapi pandanganku tetap tertuju ke sana.
Aku bisa saja berpura-pura tidak melihatnya, tapi ada seorang pria di dekat kami. Ini memalukan, tapi mungkin aku harus memberitahukannya…
“Momoi. Momoi.”
“Apa?”
“Dadamu kelihatan.”
“Eh? ――AH!”
Momoi buru-buru menutupi dadanya dengan tangan. Tersipu, dia melihat sekeliling seolah mengkhawatirkan tatapan orang-orang di sekitarnya.
“Belum ada yang melihatnya.”
“O-Oh. Terima kasih sudah memberitahuku. Dan… jika kamu tidak keberatan, bisakah kamu meminjamkanku kemejamu hanya selama pertandingan air hockey ini?”
“Boleh saja, tapi ini bau keringat.”
“Aku tidak keberatan.”
Kalau begitu, aku akan meminjamkan ini padanya. Ini juga kemeja yang dibelikan Momoi untukku.
“Ini dia,” kataku sambil menyerahkannya. Momoi langsung memakai dan mengancingkannya. Pakaiannya kebesaran di area lengan dan bahu, namun menonjol di area dada.
“Bagaimana rasanya?”
“Lumayan. Tapi bukankah kemeja ini terlalu panas?” kata Momoi sambil menyingsingkan lengan bajunya.
“Tentu saja panas. Soalnya itu pakaian musim semi.”
“Apakah kamu tidak punya pakaian musim panas?”
“Aku punya, tapi aku sangat suka yang ini.”
Bibir Momoi membentuk senyuman.
“Hmmm, aku senang kamu sangat menyukai ini. Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi berbelanja pakaian lagi selama liburan musim panas?”
“Seriuasan? Kamu akan memilihkannya untukku lagi?”
“Ya. Sungguh menyegarkan dan menyenangkan memilih pakaian untuk pria.”
Aku baru saja berpikiran ingin membeli pakaian musim panas. Jika Momoi yang modis memilihkannya untukku, aku akan sangat senang.
“Bisakah kamu juga memilihkan pakaian untuk Kotomi sekalian?”
“Tentu saja. Aku akan mengubah Fujisaki bersaudara menjadi kakak beradik yang modis.”
Kotomi tidak terlalu tertarik dengan pakaian, tapi dia akan senang pergi berbelanja bersama Momoi. Sebenarnya, mereka sempat membicarakan untuk membeli pakaian dalam perjalanan pulang dari taman hiburan waktu itu… Tapi yah, pada akhirnya Kotomi menghabiskan semua uangnya di toko buku yang kami singgahi sebelumnya, jadi dia tidak bisa membeli pakaian apa pun.
“Baiklah, mari kita mulai permainannya.”
Setelah semuanya siap, kami pun mulai bermain air hockey.
Momoi cukup atletis, tapi aku juga tidak seburuk itu. Sepertinya aku memiliki refleks dan penglihatan dinamis yang lebih baik, dan aku menang telak delapan banding dua.
“Yosha! Aku menang!”
“Setidaknya bersikaplah lebih lunak padaku.”
“Aku punya prinsip untuk tidak menahan diri saat bermain. Ingin tanding ulang?”
“Terus kalah memang membuat frustrasi, tapi… gak dulu. Jika kita bermain lagi, aku akan mulai berkeringat.”
AC di tempat ini memang menyala, tapi kami banyak bergerak dan mengenakan pakaian musim semi. Mungkin tidak ingin baju yang dia pinjam bau keringat, jadi Momoi segera melepas kemejaku yang dia pakai.
Saat aku memakainya, aku diselimuti oleh aroma yang harum. Baunya manis, tidak seperti bau keringat. Saat berpikir bahwa kemeja ini baru saja dipakai Momoi, mau tak mau aku jadi merasa terangsang.
Tidak menyadari pikiranku, Momoi menatapku dengan mata penuh semangat.
“Apa selanjutnya?”
“Apa pun tak masalah, tapi… bagaimana dengan game crane?”
“Eh? Haruto-kun, bukankah kamu bilang kamu tidak akan pernah memainkan game crene?”
Apakah begitu!? Apakah ada game yang Kotomi tidak ingin mainkan!?
“A-Apakah aku mengatakan itu?”
“Ya. Kamu bilang kamu kehilangan seluruh uang sakumu selama sebulan, tidak memenangkan satu hadiah pun, dan bersumpah untuk tidak akan memainkannya lagi. Kamu bisa saja meminta petugas untuk memindahkan hadiahnya ke posisi yang lebih mudah, tapi harga dirimu tidak mengizinkan hal itu, jadi kamu mencoba melakukannya sendiri, kan?”
Dia memberikan alasan yang sangat spesifik.
Jika dia mengingatnya dengan jelas, aku tidak bisa membodohinya.
“Ah, ya, setelah kamu menyebutkannya, sepertinya aku memang mengatakan itu.”
Aku juga paham kenapa Kotomi tidak mau memainkan game crane. Bukan karena harga dirinya yang menghalangi, tapi karena dia terlalu malu untuk meminta bantuan.
“Tapi, aku merasa ingin mencobanya lagi setelah sekian lama.”
“Kalau begitu, aku akan mendukungmu. Tempat ini memiliki pilihan figurine anime yang cukup banyak.”
Itu gawat! Kalau aku kesana, itu pasti akan mengarah ke perbincangan tentang anime!
Aku dengan panik mengamati sekeliling, dan melihat mesin game crane kecil. Hadiahnya berupa gantungan kunci hewan seukuran telapak tangan.
“Ayo kita main yang itu!”
“Apakah kamu yakin tidak ingin yang figurine saja?”
“Figurine sepertinya akan memakan banyak waktu dan uang.”
Aku juga tidak terlalu ahli dalam game crane. Aku tidak ingin menantang hadiah besar yang mungkin akan membuat uang 1000 yen-ku melayang begitu saja.
“Ayo main itu!”
Tanpa menunggu jawaban Momoi, aku menuju ke sana, dan Momoi mengikutiku.
Kotaknya penuh dengan gantungan kunci binatang yang lucu dan aneh. Biayanya 100 yen sekali main, dan dengan ukuran seperti ini, sepertinya aku bisa mendapatkannya dengan biaya kurang dari 1000 yen.
“Wow, ini lucu sekali!”
“Iya, kan? Karakter anime memang bagus, tapi terkadang terkadang hal semacam ini tidak terlalu buruk.”
Sembari mengatakan itu, aku memasukkan koin 100 yen dan menekan tombol untuk mengoperasikan capitan.
Capitan itu mencengkeram perut zebra, dan ketika diangkat—capitan itu mengangkut gantungan kunci, dan zebra lain ikut terangkat bersamanya. Semuanya jatuh ke lubang pengambilan seperti itu.
“Hebat! Kamu dapat dua sekaligus!”
“Ini keberuntungan pemula.”
Dengan semangat, aku memasukkan tangan ke lubang hadiah dan menyerahkan salah satu zebra itu ke arah Momoi.
“Nih, ambil satu.”
“Buatku?”
“Aku dapat dua yang sama. Kalau kamu tidak mau, aku akan membikannya pada Kotomi sa—”
“Tidak, aku mau.”
Dengan cepat Momoi mengambil zebra itu dan memeluknya di dada dengan penuh kasih sayang, tersenyum lebar dengan mata menyipit karena senang.
“Terima kasih. Aku akan menjaganya baik-baik.”
“Ya. Kalau kamu sesenang itu, maka uang 100 yen yang kukeluarkan terasa sepadan. Momoi, apakah kamu suka boneka?”
“Aku punya cukup banyak koleksi. Memang hanya karakter anime sih, tapi aku akan menambahkan yang ini juga ke koleksiku.”
“Jangan lupakan Nekketsu-chan dan Binetsu-chan juga.”
“Tentu saja. Aku akan menaruhnya di tempat terbaik. Aku juga menantikan hadiah ulang tahun darimu, Haruto-kun.”
“Jangan menaikkan standarnya terlalu tinggi, oke?”
Untuk hadiah ulang tahun Momoi, aku memilih korek api logam, yang berdesain MioMio dari Doriste, dengan dudukan magnet.
Fakta bahwa korek api itu ada dudukannya berarti ada orang yang membelinya untuk dipajang, tapi aku mulai khawatir apakah korek api logam layak untuk hadiah seorang siswi SMA.
“Aku senang dengan apapun yang kamu berikan asalkan itu dari hati. Aku menantikan hari ulang tahunku.”
“Ya. Aku pasti akan merayakannya dengan layak.”
Aku agak khawatir akan seperti apa reaksinya saat melihat hadiahku nanti, tapi… melihatnya tersenyum riang dan tidak sabar, aku pun tanpa sadar merasa tenang.