
Babak Dua: Membantu Isitri Game Online Adik Perempuanku
1
Minggu, sehari setelah pembuatan pakaian.
“Haru-nii! Haru-nii!”
Sekitar pukul 22.00, saat aku sedang mengerjakan soal matematika untuk mempersiapkan ujian, aku mendengar suara Kotomi yang tinggi diiringi dengan gedoran pintu.
“Kamu boleh masuk,” seruku dari balik pintu, dan dia langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Ada rasa terdesak di wajahnya.
Kelihatannya seperti keadaan darurat, tapi Kotomi yang panik sudah jadi kejadian sehari-hari. Saat aku melihat wajahnya itu, empat kemungkinan terlintas di benakku.
Dan, yang paling mungkin adalah—
“Apa kamu kesulitan menjahit?”
Soal menjahit.
Kemarin aku memberikannya bimbingan menyeluruh sampai hari berganti. Berkat itu, dia berhasil menyelesaikan gaun putih bersih. Jahitannya agak kasar, tapi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan kain kusut yang pertama kali dia buat.
Terlebih lagi, karena Kotomi tidak terluka, dia tampak semakin percaya diri dan bertekad untuk melakukan sisanya seorang diri.
Namun, dia pasti kesulitan dan datang padaku untuk meminta bantuan.
“Bukan. Sejauh ini semuanya berjalan lancar.”
“Kalau begitu, apakah kamu ingin aku mengajarimu?”
Suatu hari, Ayah menyatakan, “Ayah akan memotong uang sakumu sebesar 10% untuk setiap 10 poin nilai yang turun.” Kotomi mencoba meminta bantuanku dengan berlinang air mata, tapi Ayah memperingatkannya, “Pertama-tama, cobalah berusaha sendiri dulu.”
Namun, dia pasti menghadapi soal yang sulit dan datang meminta bantuan.
“Aku ingin kakak mengajariku matematika, tapi kali ini bukan soal belajar.”
“Apakah ada serangga yang muncul?”
“Bukan. Aku bisa merasakan kehadirannya, tapi selama aku tidak melihatnya, itu sama saja dengan tidak ada.”
Tiga kemungkinan runtuh dalam sekejap.
Kalau begitu, hanya ada satu hal yang tersisa.
“Mahorin, ya?”
Meski aku ingat Kotomi pernah mendatangiku dalam keadaan tergesa-gesa yang sama, dia seharusnya sedang belajar dengan giat seperti yang Ayah perintahkan padanya. Jadi aku tidak menyangka ini akan menjadi bantuan yang berhubungan dengan game online, tapi—
“Benar. Mahorin!”
Tampaknya dia telah berhenti belajar dan bermain game online. Aku tahu kalau dia ingin istirahat, tapi aku harap dia tidak menyerah pada studinya secepat ini. Ayah sangat mengkhawatirkannya, lho…
“Soalnya, Momoi-san akan menelepon kakak! Jadi kakak harus cepat!”
“Meneleponku?”
“Ya! Dia bilang dia akan menelepon dalam 10 menit! Sekarang tinggal 9 menit lagi!”
“Tidak perlu panik seperti itu. Sekalipun dia menelepon, aku cukup bilang bahwa baterainya hampir habis dan akan meneleponnya balik nanti. Ataukah itu sesuatu yang benar-benar mendesak, yang harus dibicarakan dalam 9 menit lagi?”
Misalnya, menonton anime yang akan mulai tayang sembilan menit lagi dan mendiskusikan kesan kami secara real-time. Memang akan sulit jika itu anime yang memerlukan informasi sebelumnya, namun meski begitu, jika kami menontonnya secara bersamaan, aku bisa menyelaraskan pembahasan kami. Hal itu mustahil bagiku dulu, tapi sekarang aku telah mengatasi berbagai aktivitas otaku, jadi aku mungkin bisa melakukannya.
Namun, sembilan menit lagi adalah—jam 22:18. Aku rasa tidak ada anime yang tayang di waktu yang ganjil begitu.
“Bukan begitu, tapi…”
“Kalau begitu tenanglah. Kalau Ayah tahu kamu tidak belajar, dia akan marah. Dalam kasus terburuk, Ibu mungkin akan muncul juga.”
Ibu lebih menakutkan dari Ayah. Entah kenapa Ayah bersikap lunak terhadap Kotomi, tapi Ibu akan mengomeli Kotomi tanpa ampun.
“A-Aku mengerti…”
Kotomi menarik napas dalam-dalam beberapa kali dan berbicara dengan nada tenang.
“Takase-san mungkin seorang otaku.”
“Takase? Seorang otaku? Maksudmu otaku anime?”
Kata “otaku” bisa berarti bermacam-macam, seperti otaku idola, otaku memasak, otaku kesehatan, otaku sejarah, dan sebagainya. Takase tidak memberikan kesan sebagai otaku anime, namun Kotomi mengangguk dan berkata, “Benar.”
“Momoi-san yang bilang. Dia bilang bahwa ketika dia dan Takase-san mampir ke minimarket hari ini, Takase-san mengambil clear file Nekketsu Senki.”
“Campaign itu, ya. Tapi, kita bisa mendapatkannya dengan hanya membeli dua es krim, kan? Mungkin saja dia tidak tertarik dengan anime dan mengambilnya hanya karena itu gratis?”
“Momoi-san juga mengatakan hal yang sama.”
Itu karena Takase memang tidak memberikan kesan sebagai penggemar anime. Ketika aku mengunjungi kamarnya tempo hari, aku tidak melihat ada merch anime apa pun.
Namun, bisa jadi dia ketagihan anime setelah itu. Dan jika objeknya ini adalah Nekketsu Senki, alasannya mungkin—
“Mungkin membuat boneka itulah yang menjadi pemicunya.”
“Apakah Takase-san tertarik dengan boneka?”
“Kelihatannya tidak seperti itu, tapi… kalau dipikir-pikir sekarang, dia memasang ekspresi yang serius saat aku menunjukkan padanya gambar clear file itu.”
“Kalau begitu, itu pasti cinta pada pandangan pertama! Karena itu adalah ilustrasi tingkat dewa!”
Kotomi terlihat sangat bahagia.
Aku bisa mengerti kenapa dia bahagia. Kotomi telah mencari cara untuk lebih dekat dengan Takase, bahkan dia sampai mengubah kotak bekalnya menjadi motif bola basket.
Jika pihak lain itu adalah seorang otaku, hal itu akan menciptakan rasa kedekatan. Jika dia bisa mengobrol seru dengan topik umum tentang Nekketsu Senki, dia seharusnya bisa berbicara dengannya tanpa merasa gugup di kemudian hari.
Mengesampingkan hal itu,
“Jadi, apa yang Momoi ingin bicarakan?”
Dari apa yang aku dengar sejauh ini, sepertinya tidak ada yang mendesak. Aku rasa hal itu dapat diselesaikan melalui chat tanpa perlu repot-repot melakukan panggil telepon.
“Dia ingin kakak membantunya mencari tahu apakah Takase-san seorang otaku.”
“Membantunya? Bagaimana?”
“Sepertinya dia akan menyampaikan hal itu melalui telepon… Syukurlah, aku berhasil tepat waktu.”
Kotomi menghela nafas lega, mengetahui bahwa dia berhasil memberitahuku sebelum batas waktu.
“Aku mengerti. Aku akan menangani situasi Momoi, jadi Kotomi, kamu fokuslah belajar.”
“Eh? Tapi aku sudah selesai…”
“Sekarang baru lewat pukul 22.00. Kamu masih bisa belajar selama satu jam lagi.”
“T-Tapi matematika-nya sulit…”
Suaranya terdengar manja, seolah dia sedang meminta bantuan untuk dibantu belajar.
“Aku akan mengajarimu besok, jadi untuk saat ini fokuslah pada mata pelajaran hafalan. Jika kamu menghafal sebelum tidur, katanya itu akan menempel di ingatanmu saat tidur.”
“Ugh, aku akan melakukan yang terbaik… Aku ingin melakukan banyak aktivitas otaku dengan Momoi-san selama liburan musim panas…”
Jika dia tidak melakukan yang terbaik di sini, uang sakunya akan dikurangi. Kotomi meninggalkan kamarku dengan wajah muram, menggumamkan tekadnya.
Tak lama kemudian, ponselku mengeluarkan melodi.
Begitu aku mengangkat telepon, sebuah suara yang jelas terdengar.
“Maaf meneleponmu selarut ini.”
“Tidak apa. Lagipula aku berencana untuk begadang sampai tengah malam.”
“Baguslah. Jadi, Haruto-kun, apakah menurutmu Naru-chan adalah seorang otaku?”
“Aku belum bisa memastikannya. Apakah kamu sering pergi ke minimarket bersama Takase?”
“Kami biasanya ke sana saat keluar bermain.”
“Apakah dia mengabaikan merch anime saat itu?”
Campaign semacam itu tidak baru dimulai kemarin atau hari ini. Aku sendiri tidak tertarik, tapi aku tahu campaign itu ada.
“Dia tidak mengambilnya meskipun dia memenuhi syarat. Aku mengingatnya dengan baik karena menurutku itu sayang sekali. Namun, kali ini, dia mungkin mengambil clear file tersebut karena kebetulan dia menginginkannya…”
“Tapi, barang semacam itu sulit digunakan di sekolah, kan?”
“Benar. Dia mungkin mengambilnya karena dia akan menggunakannya di rumah, tapi… Naru-chan bukan tipe orang yang menggunakan clear file.”
Memang benar, Takase sepertinya tipe orang yang tidak menyusun selebarannya denagn rapi dan akan mencarinya sambil berkata, “Di mana aku menaruhnya, ya…?”
Mungkin itulah sebabnya dia memutuskan menggunakan clear file untuk memperbaiki hal itu, tapi bagaimanapun juga, itu masih spekulasi saja.
“Cara paling pasti adalah dengan bertanya langsung padanya, tapi…”
“Maaf, tapi aku tidak bisa melakukan itu.”
“Iya juga sih…”
Menanyakan apakah dia menyukai Nekketsu Senki sama saja dengan mengungkapkan bahwa kita sendiri adalah seorang otaku. Itu adalah metode yang tidak bisa dilakukan oleh Momoi, seorang otaku terselubung.
“Aku bisa saja bertanya padanya, tapi akan aneh kalau aku mengetahui tentang clear file itu padahal aku tidak ada di tempat…”
Biarpun aku bilang kalau aku mendengarnya dari Momoi, itu hanya akan menimbulkan pertanyaan, “Kenapa dia memberitahumu?”
“Ya. Itulah sebabnya aku akan mencoba metode lain.”
“Metode lain?”
“Karaoke.”
“Karaoke? Maksudmu kamu akan mengajak Takase ke karaoke dan melihat apakah dia menyanyikan lagu anime?”
“Tidak, kita akan menyanyikan lagu Nekketsu Senki di depan Naru-chan dan melihat bagaimana reaksinya. Opening musim pertama memiliki visual anime, jadi jika dia tertarik dengan Nekketsu Senki, dia pasti akan bereaksi.”
“Itu ide yang bagus, tapi bukankah itu akan menunjukkan kalau kamu adalah seorang otaku?”
“Itulah kenapa aku ingin Haruto-kun yang bernyanyi.”
“Begitu, ya! Jadi, itu maksudmu!”
Aku menjadi antusias dan suaraku mulai melambung.
Pergi karaoke bersama Takase pasti akan sangat menyenangkan! Aku sangat ingin mendengar Takase bernyanyi! Lagu apa yang akan dia nyanyikan, ya…? Aku yakin dia pasti imut saat dia bernyanyi.
“…Maukah kamu membantuku?”
“Tentu saja! …Tapi, apakah Takase benar-benar akan mau pergi?”
“Kegiatan ekskul akan diliburkan mulai besok untuk mempersiapkan ujian, dan Naru-chan suka karaoke. Jika aku mengajaknya untuk membangkitkan semangatnya, dia pasti akan mau.”
Bagus. Kalau begitu, aku harus memakai masker saat tidur malam ini! Aku akan menjaga kelembapan tenggorokanku dan bernyanyi dengan baik!
“Ngomong-ngomong, apakah anggotanya hanya aku, Momoi, dan Takase?”
“Aku ingin Kotomi-san ikut juga jika bisa. Jika kita semua bermain bersama, itu mungkin bisa sedikit membantu meredakan ketegangannya.”
Sudah kuduga, Momoi sepertinya peduli pada Kotomi dengan caranya sendiri.
Bagaimanapun juga, Momoi peduli dengan teman-temannya. Aku sangat senang teman pertama Kotomi adalah Momoi.
“Baiklah. Aku akan mengajaknya.”
“Ya, terima kasih. Aku akan mencoba mengajak Naru-chan dulu. Tolong beri tahu Kotomi-san setelah kita mengetahui hasilnya.”
“Oke. Kalau begitu, aku akan menunggumu.”
Setelah menyelesaikan panggilan dan menunggu dengan gelisah, suara panggilan masuk berbunyi lagi. Dia bisa saja mengirimiku pesan, tapi karena dia menelepon, itu berarti ada hal lain yang ingin dia bicarakan.
“Halo? Bagaimana hasilnya?”
“Naru-chan juga ingin pergi karaoke.”
Hore! Karaoke dengan Takase telah dikonfirmasi!
“Baiklah. Aku akan mencoba mengajak Kotomi setelah ini.”
“Ya, mohon bantuannya. Oh, dan kita akan ketemuan di lokasi besok. Tempatnya di Manekin Neko di depan Stasiun Kinjou sepulang sekolah.”
“Apakah kalian akan mampir ke suatu tempat dulu?”
“Tidak, kami akan langsung berangkat dari sekolah. Tapi yah, akan merepotkan jika murid lain melihatku pulang bersamamu… Itu bukan karena aku membencimu, jadi jangan salah paham, oke?”
Suaranya terdengar meminta maaf. Kesukaan Momoi padaku adalah sesuatu yang Kotomi bangun sebagai suami game online-nya, tapi meski tanpa itu, Momoi tidaklah membenciku. Dia pernah bilang bahwa karakter pembenci laki-laki yang dia tunjukkan di sekolah hanyalah akting, dan tidak ada laki-laki yang benar-benar dia benci.
“Aku mengerti. Akan jadi masalah jika para perempuan marasa iri padamu.”
Aku bukanlah pria yang populer. Para gadis tidak akan iri padanya jika dia bergaul denganku. Namun, jika ada banyak pria yang salah paham mengira kalau mereka punya kesempatan, mulai mendekatinya, dan menolak mereka, itu mungkin akan menimbulkan kecemburuan dari para perempuan.
“Aku tidak suka kalau ada yang merasa iri padaku, tapi aku lebih tidak suka menimbulkan masalah untuk teman-temanku.”
Dalam hal ini, ‘teman’ itu mungkin berarti aku…
“Masalah apa?”
“Jika kita pulang bersama, para pria mungkin akan iri padamu.”
Mungkin keputusan Momoi untuk tidak pergi bersama karena dia juga memikirkanku. Dia benar-benar orang yang baik.
“Mereka mungkin akan iri, tapi itu bukan masalah besar untukku.”
“Kenapa begitu?”
“Itu karena tidak ada bahayanya. Maksudku, coba pikir. Aku seorang pria dengan tinggi 182 sentimeter dan berwajah preman, lho.”
Meski mereka cemburu pun, tidak mungkin mereka akan mem-bully pria sangar sepertiku. Selain itu, tidak ada bajingan di kelas kami yang akan mem-bully seseorang hanya karena bergaul dengan gadis cantik.
Momoi mungkin memahami hal itu juga, tapi karena pengalamannya di-bully di SMP, dia mungkin sensitif terhadap situasi ini.
“Memang benar Haruto-kun memiliki wajah preman, tapi――ah, tentu saja itu dalam artian baik, lho?”
Dia buru-buru menambahkan itu, dan aku pun tersenyum kecut.
“Memangnya ada artian baik dari wajah preman?”
“Ada, kok. Akhir-akhir ini semakin banyak manga tentang dunia bawah yang mengincar gap moe. Seperti ‘Toko Bunga Yakuza’, ‘Pustakawan Preman’, dan bahkan ‘Yakuza Otaku’ yang kamu rekomendasikan adalah yang terbaik.”
Tiba-tiba, pembicaraan beralih ke pembicaraan otaku, dan jantungku menegang. Tentu saja aku tidak ingat pernah mendengar judul-judul yang baru saja disebutkan.
Aku ingin meminta bantuan Kotomi, tapi dia akan bisa mendengar kami melalui telepon saat aku berkonsultasi dengan Kotomi. Aku harus mengatasi ini sendiri bagaimana pun caranya!
“Y-Ya, akhir-akhir ini memang banyak sekali! Aku suka gap moe dunia bawah!”
“Hei, ‘Otaku Yakuza’ dimulai musim gugur ini, dan pemeran utamanya adalah veteran super Saeki-san, kan? Itu akan menjadi gap yang sangat luar biasa!”
“Y-Ya, Saeki-san! Saeki-san hebat! Gap-nya luar biasa!”
“PV-nya juga bagus kan? Ada adegannya sekitar 30 detik, kan? Aku menonton bagian itu sampai berulang-ulang!”
“A-Aku tahu! Aku tahu itu! Yang sekitar 30 detik itu, kan!? Bagian itu bagus sekali! Aku tidak sabar untuk melihat episode penuhnya!”
“Aku juga! Aku menantikan musim gugur!”
“Ya! Aku tidak sabar menunggu musim gugur tiba!”
“Ngomong-ngomong, apa yang kamu rekomendasikan, Haruto-kun?”
“Rekomendasiku!? Y-Yah, itu pertanyaan yang bagus. Aku punya banyak rekomendasi, jadi aku tidak yakin mana yang harus aku rekomendasikan.”
“Kamu dapat mengesampingkn yang sekuel, lho.”
“M-Meski begitu, jumlahnya masih banyak. B-Begini, musim gugur… dianggap panen yang melimpah, kan? Bukankah begitu?”
Kumohon! Semoga panennya melimpah! Semoga ada banyak anime tingkat dewa! Kalau tidak, aku tidak tahu lagi bagaimana harus membodohinya!
“Itu memang panen yang melimpah!”
Hore! Panennya melimpah!
“Iya, kan!? Ada begitu banyak sehingga aku tidak bisa memilih! Aku akan memikirkan rekomendasiku, jadi jangan ragu untuk bertanya padaku lagi saat kita chatting-an nanti!”
“Tentu, aku akan melakukannya.”
Syukurlah… Aku berhasil melewati ini dengan selamat.
“Jadi, soal karaoke, Kotomi akan pergi dengan siapa? Denganku? Atau dengan Momoi dan Takase?”
Aku menghela nafas lega dan mencoba mengembalikan pembicaraan ke jalurnya.
“Lebih baik dia pergi bersamamu. Tidak apa-apa jika kalian terlambat naik satu kereta, jadi berbicaralah dengan Kotomi sebanyak mungkin untuk membantu dia agar lebih rileks.”
“Baiklah. Aku akan menanyakannya dengan Kotomi dan mengirimimu pesan setelah semuanya beres.”
Setelah dia menjawab “Ya, terima kasih,” panggilan itu berakhir dan aku menuju ke kamar Kotomi. Saat aku mengetuk pintu, Kotomi keluar sambil memegang kamus Bahasa Inggris.
Kupikir dia sedang malas-malasan, tapi sepertinya dia belajar dengan baik.
“Apakah teleponannya sudah selesai?”
“Ya. Kami akan pergi karaoke sepulang sekolah besok, dan aku akan menyanyikan lagu opening musim pertama Nekketsu Senki. Kami akan melihat bagaimana reaksi Takase terhadap cuplikan anime-nya untuk mengetahui apakah dia seorang otaku atau bukan. Dan Momoi ingin kamu ikut juga, Kotomi.”
“Aku juga?”
Kalau hanya aku dan Momoi, dia pasti akan sangat senang dan langsung setuju, tapi Takase juga akan ada di sana. Seperti yang sudah diduga, dia tampak gugup dan wajahnya dipenuhi kecemasan.
Namun, jika dia bisa mengatasi hal ini, jarak antara dia dan Takase akan menyusut. Memang belum dipastikan apakah Takase seorang otaku atau bukan, dan langsung menjadi dekat secara instan seperti saat di taman hiburan mungkin tidak akan terjadi. Meski begitu, bermain bersama akan dapat membantunya meredakan ketegangan. Jelas menakutkan untuk mengambil langkah pertama, tapi aku ingin dia jadi lebih berani di sini.
“Jika kamu malu menyanyi, kamu bisa mendengarkan saja, dan jika kamu terjebak dalam percakapan, aku akan membantumu. Jadi bagaimana kalau kamu mencobanya dulu?”
Kotomi tampak ragu-ragu, tapi…
“Jika Haru-nii ada di sana, aku akan mencobanya.”
Dia pun dengan erat mengepalkan tinjunya dan mengangguk.